Sunday, October 29, 2006

Usaha Bansaw Mati Suri

Radar Banjarmasin - Sabtu, 28 Oktober 2006

BATULICIN - Tingkat kesejahteraaan warga di Desa Kuranji Kecamatan Batulicin Kabupaten Tanah Bumbu saat ini cukup memprihatinkan. Sejak usaha bangsaw (penggergajian kayu, red) milik warga setempat tidak lagi berfungsi seperti biasanya akibat tidak normalnya pasokan kayu membuat kondisi kehidupan mereka kembang kempis.

Didapat informasi dari sebagian warga, untuk memenuhi keperluan setiap harinya mereka bergantung terhadap usaha bangsaw tersebut semakin tidak jelas. Meski berusaha untuk bertahan, namun hasil yang didapat rata-rata hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan selama dua hari. Selebihnya tak tahu lagi apa yang di makan.

Warga setempat hanya meminta kepada Pemerintah Kabupaten Tanah Bumbu agar lebih proaktif untuk memikirkan dan mencari jalan agar nasib peduduk itu tidak berkepanjangan.

Dari sekian jumlah bangsaw yang ada di desa setempat sudah beberapa bulan terakhir tidak berfungsi (mati suri karena sepinya pasokan kayu).

Diperoleh informasi koran ini, ada sekitar 40 bangsaw yang kini tidak lagi beroperasi. Akibatnya, usaha angkutan pun ikut kena imbasnya.

Sebagian warga kemudian mencoba beralih profesi mengangkut batubara. Akan tetapi, batubara yang diangkutpun tak ada lantaran usaha batubara juga lagi mengalami kemacetan. Warga setempat banyak menaruh harapan pemerintah daerah setempat mau memberikan pekerjaan lain hingga mengurangi jumlah pengangguran yang ada di desa itu.  

“Pemkab Tanbu juga perlu melakukan pembenahan terhadap lokasi dan fungsi pasar yang ada di Tanah Bumbu. Apabila itu bisa ditingkatkan nantinya juga akan menciptakan lapangan usaha baru bagi masyarakat yang ingin berusaha. Artinya, bagaimana pasar di daerah kita ini bisa maju dan teratur kalau semuanya ditumpuk di satu tempat yang pada akhirnya menyebabkan kumuh,” ujarnya. (kry)


Thursday, October 26, 2006

Sebelimbingan Marak Ilegal Logging

Selasa, 17 Oktober 2006

KOTABARU – Walaupun jaraknya hanya puluhan kilometer dari pusat pemerintahan Kabupaten Kotabaru, tapi di desa yang terletak di Kecamatan Pulau Laut Utara ini, aksi pencurian kayu di kawasan hutan lindung masih marak dilakukan.

Anehnya, walaupun jaraknya dekat dengan pusat kota, tapi pengawasan untuk illegal logging di kawasan tersebut sangat lemah bahkan terkesan tidak ada sama sekali dari aparat terkait. Sehingga dengan leluasa aksi pencurian kayu tersebut berlangsung tiap hari.

Dari pengakuan salah satu warga Stagen, Angin, aksi pencurian kayu itu sudah berlangsung lama, dan biasa truk pengangkut kayu yang membawa keluar kayu plat tersebut dilakukan pada malam hari dengan menggunakan mobil truk biasa dan dam truk untuk mengelabui pandangan secara sepintas.

“Setiap malam pasti ada yang keluar dengan menggunakan truk, biasanya kayu yang diangkut berjenis campuran tersebut dan berasal dari desa Sebelimbingan, Pulau Laut Utara, selanjutnya kayu tersebut dibawa salah satu tempat penumpukan dan selanjutnya diolah menjadi kayu jadi,” ujarnya menceritakan kepada wartawan.

Untuk menuju lokasi pengolahan kayu log menjadi plat, lanjutnya lagi, jarak yang ditempuh cukup panjang dan perjalanan sekitar enam kilometer dengan kondisi jalan berbatu. Kalau pakai sepeda motor bebek biasa lokasi tersebut sangat sulit dijangkau. Sedangkan untuk memantau maraknya penebangan liar di kawasan itu cukup dengan melihat sejumlah truk yang melintas dengan muatan kayu plat,” paparnya.

Ternyata apa yang diungkapkan warga tersebut benar adanya. Dari pantauan di lapangan tengah malam, terlihat truk pengangkut kayu dengan leluasa melintas dari jalan Sebelimbingan ke arah Sungai Taib dan Selaru. Dalam perjalanannya mereka hanya melewati sebuah pos aparat di sebuah warung tepat di pertigaan jalan masuk Sebelimbingan.

“Dulu untuk dapat melintasi pos tersebut dengan aman, cukup membayar Rp 25.000 setiap lewat. Setelah itu bebas saja melenggang, karena mengantongi IPKR, sementara muatan yang dibawa tidak pernah diperiksa. Kemudian untuk menghindari petugas baik dari kepolisian maupun dinas kehutanan, mata-mata sudah di tempatkan pada beberapa titik, dan untuk alat komunikasi dulu cukup dengan handy talky (HT) saja, tapi sekarang sudah pakai HP,” ujarnya lagi.

Teknik mengelabui petugas dengan mengeluarkan kayu pada malam hari adalah cara jitu pencuri kayu ini. Tapi jika tetap ketahuan petugas, maka mereka cara selanjutnya yang digunakan adalah jalan damai. “Jika hal seperti ini terus saja dibiarkan maka illegal logging di kawasan Sebelimbingan tidak pernah akan berhenti, karena ada ‘kerjasama’ petugas dengan pencuri kayu,” keluhnya. (ins)

Raperda Kebakaran Hutan Sedang Dibahas

Radar Banjarmasin - Sabtu, 14 Oktober 2006

BANJARMASIN - Musibah kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Kalsel, akhir-akhir ini terlihat semakin parah. Kabut asap tidak hanya menyelimuti Kota Banjarmasin saja, tetapi daerah lain dan negara tetangga yang berdekatan dengan pulau Kalimantan pun ikut diselimuti kabut asap.

Usaha untuk memadamkan kobaran api yang membakar hutan dan lahan itu sebenarnya sudah dilakukan oleh Pemprov Kalsel. Namun sayangnya, usaha itu tidak maksimal. Bahkan, pemadaman kobaran api di lahan dengan menggunakan hujan buatan langsung dibatalkan dengan alasan ada gangguan teknis.

Tak ayal, para mahasiswa yang tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Banjarmasin langsung turun kejalan untuk menyatakan protes dan keperihatinan atas musibah yang terjadi di Kalsel ini.

Tak hanya sampai di situ. Para inteletual kampus ini pun mendesak agar Pemprov dan DPRD Kalsel segera menyusun Perda tentang Pelarangan Pembakaran Hutan dan Lahan di Kalsel.

Menanggapi hal tersebut, Gubernur Kalsel H Rudy Ariffin menyatakan, saat ini sudah ada Peraturan Pemerintah mengenai pengelolaan hutan yang lengkap dengan syarat dan sanksi hukumnya. "Masalah peraturan itu sudah ada. Yakni UU tentang kehutanan dan PP 45 tentang perlindungan hutan. Jadi ada sanksi bagi yang melakukan pembakaran dan pengrusakan hutan. Malah sekarang ada sebuah Raperda yang sedang dibahas oleh DPRD Kalsel. Raperda itu tentang pengendalian kebakaran hutan dan lahan untuk wilayah Kalsel," ujarnya di sela-sela kunjungan ke kawasan Gambut, Kabupaten Banjar, untuk memantau kebakaran hutan di Kalsel, kemarin

Menurut Gubernur Rudy Ariffin, pemadaman kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Kalsel saat ini sebenarnya sudah diusahakan oleh Pemprov Kalsel. Namun, hasil dari pemadaman tersebut belum dirasakan maksimal. Itu semu dikarenakan, untuk memaksimalkan pemadaman kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Kalsel ini, Pemprov Kalsel mengajak unit Barisan Pemadam Kebakaran (BPK) yang ada di seluruh Kalsel untuk bersama-sama memadamkannya. "Unit BPK yang ada saat ini jumlahnya sekitar 36 buah. Nanti kita coba untuk melakukan koordinasi dengan unit BPK ini melalui Satkorlak untuk memadamkan titik api yang membakar lahan dan hutan," ujarnya.

Rudy Ariffin memaparkan, selama ini pemadaman yang telah dilakukan Pemprov Kalsel tidak maksimal, karena alat pemadaman yang dimiliki Pemprov Kalsel masih sangat sederhana. Sedangkan bantuan alat dari pemerintah pusat untuk memadamkan masih belum ada. "Dana Rp100 miliar untuk memadamkan titik api di seluruh hutan dan lahan di Indonesia tidak cukup. Sebab, sebuah alat pemadaman dengan sistem suntik memerlukan dana puluhan juta per unit. Mudah-mudahan, nanti kita bisa mendapatkan bantuan dari pemerintah pusat," katanya.

Sementara itu, dalam kunjungan pemantauan terhadap lokasi kebakaran hutan itu, Rudy Ariffin ditemani beberapa orang pejabat di lingkungan Pemprov Kalsel, dan 36 buah mobil BPK yang datang dari Kabupaten Banjar, Kota Banjarmasin, dan Kota Banjarbaru.(gsr)

Wednesday, October 25, 2006

PT Elbana Tak Miliki RKT

Radar Banjarmasin - Kamis, 5 Oktober 2006
Rugikan Negara Miliran Rupiah

TANJUNG – Bagaimanakah kabar dua petinggi PT Elbana Abadi Jaya, Direktur Utama Ir Made Suarta dan Manager Operation H Ponidi? Yang jelas, keduanya masih menjalani proses penyidikan di Mapolres Tabalong sehubungan dengan berbagai kasus pelanggaran hukum. Lalu, apa saja pelanggaran yang telah mereka lakukan?

Kapolres Tabalong AKBP Drs H Maman Hermawan kepada Radar Banjarmasin mengatakan, ditengarai PT Elbana tidak hanya sekadar melakukan illegal logging dan menadah kayu curian. Pelanggaran yang terberat justru tidak memiliki Rencana Kerja Tahunan (RKT), padahal biaya pembuatannya hanya sekitar Rp10 juta. Sedangkan RKT berhubungan dengan pajak yang harus dibayar. Tetapi, tidak diurus berbulan-bulan oleh PT Elbana dan pajak tidak dibayar, sehingga membuat negara dirugikan puluhan miliar rupiah. “Ibarat mobil mewah maka ada BPKB yang harus dibayar pemiliknya,” kata Maman.

Ditambahkannya, pembuatan RKT dilakukan oleh Dinas Kehutanan Provinsi Kalsel. Jadi, ada kemungkinan Kadishut Kalsel Ir Sonny Partono turut diminta keterangan dan diperiksa sebagai saksi. Mengenai pasal yang menjerat kedua tersangka, Made Suarta disangka melakukan penyuapan terhadap Kapolres Tabalong. Ia yang juga pimpinan PT Navatani dan memiliki pabrik usaha di Sungai Baru Desa Asamasam Kecamatan Jorong Kabupaten Tanah Laut ini, dijerat Pasal 5 UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Kemudian, tersangka H Ponidi dengan pasal berlapis, selain disangka melanggar Pasal 78 Junto Pasal 50 UU RI Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Juga melanggar pasal 37 Junto Pasal 35 UU RI Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.

Apakah akan ada tersangka baru? “Kami masih mengembangkan penyidikan. Kemungkinan adanya tersangka baru itu bisa saja terjadi. Kalau diungkap sekarang di koran sedang penyidikan belum selesai, tentunya jadi repot kalau tersangka baru malah menghilang atau barang bukti yang dihilangkan,” kata Kapolres. (day)

Pengusaha Kayu Lokal Protes

Radar Banjarmasin - Selasa, 3 Oktober 2006

BANJARMASIN – Keinginan anggota DPRD Kalsel untuk menemui Menteri Kehutanan terkait kasus kayu CV Bina Banua ternyata memancing reaksi beberapa pengusaha lokal. Dalam jumpa pers yang digelar kemarin sore, H Maulana salah satu pengusaha kayu di kawasan Alalak mempertanyakan keinginan anggota dewan yang dinilainya terlalu berlebihan.

“Meskipun hal tersebut sah-sah saja dilakukan tapi menurut saya hal itu terlalu berlebihan,” ujar H Maulana kepada sejumlah wartawan dalam jumpa pers yang digelar di Rumah Makan Scorpio. Pengusaha ini pun menyatakan kecemburuannya terhadap sikap dewan tersebut. “Hanya karena pemilik Bina Banua merupakan pengusaha besar hingga harus dibela sampai ke Jakarta. Apakah ini perbedaan perlakuan antara pengusaha besar dan masyarakat biasa,” kata H Maulana.

Pria berkumis ini pun menyayangkan kenapa para wakil rakyat seakan tak mendukung pelaksanaan Peraturan Gubernur tentang perkayuan agar cepat terealisasi. “Yang kami perlukan saat ini adalah peraturan yang jelas. Bukankah kayu merupakan kebutuhan primer serta menyangkut nasib orang banyak? Saat ini warga Alalak yang hidupnya tergantung dengan usaha kayu terabaikan. Kami hanya berharap pemerintah lebih mengutamakan kepentingan lokal, baru mengurus masalah luar. Bukankah Bina Banua itu usaha ekspor kayu ke luar negeri,” tutur H Maulana.

Pengusaha lokal ini pun mengeluhkan sikap dewan yang dinilainya tak berpihak kepada masyarakat kecil. “Selama 7 bulan kami berdemo di jalan menuntut keadilan. Setelah kami melakukan demo baru dewan bereaksi. Kalau kami berdiam diri saja, dewan pun tak mau tahu,” ujar H Maulana. “Yang kita tahu Perda gagal dilaksanakan, maka muncul Peraturan Gubernur yang sampai saat ini belum terlaksana. Alangkan baiknya dewan memperjuangkan Peraturan Gubernur daripada mempertanyakan soal surat edaran apakah Bina Banua itu izinnya benar-benar ilegal atau tidak ke Menteri Kehutanan,” terang H Maulana lagi.

Karena itu, rencananya pengusaha kayu lokal ini dalam waktu dekat akan menghadap para wakil rakyat untuk mempertanyakan secara langsung. “Kenapa dewan tak mengundang Menteri Kehutanan ke Banjarmasin agar Menteri melihat langsung kondisi di sini secara nyata,” pungkas H Maulana. (mey)

Monday, October 23, 2006

Inhutani Diduga Serobot Tanah Warga

Radar Banjarmasin - Sabtu, 30 September 2006

KOTABARU - PT Inhutani II dilaporkan warga desa Teluk Sirih Kecamatan Pulau Laut Selatan ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kotabaru, karena izin dari Hak Pengelolaan Hutan (HPH) perusahaan tersebut sudah diduga menyerobot lahan warga.

Dalam rekomendasi, batas HPH PT Inhutani II Pulau Laut tanggal 03 Oktober 2001 dan surat Menteri Kehutanan No.118/MENHUT/N 1996 tanggal 30 Januari, perusahaan tersebut sudah mendapatkan izin perpanjangan HPH seluas 93.867 ha dan berlaku sampai dengan tahun 2015.

Tapi pelaksanaannya di lapangan PT Inhutani sudah melakukan penambahan areal lahan seluas 10.003 hektar yang merupakan realisasi dari HTI (Hutan Tanaman Industri) yang berada di luar areal HPH PT Inhutani. Dari penambah lahan tersebut itu, kemudian mencuatlah permasalahan dengan masyarakat desa Teluk Sirih, karena sekitar 500 hektar dari penambahan lahan tersebut diantaranya adalah milik masyarakat setempat.

Akibatnya, warga menuntut dikembalikannya lahan milik mereka yang sudah digarap oleh perusahaan. Karena lahan tersebut akan digunakan masyarakat untuk digarap menjadi lahan pertanian dan perkebunan rakyat, serta akan diusahakan dengan koperasi untuk meningkatkan kesejahteraan dan meningkatkan perekonomian warga.

"Kami sanggup membuktikan kalau lahan yang digarap PT Inhutani tersebut adalah lahan milik masyarakat dan bukan lahan HPH, karena patok atau batas antara HPH dengan tanah wilayah desa Teluk Sirih yang merupakan lahan pengembangan perkebunan, serta pada tanggal 25 Februari 2006 lalu pihak perusahaa yang diundang warga untuk menunjukkan patok batas dan sudah dibenarkan oleh pihak perusahaan," ujar Kepala Desa Teluk Sirih Syamsudin, dalam suratnya yang ditujukan pada ketua DPRD Kotabaru, beberapa waktu lalu.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Komisi II DPRD Kotabaru H Asmail Amin dan anggota komisi Mufsihudin, mengungkapkan kalau sekarang ini PT Inhutani memiliki HGU (Hak Guna Usaha) di kabupaten ini sekitar 25.701.84 hektar. "Ironisnya HTI dengan jumlah tersebut masih belum sepenuhnya digunakan, tapi sekarang ini diduga sudah menyerobot lahan milik warga seluas 10.013 hektar. Untuk itu kami berharap agar lahan tersebut bisa dikembalikan pada masyarakat," ujarnya kepada Radar Banjarmasin, kemarin.

Selain itu, Mufsihuddin menambahkan kalau sebaiknya Bupati Kotabaru H Sjachrani Mataja bisa segera menarik permohonan rekomendasi yang sudah dikirimkan ke Gubernur Kalsel. Dan, Pemkab Kotabaru harus menyelesaikan permasalahan yang ada dengan masyarakat baru mengeluarkan rekomendasi.

"Yang harus diingat adalah untuk mengutamakan hak-hak masyarakat sesuai dengan UUD 1945, pengelolaan hutan sebesar-besarnya digunakan untuk keperluan masyarakat," pungkasnya. (ins)

Bos Elbana Jadi Tersangka Penadah

Radar Banjarmasin - Rabu, 20 September 2006
Beberapa Karyawan Diperiksa Sebagai Saksi

TANJUNG – Setelah memeriksa secara intensif terhadap Pimpinan PT Elbana Abadi Jaya Tanjung H Ponidi, Polres Tabalong akhirnya menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka kasus illegal logging.

Sejak Senin (18/9) tadi, Ponidi sudah dijebloskan di sel tahanan Mapolres Tabalong dengan tuduhan melanggar Pasal 78 UU RI Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.

Sementara, kemarin beberapa karyawan PT Elbana dipanggil ke Mapolres Tabalong dan turut dimintai keterangan oleh tim penyidik Sat Reskrim Polres Tabalong, dengan status sebatas saksi. Kemudian, Sat Lantas Polres Tabalong telah pula mengamankan satu truk fuso bermuatan kayu lapis, yang ditahan karena tidak dilengkapi surat menyurat kendaraan bermotor.

Kapolres Tabalong AKBP Drs H Maman Hermawan melalui Kasat Reksrim AKP Rivai SH SIk yang dikonfirmasi Radar Banjarmasin kemarin, membenarkan perihal ditetapkannya Ponidi sebagai tersangka penadahan kayu ilegal. “Ponidi sebagai tersangka penadah sedangkan tujuh karyawan lainnya hanya diperiksa sebagai saksi perkara illegal logging,” kata Rivai.

Apakah status karyawan yang menjadi saksi bakal meningkat tersangka? Rivai mengelak menyatakan hal ini, tetapi secara tersirat dia mengakui bahwa ada kemungkinan itu bisa terjadi.

Sementara itu, jika PT Elbana job operasional di Desa Solan Kecamatan Jaro telah dinyatakan ditutup, operasional di Desa Kasiau Kecamatan Murung Pudak tetap sebagaimana rutinitas biasa.

Puluhan truk milik masyarakat dengan bermuatan kayu bulat atau log, masih terlihat memasuki PT Elbana. Masyarakat menjual kayu rakyat dan dibeli oleh PT Elbana untuk diolah di pabrik menjadi kayu lapis. Selanjutnya, truk fuso bermuatan kayu lapis keluar dengan tujuan membawanya ke Banjarmasin.

Kepala Satpam PT Elbana Kasiau Karsono mengatakan, penutupan hanya dilakukan pada logging PT Elbana Solan, bukan di pabrik PT Elbana Kasiau. Disebutkan Karsono, menyangkut kayu yang dibawa masyarakat dan perihal asal-usul kayu, merupakan tanggung jawab penjual serta diperkuat dengan surat pernyataan yang dibuat dan ditandatangani penjual.(day)

PT Elbana Ditutup

Radar Banjarmasin - Selasa, 19 September 2006
Pimpinannnya Diperiksa Intensif, Pabriknya di Police Line

TANJUNG – Polda Kalsel mulai bertindak garang dalam memberantas praktik illegal logging. Tak hanya melakukan perburuan terhadap pengusaha besar pemilik PT Bina Benua Anton Gunadi, Polres Tabalong yang di back up Polda Kalsel juga bertindak tegas dengan melakukan penyegelan terhadap salah satu perusahaan kayu yang berada di Tabalong. Sekitar 263 kayo gelondongan di Desa Solan, Kecamatan Jaro, Kabupaten Tabalong, yang ditemukan di lokasi milik PT Elbana Abadi Jaya dan diduga kuat ilegal disita Polres Tabalong.

Petugas pun mengambil tindakan tegas dengan menutup lokasi pabrik PT Elbana di Desa Solan dengan menyegelnya. Sedangkan pimpinannya H Ponidi telah diperiksa intensif di Polres Tabalong. Pemeriksaan terhadap H Ponidi yang dilakukan sejak Minggu (17/9) malam hingga Senin (18/9) kemarin, berlangsung tertutup dan tak ada yang mendampinginya.

Kesibukan terlihat di lingkungan Polres Tabalong. Selain memeriksa bos PT Elbana, Polres Tabalong juga telah memasang police line dan menutup operasional PT Elbana di Solan, serta mengamankan lokasi dengan menurunkan puluhan anggota Sat Samapta yang dipimpin Kasatnya AKP Nasution untuk berjaga-jaga kemarin siang.

Di tempat terpisah, di ruang Sat Reskrim tampak beberapa anggotanya sedang menerima arahan dari Kapolres Tabalong AKBP Drs Maman Hermawan. Sementara H Ponidi kemarin menjalani pemeriksaan di ruang Bag Ops Polres Tabalong. Ponidi selalu mendapatkan pengawalan ketat oleh petugas, termasuk ke mana pun ia pergi. Sekira pukul 11.30 siang, Ponidi terlihat keluar menuju ruang WC khusus perwira di bagian ujung kiri Mapolres Tabalong.

Radar Banjarmasin yang berusaha mendekatinya ketika keluar dari WC, dihalang-halangi anggota Bag Ops Polres Tabalong Brigadir Agus Supriyanto yang mengawalnya.

Belum sempat Radar Banjarmasin menerima jawaban dari Ponidi sehubungan dengan keberadaannya di Mapolres Tabalong, Agus langsung berucap dengan mengatakan bahwa Ponidi tidak dapat diwawancari. Selanjutnya, Ponidi terus ditempel ketat Brigadir Agus tanpa memberikan kesempatan sedikit pun bagi Ponidi memberikan komentar.

Wakapolres Tabalong Kompol Tatang yang dicegat Radar Banjarmasin ketika keluar dari ruangannya memilih bungkam tanpa komentar sedikit pun. Tak berbeda jauh, Kapolres Tabalong AKBP Drs H Maman Hermawan yang dikonfirmasi terkait status pemeriksaan Ponidi maupun penutupan PT Elbana di Solan, malah menyarankan agar melakukan konfirmasi ke Mapolda Kalsel. “Konfirmasi ke Polda Kalsel saja,” jawabnya singkatnya.

Di depan mini market yang ada di luar sebelah kiri Mapolres Tabalong, tampak terparkir mobil Toyota Kijang warna biru gelap milik H Ponidi dengan nopol DA 7641 L. Sopirnya bernama Darto yang ditemui menyatakan, dia sudah sejak pukul 08.00 pagi menunggui majikannya itu diperiksa petugas. Dikatakannya, Ponidi sudah diperiksa sejak Minggu (17/9) malam sehabis salat Isya, lalu Ponidi keluar pukul 03.00 dinihari dan memberitahukan kepadanya supaya datang lagi besok (kemarin, Red) pagi. Ternyata, Ponidi tetap berada di Mapolres Tabalong dan pemeriksaaan disambung lagi kemarin pagi.

Eks HTI Probo Panen Perdana

Radar Banjarmasin - Senin, 18 September 2006

PELAIHARI - PT Hutan Rindang Banua (PT HRB) perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI), yang menggantikan PT Menara Hutan Buana milik Probo Sutejo, Selasa (12/9) kemarin melakukan seremonial tebang perdana di Camp Kecamatan Jorong.

Direktur PT HRB Micco mengatakan, pembangunan HTI mengikuti pola daur hutan tanaman, yaitu ditanam kemudian dipanen untuk kemudian ditanam lagi, secara terencana dan berkelanjutan.

"HTI ini sudah dimulai sejak tahun 1994 dan sampai saat ini tanaman pada tahun pertama sudah berumur 12 tahun dan siap panen," ujar Micco.

Pemanenan tahun ini menurutnya, sesuai rencana kerja tahunan (RKT) yang telah disahkan oleh Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Selatan.

"Selanjutnya kayu hasil panen, akan dikirim untuk diolah menjadi serpih atau chip di pabrik chip PT Mangium Anugerah Lestari (PT MAL) di Kota Baru,"imbuhnya

Sementara itu, Bupati Tanah Laut Drs H Adriansyah mengatakan, sangat berterimakasih kepada PT Hutan Rindang Buana (HRB) karena dengan adanya Perusahaan Kayu ini diharapkan mampu menyerap Tenaga Kerja disekitar wilayah perusahaan.

"Selain itu, usaha dibidang kehutanan, juga memberikan kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah, merupakan penyangga air untuk mengurangi bencana banjir di kala musim hujan," ujarnya.

Disamping itu, PT HRB juga diminta membantu masyarakat sekitar, dengan program-program community developmentnya. Keberadaan PT HRB juga diharapkan dapat mencegah praktek ilegal loging. Mengingat masyarakat yang biasa menggantungkan hidup dari usaha kayu, bisa ditampung di perusahaan ini.

"Mari kita menjadi mitra kerja yang saling menguntungkan, antara pemerintah, pengusaha dan masyarakat sekitar," ujar Aad.

Pada kesempatan itu, Aad menghimbau kepada masyarakat sekitar untuk mendukung beroperasinya PT HRB disekitar desanya. Selanjutnya, disampingi kapolres Tala AKBP Drs Sumarso dan pejabat lainnya, bupati berkesempatan menyaksikan penebangan salah satu pohon akasia yang siap panen, kemudian meninjau lokasi lahan milik PT HRB.(bin)

Saturday, October 21, 2006

Hukum

Sabtu, 23 September 2006
Banjarmasin, Kompas - Petugas Kepolisian Resor Tanah Laut Kalimantan Selatan menangkap lima orang yang diduga pelaku penebangan ilegal kayu ulin dari Hutan Riam Kanan di Kecamatan Aranio.

Tanaman ulin (Eusideroxylon zwageri) merupakan pohon langka khas Kalimantan yang dilindungi. Hutan di Aranio merupakan kawasan penyangga sisi utara bagi Waduk Pangeran M Noor di Riam Kanan.

Kepala Kepolisian Resor Tanah Laut Ajun Komisaris Besar Soemarso mengatakan, kejahatan itu diketahui setelah polisi melancarkan operasi penangkapan pengangkut kayu ulin yang menggunakan sepeda motor. "Akses pengangkutan kayu ulin ternyata lebih mudah melalui wilayah Kabupaten Tanah Laut," kata Soemarso, Jumat (22/9) kemarin.

Hutan tersebut berdekatan dengan areal perkebunan kelapa sawit yang ada di Kecamatan Damit Tanah Laut. Lewat perkebunan kelapa sawit itulah akses mengeluarkan kayu ulin hasil tebangan berlangsung dengan begitu mudah. Selain di Hutan Riam Kanan, pembalakan juga terjadi di Gunung Kintap dan kawasan hutan lindung daerah tersebut.

Lima orang yang diduga pelaku pembabatan hutan ulin yang berhasil ditangkap adalah Iriansyah, Satim, Suwanto, Kamid, dan Ilham. Bersama mereka juga disita dua truk, 220 potong kayu ulin, dan enam meter kubik kayu ulin dalam bentuk yang lain.

Penimbunan BBM

Menyinggung penimbunan dan penyimpangan penyaluran bahan bakar minyak (BBM), Soemarso mengatakan, polisi telah menangkap Wanardi bin Salim (43) dan Sugianoor bin Darmawi (26) yang menimbun solar tanpa izin yang sah.

Kedua warga Kecamatan Jorong tersebut ditangkap karena menimbun solar 21 drum berisi sekitar 4.180 liter. Polisi juga menyita satu mobil bak terbuka dan satu mesin penyedot beserta selangnya.

Beberapa hari sebelumnya petugas Polisi Air Kepolisian Daerah (Polair Polda) Kalsel juga menangkap satu kapal tarik LM Union yang kedapatan mengisi solar dari pangkalan BBM ilegal di Sungai Satui, Kecamatan Sungai Danau, Kabupaten Tanahbumbu, Kalsel. (FUL)

Thursday, October 19, 2006

Pabrik Kayu Ditutup karena Beroperasi

Jumat, 22 September 2006
Banjarmasin, Kompas - Kepolisian Resor Tabalong menutup dan menyita sebuah pabrik perkayuan milik PT Elbana Abadi Jaya beserta perlengkapannya di Desa Lano, Kecamatan Jaro, Tabalong, Kalimantan Selatan.

Perusahaan itu diduga melakukan penebangan tanpa izin rencana kerja tahunan dan tidak membayar pajak selama sembilan bulan senilai Rp 2,2 miliar.

Kepala Kepolisian Daerah Kalsel Brigjen (Pol) Halba Rubis Nugroho di Banjarmasin, Kamis (21/9), mengatakan, pabrik disita Kepolisian Resor Tabalong setelah menahan Direktur Operasional PT Elbana Abadi Jaya Ponidi sebagai tersangka.

Kepala Polres Tabalong Ajun Komisaris Besar Maman Hernawan di Tabalong mengatakan, pabrik kayu disita beserta sejumlah mesin dan alat berat. Juga disita kayu ratusan ribu meter kubik, 191 batang kayu bulat diameter 2 meter, 400 potong kayu ampulur. Nilai aset sitaan sekitar Rp 500 miliar. Pemeriksaan akan merambah ke birokrasi dan dijanjikan dua minggu mendatang akan ada tersangka baru.

Menurut Maman, perusahaan ini diduga juga membabat hutan lindung di Kecamatan Jaro dan dan Muara Uya dan menampung kayu dari masyarakat tanpa dilengkapi dokumen yang sah.

”Hasil pengecekan lapangan ditemukan, mereka juga menebang kayu di kawasan Pasuan, Gunung Batu, Sungai Salikung, dan hutan di perbatasan Provinsi Kalimantan Timur,” katanya.

Menanggapi itu, Kepala Dinas Kehutanan Kalsel Sony Partono di Banjarbaru mengakui memang tidak mengeluarkan RKT 2006 sebab penetapan areal hak pengusahaan hutan (HPH) dari Menteri Kehutanan belum ada.

Dilarang keluar Papua

Gubernur Papua Barnabas Suebu menyatakan, semua HPH di Papua yang tidak memiliki industri perkayuan harus dicabut.

Semua pohon yang ditebang harus diolah di Papua dan kayu gelondongan (log) tak boleh dikirim ke luar Papua. Hal itu disampaikan Suebu dalam dialog investasi dengan para investor, Kamis kemarin. ”Itu penting untuk menarik investasi. Selama ini log keluar Papua, dan itu tidak menyejahterakan rakyat,” ujarnya. (ful/row)

Modal Lembaga Keuangan Jangan dari Dana Reboisasi

Jumat, 08 September 2006
Jakarta, Kompas - Pembentukan lembaga keuangan alternatif atau badan layanan umum sektor kehutanan sebaiknya tidak dimodali dengan dana reboisasi yang nilainya telah mencapai Rp 12 triliun.

Departemen Kehutanan hendaknya mencari sumber modal lain agar dana reboisasi yang telah dianggarkan sebagai dana alokasi khusus pemerintah daerah tetap dapat dipakai mereboisasi hutan gundul di daerah.

"Jika badan ini tetap harus dibentuk, pemerintah harus menagih utang para pengusaha hutan tanaman industri yang mencapai Rp 1,08 triliun," ? kata Direktur Greenomics Indonesia Elfian Effendi di Jakarta, Kamis (7/9).

Seperti diberitakan sebelumnya, ada keinginan dari Departemen Kehutanan untuk membentuk semacam lembaga keuangan bukan bank atau badan layanan umum (BLU) yang khusus memberikan pinjaman kepada pengusaha untuk pembangunan hutan tanaman industri (HTI) karena sulitnya pengusaha kehutanan mendapatkan kredit perbankan.

Utang HTI tersebut tidak tertagih sejak tahun 1998, sedangkan jumlah total utang yang bersumber dari anggaran negara sektor kehutanan mencapai Rp 1,45 triliun, yaitu utang pembangunan HTI Rp 1,08 triliun, kredit usaha tani Rp 170,9 miliar, dan koperasi perumahan Rp 77,89 miliar.

Ada juga dana sektor kehutanan yang dipinjam untuk kepentingan Sea Games Rp 30 miliar, yang apabila diperhitungkan bunga, nilainya menjadi Rp 83,24 miliar.

Pemerintah seharusnya menagih dulu seluruh piutang yang sebenarnya merupakan dana sektor kehutanan tersebut. Dana itu bersumber dari pendapatan negara bukan pajak sektor kehutanan dan alokasi anggaran kehutanan.

Menurut Elfian, jika utang tersebut dilunasi, badan layanan umum (BLU) bisa beroperasi tanpa menggunakan dana reboisasi (DR).

Dia mengatakan, "?Mekanisme ini untuk menguji efektivitas BLU yang tidak menimbulkan risiko keuangan negara."?

Selama ini perbankan memang enggan menyalurkan kredit modal pada sektor kehutanan karena rekam jejak yang jelek di masa lalu. Akibatnya, realisasi pembangunan HTI yang ditargetkan Departemen Kehutanan seluas 9 juta hektar tahun 2009 menjadi lamban.

Data Greenomics Indonesia sampai 30 Juni 2006 menyebutkan ada 96 perusahaan kehutanan masuk dalam daftar piutang pokok pembangunan HTI di tiga bank pemerintah, yakni Bank Mandiri, BNI, dan BRI. Sebanyak 79 perusahaan di antaranya merupakan penunggak di Bank Mandiri dengan kredit tanpa dikenai suku bunga untuk pembangunan HTI.

"Kondisi itu menunjukkan betapa tidak kredibelnya bisnis di sektor kehutanan. Ini yang harus dibereskan dulu oleh Menteri Kehutanan sebelum punya ide lain, seperti pembentukan BLU," ujar Elfian.

Kalau piutang negara itu tidak beres, pembentukan BLU terkesan seperti orang mencari jalan pintas saja. Artinya, masalah riilnya tetap tidak teratasi, yakni tidak adanya kepercayaan dari sektor perbankan.

"Preseden menunggak pembayaran cicilan pinjaman DR bukan tidak mungkin terulang lagi, walaupun melalui mekanisme badan layanan umum," kata Elfian.(ham)

Pembakar Lahan Ditahan

Selasa, 17 Oktober 2006 01:58
Banjarmasin, BPost
Bak penyakit, kebakaran hutan dan lahan kondisinya sudah kronis. Masalah yang ditimbulkannya, berupa kabut asap pun mencapai titik mengkhawatirkan.

Di Kalimantan Selatan, upaya pemadaman telah dilakukan baik oleh jajaran pemerintah daerah maupun masyarakat. Bahkan TNI pun digandeng. Untuk mendukung dari aspek lainnya, polisi pun giat melakukan operasi represif, seperti menindak bagi pelanggar yang ada.

Terakhir, tindakan dikenakan terhadap Wagimin (55) warga Jalan A Yani Desa Tambang RT 4, Tanah Laut yang tertangkap melakukan pembakaran lahan. Diperoleh keterangan, akibat ulahnya itu dua lahan kebun karet milik tetangganya di Desa Gunung Melati, Kecamatan Batu Ampar, Tanah Laut hangus terbakar.

Hingga kemarin petugas masih melakukan pemeriksaan terhadap pihak-pihak terkait kasus pembakaran lahan yang merembet ke lahan perkebunan karet itu. Namun Wagimin mengaku itu akibat kelalaian. Ia tidak sengaja melakukan pembakaran.

Informasi di Polda Kalsel menyebutkan, Selasa (10/10) lalu Wagimin membakar rumput tak jauh dari tempat kejadian perkara dengan maksud membersihkan lahannya.

Rumput pun dibakar. Namun karena angin berembus kencang, api kian berkobar dan tak terkendali. Api akhirnya merembet ke dua kebun karet milik Rahmadi (54) warga Desa Tampang RT12 Tanah Laut.

Tak hanya itu, api pun juga menjalar ke lahan karet milik Supriyono (48) warga Desa Sumber Mulya Tanah Laut, yang berdekatan dengan kebun karet Rahmadi. Asap pun mengepul tebal. Belasan hektar lahan gosong terbakar.

Kapolres Tanah Laut Ajun Komisaris Besar Polisi Drs Soemarso melalui Wakpolres Komisaris Polisi Drs Enggar Pareanom SIk

membenarkan pihaknya tengah menangani kasus ini. Selain dianggap melanggar undang-undang kehutanan, pihaknya juga menerima pengaduan dari para korban.

"Ya tersangka telah ditahan. Kita akan usut tuntas," ungkapnya.

Penangkapan terhadap pembakar lahan sudah merupakan kali kedua terjadi di Kalsel. Sebelumnya, General Manager PT Kintab Jaya Lapindo, Tukas P, ditangkap jajaran Polres Tanah Laut, Selasa (26/9) karena dituduh melakukan pembakaran di lahan Tahura (taman hutan raya).

Sebagai seorang bos, ia dianggap bertanggungjawab dalam pembakaran lahan sekitar 4 hektare itu. Pembakaran diduga terkait upaya pembukaan lahan baru untuk perkebunan karet perusahaannya.dwi

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

Sebelimbingan Marak Illog

Senin, 16 Oktober 2006 00:28:55

Kotabaru, BPost
Belum tengah malam, lalu lintas jalan raya Stagen Km 8 masih ramai. Truk besar mengangkut kayu terlihat melintas dengan kecepatan tinggi. Suara bising mesin diesel memecah kesunyian malam itu, namun aktivitas mengangkut kayu tersebut tetap berlangsung.

Saat ditelusuri, sejumlah truk pengangkut kayu campuran tersebut berasal dari Sebelimbingan, Pulau Laut Utara. Menurut N, seorang warga mantan pekerja bandsaw (penggergajian kayu) mengatakan, di kawasan tersebut masih marak aksi penebangan liar.

"Untuk menjangkau ke lokasi pengolahan kayu log menjadi plat harus menempuh perjalanan sekitar enam kilometer dengan kondisi jalan berbatu. Kalau pakai sepeda motor sulit, untuk memantau maraknya penebangan liar di kawasan itu cukup dengan melihat sejumlah truk yang melintas," jelasnya.

Truk pengangkut kayu dengan leluasa melintas dari jalan Sebelimbingan ke arah Sungai Taib dan Selaru. Mereka hanya melewati sebuah pos aparat di sebuah warung tepat di pertigaan jalan masuk Sebelimbingan.

"Kalau dulu setiap melintasi pos tersebut cukup dengan membayar Rp25.000 setiap tarikan (rit). Setelah itu bebas saja melenggang kemana karena mengantongi IPKR, tidak ada pemeriksaan muatan. Untuk menghindari petugas dari kepolisian maupun Dinas Kehutanan kami memasang mata-mata di beberapa titik. Dulu pakai pesawat orari sudah cukup, tapi sekarang modusnya pakai telpon genggam," jelasnya.

Upaya mengelabui petugas dilakukan para pencuri kayu ini, selebihnya apabila tetap tercium petugas, mereka memilih jalan damai dengan merogoh kocek lebih dalam.

Apabila dibiarkan, aksi illegal logging di kawasan tersebut sampai kapanpun tidak akan pernah terungkap. Modusnya, dengan cara kucing-kucingan dengan petugas selebihnya pilih damai agar bisa lolos. dhs

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

Raja Hutan Cuma Bebas 2 Hari

Minggu, 15 Oktober 2006 02:03:53

Jakarta, BPost
Keinginan terdakwa pembabatan Hutan Padang Lawas, Sumatera Utara, DL Sitorus, menghirup udara bebas kandas. Direktur PT Torganda ini harus kembali mendekam di dalam sel.

Kepala Seksi Registrasi Kasasi Pidana Mahkamah Agung Lauris S Ramli, Minggu (15/10), mengatakan, pihaknya mengeluarkan surat penahanan terhadap Sitorus, Jumat lalu. Ini dua hari setelah Sitorus divonis bebas Pengadilan Tinggi Jakarta.

Majelis Hakim PT yang dipimpin Basuki membatalkan vonis Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan alasan dakwaan jaksa prematur.

PN memvonis Sitorus delapan tahun penjara dan denda Rp5 miliar. Sitorus dinyatakan terbukti melakukan penebangan hutan seluas 80 ribu hektare di Padang Lawas, Kabupaten Tapanuli Selatan, tanpa izin. Akibat perbuatannya, negara dirugikan lebih dari Rp1 triliun.

"Surat penahanan langsung dikeluarkan MA Jumat lalu setelah jaksa mengajukan kasasi," kata Lauris.

ICW --LSM yang memantau korupsi di Indonesia-- mendukung langkah MA. Keputusan PT Jakarta dinilai aneh dan tidak memihak semangat pemberantasan korupsi.

"Putusan PT DKI Jakarta yang menyatakan dakwaan jaksa prematur lalu membebaskan DL Sitorus adalah aneh," ujar Wakil Koordinator Badan Pekerja ICW Danang Widoyoko, Sabtu.

Putusan bebas Sitorus memperpanjang deretan kasus korupsi yang divonis bebas oleh pengadilan. Data ICW 2006 mencatat sedikitnya 17 perkara yang telah divonis bebas oleh pengadilan.

"Kami mendukung kejaksaan untuk mengajukan upaya kasasi terhadap putusan PT DKI Jakarta yang membebaskan terdakwa Sitorus," tandas Danang. dtc

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

Bakar Pohon Denda Rp50 Ribu

Senin, 18 September 2006 01:01:12

Kandangan, BPost
Untuk menjaga kelestarian hutan di Pegunungan Meratus, masyarakat Dayak Loksado memiliki aturan tersendiri, yakni setiap orang yang membakar satu pohon dikenakan denda Rp50 ribu.

Meski tak tertulis aturan itu dihargai oleh masyarakat setempat. Namun kadang pembakaran lahan juga berimbas pada terbakarnya pohon.

Rahat (70), peladang Malinau mengakui pada bulan ini mereka siap melakukan pembakaran lahan.

"Kami melaksanakannya dengan gotong royong supaya tak menyebar ke lahan lain tapi tiap tahun tetap ada saja kebakaran meluas," akunya.

Pantauan BPost, Minggu (17/9), ratusan peladang dari 48 balai adat di Kecamatan Loksado serentak melakukan pembakaran lahan pada September ini. titik lahan siap dibakar warga terlihat di sepanjang jalan Kecamatan Loksado.

Dimulai dari wilayah Halunuk, Panggungan, Tanuhi, Malinau, Lumpangi, Loksado, Haratai, Kamawakan, Ulang bahkan sampai perbatasan dengan Hulu Sungai Tengah.

Pengamat sosial HSS Rahmad Iriadi SP yang juga ikut memantau areal siap dibakar ini mengkhawatirkan hal ini berdampak negatif terhadap lingkungan hutan.

"Bayangkan bila satu balai adat ada enam kepala keluarga dan masing-masing kepala keluarga membakar satu sampai dua hektare tiap tahun, berapa ratus hektar lahan terbakar setiap tahun," kata sekretaris PKB HSS ini.

Dia memprediksi tidak mustahil dalam jangka waktu beberapa puluh tahun mendatang hutan rakyat bisa habis.

Plt Kadishutbun HSS Ir Udi Prasetyo, mengakui mulai minggu terakhir September secara serentak masyarakat adat melakukan tradisi pembakaran lahan. Namun sejauh pantauan pihaknya, pembakaran masih sebatas semak belum menyentuh hutan lindung.

Namun diakuinya memang lahan milik masyarakat yang dibakar bukan saja terjadi di luar kawasan hutan lindung tapi juga ada yang di dalam kawasan. "Karena ada ladang milik masyarakat yang dalam kawasan hutan," katanya.

Pemkab tak bisa mengubah tradisi warga yang sudah turun temurun tersebut. Cara buka ladang dengan bakar lahan ini selain berdampak positif juga bisa negatif.

Positifnya cara membakar ini membuat kesuburan tanah karena kandangan nitrogen hasil pembakaran semak berubah jadi humus. Negatifnya, bila kebakaran merayap ke kawasan hutan lindung dan pohon keras juga ikut dibabat.

Dishutbun melakukan penataan dengan sistem pembakaran terkendali. Warga yang membakar melapor ke pembakal setempat dan kemudian diberitahukan kepada Polhut agar pembakaran diawasi.

Selain itu juga sudah dikampanyekan sistem ladang gilir balik. Di mana lahan yang telah diladangi dalam jangka beberapa tahun kemudian diladangi kembali." Atau dengan melaksanakan pertanian sistem tumpang sari di daerah pegunungan," tambah Udi. ary

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

Wednesday, October 18, 2006

Bangli Jarah Tahura

Minggu, 17 September 2006 04:13

Pelaihari, BPost
Taman Hutan Rakyat (Tahura) Kalsel dijarah. Tegakan pohon di beberapa titik di wilayah Riam Pinang Kecamatan Pelaihari dilaporkan musnah akibat penebangan liar (bangli).

Informasi diperoleh, luasan Tahura yang terjarah mencapai puluhan hektare. Lokasinya di sekitar Gunung S berjarak 40 kilometer dari kota Pelaihari atau dua jam dari Riam Pinang.

Puluhan orang yang berada di kawasan tersebut lari tunggang langgang ketika tim gabungan (Polda, Korem, Brimob, Dishutprov, dan Dishut Tala) meninjau lokasi itu, Rabu pekan lalu.

Di lokasi itu, tim menemukan satu unit chain saw, sajam (lima celurit, tujuh parang) dan ratusan butir peluru yang sebagian masih aktif.

"Kami juga mendapati tumpukan ulin olahan siap angkut dengan panjang 1-3 meter, banyaknya sekitar tiga truk. Tak jauh dari situ, ada 50-an sepeda motor yang sepertinya akan digunakan untuk mengangkut ulin tersebut," sebut Pgs Kadishut Tala Ir Syukraeni Sjukran didampingi Polhut Suratno, Jumat (15/9).

Suratno yang ambil bagian dalam tim gabungan membeberkan, ada empat titik Tahura di kawasan Riam Pinang yang terjarah seluas 42-an hektare. Satu titik di antaranya seluas 12 hektare telah bersih karena selesai dibakar.

Suratno meyakini, kerusakan Tahura tidak hanya terjadi di kawasan Riam Pinang di Gunung S, tetapi juga di bagian yang lebih hulu hingga di wilayah Kabupaten Banjar. Indikatornya, banyak bekas roda kendaraan bermotor di jalan setapak yang menuju hulu.

"Sayang kami tidak bisa menjangkau lebih jauh. Mobil ranger double gardan yang kami pakai tertahan di Gunung S. Harus berjalan kaki setidaknya satu hingga dua jam untuk menjangkau bagian hulu Tahura," sebut Suratno.

Kendati pengelolaan Tahura berada di tangan BKSDA Banjarbaru, Syukraeni mengatakan, pihaknya berupaya menjaga aset negara tersebut. Namun diakui, kegiatan lapangan belum bisa dilakukan secara maksimal, karena keterbatasan fasilitas dan dana.

"Hingga kini kami tidak punya mobil lapangan. Kami sudah usul ke BKSDA agar memberikan satu dari lima unit mobil lapangan mereka, tapi tidak disetujui. Sementara, dalam ABT APBD Tala tahun ini, usulan kami untuk menganggarkan biaya pengawasan kawasan hutan dicoret," keluh Syukraeni.

Terpisah, Kapolres Tala AKBP Drs Sumarso mengatakan, dirinya telah menerjunkan personel untuk memonitor Tahura di kawasan Riam Pinang. roy

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

Kelola Hutan Pinus Bersama

Sabtu, 16 September 2006 02:39:45

Banjarbaru, BPost
Bak gayung bersambut, Walikota Banjarbaru Rudy Resnawan menyambut positif ajakan Bupati Banjar dalam pengelolaan hutan pinus.

"Pada prinsipnya kita terbuka dan setuju mengelola hutan pinus bersama agar bisa terjaga dan terpelihara," ungkap Rudy Resnawan usai bermain sepakbola antara kesebelasan Pemko dengan pihak kepolisian, TNI AU dan TNI AD, Jumat (15/9) pagi.

Rudy mengharapkan agar keberadaan hutan pinus bisa memberikan arti yang maksimal dan bermanfaat bagi masyarakat Banjar maupun Banjarbaru. Apabila dikelola dengan baik, sangat dimungkinkan bisa menjadi tempat wisata, selain bisa sebagai hutan yang bisa memberikan kesejukan bagi warga.

Lantas, bagaimana konsep teknis yang diinginkan dan bakal ditawarkan Banjarbaru? Konsep pengembangannya akan dibicarakan secara khusus, ujar Rudy.

Yang jelas Pemko Banjarbaru siap duduk satu meja membahas masalah tersebut. Awalnya dibicarakan masalah konsep pengelolaan terlebih dahulu, yang lain nantinya menyusul, tandasnya.

Sebelumnya, Bupati Banjar HG Khairul Saleh telah menyetujui status pengelolaan hutan pinus yang awalnya milik Pemprov Kalsel dan sudah diserahkan ke Pemkab Banjar dikelola bersama. Sementara letak aset Banjar ini terletak di Banjarbaru.

Dalam perundingan nanti, akan dibahas bagaimana pengelolaan hutan pinus dan hendak dijadikan apa hutan pinus itu.

Khairul berharap, pertemuan yang direncanakan dalam waktu dekat ini bisa membuahkan hasil dan kesepakatan. Sehingga dengan pengelolaan yang dilakukan bersama, bisa mendatangkan kontribusi bagi pemerintah daerah masing-masing.

Masyarakat menyayangkan kondisi hutan pinus yang tak terawat dan dipenuhi sampah. Kawasan itu menjadi tempat strategis untuk memadu kasih.

Sekretaris RT 04/RW 07 Banjarbaru Utara Sugiansyah mengungkapkan, hingga kini masdih ada orang membuang sampah ke kawasan hutan pinus. "Perilaku tersebut tak bisa dibiarkan, pemerintah kota hendaknya mengambil tindakan," kata Sugiansyah. niz

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

Polda Buru Pengusaha Tala

Sabtu, 16 September 2006 03:29:07

* Pejabat pusat terima upeti Adelin

Banjarmasin, BPost
Selain Anton Gunadi (AG), jajaran penyidik Dit Reskrim Polda Kalsel kini tengah memburu Abdul Sani, seorang pengusaha kayu di daerah ini. Pengusaha asal Tanah Laut itu diduga otak pelaku pembalakan hutan lindung Inhutani di wilayah Panyipatan.

Polda sudah sejak sebulan lalu memasukkan nama tersangka Abdul Sani dalam daftar pencarian orang (DPO). Saat ini, keberadaan pengusaha ternama di Tala itu, masih belum diketahui. Namun dugaan tersangka bersembunyi di Jawa Timur.

"Kami telah berkoordinasi dengan Polda Jatim untuk memburu tersangka AS," kata Direktur Reskrim Komisaris Besar Guritno Sigit didampingi Kasat III Kriminal Khusus (Krimsus) Ajun Komisaris Besar Akhmad Saury kepada BPost, Jumat (15/9).

Beberapa kali anggota reserse Polda serta Polres Tala menyatroni kediaman Abdul Sani di Kota Pelaihari, namun tidak pernah berhasil menemukan dan menangkap tersangka itu.

Akhmad Saury mengungkapkan, Abdul Sani masuk dalam DPO sejak awal Agustus lalu atau hampir berbarengan dengan AG. Dia selama ini menjadi otak kegiatan penambangan di hutan produksi milik PT Inhutani Tanah Laut.

Kawasan hutan produksi milik Inhutani di Desa Bahaur Kecamatan Panyipatan, Pelaihari, Tanah Laut menjadi jarahan para penebang liar yang dimodali Abdul Sani.

Dalam sebuah operasi ‘dadakan’ tim illegal logging Krimsus Dit Reskrim Polda Kalsel mengamankan sedikitnya 5.000 batang kayu sekaligus pada pertengahan Juli lalu.

Terima Upeti

Sementara itu, Polda Sumut mengantongi sejumlah nama pejabat di Jakarta dan di Sumut yang diduga menerima telah upeti dari Adelin Lis, gembong penjarah kayu yang telah merugikan negara Rp 228,58 triliun.

Nama-nama orang penting itu diperoleh penyidik setelah memeriksa secara maraton tersangka Adelin. Pengusaha asal Medan, itu mengaku banyak mentransfer dana baik melalui rekening perusahaan dan rekening pribadi

ke rekening para pejabat.

Kapolda Sumut Irjen Bambang Hendarso Danuri, Jumat, membenarkan adanya nama-nama pejabat di pusat dan daerah menerima upeti dari tersangka Adelin. Dikatakan, pihaknya tetap komit mengusut keterlibatan oknum pejabat dan berjanji tidak akan memilah-milah kasus tersebut,

Bambang belum bersedia memberikan identitas pejabat yang diduga terlibat itu karena polisi masih melakukan penyidikan dan pengembangan penyelidikan. "Nama-nama pejabat itu sudah kita kantongi, tinggal dilakukan permohonan izin pemeriksaan kepada kapolri dan presiden," imbuhnya.

Sejauh ini, permohonan izin pemeriksaan terhadap pejabat masih satu orang yakni Bupati Mandailing Natal (Madina), Amru Daulay sebagai saksi. Hingga kini izin pemeriksaan untuk Amru belum dikeluarkan presiden.

Jurubicara Pemka Madina, Faisal Nasution mengatakan, Bupati Madina telah siap menjalani pemeriksaan oleh Polda Sumut, terkait kasus Adelin Lis.

"Amru Daulay akan datang bila dipanggil polisi. Tidak perlu menunggu pemberian izin Presiden Yudhoyono. Bila memang disuruh datang untuk diperiksa sebagai saksi, Amru Daulay akan datang. Amru Daulay taat hukum," katanya. dwi/dtc/sp/tnr

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

BMI: Ketua DPR Beking Kayu

Sabtu, 16 September 2006 03:28:29

* Golkar: Kental muatan politis
* Menteri Kehutanan kaget

Jakarta, BPost
Ketua DPR RI Agung Laksono dituding terlibat dalam ‘mafia hutan’ di Kalimantan Selatan. Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar itu disebut-sebut menjadi beking cukong kayu di Batulicin, Tanah Bumbu.

Tuduhan keterlibatan Agung Laksono dalam mafia kayu di Kalsel itu terungkap dalam demonstrasi organisasi massa Banteng Muda Indonesia (BMI) DKI Jakarta, di Mabes Polri, Jumat (15/9).

"Apa yang kita sampaikan murni hasil investigasi. Saya tahu, karena saya pernah bekerja di sana. Saya punya banyak bukti untuk itu," papar Iwan Sumule, ketua BMI DKI Jakarta.

Salah satu buktinya, sebut Iwan, Agung pernah berkunjung secara khusus ke PT Kodeco Timber di Batulicin pada Juli 2006 lalu. Kala itu Agung meminta PT Kodeco melakukan pungutan terhadap beberapa perusahaan lainnya.

"Informasi itu kuat. Karenanya kami minta Mabes Polri menindaklanjuti kasus tersebut," ujarnya.

Iwan menyatakan siap mempertanggungjawabkan informasi dan data tentang keterlibatan Agung Laksono dalam membekingi cukong kayu di Kalsel. Pihaknya hanya meminta kapolri memenuhi janjinya mengusut semua kasus korupsi, termasuk masalah pembalakan liar.

Keterlibatan Agung bermula ketika PT Kodeco Timber membabat ratusan hektare hutan di Batulicin. Dana reboisasi berjumlah ratusan miliar rupiah yang diperuntukkan penanaman hutan kembali, ternyata tidak digunakan sebagaimana mestinya.

Sebaliknya, sebut Iwan, dengan dana reboisasi itu, dibuat anak perusahaan di bawah PT Kodeco Timber. Lewat anak perusahaan itulah, dana reboisasi dimainkan tanpa pertanggungjawaban resmi.

"Jadilah perusahaan itu dipailitkan, sehingga tidak ada pertanggungjawaban," katanya seraya mengatakan, cara-cara seperti itu lazim dipakai mafia perusahaan hutan di Kalimantan untuk menghabiskan uang negara.

Disebutkan Iwan, penanaman kembali hutan memang dilakukan PT Kodeco, namun hanya beberapa hektare untuk jenis tanaman karet. "Jadi, bukan hutan lindung. Kalau tidak percaya ambil foto di Dephut terbaru," ujarnya.

Praktik kotor itu akhirnya mulai tercium sehingga pihak PT Kodeco pun melobi Agung Laksono agar menbekingi usaha ilegal mereka.

"Di sinilah Agung diberi kuasa khusus membekingi mereka. Nah inilah keterlibatan Agung. Makanya kami bersuara," urai Iwan.

Kader muda PDIP ini mengaku, tak bisa memastikan berapa jumlah kerugian negara akibat perbuatan PT Kodeco membabat 300 ribu hektare hutan, termasuk 1500 hektare hutan lindung. Apalagi, selama ini Kodeco tidak pernah menggunakan dana reboisasi untuk memperbaiki hutan sebagaimana mestinya. Padahal, perusahaan asal Korea itu sudah sejak 1968 membabati hutan di Kalsel.

Motif Politis

Lantas apa sikap Agung maupun Partai Golkar?

Sayang, telepon seluler Agung Laksono tidak aktif ketika coba dihubungi BPost untuk konfirmasi, kemarin. Sumber di DPP Partai Golkar menyebut wakil ketua umum itu sedang berada di Amerika Serikat.

Namun Wakil Sekjen DPP Golkar, Priyo Budi Santoso menyebut tudingan BMI itu bernuansa politis. "BMI itu onderbouw PDIP. Jadi itu kental muatan politik. Tapi kalau murni hukum silakan saja," ujar Priyo.

Dia mengingatkan, bila tudingan itu bermotif politik (menyudutkan Golkar), persoalannya akan berbuntut panjang.

Sayangnya, Priyo tidak menjelaskan maksud ucapan berbuntut panjang itu.

Menurut Priyo, tudingan BMI itu terkesan aneh karena mendadak muncul tanpa ada penyebabnya. Meski begitu pihaknya masih belum akan bersikap, mengingat yang menuding itu hanya cabang, bukan sikap DPP BMI-nya.

Sebaliknya, Iwan Sumele menepis tudingan soal keterlibatan Agung Laksono bermuatan politis. Disebutkan dia, laporan yang disampaikannya murni urusan hukum dan tidak terkait dengan politik.

"Tidak ada urusan politik di dalamnya. Kita hanya tagih janji penegak hukum, apa berani mengusut kasus itu. Termasuk Kapolri apa janjinya dalam penegakan hukum ditepati," cetus Iwan yang siap diperiksa aparat terkait tuduhannya tersebut.

Menurut rencana BMI Jakarta juga akan membeberkan masalah itu ke KPK, Kejaksaan Agung dan DPR.

Menhut Kaget

Menteri Kehutanan MS Kaban kaget atas tudingan BMI bahwa Agung Laksono terlibat mafia kayu di Kalsel. "Ah, itu urusan polisi, tidak ada hubungannya dengan saya," kelit Kaban saat dicegat usai diskusi politik di Gedung DPR.

Meski begitu, Kaban menegaskan, pihaknya tidak akan pandang bulu dalam pengungkapan kasus pembabatan hutan. "Kita tidak melihat siapa pun, hanya saja jangan ada fitnah dan diisu-isukan," ujarnya.

Sepengetahuannya, PT Kodeco Timber, itu tidak mencantumkan nama Agung di dalamnya. Apalagi, Kodeco sampai saat ini tidak lagi beroperasi melakukan penebangan.

Kepala Dinas Kehutanan Kalsel, Sonny Partono dihubungi BPost, malam tadi, mengaku tidak mengetahui adanya perambahan hutan secara ilegal yang dilakukan PT Kodeco Timber Kalsel. Menurut sepengetahuan dia, sudah sejak tiga tahun lalu perusahaan asal Korea itu stop beroperasi.

"Kodeco sudah 3 tahun lalu tidak beroperasi. Jadi rencana karya tahunan (RKT) mereka tidak jalan. Jadi bagaimana mereka mau merambah," ujar Sonny.

Menurut dia, Kodeco bekerja berdasarkan RKT. Di mana izin penebangan di kawasan tertentu yang telah disepakati oleh Dinas Kehutanan diperpanjang setiap tahunnya.

Saat disinggung kemungkinan perusahaan lain, selain Kodeco, melakukan perambahan hutan secara ilegal, Sonny bergeming mengatakan tidak ada. Namun dia mengaku terbuka jika ada pihak yang mengetahui adanya perambahan hutan secara ilegal dengan menunjukkan bukti-bukti."Sementara ini belum ada. Tapi nanti silakan konfirmasi ke kabupaten saja, karena mereka yang lebih mengetahui di lapangan," tandasnya. JBP/ugi/aco/nda

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

Saturday, October 14, 2006

HMI Desak Haramkan Pembakaran Lahan

Jumat, 13 Oktober 2006 00:49:42
LINTAS KOTA

Gerah merasakan pekatnya kabut asap, puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Unlam mengadu ke DPRD Kalsel, Kamis (12/10).

Meski membawa berbagai macam tulisan di kertas karton yang isinya keluhan atas kabut asap, mereka tidak berorasi. Para mahasiswa memilih dialog untuk menyampaikan aspirasinya.

Wakil Ketua DPRD Kalsel, Riswandi dan Ma’wah Masykur serta dua anggota, Adhariani dan Bambang Merdiko menemui para mahasiswa.

Dalam audiensi tersebut, salah seorang perwakilan mahasiswa menyatakan bahwa semakin parahnya bencana asap yang melanda Kalsel telah mengganggu kesehatan, perekonomian dan lainnya. Anehnya, belum ada upaya nyata menangani asap yang dilakukan pemerintah.

Karena itu dalam maklumatnya, HMI Komisariat Unlam mendesak Pemprov dan DPRD Kalsel untuk menyusun Raperda tentang Larangan Pembakaran Hutan dan Lahan. Kemudian mengoptimalkan fungsi Bapedalda sebagai institusi yang bertanggungjawab bencana tersebut.

"Kami juga mendesak kepada pimpinan dan anggota DPRD Kalsel untuk mendorong dikeluarkannya Fatwa MUI tentang perilaku pembakaran hutan dan lahan sebagai perbuatan tercela, serta perbuatan haram," tukasnya lagi.

Menanggapi hal itu, Riswandi mengatakan, sebenarnya yang bertanggungjawab atas pembakaran lahan itu adalah Dinas Kehutanan. ais

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

Puluhan Kubik Kayu Diamankan

Jumat, 13 Oktober 2006 01:01:28

Pelaihari, BPost
Jajaran Polres Tanah Laut kembali mengamankan kayu ilegal sekitar 24 meter kubik jenis akasia yang disita dari empat truk di Desa Batakan Kecamatan Panyipatan.

Kapolres Tala AKBP Drs Sumarso melalui Kasat Reskrim Iptu Rofikoh menerangkan, kayu milik Inhutani itu seyogianya diangkut ke log pond Inhutani di Muara Sabuhur Kecamatan Jorong, namun dalam perjalanan oleh sopirnya justeru dibawa ke Batakan.

Tiga orang sopir telah dijebloskan ke sel Mapolres. Mereka adalah Mir (35), Tha (27) dan Ha (25), semuanya warga Batakan. Ketiganya memperoleh order dari Inhutani untuk mengangkut kayu akasia dari kawasan HTI Panyipatan ke log pond di Muara Sabuhur. Tetapi di tengah jalan dibelokkan ke bandsaw milik Nur (30) di Batakan," beber Rofikoh didampingi wakilnya Ipda Yustam Dwi Heno, Selasa (10/10).

Begitu menerima laporan, personel Polres dan Polsek Panyipatan langsung meluncur ke lokasi. Petugas berhasil mengisolasi ketiga sopir tersebut ketika sedang melaju di jalan raya Desa Kandangan Lama pukul 10.00 Wita, Kamis (5/10) pekan tadi.

Ketiganya mengemudikan truk nopol DA 9917 AK, DA 9059 EA, dan KH 9619 AF yang rata-rata mengangkut 6 meter kubik kayu akasia. Panjangnya empat meter dalam kondisi telah dikupas kulitnya.

Satu jam kemudian, petugas kembali menyita sekitar 6 kubik kayu ulin di dalam truk di bandsaw di Batakan. Nur, pemilik bandsaw, turut digelandang ke mapolres.

"Keempatnya sudah kami tetapkan sebagai tersangka. Tiga orang sopir kami jerat dengan UU 41/1999 jo pasal 363 KUHP tentang pencurian kayu, sedangkan pemilik bandsaw terjerat UU 41/1999 jo pasal 480 KUHP tentang penadahan barang curian," sebut Yustam. roy

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

Kapolsek Amankan Satu Pikap Kayu Ulin

Jumat, 13 Oktober 2006 01:16

Banjarmasin, BPost
Kamis (12/10) siang, Kapolsekta Banjarmasin Utara AKP Misnan menghentikan laju mobil pikap yang dikendarai Zulkifli, kala melintas di Jalan Sultan Adam.

Misnan menanyakan dokumen pengiriman kayu Ulin yang dimuat dalam pikap tersebut. Zulkifli, warga Jalan Jahri Saleh itu, kelimpungan. Dia tak bisa menunjukkan dokumen yang diminta polisi. Akibatnya, mobil pikap dan kayu ditahan di Mapolsekta.

Penangkapan kayu Ulin ini untuk keduakalinya. Sehari sebelumnya, jajaran Polsekta Banjarmasin Utara menangkap mobil yang mengangkut kayu Ulin.

Berdasar informasi yang dihimpun BPost di Mapolsekta Banjarmasin Utara, Kapolsekta saat itu sedang melintas di Jalan Sultan Adam. Ketika melihat pikap mengangkut kayu Ulin yang diolah menjadi papan, dia langsung bereaksi. Pikap warna hitam itu memuat 442 buah papan kayu Ulin.

Zulkifli mengaku, papan tersebut akan dikirim ke kawasan perumahan yang ada di Sultan Adam. "Kayu ini untuk membuat rumah. Kayu-kayu ini didapatkan dari Banjarbaru, dari rumah seorang warga," aku Zulkifli.

Kapolsekta Banjarmasin Utara AKP Misnan mengatakan, penangkapan itu sebetulnya tidak disengaja.

"Tadi sama-sama melintas di jalan tersebut. Demi kewaspadaan, mobil itu saya suruh berhenti dan saya tanyakan dokumennya. Ternyata dia tidak bisa menunjukkan surat-suratnya, jadi ya saya bawa ke kantor untuk diperiksa," jelasnya. Untuk sementara, sopir pikap ditahan, dan kayu-kayu itu diamankan.coi

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

Mengkaji Ulang Kebijakan Politik Kehutanan Indonesia

Kamis, 12 Oktober 2006 01:07
Pengelolaan hutan oleh HPH yang semberono ditambah lagi dengan lemahnya kontrol dari pemerintahan dan lingkaran setan korupsi di tubuh politik kehutanan, telah membuahkan hasil yang sangat mengerikan.

Oleh: Yurdi Yasmi
Mahasiswa Universitas Wageningen Belanda

Sejarah kehutanan ‘modern’ di Indonesia bermula di Pulau Jawa yang terkenal dengan hutan jatinya. Dari zaman kolonial hutan jati di Jawa termasyhur hingga mancanegara sebagai salah satu contoh pengelolaan hutan yang lestari. Pada akhir 1960-an orde baru di bawah komando Soeharto menandai perkembangan pesat politik dan pengelolaan hutan di tanah air. Hutan alam Indonesia yang terhampar luas dari Sumatra, Kalimantan hingga Papua segera dibuka untuk memacu roda pembangunan.

Atas nama pembangunan pula, hutan alam tropika yang kaya keanekaragaman hayati (biodiversity) ini dikuras habis-habisan. Sebagai pemilik hutan tropis terbesar ketiga setelah Brazil dan Congo, Indonesia merupakan pusat perhatian dunia. Namun sayangnya, hampir seluruh wilayah hutan sudah dibagi-bagi ke pihak swasta dalam bentuk Hak Pengusahaan Hutan (HPH). HPH itu sebagian besar dibagikan ke kroni Soeharto.

Pengelolaan hutan oleh HPH yang semberono ditambah lagi dengan lemahnya kontrol dari pemerintahan dan lingkaran setan korupsi di tubuh politik kehutanan, telah membuahkan hasil yang sangat mengerikan. Hutan alam kita hancur lebur dan di ambang kepunahan, sisa hutan alam yang masih perawan sangat terbatas. Seiring musnahnya hutan alam tropika Indonesia, berbagai bencana datang silih berganti. Banjir dan longsor, misalnya, sudah merupakan hal yang lazim.

Belum Buahkan Hasil

1998 menandai perubahan besar dalam politik nasional Indonesia. Aksi protes mahasiswa di seluruh tanah air berhasil mendobrak dan melumpuhkan kekuasaan orde baru. Soeharto turun dari singasana kekuasaannya. Reformasi dikumandangkan, secercah harapan baru dan impian mulai dibangun. Demikian pula di sektor kehutanan, harapan baru untuk menggapai pengelolaan hutan yang lebih baik diajukan berbagai pihak.

Reformasi politik dan pembangunan kehutanan berjalan cepat. Kekuasaan tidak lagi terpusat di Jakarta, pemerintah daerah pun diberdayakan. Untuk pertama kalinya pemerintah daerah memegang peran dalam pengelolaan hutan di wilayah masing-masing. Bupati mempunyai hak dan kekuasaan untuk mengeluarkn izin HPH kecil dan berhak mengambil retribusi/pajak hasil hutan secara langsung. Pengusaha lokal mulai bangkit dan mendapatkan konsesi pengelolaan hutan. Perekonomian daerah mulai berangsur menggeliat.

Namun reformasi dan desentralisasi pengelolaan hutan yang terkesan tergesa-gesa berujung pada malapateka berikutnya. Menurut kajian the Center for International Forestry Research (CIFOR), reformasi kehutanan melahirkan sejumlah ‘raja’ baru di daerah. Bupati dan pengusaha lokal ‘berkongkalikong’ untuk menguras hutan dan memperbesar pendapatan asli daerah (PAD). CIFOR lebih lanjut mengatakan, iklim reformasi kehutanan dan desentralisasi telah memunculkan elit lokal yang mengelola hutan tanpa berpegang pada azas kelestarian. Hasil dari pengelolaan hutan sebagian besar tidak dinikmati masyarakat banyak. Masyarakat desa sekitar hutan tetap miskin.

Selanjutnya, hasil kajian bersama CIFOR dan Forest Watch Indonesia (FWI) menunjukkan, desentralisasi dan reformasi memunculkan konflik baru. Masyarakat lokal di seluruh tanah air menuntut hak mereka yang telah dirampas di zaman orde baru. Alhasil, camp HPH dibakar, pengusaha diancam, peralatan berat mereka dirampas dan kantor mereka diambil alih. Reformasi seakan memberi angin kepada masyarakat untuk menuntut haknya yang telah lama hilang. Menurut pakar konflik di Belanda, konflik semacam ini merupakan konsekuensi logis dari sebuah sistem yang sentralistik di bawah orde baru.

Pilihan Ke Depan

Belajar dari kegagalan di masa lalu, maka sudah seharusnya kebijakan politik kehutanan Indonesia dikaji ulang. Untuk mengatasi permasalahan mendasar seperti yang diuraikan di atas. Berikut adalah beberapa pilihan yang mungkin dijadikan acuan untuk menuju kehutanan Indonesia yang lebih baik.

Mengubah kebijakan pengelolaan hutan dari ekploitasi ke konservasi. Laju kerusakan hutan Indonesia yang mencapai hampir tiga juta hektare per tahun (FAO, 2004) harus segera dihentikan. Untuk itu, pemerintah seharusnya mengintensifkan proses pengawasan terhadap illegal logging dan HPH yang nakal. Dalam jangka panjang, HPH perlu direstrukturisasi. Pada saat bersamaan, proses rehabilitasi hutan alam yang rusak perlu ditingkatkan melalui kegiatan reboisasi.

Mengembangkan kebijakan pengelolaan hutan secara kolaboratif. Sejarah mencatat, pengelolaan hutan yang dimonopoli pemerintah telah membuahkan hasil yang jauh dari harapan. Oleh sebab itu, perlu dikembangkan kebijakan pengelolaan hutan secara kolaboratif (collaborative forest management). Pengelolaan kolaboratif mengharuskan peran serta berbagai komponen dalam pengelolaan hutan (seperti pemerintah, masyarakat, pemda, kalangan LSM, industri, dsb). Pengelolaan kolaboratif di berbagai negara menunjukkan hasil yang memuaskan, ditinjau dari peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi konflik sosial.

Membangun good forest governance. Saat ini yang sangat diperlukan adalah sebuah tatalaksana pengelolaan hutan yang baik (good forest governance). Hal ini hanya bisa dicapai apabila perangkat kebijakan mempunyai legitimasi yang tinggi, dan pemangku kepentingan (stakeholders) memainkan peran yang saling komplementer. Pembagian hak dan kewajiban di antara stakeholders jelas dan tegas. Partisipasi dirangsang dan penegakan hukum dijamin. Itulah beberapa komponen penting dalam good forest governance.

Menyiapkan sumberdaya manusia (SDM) yang berkualitas. Kegagalan pengelolaan hutan Indonesia selama ini tidak terlepas dari peran SDM yang berkecimpung di dalamnya. Selama ini dan harus kita akui, SDM di sektor kehutanan masih lemah. Secara kuantitas mungkin sudah memadai, tapi secara kualitas masih perlu diperbaiki. Salah satu cara adalah dengan mereformasi sistem pendidikan dan kurikulum kehutanan.

e-mail: Yurdi.Yasmi@wur.nl

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

Kapolsek Sergap Mobil Ulin

Rabu, 11 Oktober 2006 01:08

Banjarmasin, BPost
Syarif Husni (44), tidak bisa berbuat banyak ketika mobilnya dihentikan oleh Kapolsek Banjarmasin Utara AKP Misnan SHG SIk, saat melintas di Jembatan Banua Anyar Banjarmasin.

Warga Kelurahan Syamsudin Noor, Landasan Ulin, Banjarbaru ini semakin bingung ketika Kapolsek menanyakan dokumen pengangkutan kayu ulin yang dibawanya itu. Kernetnya, Hasan (40), juga tidak bisa membantu menunjukkan dukomen yang diminta.

Karena tanpa dokumen pengangkutan maupun kepemilikan barang, ulin-ulin itu dibawa ke Mapolsek Banjarmasin Utara untuk dilakukan pemeriksaan.

Kayu tangkapan itu terdiri dua jenis, papan berukuran 1,5 meter sebanyak 390 buah dan balok panjang 1,5 meter lebar 5x7 cm sebanyak 87 potong.

Dalam pengakuannya, Husni dan Hasan menyatakan, kayu ulin tersebut berasal dari Liang Anggang dan hendak dibawa ke kompleks perumahan di Sungai Andai, Banjarmasin.

"Saya tidak tahu menahu urusan dokumen kayu tersebut. Karena hanya bertugas mengantar barang itu ke tujuan sesuai perintah bos," ujarnya.

Kapolsek Banjarmasin Utara AKP Misnan SH SIk mengungkapkan, penangkapan itu ia lakukan saat sepulang dari Mapoltabes Banjarmasin. Waktu melintas, ia berpapasan dengan mobil yang mengangkut kayu ulin. Karena curiga, akhirnya mobil tersebut ia hentikan.

"Intinya kalau saat mengangkut tidak membawa dokumen, itu berarti illegal. Dan hal itu melanggar hukum, pemiliknya harus ditahan dan diperiksa serta barangnya disita," tegasnya.coi

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

Usut Beking Pembalakan Liar

Sabtu, 07 Oktober 2006 00:55:27

KANDANGAN - Pembalakan liar khususnya jenis kayu ulin yang diangkut melalui Hulu Sungai Selatan tepatnya di wilayah Malinau, Kecamatan Loksado, diduga dibekingi oknum aparat. Bahkan diduga mereka terlibat bisnis ulin ilegal.

Terlibatnya aparat selain ikut bisnis kayu, juga diduga ikut menarik uang keamanan kepada para ojek ulin agar perjalanan lancar.

Tiap ojek ulin memberi upeti kepada aparat sekitar Rp10 ribu sampai Rp20 ribu di beberapa titik penjagaan ruas jalan provinsi antara HSS-Tanbu yang di antaranya juga terdapat wilayah Kabupaten Banjar dan Tapin.

Kapolres HSS, AKBP Taufik Supriyadi, mengakui mendapat laporan dugaan keterlibatan oknum aparat itu. Namun sejauh ini belum ada yang bisa dibuktikan.

"Kita akan sangat berterima kasih kepada masyarakat bila memberikan informasi kepada kami mengenai keterlibatan oknum seperti yang disangkakan," kata Taufik. ary

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

20 Ha Gerhan Jadi Arang

Sabtu, 07 Oktober 2006 00:56:14

20 Ha Gerhan Jadi Arang

Kandangan, BPost
Puluhan hektare (ha) tanaman milik masyarakat di Tumingki, Kecamatan Loksado, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, dilalap api. Bahkan 20 hektare di antaranya adalah tanaman proyek gerakan rehabilitasi lahan dan hutan (gerhan) yang baru ditanam pada 2005.

Pantauan BPost, Jumat (6/10), ratusan pohon mahoni dan karet di areal Gerhan menghitam jadi arang.

Menurut warga, kebakaran terjadi sekitar pukul 10.00 Wita. Api baru padam dengan sendirinya pada petang harinya sekitar pukul 18.30 Wita. BPK kesulitan memadamkan api karena sulitnya lokasi yang terdiri dari pegunungan dan kesulitan mendapatkan air.

Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan HSS, Ir Udi Prasetyo MP, mengakui lahan Gerhan di Tumingki terbakar. Saat ini Dishutbun membuat berita acara untuk dilaporkan kepada Dishut Provinsi Kalimantan Selatan serta bupati setempat.

Udi memperkirakan, kerugian di Tumingki mencapai Rp50 juta. Penyebab kebakaran tak diketahui secara pasti.

Bila berita acara selesai oleh Polsus Kehutanan, akan dilakukan penghapusan aset yang disaksikan unsur muspida, koramil, polsek, dan camat setempat sebagai laporan resmi hilangnya tanaman tersebut.

"Bila ingin dilakukan penanaman lagi melalui proyek Gerhan, bisa saja setelah penghapusan aset resmi. Namun masyarakat setempat harus mengusulkannya," kata Udi. ary

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

Razia Ojek Ulin Diprotes

Kamis, 05 Oktober 2006 01:06:58

Kandangan, BPost
Operasi illegal logging oleh jajaran Polres Hulu Sungai Selatan (HSS) dengan menangkap delapan ojek pengangkut ulin, menuai protes.

Warga mempertanyakan mengapa aktivitas serupa dalam jumlah lebih besar tidak ditangkap, sedangkan yang kecil sekadar memenuhi kebutuhan hidup, justru dirazia. Bahkan warga menuding ada oknum aparat lah, terlibat illegal logging di HSS.

Protes masyarakat itu disampaikan langsung ke Polres, Selasa (3/10). Perwakilan ojek ulin mendatangi Polres HSS diterima Kasatreskrim, Iptu Slamet Ari Wibowo.

"Warga datang baik-baik untuk menyampaikan aspirasi mereka," kata Slamet saat dikonfirmasi.

Diakuinya, warga membeberkan keterlibatan oknum aparat dalam illegal logging di wilayah Loksado. "Mereka juga siap memberikan informasi kepada kita soal keterlibatan oknum tersebut," ujar Slamet.

Sebelumnya, Sabtu (30/9), Polres HSS menangkap delapan ojek pengangkut ulin di Desa Malinau, Kecamatan Loksado. Operasi illegal logging mendadak di pelosok HSS ini, cukup mengejutkan warga.

Ketika aparat berdatangan, delapan pengemudi ojek ulin tak berkutik lagi kemudian diamankan ke Mapolres HSS guna dimintai keterangan.

Terpisah, Kapolres HSS, AKBP Taufik Supriyadi, mengatakan operasi illegal logging ada landasan hukumnya. Secara kebetulan dalam operasi tersebut terjaring ojek pengangkut ulin. ary

Copyright © 2003 Banjarmasin Post
Razia Ojek Ulin Diprotes

Kandangan, BPost
Operasi illegal logging oleh jajaran Polres Hulu Sungai Selatan (HSS) dengan menangkap delapan ojek pengangkut ulin, menuai protes.

Warga mempertanyakan mengapa aktivitas serupa dalam jumlah lebih besar tidak ditangkap, sedangkan yang kecil sekadar memenuhi kebutuhan hidup, justru dirazia. Bahkan warga menuding ada oknum aparat lah, terlibat illegal logging di HSS.

Protes masyarakat itu disampaikan langsung ke Polres, Selasa (3/10). Perwakilan ojek ulin mendatangi Polres HSS diterima Kasatreskrim, Iptu Slamet Ari Wibowo.

"Warga datang baik-baik untuk menyampaikan aspirasi mereka," kata Slamet saat dikonfirmasi.

Diakuinya, warga membeberkan keterlibatan oknum aparat dalam illegal logging di wilayah Loksado. "Mereka juga siap memberikan informasi kepada kita soal keterlibatan oknum tersebut," ujar Slamet.

Sebelumnya, Sabtu (30/9), Polres HSS menangkap delapan ojek pengangkut ulin di Desa Malinau, Kecamatan Loksado. Operasi illegal logging mendadak di pelosok HSS ini, cukup mengejutkan warga.

Ketika aparat berdatangan, delapan pengemudi ojek ulin tak berkutik lagi kemudian diamankan ke Mapolres HSS guna dimintai keterangan.

Terpisah, Kapolres HSS, AKBP Taufik Supriyadi, mengatakan operasi illegal logging ada landasan hukumnya. Secara kebetulan dalam operasi tersebut terjaring ojek pengangkut ulin. ary

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

Polda Siap Ambil Alih Kasus Tahura

Kamis, 05 Oktober 2006 01:47

Banjarmasin, BPost
Kapolda Kalsel Brigjen Halba R Nugroho menegaskan, jika ada keterlibatan oknum pejabat dalam perambahan Tanaman Hutan Rakyat (Tahura) di Riam Pinang Tanah Laut, maka Polda siap mengambilalih kasus itu. Kini dua petinggi PT Kintap Jaya Watindo (PT KJW) menjadi tersangka dalam kasus perambahan hutan ini.

"Dalam kasus ini, jika ada keterlibatan oknum pejabat, maka akan kita ambil alih ke Polda," tegas Halba seraya menambahkan, polisi konsisten menangani kasus perambahan hutan ini.

Kapolres Tanah Laut, AKBP Soemarso yang dikonfirmasi melalui ponselnya mengaku telah memintai keterangan sejumlah pihak yang terkait masalah ini.

"Pihak Dinas Kehutanan dan BPN sudah kita mintai keterangan. Memang ada izin prinsip pengelolaan lokasi perkebunan yang dikeluarkan bupati," beber Soemarso.

Namun, kata Soemarso, dari keterangan yang berhasil dikumpulkannya, pihak BPN tidak pernah meminta perusahaan melakukan pengerjaan di lokasi Tahura tersebut.

Artinya, pihak perusahaan bekerja melakukan penebangan dan perambahan di areal Tahura tersebut atas inisiatif sendiri.

"Sementara ini tersangka kita kenakan UU Kehutanan. Apakah kita akan memintai keterangan Bupati Tanah Laut, Adriansyah, kita menunggu petunjuk pihak Kejaksaan setelah berkas ini kita kirim nantinya," ungkap Soemarso.

Masih Misterius

Sementara itu, sekitar 700 log kayu yang ditemukan jajaran Polres Tanah Laut dalam operasi illegal logging di hutan lindung Riam Andungan Kintap, ternyata hingga kini belum ada tersangkanya.

Hal ini juga dibenarkan oleh Soemarso. "Waktu kita datang kan kayu log tersebut telah terkumpul. Kita sulit menemukan penebang pohon-pohon tersebut," ungkap Soemarso.

Otomatis dengan tak ditemukannya penebang, pihaknya juga tak dapat mengorek siapa dalang pembalakan kayu di hutan lindung tersebut.

Sebelumnya diwartakan, jajaran Polres Tanah Laut menemukan satu truk kayu serta 250 batang log kayu meranti, Jumat, 22 September lalu.

Sebanyak 250 kayu log hasil tebangan liar ini ditemukan petugas sebagian di hutan lindung Riam Andungan serta hutan Kintap di Kecamatan Kintap Tanah Laut. Dalam perkembangan terakhir ternyata jumlah log yang ditemukan membengkak jadi 700 potong.dwi

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

Belasan Potong Ulin Disita

Rabu, 04 Oktober 2006 01:45:37

Pelaihari, BPost
Peredaran ulin (kayu besi) di Tanah Laut masih terjadi, kendati polisi mengetatkan operasi. Selasa (3/10) pukul 12.30 Wita, Polsek Bati Bati menyita belasan potong ulin dalam bentuk log belahan.

"Kayu ulin itu berasal dari Desa Sarindai, Kecamatan Kintap, dan akan dibawa ke Pemasiran," sebut Kapolres Tala, AKBP Drs Sumarso, melalui Kapolsek Bati Bati, Iptu Saharuddin.

Saharuddin menerangkan, pihaknya telah mengamankan dua orang yang berada di dalam truk pengangkut ulin tersebut, yakni Edi Susanto (35), warga Trans Kecamatan Kintap, dan M Aspiani (40) warga Desa Pulau Sari, Kecamatan Tambang Ulang.

Satu orang lagi yang diidentifikasi sebagai pemilik kayu ulin, Suwaji (35), masih diburu. Warga Sarindai ini, kabur saat petugas Polsek Bati Bati, yang dipimpin Saharuddin menghadang truk nopol DA 9742 AU.

Petugas Polsek Bati Bati masih memeriksa Edi dan Aspiani. Edi mengaku, sebagai sopir, sedangkan Aspiani pemilik truk dan hanya numpang karena hendak ke Banjarmasin.

Edi mengatakan, pengangkutan ulin itu adalah yang pertama kali Namun keterangan mereka masih diragukan petugas.

"Sepertinya ada yang disembunyikan. Kami mengidentifikasi Edi itulah sopirnya, sedangkan Suwaji pemilik kayu ulin tersebut. Itu sebabnya yang bersangkutan lari. Tapi, kita lihat nanti bagaimana hasil penyidikan kasus ini," jelas Saharuddin.

Jumlah ulin yang diangkut di dalam truk tersebut sebanyak 14 potong dengan panjang empat meter. Bentuknya log yang dibelah, ada yang dibelah dua dan dibelah empat, berdiameter sekitar 20-50 centimeter.

Saharuddin mengatakan, truk tersebut telah lama diintai karena sering hilir mudik membawa beban berat. "Itu sudah lama menjadi TO (target operasi) kami. Tapi, memang licin sekali karena tidak menentu lewatnya dan waktunya bisa siang, malam, atau pagi."

"Sebelumnya kami koordinasi dengan Satlantas hingga akhirnya truk itu berhasil kami hadang di Jalan Raya A Yani di Desa Nusa Indah tak jauh dari Indofood," beber Saharuddin. roy

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

Perambah Hutan Gugat Kapolda

Rabu, 04 Oktober 2006 02:34

Banjarmasin, BPost
Bos PT Berkat Banua Inti, Donnie Leimena, tersangka perambah hutan, dan illegal mining di Kabupaten Tanah Bumbu, mempraperadilankan Polda Kalsel. Ia memprotes karena ditahan di Markas Polda Kalimantan Selatan.

"Donnie Leimena tidak terima tindakan penangkapan dan penahanan oleh Polda Kalsel. Apa yang dilakukan penyidik tersebut bertentangan dengan hukum dan cenderung tidak manusiawi," kata kuasa hukum Donnie, Nizammudin dari Kantor Hukum Nizam Syahrul Arsyanti Jakarta, di Banjarmasin, Selasa (3/10).

Gugatan Praperadilan terhadap Polda Kalsel ini, sudah didaftarkan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Banjarmasin, Jumat (29/9). Sedangkan sidang atas gugatan tersebut akan dimulai Selasa (10/10).

Menurut Nizam, banyak kejanggalan dan bertentangan dengan aturan hukum di balik proses penangkapan dan penahanan Donnie Leimena. Antara lain, tidak adanya panggilan sebagai saksi terhadap kliennya, penyidik langsung menunjukkan surat panggilan kedua, yang juga tak diketahui kliennya.

Hal lainnya, surat panggilan kedua yang ditunjukkan pihak penyidik diterbitkan bersamaan dengan waktu pemeriksaan yaitu 21 September 2006. Yang paling mendasar penangkapan ditujukan terhadap Donnie sebagai Direktur PT Titan Bumi Artha dan bukan PT Berkat Banua Inti.

Kepala Bagian Humas Polda Kalsel, Ajun Komisaris Besar (AKB) Puguh Raharjo, Polda mempersilakan dan menghormati hak-hak tersangka untuk melakukan upaya hukum.

Penahanan bos tambang batu bara ini, terkait kasus kegiatan operasional penambangan, yang merusak lingkungan serta perambahan kawasan hutan di luar Kuasa Penambangan (KP) miliknya. Yaitu di areal HPH milik PT Kodeco, di Desa Sungai Dua Kecamatan Batulicin Kabupaten Tanah Bumbu. mi/dwi

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

Jarah Hutan 2 Bos Disel

Selasa, 03 Oktober 2006 01:18

Banjarmasin, BPost
Dua bos perusahaan berskala besar di Kotabaru kini sedang menjalani pemeriksaan oleh polisi. Mereka disangka telah melakukan penjarahan Hutan Tanaman Industri (HTI) di Senakin.

Kapolda Kalsel Brigjen Halba R Nugroho mengungkapkan, kasus illegal logging tersebut tengah ditangani penyidik Polres Kotabaru.

"Polres Kotabaru sedang melakukan pemeriksaan terhadap dua kasus yakni illegal logging dan illegal mining. Saat ini aparat masih intensif melakukan pemeriksaan pihak-pihak terkait," beber Halba.

Kapolres Kotabaru AKBP Adi Karya Tobing yang dikonfirmasi, Senin (2/10) mengakui tengah menangani kasus perambahan hutan. Sayangnya dia menolak menyebut nama perusahaan secara lengkap dan dua tersangkanya.

Dia hanya menyebut inisial perusahaan, SKS dan MAD, dan dua nama tersangka yang sudah ditahan adalah S dan M. "Mereka akan dijerat dengan Undang-undang Kehutanan dan Perkebunan, karena melakukan perambahan lahan," ungkap Adi.

Menurut Adi, keduanya telah ditahan. Mengenai luas areal yang dirambah kayunya, Adi mengatakan sekitar 40 hektar. "Tapi itu masih perkiraan, aparat kita masih terus melakukan perhitungan terhadap luasan yang dirambah dan dijarah tersebut dan ini masih berlangsung," ungkap mantan Kapolres Amuntai yang baru menjabat sebagai Kapolres Kotabaru ini.

Yang jelas pihaknya konsisten untuk terus melakukan pemberantasan kasus illegal logging dan illegal mining.

"Kita terus melakukan operasi terhadap hal-hal yang berbau ilegal," janjinya.dwi

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

Friday, October 13, 2006

Cukong Kayu Disel Khusus

Sabtu, 30 September 2006 03:30:34
* Polda Kalsel jemput Anton di Singapura

Medan, BPost
Penjagaan khusus dilakukan aparat Polda Sumatera Utara terhadap cukong kayu yang menjadi tersangka perambahan hutan, Aseng Petani (53). Berbeda dengan tersangka lain dalam kasus yang sama, ia ditahan di Polda Sumut. Padahal, lainnya ditahan di Polres Simalungun.

Direktur Reserse dan Kriminal Polda Sumut, Kombes Ronny F Sompie, ketika dikonfirmasi membenarkan adanya penjagaan ekstra itu. "Penahanan di Polda memang untuk faktor keamanan," tukasnya.

Dalam kasus konversi hutan lindung menjadi perkebunan kelapa sawit, Polres Simalungun telah menetapkan 53 tersangka, termasuk Aseng. Sejak 1998, para tersangka diduga melakukan konversi hutan lindung seluas 2.000 hektare di register 1, 2, 18 dan 40 di kawasan Batu Loting, Simbolon dan Tanah Jawa, Kabupaten Simalungun.

Sebelumnya, Aseng menyerahkan diri ke KBRI di Malaysia. Dari sini ia dibawa ke Polda Sumur. "Iia bersama seorang rekannya, D merupakan aktor intelektual yang merambah hutan itu," kata Kepala Polda Sumut, Irjen Bambang Hendarso Danuri.

Menurutnya, kasus ini terungkap saat pelaksanaan Operasi Lestari II oleh Polda Sumut dan Dinas Kehutanan pada 23 Agustus 2003. Namun, belum sempat diperiksa, Aseng melarikan diri ke luar negeri. Polda pun menetapkannya masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) pada, 20 September 2006 dan pencekalan sejak 24 September 2006. Namun sebelum surat pencekalan dari Kejaksaan Agung turun, Aseng sudah menyerahkan diri, Kamis (28/9) kemarin.

Aseng mengatakan alasannya menyerahkan diri ke kepolisian karena merasa tak bersalah. "Saya ingin mengklarifikasi, saya tidak bersalah. Tuduhan itu tidak benar," tegasnya.

Namun, Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Pol Paulus Purwoko menegaskan Aseng bukan menyerahkan diri tetapi ditangkap. "Aparat kita di Malaysia menangkapnya dan langsung dibawa ke Medan," ujarnya.



Kapolda Kaltim

Terkait dengan pencopotan Kapolda Kaltim Irjen Pol DPM Sitompul. Kapolri Jenderal Pol Sutanto menyangkal dikarenakan dugaan pembebasan tersangka illegal logging Mayjen (Purn) Gusti Syaifuddin. "Tidak ada indikasi ke sana (illegal logging).," jelasnya.

Sitompul sendiri juga membantah menerima uang dari Gusti. "Saya juga tidak pernah ketemu dengan Gusti Selain itu, saya juga tidak pernah menyuruh GS harus kabur," sangkalnya.

Di Kalsel, Kapolda Brigjen Pol Halba R Nugroho membantah tuduhan telah memperlambat penyelesaian penanganan kasus CV Bina Banua. "Tapi bagaimana mau cepat, Anton Gunadi selaku bosperusahaan itu tak ada di tempat dan masuk DPO," ujarnya.

Namun, Polda terus berupaya mendapatkan Anton yang dikabarkan berada di Singapura. "Untuk itu melalui kerjasama dengan interpol, kami sudah mengirim orang ke Singapura untuk mencari Anton," ujarnya. Selain itu, Polda Kalsel sudah mengirim surat kepada pihak imigrasi dan KBRI di Singapura untuk minta bantuan mengembalikan Anton ke Banjarmasin. mic/dtc/ant

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

Nasib Karyawan PT Elbana Dipertanyakan

Jumat, 29 September 2006 01:33:00

Tanjung, BPost
Terhentinya pabrik veneer milik PT Elbana Abadi Jaya di Desa Lano Kecamatan Murung Pudak pascapenyegelan oleh Polres Tabalong membuat nasib karyawannya tak menentu.

Untuk itu, kalangan LSM di Bumi Saraba Kawa mendatangi Gedung DPRD Tabalong untuk melakukan dengar pendapat dengan pimpinan dan anggota dewan, Kamis (28/9).

Sebagai wakil rakyat, dewan diminta turut membantu menyikapi persoalan yang melanda ratusan karyawan Elbana akibat penyegelan. Soal proses hukum, kalangan LSM seperti yang diungkapkan Zani menyerahkan sepenuhnya ke aparat kepolisian.

"Yang membuat kami prihatin, sejak penyegelan ratusan karyawan yang kebanyakan putra Tabalong tak bisa bekerja. Kami berharap, dewan turut menindaklanjuti persoalan ini," ujar Zani.

Hal senada disampaikan Toto S, salah satu aktivis LSM, masalah yang melanda PT Elbana sangat berdampak pada karyawannya.

"Sebelumnya kami mempertanyakan persoalan Elbana ke Dinas Kehutanan dan Kapolres Tabalong. Penjelasan Kapolres, penyegelan tetap dilakukan sampai proses hukum selesai. Lalu bagaimana nasib 800 karyawannya, apakah tetap digaji atau tidak sementara pabrik tak berproduksi," tambah Toto.

Ketua DPRD Tabalong H Muchlis SH menyatakan sependapat dengan pemikiran yang disampaikan kalangan LSM. Nasib 800 karyawan Elbana di Desa Lano harus diprioritaskan. Karena itu, pihaknya minta Dinas Tenaga Kerja segera mengantisipasinya jangan sampai menunggu adanya PHK besar-besaran.

"Memang, sampai sekarang kita belum tahu kejelasan nasib karyawan Elbana di Lano, apakah tetap terus menerima gaji atau tidak," ujar Muchlis.

Di hadapan puluhan anggota LSM, Muchlis menandaskan kalau investasi di Tabalong memang cukup banyak. Namun ia mengakui tak semua investasi bisa mendukung sektor riil atau menguntungkan daerah. Karena itu, pihaknya berharap Elbana jangan sampai tutup karena akan menambah angka pengangguran di Tabalong.

"Sebagai salah satu aset daerah, PT Elbana cukup banyak menyedot tenaga kerja. Karena itu, jika sampai perusahaan tutup, sekitar 800 karyawannya akan mengganggur. Silakan kalau oknum perusahaan diproses, tapi nasib karyawan harus diperhatikan," tambah Muchlis lagi.mia

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

Polda Amankan 4 Kontainer Kayu

Jumat, 29 September 2006 01:40

Banjarmasin, BPost
Empat peti kemas (kontainer) berisi kayu olahan yang berada di Pelabuhan Trisakti, Kamis (28/9) diamankan jajaran Reserse Mobile Kepolisian Daerah Kalimantan Selatan. Kayu siap kirim itu diduga ilegal karena tidak disertai dokumen.

Peti kemas berukuran 2x4 meter dengan tinggi 2 meter bernomor seri TRLU 362867 I22G1, TRLU 380203 22G1, SIKU 30404 22G1, SIKU 290032 2210 itu menurut Kanit Resmob Polda Kalsel, Ipda Suyatmin adalah milik dua pengusaha yakni, Muchlis dan Fana.

Ketika dilakukan pengamanan, dua pengusaha itu tidak muncul. Sebelum dipasangi garis polisi, satu kontainer coba dibuka, dan ternyata isinya kayu galam yang sudah diolah berbentuk balok kecil berukuran panjang tiga meter. Satu kontainer yang dibuka itu berisi kayu sekitar lima kubik.

Sedangkan tiga kontainer lainnya, dengan letak yang agak berjauhan, dibiarkan tertutup. Pintu kontainer hanya diberi garis polisi secara melintang, dengan harapan tidak dibuka pemiliknya maupun orang lain.

Kanit Resmob Ipda Suyatmin saat berada di lokasi mengatakan, pihaknya bergerak cepat setelah mendapat informasi dari masyarakat yang bekerja di pelkabuhan, bahwa ada kontainer berisi kayu tanpa disertai dokumen.

Keempat kontainer tersebut tidak dilengkapi dengan dokumen, baik berbentuk surat asal barang maupun SKSHH (Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan).

Kayu yang berada dalam kontainer tersebut termasuk kayu yang umumnya berada di hutan lindung maupun tanaman masyarakat. Dan sesuai petunjuk, tetap harus menggunakan dokumen sebelum dikirim ke luar daerah.

"Ada masyarakat memberikan informasi kepada kita bahwa ada empat kontainer berisi kayu yang tidak dilengkapi dengan dokumen. Makanya petugas langsung mencek ke lokasi, teryata benar. Makanya langsung diberi police line," beber Suyatmin.

Lebih lanjut dia menjelaskan, pihaknya akan memanggil pemilik kontainer tersebut untuk dimintai keterangan terkait keberadaan barang yang diduga tidak dilengkapi dengan dokumen tersebut.

Sementara itu, Kepala KPPP Banjarmasin AKP Teddi Mukmin Artono mengaku pihaknya tidak tahu menahu keberadaan kayu empat kontainer yang diduga ilegal itu.

"Saya belum tahu barang tersebut, baik asal maupun tujuan pengiriman," katanya singkat.coi

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

Polda Kaltim ‘Bersih-bersih’

Jumat, 29 September 2006 02:15:07

Samarinda, BPost
Polri terus melanjutkan program ‘bersih-bersih’ di dalam institusinya. Terkait kasus illegal logging, sejumlah perwira di jajaran Polda Kaltim pun dicopot.

Para perwira itu antara lain Direktur Reserse Kriminal (Dir Reskrim) Polda Kaltim Kombes Pol Herry Prastowo, Kapolres Bulungan AKBP Hendi Handoko dan Kasat Tindak Pidana Tertentu (Tipiter) AKBP Rafli. Sebelumnya Kapolri Jenderal Sutanto telah mencopot Kapolda Kaltim Irjen Josua Sitompul, yang dalam waktu dekat akan menduduki jabatan sebagai Gubernur Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK).

Mereka diduga ikut meloloskan tersangka pembalakan liar Mayjen (Purn) TNI Gusti Syaifuddin.

Pencopotan juga dilakukan tidak lama setelah muncul kabar adanya aliran dana sebesar Rp 8 miliar ke rekening pejabat Polda Kaltim. Karena itulah, muncul spekulasi pula pencopotan erat kaitannya dengan dugaan tak sedap itu. Hanya saja, Josua tetap membantah kabar adanya aliran dana yang disebut-sebut dari Gusti Syaifuddin tersebut.

Hendi Handoko, usai acara serah terima jabatan menolak diwawancarai wartawan. Yang jelas, mantan Kapolres Bulungan yang baru menempati posisinya sekitar enam bulan ini, juga akan diperiksa penyidik internal terkait lolosnya Gusti.

Diberitakan sebelumnya, meski belum jelas benar penerima uang sogokan itu, namun bukti-bukti adanya aliran dana cukup kuat. Diduga, transfer dilakukan pada 11 April 2006 melalui bank pemerintah di Jalan Sudirman Jakarta, sebanyak Rp3 miliar. Sedangkan sisanya, Rp5 miliar melalui bank pemerintah di Tarakan, Kaltim, 12 Mei 2006.

"Benar, kita dapat info adanya transfer dana dari Gusti ke rekening pejabat Polda Kaltim. Itu sebabnya kita periksa semua, termasuk kapolda, wakapolda, direskrim, kasat tipiter bahkan kapolresnya," ujar Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Mabes Polri Irjen Gordon Mogot, beberapa hari lalu.

Sementara keberadaan Gusti hingga kemarin masih gelap. Mabes Polri masih terus mencari tempat persembunyiannya.

Namun Polri telah memblokade enam rekening milinya di Balikpapan dan Jakarta, serta menyita aset-aset perusahaannya.lip

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

Satu Lagi Bos PT KJW Dibekuk

Kamis, 28 September 2006 00:52:26

Pelaihari, BPost
Setelah mencokok TP, manajer lapangan PT Kintap Jaya Wattindo (KJW), penyidik Polres Tanah Laut kembali mengamankan eksekutif perusahaan perkebunan tersebut. DS yang menjabat general manajer kini juga telah disel.

"TP kami amankan sore hari, sedangkan DS pada malam harinya. Keduanya kami amankan setelah menjalani pemeriksaan," beber Kapolres Tala AKBP Drs Sumarso, Rabu (27/9).

Kedua petinggi PT KJW itu ditengarai terlibat dan harus bertanggungjawab terhadap pembabatan kawasan suaka alam yakni Tahura (taman hutan raya) di wilayah Dusun Riam Pinang Desa Tanjung Kecamatan Pelaihari.

Kepada penyidik, kedua pimpinan KJW itu mengatakan pembabatan hutan tersebut dalam rangka pembukaan areal perkebunan yang akan ditanami karet. Mereka mengkalim telah mengantongi izin hak guna usaha (HGU).

Setelah dicek di Dinas Perkebunan Tala, izin HGU ternyata belum terbit. Yang sudah terbit hanya izin lokasi yang ditandatangani bupati tertanggal 2 Juni 2006 dengan nomor 460.3/06/KPT/08/2006. Lokasinya di Desa Tebing Siring dan Tanjung dengan luasan areal 3.200 hektare.

Secara teknis, izin lokasi itu telah diketahui Badan Pertanahan Nasional Tala. Petugas yang memetakan yaitu Eko Murjono SSos, diperiksa oleh Ir Tursiman dan diketahui oleh Kepala BPN Ir H Raihani Fachrin.

Fakta di lapangan, beber Sumarso, KJW telah memulai melakukan pembukaan areal dengan membabat hutan di titik cekungan dekat sungai. Luasan hutan yang dibabat diperkirakan mencapai 10 hektare.

"Meski KJW sudah mengantongi HGU, aktivitas itu tetap melanggar hukum karena lokasi tersebut adalah kawasan terlarang (suaka alam). Apalagi hutan yang ditebang berada di dekat sungai. Padahal sesuai ketentuan, kayu yang berada dalam radius 50 meter dari sungai tidak boleh ditebang," sebut Sumarso.

Puluhan petugas Polres Tala dipimpin Kompol H Enggar Pareanom didampingi Kasat Reskrim Iptu Rofikoh Y plus dari unsur Dishut Tala turun ke lokasi tersebut. Selain memonitor kawasan tersebut, mereka juga akan mengevakuasi sekira 200 meter kubik meranti campuran dalam bentuk plat serta satu unit buldozer milik KJW.

"Katanya kayu-kayu itu akan digunakan untuk base camp. Tapi, anehnya kayu-kayu itu disembunyikan di dalam tanah. Yang pasti, sebagian besar kayu tebangan lainnya tidak ada lagi, sepertinya sudah diangkut ke luar," sebut Sumarso.

Hingga kemarin, penyidik Polres Tala masih melakukan pemeriksaan intensif terhadap kedua bos KJW tersebut. Sementara, beberapa personel Polres tetap bertahan di kawasan Tahura untuk memonitor dan mengamankan kawasan tersebut.

"Kami akan terus bergerak ke lapangan. Seluruh kawasan hutan yang rawan akan kami monitor terus. Soalnya pada musim kemarau saat ini adalah momen emas bagi para penebang hutan. Kami tidak ada ampun terhadap pelaku illegal logging," tandas Sumarso. roy

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

Manajer PT Kintab Bakar Tahura

Rabu, 27 September 2006 01:02

Banjarmasin, BPost
General Manager PT Kintab Jaya Lapindo, Tukas P, ditangkap jajaran Polres Tanah Laut, Selasa (26/9) sore karena dituduh melakukan pembakaran di lahan Tahura (taman hutan rakyat).

Sebagai seorang bos, ia dianggap yang bertanggungjawab dalam pembakaran lahan sekitar 4 hektare itu. Lahan diduga terkait upaya pembukaan lahan baru untuk perkebunan karet perusahaannya.

Kapolda Kalsel, Brigjen Drs Halba R Nugroho MM ketika dimintai keterangannya membenarkan, bahwa Jajarannya telah mengamankan Tukas P di Polres Tanah Laut (Tala). Pelaku dikenakan Pasal 50 Ayat (3) Huruf A, B dan C jo Pasal 78 Ayat (2) dan (5) Undang-undang No41 Tentang Kehutanan.

"Yang bersangkutan diduga telah melakukan pembakaran hutan, ia sudah kita amankan. Untuk pemeriksaan lebih lanjut, pelaku ditahan di Polres Tala. Sedang lahan yang telah dibakar mencapai sekitar 4-5 hektare," kata Halba.

Kabakaran hutan yang akhir-akhir ini kian marak di kawasan Kalimantan Selatan memang telah membawa dampak serius, terutama kabut asap yang kian pekat. Bukan hanya berdampak pada kesehatan warga, aktivitas ekonomi pun terganggu.

Seperti halnya di daerah-daerah lain, tindakan tegas perlu diberlakukan guna mengantisipasi dampak lebih parah lagi. dua

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

Bos Kayu Masuk Bui

Senin, 25 September 2006 00:30

Banjarmasin, BPost
Dua pengusaha kayu CV Bina Alam, Chandra (35) dan Dirmansyah (45), Kamis (21/9) lalu dijebloskan ke dalam sel Kesatuan Pelaksana Pengamanan Pelabuhan Kepolisian Kota Besar (KPPP Poltabes) Banjarmasin.

Keduanya resmi dijadikan sebagai tersangka, setelah 37 hari tim penyidik melakukan penyelidikan dan pemeriksaan terhadap dua kontainer berisi kayu milik CV Bina Alam.

Dari dua kontainer berisi kayu balok kualitas ekspor, masing-masing bernomor TOLU-31338122G1 dan IRLU-2765632210, berdasar hasil pemeriksaan saksi ahli, ternyata jenis kayu maupun ukuran ketebalan serta panjangnya jauh berbeda dengan Daftar Hasil Hutan (DHH) yang tertera.

Kepala KPPP Banjarmasin, AKP Teddi Mukmin Artono kepada wartawan mengemukakan, keduanya resmi menjadi tersangka setelah pihaknya memeriksa saksi-saksi, termasuk saksi ahli dari Balai Sertifikasi Pengusahaan Hasil Hutan (BSPHH) Banjarbaru, termasuk keduanya yang pada saat diperiksa masih berstatus sebagai saksi.

"DHH adalah lampiran dari Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan (SKSHH). Dalam DHH tercantum nama kayu singkil. Namun saksi ahli mengatakan kayu tersebut berjenis kayu kapur. Selain itu, panjang kayu maupun ketebalannya juga berbeda," tegas Teddi.

Sementara itu, Abdul Halim SH selaku kuasa hukum dua tersangka tersebut, Jumat (22/9) mengatakan, berdasarkan versi dari Chandra, jenis, ukuran maupun jumlah kayu di dalam kontainer sudah sesuai dengan DHH yang dibuat melalui permohonan kliennya ke UPT Dinas Peredaran Hasil Hutan Banjarmasin, selaku pembuat SKSHH.

"Sebagai kuasa hukum, kami menghargai proses hukum penyidik KPPP Banjarmasin. Namun kami tetap menjunjung kebenaran. Apa yang dikatakan klien saya, itulah yang kami pegang. Nanti akan kita buktikan di persidangan," jelas Halim.

Halim juga menuturkan, pihaknya tidak menutup kemungkinan akan minta penangguhan penahanan terhadap dua kliennya. "Kita akan lengkapi data dan mengajukannya kepada penyidik untuk dilakukan penangguhan," tandasnya.dua

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

Polda Kaltim Diduga Terima Rp8 M

Minggu, 24 September 2006 03:02
Jakarta, BPost
Pengusutan kasus illegal logging di Kalimantan Timur (Kaltim) kian intensif. Setelah beberapa hari lalu, Kapolri Jenderal (Pol) Sutanto mencopot Kapolda Irjen DPM Sitompul, Mabes Polri kini sedang menyelediki informasi buronan tersangka illegal logging Mayjen TNI (Purn) Gusti Syaifuddin pernah mentransfer uang Rp8 miliar ke petinggi Polda Kaltim.

Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri Irjen Gordon Mogot, Jumat (22/9) membenarkan hal itu. "Benar, kita dapat info adanya transfer dana dari Gusti ke rekening pejabat Polda Kaltim. Itu sebabnya kita periksa semua, termasuk kapolda, wakapolda, direskrim, kasat tipiter bahkan kapolresnya," ujar Gordon.

Masih belum jelas, penerima uang sogokan itu. Diduga, transfer dilakukan pada 11 April 2006 melalui bank pemerintah di Jalan Sudirman, Jakarta, sebanyak Rp3 miliar. Sedangkan sisanya, Rp5 miliar melalui bank pemerintah di Tarakan, Kaltim, tertanggal 12 Mei 2006.

"Kita sudah periksa dia (DPM Sitompul) sebulan lalu berkaitan adanya dugaan transfer Rp8 miliar ke petinggi di Polda Kaltim," ujar Gordon.

Didesak dana dari Gusti itu masuk ke rekening Kapolda Kaltim, Gordon mengelak memberi jawaban. "Tidak tahu. Semua sedang diselidiki," kilahnya.

Menurut Gordon, pihaknya sedang mengusut dan berusaha membuka rekening itu. "Kita usut soal rekening itu, apa benar pada jam dan tanggal itu ada transfer uang dari Gusti. Semua itu sedang dalam pengusutan Propam," imbuhnya.

Penasihat hukum Gusti, Alden Siringo-ringo, menegaskan tidak ada pengiriman atau transfer dana dari kliennya ke pejabat Polda Kaltim. Dia justru mencium ada pihak-pihak tertentu yang ingin menjatuhkan pejabat di Polda Kaltim. mic

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

Hutan Lindung Dijarah

Sabtu, 23 September 2006 03:40

* 250 Kayu log diamankan
* Polisi kehilangan jejak

Banjarmasin, BPost
Jajaran Kepolisian Daerah Kalimantan Selatan tak kenal lelah melakukan penertiban pembalakan liar. Maklum, kawasan hutan di Bumi Lambung Mangkurat terus dibabat para penjarah kayu.

Bukan hanya hutan biasa yang dijarah, hutan lindung tak luput dari aksi tak bertanggung jawab itu. Buktinya, Jumat (22/9) pagi, aparat menemukan 250 kayu log Meranti.

Kayu sebanyak itu dipastikan merupakan hasil tebangan liar karena ditemukan di berasal dari kawasan hutan lindung Riam Andungan dan hutan Kintap, Kabupaten Tanah Laut.

Dicurigai, para pembalak tahu polisi melakukan operasi illegal logging, mereka kabur. Bahkan alat untuk menebang kayu tak kelihatan. Yang tersisa hanyalah 250 kayu log tersebut.

Kapolres Tanah Laut Ajun Komisaris Besar Soemarso mengatakan, aparatnya memang terus gencar melakukan operasi terkait kegiatan ilegal yang dilakukan masyarakat

"Kita turun ke berbagai tempat antara lain di Kintap. Di sana kita temukan kayu-kayu log tersebut. Selaian itu di wilayah hukum Polsek Jorong, kita temukan BBM sebanyak 4.180 liter," ungkap Soemarso. Nama tersangka BBM ilegal adalah Warnadi dan Sugiannor.

Kapolsek Kintap Iptu Hadi pun membenarkan keterangan yang disampaikan Soemarso. "Perhitungan sementara sekitar 250 log," ungkap Hadi saat dikonfirmasi melalui ponselnya berada di lokasi penemuan kayu.

Dikatakan Hadi, sebagian kayu-kayu itu berasal dari hutan lindung, dan sebagian lagi dari luar hutan lindung. Hutan tersebut berada jauh di pedalaman, sehingga sulit melakukan pemantauan.

"Belum ada tersangka yang kita amankan. Karena saat kita datang yang tertinggal hanyalah ratusan kayu log tersebut," beber Hadi. Untuk sementara pihaknya menempatkan petugas guna mengamankan kayu tersebut, yang nantinya akan dievakuasi ke Polsek Kintap.dwi/roy

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

Belum Perlu Pesawat Pemadam

Jumat, 22 September 2006 01:37:43

Martapura, BPost
Kebakaran hutan di Kalsel memang sering terjadi, namun tidak sampai mengakibatkan kebakaran yang sangat luas, sebagaimana di Riau, sehingga masih belum perlu pesawat pemadam kebakaran.

Lag pula, kata Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Ambar, personil dan peralatan saat ini masih terbilang cukup.

"Saat ini memang kita masih belum perlu melengkapi Daops Manggala Agni dengan pesawat pemadam kebakaran. Berbeda dengan Riau, biasanya di sana kebakaran hutan sangat luas, sehingga di sana, lembaga yang sama mempunyai pesawat pemadam sendiri," tuturnya.

Adapun di Kalsel, sebenarnya ada juga pesawat pemadam, tetapi milik kepolisian. "Kita kerap bekerja sama dengan kepolisian, kalau memang kondisinya sangat darurat," bebernya.

Manggala Agni adalah lembaga khusus di bawah BKSDA yang bertugas mengatasi kebakaran hutan dan kawasan konservasi, seperti Taman Hutan Raya (Tahura) Sultan Adam.

"Jadi kita yang bertanggung jawab mengatasi kebakaran hutan maupun kawasan konservasi. Hanya, terkadang, kita juga sering membantu masyarakat mengatasi kebakaran lahan gambut atau yang lainnya," akunya.

Garis komando penanganan kebakaran hutan dan kawasan konservasi biasanya mulai dari Manteri Kehutanan, kemudian ke Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi dan langsung ke Kepala BKSDA. Ada dua kesatuan barigade, yakni Daops I berkedudukan di Pelaihari Tanah Laut, dan Daops II di Tanah Bumbu. adi

Copyright © 2003 Banjarmasin Post