Wednesday, May 30, 2007

Raperda Kebakaran Hutan Terancam Ditolak Ada Celah Bupati Bermain Mata dengan Pengusaha

Selasa, 29 Mei 2007
BANJARMASIN,- Raperda Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan terancam ditolak oleh DPRD Kalsel, dan dikembalikan ke pihak eksekutif. Pasalnya, Pansus Raperda Raperda tersebut menilai, Raperda itu membuka celah para pengusaha bermodal besar untuk bermain mata dengan Bupati/Walikota, sehingga dapat secara legal membakar lahan untuk membuka usahanya.

“Raperda itu memberikan toleransi kepada Bupati/Walikota untuk memberikan izin pembakaran. Jelas ini patut dicurigai,” kata anggota Pansus Raperda Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan, Anang Rosadi Adenansi, kemarin.

Memang, pada Raperda itu disebutkan bahwa setiap orang atau badan hukum dilarang melakukan pembakaran lahan atau perbuatan yang dapat menimbulkan kebakaran lahan. Tapi larangan itu tidak berlaku jika telah mengantongi izin dari pejabat yang berwenang. Bahkan yang ingin membuka lahan, baik lahan perseorangan maupun lahan milik negara, juga dilarang melakukan pembakaran biomas hasil tebas tebang tanpa izin dari Bupati/Walikota setempat.

Menurut anggota Komisi II DPRD Kalsel ini, wewenang Bupati/Walikota tersebut dapat saja disalahgunakan oleh para pengusaha. Mereka cukup melakukan pendekatan dengan Bupati/Walikota, maka pembakaran pun dapat dilakukan. “Jika sudah seperti itu, maka sia-sia saja dibuat Raperda tersebut. Padahal makna dasar Raperda itu adalah bagaimana agar asap hasil pembakaran tidak lagi terjadi,” katanya.

Selain itu, politisi vokal dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) ini pun mengungkapkan, Raperda Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan itu bertentangan dengan UU No 18 tahun 2006 tentang Perkebunan dan UU No 24 tahun 2007 tentang Pengendaliaan Bencana.

Bukan cuma berkaitan substansi Raperda itu, Pansus pun mempersoalkan judul Raperda itu. Menurut anak tokoh pers Kalsel Anang Adenansi ini, kata “pengendalian” itu dapat dimaknai sebagai cara para pengusaha melakukan pembakaran lahan, kemudian pemerintah melakukan pengendalian dengan melakukan pemadaman yang dananya berasal dari APBD. “Seharusnya Raperda Pelarangan Kebakaran Hutan dan Lahan,” katanya.

Diakui oleh Anang, Pansus telah melakukan studi banding ke Riau. Namun secara jujur dia mengaku, ternyata di daerah itu pun Raperda serupa masih dibahas dan belum disahkan menjadi Perda.

Karena ancaman penolakan itu pula, Pansus meminta pimpinan agar menunda Rapat Paripurna dengan Penyampaian Pendapat Akhir Fraksi terhadap Raperda Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan yang dijadwalkan pada 31 Mei, hingga bulan Juni nanti.

Wakil Ketua DPRD Kalsel Riswandi SIP mengakui telah menerima permintaan Pansus untuk melakukan penunadaan Rapat Paripurna tersebut. “Rapat Panmus tadi telah menyetujui permintaan Pansus itu. Rapat Paripurna dijadwalkan ulang dan baru dilaksanakan pada 6 Juni nanti,” katanya.

Menurut Ketua MPW PKS Kalsel ini, selain Pansus Raperda Pengendalian Hutan dan Lahan yang meminta penundaan Rapat Paripurna secara tertulis, Pansus Tarif RSU Anshari Saleh pun meminta penundaan, meski sebatas lisan saja. “Itu batas terakhir. Jika sampai batas itu tidak pula diselesaikan, maka Raperda itu akan ditinggal saja,” katanya. (pur)


Balangan - Pasir Bangun Jalan Tambang

Sunday, 27 May 2007 02:21

PARINGIN, BPOST - Kabupaten Balangan segera membangun jalan tambang sepanjang 102 kilometer dari Kecamatan Awayan tembus Kabupaten Pasir di Kalimantan Timur.

Kepala Dinas Pertambangan Balangan, Fadilah, belum lama ini, mengatakan, pembangunan jalan tambang yang bakal digunakan untuk mengangkut hasil tambang bijih besi tersebut diperkirakan akan menelan dana miliaran rupiah.

Saat ini sedang dilakukan pendekatan dengan Kabupaten Pasir Kalimantan Timur untuk segera merealisasikan terwujudnya jalan tambang tersebut.

Tim dinas pertambangan Balangan dan Kabupaten Pasir sedang melakukan penjajakan secara intensif kemungkinan untuk merealisasikan rencanan pembangunan jalan tersebut.

"Berapa dana yang akan digunakan belum kita hitung, karena kini baru sampai tahap penjajakan," katanya.

Diharapkan, bila di antara ke dua daerah sepakat merealisasikan rencana pembangunan jalan tersebut, secepatnya pihaknya akan menunjuk konsultan untuk melakukan perencanaan pembangunan tersebut.

Diungkapkannya, untuk badan jalan sepanjang 102 kilometer dari Awayan menuju Pasir pada dasarnya telah ada yakni bekas pembangunan jalan tambang batu bara.

Bila rencana pembangunan jalan tersebut terealisasi, pemerintah daerah tinggal melakukan perbaikan dan pelebaran jalan saja. ant

Minta Hadirkan Menteri Kehutanan Kejari kembalikan berkas Elbana

Friday, 25 May 2007 22:56

TANJUNG, BPOST- Lagi-lagi berkas kasus dugaan illegal logging PT Elbana Abadi Jaya yang pekan lalu diserahkan pihak kepolisian resort (Polres) Tabalong dikembalikan Kejaksanaan Negeri (Kejari) Tanjung. Selain belum lengkap, Kejari malah menambah item poin yang harus dilengkapi.

Pihak Polres ketika dikonfirmasi mengatakan, setidaknya ada 30 poin yang menjadi catatan Kejaksaan agar dipenuhi tim penyidik Polres. Di antaranya yang paling menyulitkan adalah pemeriksaan Menteri Kehutanan dan Dirjen Kehutanan sebagai saksi ahli.

Wakapolres Tabalong Kompol Sri Winugroho SIK didampingi penyidik Reskrim Janaloka kemarin mengatakan, syarat tersebut sangat sulit. Selain terbentur prosedur dan administrasi, juga dinilai kurang tepat.

"Kita belum bisa memenuhinya. Kita hanya bisa memeriksa Dinas Kehutanan, seharusnya kan sama saja. Karena mereka juga perpanjangan tangan Kementerian Kehutanan. Sama seperti kita, kan ada jenjangnya," kata Winugroho, Jumat (25/5).

Mantan Wakapolres Hulu Sungai Tengah (HST) yang resmi menggantikan pejabat sebelumnya, Kompol Tatang Hidayat Selasa lalu, menambahkan seharusnya persyaratan tersebut bisa dipermudah. Sebab yang mengetahui kondisi di wilayah perkara adalah pejabat yang terdekat.

Meskipun mengaku sulit memenuhi syarat tersebut, Winugroho dengan bijak mengatakan akan mempelajari berkas kasus dan berusaha memenuhi semua persyaratan. Namun untuk lebih menyamakan persepsi, dirinya akan melakukan pendekatan dan menjalin komunikasi lebih intens dengan Kejaksaan.

Kasi Intel Kejari Tanjung, Syarifudin dan jaksa anggota Zulhaidir usai sidang PK Murhan Effendi, Kamis (24/5) mengatakan, pihaknya mengembalikan berkas kasus Elbana karena belum lengkap. Pengembalian diawali dengan pemulangan berkas P-18 dengan nomor pengantar 423 yang diterima oleh anggota Reskrim, Bram Elya, Senin (21/5). nda


Tuesday, May 29, 2007

Perlu Perda

Wednesday, 23 May 2007 02:36:43

BANJARMASIN, BPOST - Ketatnya pengawasan aparat terhadap peredaran kayu di muara Barito ternyata menjadi pukulan telak bagi pengusaha kayu kelas teri di Alalak. Melalui H Maulana, tokoh masyarakat setempat, mereka mempertanyakan batasan yang jelas soal jumlah kubikasi kayu yang boleh maupun dilarang diangkut di daerah itu.

"Masak masyarakat cuma bawa dua hingga tiga meter kubik, ditangkap juga. Padahal kayu itu bukan dibawa keluar daerah, melainkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di Banjarmasin, khususnya di Alalak," ucap Maulana, Selasa (22/5).

Menurutnya, UU Kehutanan tak cocok dan sangat memberatkan jika diterapkan bagi pengusaha kecil di Alalak. Karenanya, Pemprov Kalsel mesti memiliki peraturan daerah (perda) yang mengatur masalah tersebut, agar masyarakat sebagai pekerja kayu tetap bisa mengepul asap dapurnya.

"Pengusaha kayu skala kecil sangat berharap diterbitkan perda kayu yang cukup berpihak. Maklum masyarakat Alalak kini masih besar ketergantungannya terhadap usaha kayu. Kasihan mereka hanya pengusaha kecil," katanya. edi

Monday, May 28, 2007

Petani Bisa Dapat Rp 2 Juta/Bulan

Minggu 20 Mei 2007

KOTABARU, BPOST- Untuk menghentikan aktivitas pembukaan ladang berpindah dan perambahan kawasan hutan, PT Inhutani II Kotabaru menerapkan pola pertanian menetap. Cara tersebut dinilai berhasil dengan tingginya hasil panen masyarakat yang menanam dengan cara tumpangsari pada ladang menetap.

Bukan hanya jumlah panen yang besar menjadi ukuran keberhasilan melainkan jumlah masyarakat yang menjadi petani juga terbilang besar. Sejak 2002, kata Kepala Unit Usaha Kalsel PT Inhutani II Ir Ariyadi K, telah ada 227 warga yang menjadi petani. Untuk pembiayaan termasuk bibit dan pupuk semua ditanggung PT Inhutani.

Awalnya, warga diberikan penyuluhan tentang pola pertanian menetap sehingga mereka tidak lagi menjadi peladang berpindah. Kemudian pembukaan ladang, bantuan bibit dan pupuk dibantu sepenuhnya Inhutani.

Setiap warga juga diberikan kebebasan mengelola sekitar dua hektare lahan. Setelah empat tahun berjalan, saat ini penghasilan setiap warga dari ladang menetap dengan tanaman tumpangsari sekitar Rp 2 juta per bulannya.

Dikatakannya, tumpangsari yang dilakukan warga adalah menanam padi gunung dan sayur mayur seperti terong dan mentimun. Kemudian di antara tanaman tumpangsari ditanam acasia mangium dan sengon yang nantinya menjadi bahan baku pembuatan serpihan bakal bubur kertas di Pulau Laut Selatan.

"Saat panen raya, tanaman tumpangsari tadi membuktikan bahwa program yang kami jalankan berhasil. Dengan begitu, berdampak pada pengelolaan hutan tanaman secara lestari berdampak positif pada social ekonomi masyarakat," jelas Ariyadi. dhs

Kayu Hutan Diamankan

Jumat, 18 Mei 2007 22:40:13

BANJARMASIN, BPOST - Sebanyak tiga meter kubik kayu hutan yang sudah masak diamankan Dit Polair Polda Kalsel di dalam sebuah kelotok di kawasan Sungai Andai, Kamis (17/5) pukul 09.30 Wita.

Kayu yang diketahui jenis tumih tersebut diangkut oleh Darsani (35), warga Desa Mekar Raya RT 3/4 Desa Galam Rabah, Kecamatan Martapura Kabupaten Banjar mengunakan kelotok miliknya.

Barang bukti sekitar 500 keping papan kayu hutan itu, diamankan ke Mako Polair Polda Kalsel guna diperiksa lebih lanjut.

Hasil pemeriksaan terhadap Darsani, kayu tersebut ternyata milik Ahmnad Sani (44), warga Jalan Alalak Tengah RT 24/25 Banjarmasin Utara yang dibelinya dari sebuah bansaw kayu di Desa Galam Rabah.

Siang itu, Ahmad Sani langsung dijemput petugas di rumahnya, guna dimintai keterangan lebih lanjut. Darsani yang ditemui kemarin mengaku, ia hanya mengambil upah untuk mengangkut kayu tersebut hingga ke Alalak di tempat Ahmad.

"Saya cuma mengambil upah saja Pak, kayu ini milik Ahmad," ungkap ayah dua anak yang sudah bertahun-tahun menjadi tukang angkut barang dengan kelotok ini.

Untuk satu keping papan yang diantarnya, Darsani mendapat upah Rp 1.000. "Mungkin jumlahnya sekitar tiga kubik, tapi kalau jumlah kepingnya cuma sekitar 500-an saja," bebernya.

Sedangkan Ahmad sendiri mengatakan, kayu tersebut memang akan dijualnya. "Namun kalau tidak laku, mau saya pakai sendiri buat membangun rumah. Kebetulan saya masih ngontrak di rumah orang," katanya.

Masih menurut Ahmad, kayu-kayu tersebut dibelinya dari bansaw milik H Jarman di Desa Galam Rabah. "Harganya bervariasi, mulai dari Rp 2.500 sampai Rp 7.000 perkepingnya, karena ada yang kecil dan ada yang besar," ujar pria yang mengaku bekerja di basaw ini.

Dir Polair Polda Kalsel, AKBP Drs Thomas A Ombeng SH melalui Pjs Kasi Gakkum AKP Oktavianus dikonfirmasi kemarin mengungkapkan, penangkapan itu dilakukan saat petugas sedang melakukan patroli.

"Dia membawa kayu tanpa izin, makanya kita amankan ke Polair untuk dimintai keterangan lebih lanjut," ucapnya singkat. dua


Monday, May 14, 2007

Jalan Batu Panggung Hancur

Senin, 14 Mei 2007 01:41

* Sejak dilewati truk pengangkut kayu

BARABAI, BPOST - Pengangkutan kayu melewati Jalan Desa Batu Panggung, Kecamatan Haruyan, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, mengakibatkan jalan yang menghubungkan desa ini ke ibukota kecamatan rusak parah.

Bani, Kepala Desa Batu Panggung menyatakan, warga tak berani protes karena pengakutan kayu ini diduga dibekingi oknum polisi. Ia mengaku sering menerima keluhan warganya mengenai aktivitas tersebut.

"Dalam sehari, yang membawa kayu gelondongan turun melewati desa kami sampai enam truk," ungkapnya. Warga yang pernah mencoba protes, lanjutnya malah ditakut-takuti cokong dengan kalimat "Kalau mencoba menghalangi akan berurusan dengan aparat berwajib, sebab kayu ini hasil penebangan sah bukan penebangan liar."

"Kami tidak mempermasalahkan itu tebangan liar atau tidak, yang kami sesalkan, kayu itu diangkut lewat jalan kami dan itu mengakibatkan jalan disini hancur," kata Bani lagi.

Untuk memastikan kayu itu bukan tebangan liar, tak jarang kata Bani truk itu turun dengan menyertakan aparat berseragam coklat lengkap dengan motor pengawalnya berplat polisi.

Pantauan BPost di Batu Panggung Sabtu (12/5) sepanjang jalan desa, aspalnya nyaris hilang tertutup tanah. Pahahal menurut warga sebelumnya jalan itu mulus beraspal.

Warga berharap masih ada apatar yang menghentikan aktivitas ini, karena untuk mengadu ke Polres HST mereka pesimis karena diduga pengangkutan itu dibekengi oknum polisi.

Kepala Kantor Kehutanan dan Lingkungan Hidup HST, M Yusri di konfirmasi mengaku belum mengetahuinya. Menurutnya, perlu mencari bukti-bukti, apa untuk memastikan penebangan liar atau tidak. Juga perlu diselidiki izin HPH (Hak Penguasaan Hutan) atau tidak.

Ditanya, jumlah pemegang izin HPH di HST, Yusri mengaku tak memegang datanya. "Ada pada staf saya, tapi orangnya ke Banjarmasin," kilahnya. Kapolres HST, AKBP Eko Krismianto hanya mengatakan, "Ya, saya akan cek dulu," ujarnya.

Saturday, May 12, 2007

Hutan Lindung Terancam Musnah

Sabtu, 12 Mei 2007 03:53

MARTAPURA, BPOST - Akibat pertambangan, hutan lindung di Kabupaten Banjar terancam musnah. Hutan Produksi (HP) dan hutan lindung mulai berubah fungsi setelah dipinjampakaikan kepada perusahaan pemegang Izin Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B).

PT Pelsart Tambang Kencana, PD Bangun Banua Persada, PT Antang Gunung Meratus serta PD Baramarta merupakan perusahaan yang kini menambang di kawasan hutan di Catchman Area (daerah tangkapan) DAS Riam Kiwa.

Kasubdin Pengelolaan Hutan Ikhlas MP, Jumat (11/5) mengatakan, perusahaan pemegang ijin PKP2B beroperasi menambang batu bara di kawasan hutan di Kabupaten Banjar di antaranya PT Pelsart Tambang Kencana, PD Bangun Banua Persada, PT Antang Gunung Meratus serta PD Baramarta.

"Perusahaan itu beroperasi diKecamatan Sungai Pinang, Simpang Empat serta Pengaron," ungkapnya.

Untuk PT Pelsart Tambang Kencana, memiliki ijin pinjam pakai eksplorasi meliputi kawasan hutan di Kabupaten Kota Baru, Banjar dan Tanah Laut dengan total luas 201 ribu hektare.

PT Antang Gunung Meratus, lanjutnya, juga telah mengajukan ijin pinjam pakai kawasan hutan produksi (HP), HTI serta hutan konversi. Tapi baru ijin prinsip yang keluar. Sedangkan, PD Bangun Banua tidak mengajukan ijin pinjam pakai karena beroperasi diluar wilayah hutan.

Ikhlas tidak membantah, beberapa kawasan hutan berubah fungsi menjadi pertambangan batubara setelah keluarnya ijin pinjam pakai menjadi salah satu penyebab banjir di Kabupaten Banjar.

"Bisa jadi, aktivitas tambang batubara menjadi penyebab banjir. Tapi, tidak mesti itu saja penyebabnya. Ini mesti melalui pengkajian,"tandasnya.mtb/wid


83 Ribu Meter Kayu Disita

Sabtu, 12 Mei 2007 03:58

JAKARTA - Sebanyak 83 ribu meter kubik kayu ilegal disita di Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat. Duabelas tersangka dibekuk. Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Sisno Adiwinoto menyampaikan hal itu, di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (11/5).

Penyitaan itu dilakukan atas kerjasama tim Bareskrim Polri, tim Gegana dan penyidik Polda Kalimantan Timur dan Polda Kalimantan Barat.

Kayu ilegal yang disita berasal dari beberapa tempat. Seperti 30 ribu meter kubik kayu olahan jenis Meranti, Kamper dan Bengkirai disita di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur.

Selain kayu, 16 unit truk, dua unit genset, dan dua kapal motor pengangkut kayu disita. Aparat juga mengamankan enam orang pelaku berinisial MR, HI, MN, AN, HR, dan AS.

Sedangkan di Kalimantan Barat antara lain, 4.786 meter kubik kayu ilegal di Bunbun, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat dengan dua orang tersangka.

Modus operandi yang dilakukan, cukong yang meminta jenis kayu dan memenuhi segala kebutuhan seperti alat potong, biaya dan kebutuhan lainnya. Masyarakat selanjutnya melakukan penebangan dan menyetorkan kayu curian ke cukong tersebut. "Masih ada cukong yang dikejar. Ada juga cukong yang berasal dari Malaysia," ujar Sisno Adiwinoto.

Di tempat lain, perambahan hutan oleh masyarakat masih terjadi di Aceh Tenggara. Polisi kembali menangkap lima tersangka dan menyita barang bukti berupa puluhan kubik kayu. Mereka ditahan karena tidak memiliki izin. Mereka menggunakan gergaji mesin atau chainsaw, untuk mengolah kayu hasil curian. Kayu-kayu diolah menjadi papan atau balok.

Kayu-kayu olahan itu bukan untuk diekspor atau dijual ke luar wilayah Aceh Tenggara, namun dipakai sendiri untuk membangun rumah atau mengerjakan proyek pemerintahan. dtc/mtv

Hutan Lindung Kalsel Ditambang Izin dua perusahaan keluar

Jumat, 11 Mei 2007 02:42

BANJARMASIN, BPOST - Departemen Kehutanan menargetkan tahun 2007 ini akan memberikan izin pinjam pakai kepada 13 perusahaan tambang, yang sebelumnya sudah diperbolehkan menambang di hutan lindung sejak 2004 silam.

Dari 13 perusahaan tersebut, dua di antaranya bakal melakukan penambangan di hutan lindung wilayah Kalsel. Mereka adalah PT Pelsart Tambang Kencana untuk eksplorasi emas dan PT Interex Sacra Raya untuk tambang batu bara.

Menteri Kehutanan, MS Kaban, usai bertemu Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro di Jakarta, Kamis (10/5) mengatakan, pihaknya memiliki dua opsi pemberian izin tersebut.

"Opsi pertama adalah pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden yang mengatur tambang di hutan lindung. Kedua, meminta fatwa Kejaksaan Agung atau Departemen Hukum dan HAM," katanya.

Dirjen Mineral, Batubara, dan Panas Bumi Departemen ESDM, Simon Felix Sembiring menambahkan, pemerintah berkeinginan mempercepat operasi tambang ke-13 perusahaan tersebut. Karena itu, Selasa mendatang, perusahaan itu akan dikumpulkan.

Sebelumnya, Perpu No 1 Tahun 2004-- tentang Amandemen UU No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, menyebutkan 13 perusahaan tambang boleh beroperasi di hutan lindung. Ke-13 itu adalah PT Freeport Indonesia untuk eksplorasi dan produksi tembaga, emas, dan produk lain di Papua, PT Aneka Tambang Tbk untuk produksi nikel di Maluku Utara dan eksplorasi nikel di Sultra, PT Karimun Granit untuk produksi granit di Kepulauan Riau, dan PT International Nickel Indonesia Tbk untuk produksi nikel di Sulsel, Sulteng, dan Sultra.

Selain itu, PT Indominco Mandiri untuk produksi batu bara di Kaltim, PT Natarang Mining untuk konstruksi penambangan emas di Lampung, PT Nusa Halmahera Minerals untuk produksi, konstruksi, dan eksplorasi emas di Maluku Utara, dan PT Pelsart Tambang Kencana untuk eksplorasi emas di Kalsel.

PT Interex Sacra Raya untuk studi kelayakan tambang batu bara di Kaltim dan Kalsel, PT Weda Bay Nickel untuk eksplorasi nikel di Maluku Utara, PT Gag Nickel untuk eksplorasi nikel di Papua, dan PT Sorikmas Mining untuk eksplorasi tambang emas di Sulut.

Belum Tahu

Kepala Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Kalsel, Ali Muzanie dikonfirmasi BPost, semalam, mengaku belum tahu. Ia beralasan dirinya menempati posnya baru sehari.

"Hari pertama saya belum masuk ke teknis. Masih silaturahmi dengan staf dulu. Jangan yang berat-berat lah," ujarnya.

Direktur Yayasan Cakrawala Hijau Indonesia (YCHI) Banjarbaru, Sudjatmiko, cukup prihatin dengan maraknya aktivitas pertambangan di kawasan hulu, apalagi ada yang sampai merambah kawasan hutan lindung. Penambangan tak terkendali itu memunculkan bencana, di antaranya banjir sepanjang tahun.

"Karenanya, kawasan hutan lindung di Meratus harus segera diselamatkan. Salah satunya dengan cara reklamasi lahan tambang," tandas Sudjatmiko.

Dia mendesak semua pihak terutama perusahaan tambang agar segera menuntaskan masalah reklamasi (pemulihan) yang selama ini terkesan diabaikan.

Wacana penambangan hutan lindung pun sempat jadi sorotan di Kalsel. Pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas Kehutanan Kalsel, Suhardi, beberapa waktu lalu mengungkapkan, saat ini ada sekitar 200 usaha penambangan ilegal di kawasan hutan lindung. Namun setelah diketahui telah menyalahi aturan, perusahaan itu telah ditutup oleh pemerintah daerah.

Di samping itu, ada juga 90 perusahaan kuasa pertambangan yang mengajukan izin pinjam pakai. Namun karena usahanya di luar hutan lindung, maka masih mungkin mendapatkan izin.klc/niz

Kehutanan Revitalisasi Industri Harus

Kamis, 10 Mei 2007

Jakarta, Kompas - Masyarakat Perhutanan Indonesia meminta Menteri Kehutanan MS Kaban lebih memprioritaskan revitalisasi industri kehutanan.

Hal itu sangat penting untuk meningkatkan nilai tambah produksi kehutanan. Untuk meremajakan mesin pada industri kayu lapis, paling tidak dibutuhkan investasi sekitar Rp 30 triliun. Sementara pada industri turunannya, seperti mebel dan kayu pertukangan lainnya, dibutuhkan sekitar Rp 15 triliun.

"Selama ini industri kehutanan Indonesia terlalu didorong dan difokuskan pada produksi kayu lapis. Padahal, nilai tambah produksi ini tidak terlalu besar karena harga kayu lapis yang bagus hanya untuk ukuran 2,4 milimeter," kata Ketua Umum Masyarakat Perhutanan Indonesia Sudradjad DP, Rabu (9/5).

Menurut Sudradjad, akibat tersendatnya pelaksanaan revitalisasi, industri dalam negeri kini menjadi lebih terbelakang dibandingkan dengan industri sejenis dari China dan Malaysia.

Kondisi tersebut pada akhirnya membuat pasar produk kehutanan nasional diambil alih pesaing dari kedua negara itu.

Pengusaha sendiri tidak sanggup meremajakan mesin produksinya karena membutuhkan kredit perbankan yang besar. Sedangkan perbankan masih berat hati untuk mengucurkan kredit.

Sementara itu, untuk menjaga citra Indonesia sebagai salah satu produsen produk kayu utama dunia, kampanye Indonesia sebagai negara perusak hutan tercepat di dunia juga harus ditangkal.

"Kita tidak boleh membiarkan tuduhan itu karena dampaknya cukup besar. Kampanye hitam sangat menyudutkan sektor kehutanan," katanya. (OTW)

Dumping Hantam Industri Lokal Kayu dan rotan makin terpuruk Disperindag adakan sosialisasi

Kamis, 10 Mei 2007 02:31

BANJARMASIN, BPOST - China dikenal dengan negara yang melakukan praktik dumping terbesar di dunia. Banyak industri nasional dan lokal yang terpuruk akibat masuknya barang murah dari negara Tirai Bambu tersebut.

Di Kalsel industri yang paling merasakan dampak praktik dumping adalah industri rotan dan kayu. Kedua industri yang pernah menjadi primadona ekspor ini sedang sekarat.

Menurut Ketua Himpunan Pengrajin Rotan Kalsel, Drs H Irham, sebelum masuknya produk rotan asal China ke Kalsel ada ribuan industri rotan. "Tahun 80-an di Amuntai hampir setiap rumah tangga memproduksi rotan, begitu juga daerah lainnya. Setelah masuknya produk dari rotan harga murah China industri rotan tingga 10 buah saja," kata Irham, kemarin (9/5).

Menurut Wakil Ketua Bidang Penanaman Modal Kamar Degang dan Industri (Kadin) Kota Banjarmasin ini, penguaha China bisa menjual murah produk rotan, karena mereka mendapatkan bahan baku dengan cara ilegal.

"Beli di Indonesia secara ilegal, lalu mereka (China) menjual produk dari rotan ke Indonesia dengan harga sangat murah. Akibatnya industri rotan ambruk," kata dia.

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kalsel, Adi Laksono juga mengatakan hal yang sama, bahkan sudah lama industri perkayuan di daerah ini menanggung kerugian akibat masuknya barang dari China yang dijual sangat murah.

Dikatakan Adi, pemerintah saat harus menetapkan regulasi yang terarah, sehingga tidak ada biaya tinggi. "Kalau biaya tinggi bisa dihapus produk kita bisa bersaing dengan produk luar, khususnya mengenai harga," kata dia.

Sebenarnya, jelas Adi, produksi domistik kwalitasnya baik, tapi harganya mahal. "Kita tidak bisa memaksa masyarakat, mereka jelas memilih yang lebih murah seperti produk China," ungkap dia.

Indonesia, katanya, tidak bisa menghindari dumping karena merupakan bagian dari globalisasi. Dengan cara meningkatkan produktifitas dan memberikan produk murah kepada konsumen bisa melawan dumping.

Sementara itu, untuk menyelamatkan industri nasional, Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kalsel bekerjasama dengan Komite Anti Dumping Indonesia (Kadi) mengadakan penyuluhan dan penyebaran informasi anti dumping dan subsidi di Hotel Arum Kalimantan, Selasa (8/5).

Menurut Ketua Kadi, Riyanto B Yosokumoro, pemerintah harus mengambil tindakan terhadap impor dumping, demi kelangsungan industri dalam negeri.

"Tindakannya bisa berupa Bea Masuk Anti Dumping setinggi-tingginya sebesar marjin dumping, Bea Masuk Imbalan setinggi-tingginya sama dengan subsidi netto dan tindakan penyesuaian harga ekspor yang sama dengan nilai normalnya atau penghentian ekspor barang dumping oleh eksportir secara sukarela," katanya.

Tindakan tersebut, tambahnya, bukan hukuman atau punishment melainkan lebih berfungsi sebagai tindakan remedi agar harga ekspornya mendekati atau sama dengan nilai normalnya. tri

Tuesday, May 08, 2007

Gerhan Belum Mampu Resap Hujan

Selasa, 08 Mei 2007 01:49

KANDANGAN, BPOST - Walaupun proyek gerakan rehabilitasi lahan dan hutan (Gerhan) terus dilaksanakan dari tahun ke tahun di Kabupaten HSS namun manfaatnya belum dapat dirasakan masyarakat, toh dalam kurun waktu empat bulan ini kawasan tersebut sudah dua kali dilanda banjir.

Plt Kadishut HSS Ir Udi Prasetyo mengakui dampak proyek reboisasi baik melalui pendanaan APBN berupa Gerhan maupun penanaman lahan hutan kritis yang dianggarkan lewat APBD, masih belum bisa menahan banjir.

"Ini kan baru lima tahun proyek ini jalan, jadi belum bisa dirasakan hasilnya, tetapi dalam kurun waktu sepuluh tahun ke depan Insya Allah, sudha bisa diandalkan sebagai serapan air," terang Udi, Senin (7/5) tadi.

Menurutnya, rata-rata laju penanaman kembali hutan kritis di HSS setiap tahunnya antara 1.000 sampai 1.500 hektare. Sementara data kerusakan hutan di HSS saat ini mencapai 40 ribu kehtare. "Hutan kritis di sini akibat ladang berpindah, kalau aktivitas penebangan liar memang tidak ada," ujar Udi.

Proyek Gerhan di HSS sudah dilaksanakan sejak tahun 2001 silam. Saat ini tinggi pohon yang ditanam selama lima tahun baru mencapai dua sampai tiga meter. Pohon-pohon dengan ketinggian itu, menurut Udi, masih belum mampu menjadi resapan air yang datang dari hutan kritis. Rata-rata pohon Gerhan yang ditanam adalah pohon jenis kemiri, jati, mahoni atau sungkai yaitu jenis tanaman keras yang efektif menyerap air.

Sementara hutan lindung yang masih mampu menjadi resapan air hanya 4.500 hektare, 100 hektare di antaranya berdasarkan survei masih terdapat pohon besar langka seperti ulin.

Mengenai banyaknya pohon bertumbangan saat banjir datang di daerah pegunungan, menurut Udi terjadi akibat erosi tanah dan sudah tua.

Itulah sebabnya, menurut Udi, seharusnya daerah pinggir sungai sepanjang Sungai Amandit dijadikan kawasan hijau baik di pegunungan seperti Loksado, Padang Batung, Telaga Langsat maupun di daerah rendah mulai Kandangan sampai Nagara.

Banjir yang menerjang HSS bukan hanya disebabkan dampak kritisnya hutan di daerah tersebut, namun juga akibat kabupaten ini menjadi kawasan penampungan air dari kabupaten tetangga seperti HST, HSU, Tabalong, Balangan dan hulu Sungai Barito di Kalteng. Sehingga saat banjir berkali-kali melanda, Sungai Nagara tak mampu menampung debit air.

"Bila hujan deras berhari-hari selalu berdampak banjir karena sungai tak mampu lagi menampung air yang datang dari mana-mana," pungkasnya. ary


Saturday, May 05, 2007

Dampak Terselubung Illegal Logging Oleh:Helmiansyah

Jumat, 4 Mei 2007
Radar Banjarmasin

ILLEGAL logging, mungkin istilah ini sangat sering kita baca, dengar dimedia massa atau media elektonik lainnya. Kegiatan illegal logging ini jika dilihat dengan kaca mata mana pun merupakan kegiatan yang sangat merugikan pemerintah daerah maupun pemerintah pusat. Imbasnya dapat kita lihat dan rasakan sekarang seperti banjir, tanah longsor dan sebagainya. Yang mana pada akhir-akhir ini bencana alam itu seakan tidak mau pisah dari negara kita.

Salah satu daerah yang sangat ”menderita” akibat kegiatan illegal logging ini adalah daerah Kalimantan tengah dan Kalimantan selatan, yang mana hampir tidak terlihat lagi hutan-hutan yang dulunya menghijau berubah menjadi hamparan tanah yang sangat luas karena pohon-pohonnya ditebang dengan penuh ambisi oleh para pengusaha-pengusaha kayu di kedua provinsi tersebut.

Pada awalnya para pengusaha yang dulunya sangat bebas mengambil kayu di hutan yang pada dasarnya bukan milik mereka, sekarang cuma dapat menggigit jari karena adanya larangan oleh pemerintah. Hal ini membuat banyak tempat penggergajian kayu yang ada di daerah Kalimantan tengah mengalami kebangkrutan atau gulung tikar, hal yang sama juga dialami oleh para pengusaha kayu yang ada di Kalimantan Selatan khususnya daerah alalak mengalami kerugian. Kerugian yang dialami oleh para pengusaha kayu tersebut pada dasarnya karena sering terjadi razia yang dilakukan oleh polisi kehutanan dan airu setempat. Selain itu, besarnya biaya produksi dan mahalnya bahan mentah juga menjadi faktor yag tidak dapat dikepinggirkan.

Dilihat dari paparan di atas dapat dilihat, yang sangat merasakan dampak dari dilarangnya illegal logging adalah para pengusaha kayu beserta buruh-buruhnya. Tetapi pada kenyataannya, selain para pengusaha dan buruhnya oknum kepolisian juga mendapat dampak dari dilarangnya kegiatan tersebut tetapi intensitasnya mungkin tidak sebesar yang dirasakan oleh kedua golongan diatas. Dilihat dari kenyataan yang ada dilapangan sebelum merebaknya berita tentang illegal logging, pada praktiknya terjadi kerjasama yang sangat apik dan bisa dikatakan sudah menjadi rahasia dikalangan para pengusaha dengan oknum kepolisian.

Contoh nyatanya adalah adanya pungutan yang dilakukan oleh oknum kepolisian yang berjaga-jaga dipos penjagan yang ada disepanjang sungai barito. Yang mana besarnya pungutan yang diminta tidak besar, tetapi jika dilihat dari banyaknya pos-pos penjagaan besarnya menjadikan biaya jalan yang dikeluarkan lumayan besar untuk setiap perahu. Besarnya pungutan yang diminta juga bervariasi tergantung besarnya perahu dan banyaknya kayu yang dibawa (biasanya hitung per kubik). Setelah kayu yang dibawa sampai di daerah Alalak juga sering ada polisi yang mendatangi tempat penggergajian (bansaw) kayu meminta uang keamanan (japri = jatah preman) yang mana besarnya uang tidak bisa dilihat karena mereka langsung meminta kepada para pemilik bansaw (pengusaha) biasanya transaksi ini dilakukan di dalam ruangan atau rumah sang pengusaha. Selain menjadikan praktik illegal logging, para oknum kepolisian juga ada yang menjadikan para pengusaha kayu sebagai “tambang uang” dengan cara melindungi para pengusaha supaya tidak terjamah oleh pemerintah. Secara tidak langsung para oknum kepolisian juga terlibat dalam praktik haram yang menggerogoti harta negara.

Jadi setelah adanya larangan tentang praktik illegal logging selain para pengusaha yang mendapat dampaknya juga berdampak pada oknum yang mana pada kenyataan sehari-hari kita melihatnya sebagai pelayan masyarakat. Tetapi pada kenyataannya mereka ikut “menikmati hasil” dari illegal logging yang dilakukan selama ini yang mana banyak kalangan masyarakat Cuma menghujat dan menyalahkan para pengusaha kayu tetapi oknum terselubung yang menikmati hasil tadi lepas dari hujatan mereka.***

*) Mahasiswa Pendidikan Sejarah FKIP Unlam

Pengusaha Kalsel Keberatan UMSP

Rabu, 02 Mei 2007 03:01

PARA pengusaha kayu di Kalsel merasa keberatan dengan kenaikan Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP) sektor kayu lapis sebesar 5 persen, sebagaimana yang diputuskan gubernur di hadapan para buruh beberapa waktu lalu.

Jika dipaksakan, pengusaha akan melakukan rasionalisasi atau PHK karyawannya.

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kalsel, Adi Laksono saat ditemui BPost di ruang kerjanya, Selasa (1/5), mengungkapkan, UMSP semakin memberatkan. Dalam tiga tahun terakhir, dari 14 perusahaan kayu lapis yang ada di Kalsel, empat di antaranya nonaktif karena kesulitan bahan baku dan keuangan. Empat perusahaan tersebut adalah PT Barito Pacifik, Kawi, Katan Prima Permai, dan Kodeco Batulicin.

Sedangkan 10 perusahaan lainnya yang masih aktif kondisinya kembang kempis. "Produksi mereka saat ini hanya 40 sampai 60 persen dari kapasistas normal 1,2 juta meter kubik per tahun. Dengan kondisi ini, untuk biaya produksi saja tidak cukup," ujarnya.

Karena itu, ketika Gubernur Rudy Ariffin menyetujui UMSP sektor perkayuan naik 5 persen dari UMP Kalsel Rp745.000 atau menjadi Rp782.250, hal itu cukup mengejutkan perusahaan. Dua perusahaan di antaranya telah mengajukan keberatan secara tertulis.

Ketua DPD Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Kalsel, Sadin Sasau justru masih optimis perusahaan kayu lapis akan memenuhi UMSP yang ditetapkan Gubernur. Sebab katanya, selama ini perusahaan tidak ada yang menyampaikan laporan ketidaksanggupan itu.

"Kita lihat bagaimana Mei ini. Sebab SK-nya baru terbit 23 April lalu. Semestinya, Mei ini perusahaan sudah membayarkan gaji sesuai UMSP dan membayar rapelannya, karena berlaku surut," ujarnya.

Sadin mengatakan, buruh bukanlah momok, tetapi pihak yang siap diajak kompromi asalkan dengan transparansi dan sesuai prosedur.ais

Friday, May 04, 2007

Pemanasan Global 63 HPH di Papua Akan Dicabut

Jumat, 27 April 2007

Nusa Dua, Kompas - Sebanyak 63 dari 68 perusahaan pemegang hak pengusahaan hutan atau HPH di Provinsi Papua akan segera dicabut. Selain beberapa perusahaan sudah tidak aktif, ada di antara perusahaan itu yang tidak melaksanakan sejumlah kesepakatan awal dengan pemerintah daerah setempat sebagai syarat pemberian HPH.

Pencabutan HPH itu merupakan penjelasan dari salah satu butir deklarasi pertemuan Gubernur Papua Barnabas Suebu, Gubernur Papua Barat Abraham Octavian Atururi, dan Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam Irwandi Yusuf, tentang perubahan iklim. Deklarasi itu ditandatangani di Nusa Dua, Bali, Kamis (26/4). Pertemuan luar biasa tentang perubahan iklim yang digelar Bank Dunia itu dihadiri Koordinator Bagian Lingkungan Bank Dunia Joe Leitmann.

"Hanya akan ada lima perusahaan pemegang HPH. Mereka kami nilai paling layak mendapatkan maupun meneruskan haknya karena sudah melaksanakan hal-hal sesuai perjanjian di antara kami, khususnya ketika mereka mengajukan izin pengelolaan," kata Suebu.

Menurut Suebu, langkah itu diambil sebagai upaya untuk melestarikan hutan alam. Bersama Aceh, Papua merupakan daerah dengan hutan alam terluas di Indonesia. Apalagi, selama ini banyak kayu yang diambil HPH tidak dipakai untuk industri di Indonesia, tetapi secara ilegal dibawa ke luar negeri.

Bantuan Bank Dunia

Gubernur NAD Irwandi Yusuf mengutarakan, pihaknya akan mengembangkan ekonomi kehutanan yang berkesinambungan dengan memanfaatkan pasar karbon. Hal ini akan dicapai melalui moratorium sementara pembalakan hutan. Dengan moratorium itu akan diperoleh waktu untuk meninjau kembali status hutan dan menata ulang pembangunan kehutanan.

Bank Dunia sendiri mengumumkan adanya bantuan dalam bentuk hibah perihal pengembangan proyek hutan karbon kepada Indonesia, Brasil, Kostarika, Papua Niugini, dan Kongo. (BEN)

Karyawan Terlibat Pencurian Kayu

Jumat, 27 April 2007 23:30:34

Banjarmasin, BPost
Komplotan pencurian kayu yang terjadi di PT Surya Satria Timber Cooperation (SSTC) beberapa waktu lalu, berhasil dibekuk Dit Polair Polda Kalsel, Jumat (27/4) pukul 05.00 Wita.

Tiga pelaku yang berhasil dibekuk merupakan oknum karyawan PT SSTC, Fitriansyah Bagian Kepala Logpond, Anang karyawan kontraktor Logpond dan Waluyo operator mesin craine.

Ketiga oknum itu ditangkap berkat nyanyian dua pelaku pencuri, Romansyah warga Desa Tinggiran II RT9 Kecamatan Tamban Batola dan Siman warga Alalak Selatan RT4 Banjarmasin Utara.

Berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap dua tersangka yang terlebih dulu ditangkap, penyidik berhasil mengungkap kalau kayu yang didapat Roman dan Siman tersebut didapat dari orang dalam.

"Tiga oknum karyawan itulah yang menjual kayu itu kepada kami," kata seorang tersangka.

Dir Polair Polda Kalsel, AKBP Drs Thomas A Ombeng SH melalui Pjs Kasi Gakkum AKP Oktavianus dihubungi malam tadi membenarkan dibekuknya tiga pelaku pencurian kayu milik PT SSTC itu.

"Ketiganya terlibat dalam jaringan pencurian kayu milik PT SSTC. Kerugian yang dialami mencapai Rp16 juta," jelas Oktvianus.

Informasi didapat, terungkapnya komplotan pencuri kayu log di PT SSTC berawal saat petugas berhasil meringkus dua tersangka pencurian yang terjadi di logpond, di perairan Sungai Barito tidak jauh dari Pulau Kembang, Sabtu (21/4) lalu.

"Dua tersangka kita tangkap saat menggiring dua batang log tak jauh dari PT SSTC. Dari keduanya kita tahu keterlibatan tiga orang dalam tersebut. Pasal yang dikenakan tentang pencurian dan penadahan, Pasal 363 dan 480 KUHP," tegas Oktavianus. dua


Jeda Tebang, Mungkinkah

Rabu, 25 April 2007 01:19

Dalam rangka menyambut Hari Bumi pada 22 April 2007, Drektur Eksekutif Nasional Walhi Chalid Muhammad mengeluarkan imbauan kepada pemerintah untuk melakukan perenungan terhadap bumi berupa aksi yang disebutnya sebagai ‘jeda tebang’.

Imbauan yang kedengarannya sangat sederhana. Namun sebenarnya menuntut sebuah konsekwensi nasional, yang rasanya sangat pesimis untuk bisa dilaksanakan.

Disebut terdengar sederhana, sebab pada tataran umum bila kita mendengar istilah jeda maka itu artinya beristirahat sesaat atau sebentar. Padahal jeda tebang yang dimaksud Walhi adalah kurun waktu 15 tahun!

Maka, mungkinkah ini bisa dilakukan?

Itulah pertanyaannya, yang kalau kita mau jujur pastilah jawabannya akan menuai sebuah pesimis besar. Sebab, dalam rentang waktu demikian, dalam hitungan orang awam sekalipun pastilah akan sangat haqul yakin kalau pihak pemegang hak pengelolaan hutan tidak akan mempedulikannya.

Jangankan imbauan itu dikeluarkan hanya oleh sebuah lembaga swadaya, seandainya sudah menjadi kebijakan pemerintah sekalipun, pastilah akan banyak usaha cukong kayu untuk menganulir peraturan itu di lapangan. Seperti yang ditunjukkan di sejumlah kawasan hutan lindung Tanah Air, larangan menebang pohon di kawasan cagar alam itu justru berbuah menjadi ladang penebangan liar yang justru merajalela.

Walhi memang tidak berdaya secara operasional untuk memberlakukan aksi jeda tebang tersebut. Namum sebagai lembaga swadaya masyarakat yang bertanggungjawab terhadap masyarakat pula, lembaga ini sudah menjalankan fungsinya memberikan peringatan kepada pemerintah. Perkara kalau kemudian imbauan itu menjadi angin lalu, merupakan konsekwensi yang harus diterima. Sebab, negeri kita ini memang dikenal sebagai belahan bumi yang akrab dengan pepatah: mustahil menegakkan benang basah.

Untuk imbauan jeda tebang, sebagai contoh kasus yang paling gres, telah membuktikannya. Boro-boro menuai tanggapan serius dari berbagai pihak terutana pemerintah, untuk mendapat porsi perhatian publik yang memadai saja termasuk dari media massa, masih jauh dari yang diharapkan. Dalam pemberitaan saja, sudah terlindas oleh pemberitaan populis sesaat seperti reshuffle kabinet.

Padahal, ketika menyampaikan imbauan tersebut, Walhi menyertakan data memprihatinkan tentang kondisi hutan negeri ini. Menurut Walhi, bila jeda tebang ini tidak segera dilaksanakan maka pada 2012 atau hanya lima tahun saja dari sekarang, Kalimantan, Sumatera dan Sulawesi akan kehilangan hutannya karena pembabatan.

Data itu berdasarkan analogi sekarang, setiap tahun seluas 7,72 hektare hutan Indonesia berubah menjadi tanah lapang. Bila tiga pulau besar yang selama menjadi tulang punggung bertahannya hutan Indonesia, sudah menjadi gundul, mudah saja dibaca bencana apa yang akan terjadi di kemudian hari.

Selain longsor dan banjir, hutan gundul akan menyajikan sebuah krisis kemanusiaan yang jauh lebih mengerikan dibanding sekadar dua jenis bencana tadi, yang datangnya berkala. Tetapi, krisis yang lebih serius itu adalah kekeringan.

Tengok saja data dari World Water Forum II yang dibukukan tujuh tahun lalu, krisis air telah melanda sejumlah negara termasuk Indonesia. Data itu diperkuat oleh Departemen Pekerjaan Umum (DPU) yang menyebutkan, sekarang terdapat 100 juta dari lebih 250 juta jiwa rakyat Indonesia dilanda krisis air.

Mengerikan lagi, dari sisa angka rakyat Indonesia yang masih bisa menikmati fasilitas air dengan teratur, terdapat 70 persen di antaranya yang mengonsumsi air terkontaminasi.

Dengan data ini, apakah kita masih akan menganggap sederhana imbauan Walhi tentang jeda tebang tersebut?

Kembali, jawabannya tergantung pada sejauhmana good will pemerintahan negeri ini untuk menyelamatkan rakyatnya.

Thursday, May 03, 2007

Pengusaha Korea Lirik Tala

Senin, 23 April 2007 01:28

Pelaihari, BPost
Lagi-lagi investor asing datang ke Tanah Laut. Jika sebelumnya perusahaan luar negeri menjajaki usaha pabrik baja, kini giliran pengusaha dari Korea yang melirik bisnis kertas.

Pengusaha Korea tersebut bahkan telah memperlihatkan keseriusannya. Mereka langsung datang ke daerah ini dan menemui Bupati H Adriansyah guna memaparkan rencana investasinya.

Pertemuan digelar di ruang rapat lantai II Kantor Bupati, Rabu pekan tadi. Dalam pertemuan yang berlangsung kurang lebih dua jam itu, Bupati didampingi sejumlah pejabat terkait. Di antaranya Ketua Bappeda H Hasanul Basri, Kepala BPN Adang Wijaya, Asisten bidang pembangunan HA Nizar, para pejabat dinas teknis. Hadir pula Rektor Unlam Rasmadi.

Pembicaraan dalam pertemuan tersebut masih memokusi masalah fisik yaitu kesiapan dan persiapan lahan. Ini menjadi aspek penting yang dibahas secara detil guna menghindari kemungkinan terjadinya tumpang tindih lahan dan lainnya. Perusahaan kertas Korea itu sendiri membutuhkan lahan yang cukup luas; ribuan hektare.

Dari keterangan dinas teknis terkait terungkap bahwa nyaris tidak ada lagi lahan kosong. Seluruh lahan potensial umumnya telah menjadi hak guna usaha (HGU) investor lain, kendati pun sebagian HGU tersebut telah lama mangkrak atau tidak disentuh.

Kadis Kehutanan Tala Aan Purnama, mengatakan, di sektor kehutanan ada beberapa kawasan yang bisa digunakan untuk kepentingan pembangunan pabrik kertas. Kawasan tersebut di antaranya berupa hutan konversi dan hutan produksi.

Sementara itu, Asisten II HA Nizar yang sebelumnya pernah menjabat kadis Perkebunan Tala menyetuskan gagasan perlunya pemanfaatan HGU yang telantar. Ia berpendapat lebih baik HGU seperti itu dimanfaatkan oleh perusahaan yang serius membuka usaha di daerah ini.

Aad begitu Bupati Adriansyah disapa menilai pola kemitraan alternatif yang tepat. Namun guna mempercepat dan memudahkan investor Korea membuka usaha, akan lebih baik jika bermitra dengan perusahaan yang telah memiliki bahan baku.roy


Karyawan Belum Terima UMSP

Senin, 23 April 2007 01:57

Banjarmasin, BPost
Perusahaan kayu di Kalsel hingga kini belum memberikan kepastian tentang kenaikan gaji sesuai upah minimum sektoral provinsi (UMSP) 5 persen dari UMP Rp745. 000, menjadi Rp782.250 per bulan.

Informasi yang dihimpun, Sabtu (21/4), beberapa buruh perusahaan kayu mengaku hingga saat ini masih menerima gaji dengan nilai yang sama dengan gaji sebelum ada kenaikan UMSP 5 persen.

Padahal Gubernur Kalsel telah memenangkan tuntutan buruh perusahaan kayu tentang kenaikan UMSP 5 persen sebesar Rp745.000 menjadi Rp782.250/bulan.

"Alasannya SK gubernur belum diterima perusahaan, " kata seoerang karyawan PT Surya Satria, kemarin.

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Adi Laksono mengungkapkan, perusahaan kayu belum bisa melaksanakan UMSP tersebut. Persoalan tersebut masih dibawa dalam rapat Tripartet Selasa (24/4) besok.klc