Thursday, November 27, 2008

Puluhan Kubik Kayu Tak Bertuan Diamankan

Kamis, 27 November 2008
KOTABARU,- Puluhan kubik kayu tak bertuan diamankan petugas Unit Reaksi Cepat (URC) Polres Kotabaru, kemarin (26/11). Tumpukan kayu masak itu ditemukan di kawasan Desa Megasari, Kecamatan Pulau Laut Utara, di dua tempat berbeda.

Di lokasi pertama petugas menemukan sekitar 4 kubik lebih kayu jadi di kawasan desa Megasari berjenis meranti campuran (MC). Setelah menemukan kayu di lokasi pertama, jajaran Polsek Pulau Laut Utara yang dipimpin langsung oleh kapolseknya juga berhasil menemukan tumpukan kayu di lokasi overhoul hutan Megasari. Jumlahnya lebih dari 5 kubik jenis Bilai dengan panjang rata-rata 5 meter berukuran 5 x 10 cm. Petugas tak menemukan kedua pemilik kayu tersebut.

“Untuk pemilik kayu ini kita masih lidik. Kayu-kayu yang diamankan ini masih dalam proses evakuasi ke Polsek Pulau Laut Utara di Stagen,” jelas Kapolres Kotabaru AKBP Hersom Bagus Pribadi melalui Kabag Ops AKP Joko Sulistyo yang dikonfirmasi tadi malam.

Operasi penertiban ini, lanjut Joko, merupakan rangkaian Operasi Balak Bamega 2008. Kali ini peran serta dari masyarakat turut andil dalam keberhasilan petugas memerangi aksi ilegal logging di Kotabaru. “Memang awalnya kita memperoleh informasi dari warga. Setelah dicek ternyata benar adanya. Tapi saat itu tidak ada orang pemiliknya,” jelas Joko.

Selama operasi ini dilakukan, ungkap Joko, ratusan meter kubik kayu yang diduga ilegal telah diamankan jajaran Polsek di beberapa Kecamatan. Diantaranya di kawasan Polsek Cantung dan Polsek Lontar. (ins)

Akasia Dicuri dari Areal Inhutani

Rabu, 26-11-2008 | 08:54:56

PERLAIHARI, BPOST-Giat pemberantasan illegal logging yang dilakukan Polres Tala kembali membuahkan hasil. Sebuah kapal pengangkut kayu akasia tujuan Madura diamankan di perairan Desa Batakan Kecamatan Panyipatan, kemarin  petang.

Kapal bernama KM Berkat Restu Ibu itu mengangkut 85 meter kubik kayu akasia olahan berbagai bentuk dan ukuran (balok kusen maupun papan). "Kayu itu hasil curian dari areal hutan PT Inhutani III," beber Pjs Kapolres Kompol Aminullah Shahab melalui Kasat Reskrim AKP Dony Eka Putra, Selasa (25/11).

Dony mengatakan hasil giat tersbeut berawal dari laporan manajemen PT Inhutani III yang menyebutkan areal hutan mereka dijarah (dicuri) pihak tak bertanggungjawab. Pelacakan di lapangan, petugasnya mendapati Kapal Berkat Restu Ibu bermuatan penuh kayu akasia yang siap lepas jangkar di perairan Batakan. Kapal hendak bertolak ke Sumenep, Madura (Jatim).  

Catatan BPost Online, cukup sering hutan akasia milik PT Inhutani dijarah orang-orang tak bertanggungjawab. Sekira dua tahun lalu, Polres Tala juga pernah mengamankan puluhan kubik kayu akasia yang teronggok pada lahan kosong tak jauh dari lokasi Inhutani. Saat itu, petugas mengamankan sebuah tempat penggergajian kayu.       

Petugas Reksrim Polres Tala, Selasa kemarin, sibuk memintai keterangan dari nahkoda kapal yaitu H Sahri (35) warga Madura dan ABK atas nama Elias (25) warga Madura.

Dony mengatakan secara administratif, kapal pengangkut kayu itu dilengkapi surat menyurat yang cukup lengkap. Fako (faktur kayu olahan) pun juga ada. Namun dokumen ini ditengarai palsu dan masih dilacak oleh petugas Satreskrim.

"Sesuai keterangan saksi, kayu akasia itu milik seorang pemilik bandsaw di Desa Kandangan Lama. Anehnya, Fakonya justru  diatasnamakan dari bandsaw lain. Bandsaw milik warga Kandangan Lama itu pun sejak beberapa minggu silam tak beraktivitas lagi. Ini tiba-tiba mengirim kayu dalam jumlah yang cukup banyak," sebut Dony.

Beberapa saat pasca pengamanan kapal Berkat Restu Ibu, jajarannya langsung meluncur ke Kandangan Lama guna menemui pemilik bandsaw. Tapi, upaya tak membuahkan hasil, karena yang bersangkutan tak ada di tempat.

Hingga kemarin petugas Satreskrim Polres Tala belum menetapkan tersangka. "Kami masih menunggu pejabat penerbit Fakonya. Kami mesti memintai keterangannya dulu untuk kemudian menetapkan tersangkanya," jelas Dony.

Sementara itu upaya petugas teknis Dinas Kehutanan Tala didampingi petugas Polres Tala mengecek fisik kayu akasia yang diangkut Kapal Berkat Restu Ibu, Selasa kemarin, gagal. Besarnya gelombang laut di pesisir pantai Batakan menjadi penyebabnya. "Petugas Dishut tidak bisa merapat ke Kapal Berkat Restu Ibu, karena ombak yang demikian besar. Kapal itu kan labuhnya agak jauh dari daratan," sebut Dony.

Monday, November 24, 2008

Polisi Amankan Kayu Ilegal dan Sebuah Kapal

Minggu, 23 November 2008 | 10:32 WIB

KOTABARU, MINGGU — Jajaran Mapolres Kotabaru, Kalimantan Selatan, kembali mengamankan belasan meter kubik kayu olahan ilegal dan sebuah kapal KM Cahaya Makkahy di perairan Sungai Batak, Pulau Laut Timur.

Kapolres Kotabaru Ajun Komisaris Besar Polisi Hersom Pribadi melalui Kabag Ops Ajun Komisaris Polisi Joko Sutiono yang memimpin operasi penangkapan, Minggu (23/11), mengatakan, kapal tersebut kepergok petugas di Perairan Sungai Batak saat mengangkut sekitar tujuh meter kubik kayu olahan jenis meranti campuran.

"Selain tujuh meter kubik yang berada di dalam Kapal Cahaya Makkah, di daratan di daerah Sungai Batak polisi juga mengamankan kayu olahan siap angkut sebanyak 12 meter kubik di dua tempat," kata Joko.

Selain mengamankan sebuah kapal dan barang bukti belasan meter kubik kayu, polisi juga mengamankan pemilik kapal H Yt serta nahkoda kapal berinisial Dd. Keduanya beralamat di Jalan Abdul Gani, Desa Gallesong, Takallar, Sulawesi.

Polisi juga mengamankan dua anak buah kapal (ABK) Cahaya Makkah yakni Is warga Gallesong, Kabupaten Takallar, dan Da warga Desa Parung, Bodeng, Bodiah, Gallesong, Takallar. "Pemilik dan nahkoda kapal kini sedang dalam pemeriksaan petugas Mapolres Kotabaru. Begitu juga dengan dua ABK Cahaya Makkah, keduanya juga sedang diperiksa," ujar Joko.

Barang bukti, lanjut Joko, berupa kapal dan kayu tujuh meter kubik telah diamankan di Pos Polisi Perairan di Pelabuhan Panjang Kotabaru. Selain itu, barang bukti berupa kayu olahan sekitar 12 meter kubik yang berada di dua tempat di darat, sedang dievakuasi ke Mapolsek Berangas di Pulau Laut Timur.

Dari informasi yang dihimpun menyebutkan kayu-kayu tersebut diduga hasil penebangan liar di wilayah hutan lindung di kawasan Gunung Sebatung. Rencananya kayu-kayu tersebut akan dijual kepada pelanggannya.

Karena tidak dapat menunjukkan bukti-bukti yang sah, pemilik kayu sekaligus pengusaha itu akan dijerat dengan Undang-undang Kehutanan Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.

Joko menambahkan, pihaknya akan meningkatkan operasi untuk mengurangi aksi penebangan liar di wilayah hutan lindung dan kawasan hutan lainnya, karena disinyalir sampai sekarang pembalakan liar masih terus terjadi.

Friday, November 14, 2008

Penyelundupan Kayu Ulin Masih Marak

Rabu, 12 November 2008 10:58 redaksi

PELAIHARI - Meskipun sudah ada aturan tegas yang melarang penebangan maupun penjualan kayu ulin, namun aktivitas penyelundupan kayu yang memiliki tekstur keras khas hasil hutan pulau Kalimantan ini di wilayah hukum Polres Tanah Laut masih cukup marak.

Buktinya, jajaran Satreskrim Polres Tala berhasil mengamankan tiga unit kendaraan pengangkut kayu yang sering disebut masyarakat tradisional sebagai kayu besi karena kekuatannya yang hampir setara besi ini dalam sebuah operasi rutin, Jum'at dan Sabtu akhir pekan tadi.

Dua unit kendaraan yang diamankan adalah dua truk sarat kayu ulin yang diamankan petugas saat melintas di desa Sabuhur kecamatan Jorong dan satunya lagi mobil pick up yang juga penuh bermuatan kayu ulin jenis plat yang diamankan petugas Satlantas di desa Sumber Mulya, Pelaihari.

Ketiga unit kendaraan berikut kayu ulin yang diangkutnya kini diamankan petugas di halaman Mapolres Tala. Proses hukumnya juga berlanjut walaupun hanya sopir pick up bernama Ami alias Jendral (42) warga Benua Raya kecamatan Bati-Bati yang diproses dan ditahan karena tertangkap tangan membawa kayu ulin plat ukuran 10 X 10 panjang 2 meter sebanyak kurang lebih satu kubik.

Sedangkan sopir truk, keduanya melarikan diri sebelum petugas memeriksa truk jenis PS masing-masing DA 2992 AE dan DA 9463 AR yang isinya penuh kayu ulin jenis blambangan namun banyaknya masih dihitung saksi ahli dari Dinas Kehutanan yang diminta penyidik Satreskrim Polres Tala.

Modus yang digunakan kawanan pelaku untuk menyelundupkan kayu yang peredarannya dilarang dan pelakunya dikenakan ancaman hukuman berat ini, juga terbilang unik. Contohnya, seperti kayu ulin yang diangkut menggunakan dua unit truk yang isinya sarat kayu ulin blambangan (berupa potongan, red).

Sebelum disusun di atas bak truk, kayu ulin blambangan yang masih bisa digesek dan dijadikan plat berbentuk papan ini diolesi lumpur agar terlihat kotor sehingga terlihat seperti kayu ulin lama. Tujuannya, tentu saja untuk mengelabui petugas agar saat diperiksa seolah-olah memang kayu ulin yang tidak bisa digunakan secara utuh lagi.

"Modusnya memang seperti itu mas. Kalau diperiksa, secara kasat mata kayunya kelihatan jelek dan diakui kayu blambangan. Tapi ternyata sengaja di olesi lumpur untuk mengelabui dan lolos dari pemeriksaan," ujar salah seorang petugas kepada Mata Banua.

Kapolres Tala, AKBP Dadik Soesetyo melalui Kasat Reskrim, AKP Dony Eka Putra menegaskan, pihaknya siap melanjutkan proses hukum atas kasus ini mengingat aturan yang melarang penebangan maupun peredarannya sudah jelas sehingga siap menjerat pelakunya sesuai aturan hukum yang berlaku.

"Kami sudah meminta bantuan saksi ahli untuk meneliti barang bukti, khusus untuk kayu ulin yang diangkut mobil pick up, penyidikannya positif lanjut. Sedangkan dua truk masih dikembangkan untuk mencari sopir maupun pemilik kayunya sambil menunggu perhitungan kubikasi dari saksi ahli," kata Kasat Reskrim kepada wartawan, kemarin. yoi

Comments

Add New
Search

Rp500 Juta Urus Pinjam Pakai Hutan

Rabu, 12-11-2008 | 19:27:51

BANJARMASIN, BPOST - Para pemegang Kuasa Pertambangan (KP) di Kalimantan Selatan (Kalsel) yang mau mengurus izin pinjam-pakai kawasan hutan, ternyata harus mengeluarkan dana terlebih dahulu Rp500 juta.

Dana sebesar ratusan juta rupiah itu khususnya untuk pengurusan pinjam pakai kawasan pada eks konsesi Hak Pengusahaan Hutan (HPH) Kodeco mencakup Kabupaten Kotabaru dan Tanah Bumbu (Tanbu) yang berada diwilayah timur Kalsel, demikian dilaporkan, Rabu.

Selain besaran dana, yang juga menjadi keluhan atau pembicaraan para pemagang KP batu bara yang banyak terdapat di Kalsel, menyangkut ketidakpastian waktu menyelesaian izin pinjam pakai lahan kawasan hutan untuk kegiatan usaha pertambangan.

Sebagaimana diungkapkan pengurus/anggota Asosiasi Pertambangan Rakyat (Aspera) serta Asosiasi Pengusaha Pemegang KP dan Pengusaha Tambang (Aspektam) Kalsel pada pertemuan dengan pimpinan/anggota DPRD Kalsel, Senin (10/11), persoalan izin pinjam pakai lahan kawasan hutan salah satu kendala yang menghantui usaha mereka.

Oleh sebab itu, baik Ketua dan Sekretaris Aspera masing-masing H.Endang Kesumayadi, SE dan Solikin maupun Ketua Aspektam, H. Jahrian meminta ada limit atau batas kepastian waktu pengurusan izin pinjam pakai, jangan terlalu lama atau berlarut-larut.

Selain itu, perlu keterbukaan mengenai biaya pengurusan izin pinjam pakai, termasuk prosedur dan peruntukan jangan terkesan seenaknya menentukan.

Sebagai contoh apa yang dilakukan oknum manajemen eks Kodeco yang meminta Rp500 juta/pemilik KP yang masuk eks konsesi HPH perusahaan patungan yang sudah dinyatakan pailit itu, guna pengurusan izin pinjam pakai lahan kawasan hutan.

"Padahal seiring dinyatakan pailitnya perusahaan pengguna fasilitas Penanaman Modal Asing (PMA) itu, areal yang menjadi sasaran kegiatan penambangan batu bara tak layak lagi disebut sebagai kawasan hutan karena pada umumnya yang tinggal hanya semak belukar yang termasuk lahan kritis," kata seorang pengusaha tambang Kalsel.

Pihak Aspera dan Aspektam, bahkan menuding Kodeco sekarang bagaikan perusahaan tak bertuan yang hanya memanfaatkan sisa-sisa kekuasaan dan konsesi HPH tersebut harus kembali kepada negara.

Ketua Aspera Kalsel, Endang Kesumayadi mengungkap, pemegang HPH Kodeco tempo dulu terdiri atas veteran pejuang Korea Selatan sebagai pemegang saham terbesar serta sejumlah mantan petinggi dan kerabatnya.

"Namun kesemua pemegang saham Kodeco belakangan seakan tidak tahu-menahu dan tidak mengurusi bahkan sampai saat ini tak jelas pula ahli warisnya. Hal itu mungkin karena Kodeco sudah dinyatakan pailit sehingga khawatir berdampak hukum," demikian Endang.

Tuesday, November 11, 2008

Pembalakan Liar Marak di Perbatasan Rambah Kawasan Hutan Lindung Meratus

Kamis, 6 November 2008
Martapura,- Aktivitas penebangan pohon secara ilegal diduga masih marak terjadi di kawasan perbatasan antara Kabupaten Banjar dengan Tanah Bumbu. Dari informasi berbagai pihak, disebutkan banyaknya akses jalan yang ada di kawasan Meratus semakin memudahkan para pembalak liar dalam melakukan aktivitasnya.

Ironisnya lagi, pohon-pohon yang ditebang disinyalir kuat dilakukan di dalam kawasan hutan lindung.

Kadishut Banjar Ruswanto saat dikonfirmasi mengatakan, kegiatan tersebut bukan hal baru. Bahkan menurut dia, pasca HPH aktivitas terlarang itu sempat sangat tidak terkendali.

“Harus kami akui, aktivitas haram itu memang ada. Tidak menutup kemungkinan, perambahan juga terjadi di kawasan hutan yang masuk dalam wilayah Kabupaten Banjar. Namun untuk diketahui, dari investigasi yang kami lakukan, kegiatan tu lebih banyak masuk dalam wilayah kabupaten tetangga,” ujarnya.

Lebih jauh pejabat yang gemar mensosialisasikan program BUMDes ke masyarakat pedesaan ini menjelaskan, terhadap persoalan itu Dishut Tanah Bumbu dan Dishut Banjar pernah melakukan koordinasi. Bahkan ada ide untuk membangun pos bersama demi menanggulangi masalah tersebut.

“Ini sangat dilematis. Selain dibutuhkan biaya kami juga dibatasi dengan jumlah SDM. Pun demikian, aktivitas pengamanan seperti patroli rutin terus kami lakukan secara berkala. Pendeknya kami juga tidak membiarkan masalah itu terjadi,” ujarnya.

Apalagi tambah mantan Kepala Bappeda Banjar ini, kawasan hutan yang tersisa di wilayah tersebut semuanya berstatus hutan lindung. Namanya juga hutan lindung katanya, jelas sekecil apapun aktivitas penebangan tetap saja dilarang.

“Kebanyakan kayu yang diambil jenis Kayu Ulin, selain Kayu Meranti yang keberadaannya sudah semakin sedikit. Kebetulan rute angkutannya kebanyakan melewati wilayah Peramasan dan sebagian besar menuju daerah Hulu Sungai (Kandangan dan Tapin, Red.),” ujarnya.

Ditanya sejauh mana tindakan yang sudah dilakukan? Toto—demikian pria ini akrab disapa—mengakui pihaknya secara sepihak belum mangarah pada kegiatan penangkapan.

“Sendiri memang tidak pernah. Tapi kalau dilakukan secara tim gabungan antara sipil dan kepolisian sudah sangat sering. Bahkan beberapa pelakunya sempat diproses,” jelasnya.

Toto pun menjelaskan, jika dalam pengangkutannya para pelaku penebangan liar menggunakan kendaraan roda dua alias ojek kayu. Karena keterbatasan sarana itulah, maka Kayu Ulin yang dibawa potongannya relatif pendek. (yan)

Rudy Ariffin Setuju Moratorium Pertambangan di Hutan Lindung Sudah Pasti Ilegal

Rabu, 29 Oktober 2008
BANJARMASIN,- Gubernur Kalsel Rudy Ariffin mengungkapkan dukungannya atas permintaan pihak DPRD Kalsel perihal moratorium (penundaan) kegiatan pertambangan di Kalsel. Hal ini disampaikannya usai acara upacara peringatan Hari Sumpah Pemuda di halaman Kantor Gubernur Kalsel, kemarin. Sementara itu, Kepala Dinas Kehutanan Kalsel Suhardi Atmorejo menyatakan, pertambangan di kawasan hutan lindung sudah pasti ilegal.

Meski demikian, Gubernur Rudy menyatakan masalah moratorium haruslah dilihat secara kewenangan. “Kalau PKP2B kita bisa melakukan moratorium, tentu berdasarkan kewenangan menteri. Kemudian moratorium dalam arti KP-KP yang diterbitkan oleh para bupati, tentu adalah moratoriumnya dilakukan oleh bupati,” ujarnya.

Sedangkan Gebernur sendiri, paparnya, tidak memiliki kewenangan dalam arti pertambangan. “Tetapi dalam arti lingkungan hidup, iya,” katanya.

Makanya, terang Gubernur Rudy, seperti kasus penutupan Galuh Cempaka yang menjadi dasar penutupan itu adalah undang-undang lingkungan hidup. “Oleh karena itu, kalau pun ada moratorium, maka kita lihat dulu permasalahannya. Apakah dilihat undang-undang kehutanan, apakah dari undang-undang pertambangan, dan dilihat pula dari sudut kewenangannya,” ujarnya.

Tapi, sehubungan dengan terjadinya pelanggaran-pelanggaran pada sektor pertambangan ini, Rudy menyatakan sepakat untuk moratorium. “Tapi kita lihat dulu apa yang menjadi kesalahan, siapa yang berwenang dalam rangka moratorium,” ucapnya.

Gunernur pun mengungkapkan, selama ini pihaknya tidak pernah memberikan rekomendasi pertambangan dan perkebunan yang berada di kawasan hutan lindung. “Karena itu, kita berharap ini pun dipatuhi oleh kabupaten/kota, sesuai dengan tata ruangnya,” ujarnya.

Namun, lanjutnya, sebelum itu harus dilakukan adanya persamaan persepsi mengenai tata ruang baik negara, provinsi, serta kabupaten/kota. “Agar kita semua memiliki pandangan yang sama mengenai kawasan hutan lindung,” ucap Gubernur Rudy.

Sedangkan Suhardi menerangkan, selama ini pihak kehutanan tidak pernah atau bukan wewenangnya untuk memberikan izin pertambangan di kawasan hutan, terutama hutan lindung. “Kami hanya memberikan rekomendari mengenai pertimbangan teknis kepada Gubernur Kalsel,” ujarnya. (mey)


Nekat Beroperasi, Langsung Ditindak Bagi Pengusaha Bansaw Tak Berizin

Rabu, 29 Oktober 2008
Keberadaan bandsaw (tempat pengolahan kayu) yang menjamur di pinggiran sungai Barito di kawasan Alalak, Banjarmasin Utara, selama ini memang nyaris tak pernah tersentuh aparat. Namun sejak penertiban yang dilakukan tim gabungan Kamis (23/10) lalu, banyak pengusaha bandsaw yang terancam menutup usaha yang telah dirintis bertahun-tahun itu.

Meski razia yang telah dilakukan tim gabungan pengamanan hutan dan peredaran hasil hutan dari Polda Kalsel, Polisi Kehutanan, serta Brimob Polda Kalsel, menemukan sejumlah bansaw yang tak memiliki izin, namun ketika itu petugas tak melakukan penindakan.

Para pemilik bandsaw yang tak memiliki izin usaha perkayuan hanya ditegur dan diberi peringatan. Mereka diberi tenggat waktu untuk segera mengurus izin usaha yang semestinya telah dikantongi.

Apabila tak mengantongi izin dan tetap menjalankan aktivitasnya, Kasat II Ditreskrim Polda Kalsel AKBP Harun Sumartha SH berjanji akan menindaknya. “Kalau mereka tetap nekat beroperasi akan saya perintahkan anggota untuk menindaknya,” tegas Harun ketika ditemui wartawan Koran ini di ruang kerjanya, kemarin.

Karena itu AKBP Harun mengingatkan para pemilik bandsaw untuk tidak menjalankan usahanya sebelum memiliki izin usaha perkayuan. Ini merupakan konsekuensi para pengusaha kayu yang ingin tetap melanjutkan usahanya. Sebab, sesuai peraturan, usaha perkayuan harus memiliki izin dari beberapa instansi terkait.

Razia itu sendiri sengaja dilakukan tim gabungan karena cukup banyak bansaw yang disinyalir tak mempunyai surat izin industri primer hasil hutan serta beberapa surat izin lainnya. Dalam penertiban Kamis (23/10), dari sekitar 50 bansaw atau tempat pengolahan kayu yang yang berada di kawasan Alalak Selatan dan Alalak Tengah, petugas menemukan 5 buah bansaw yang sama sekali tidak memiliki surat izin usaha dan industri.

Lebih lanjut Harun mengatakan, para pengusaha yang ingin mengoperasikan bansawnya ada baiknya segera mengurus semua perizinannya. Ditegaskannya, kalau tidak ada izinya, sebaiknya jangan mendirikan bansaw. “Kalau tidak nurut akan kami tindak. “Biasakan jangan yang ilegal, yang legal saja,” imbaunya.(gsr)

Hutan Kalsel Harus Diselamatkan

Rabu, 29-10-2008 | 21:11:28

BANJARMASIN, BPOST - Berbagai aktivitas yang selama ini menjadikan kawasan hutan di wilayah regional Kalimantan terus tertekan, harus segera diatasi agar kondisinya tidak semakin parah dan mengancam lingkungan hidup secara luas.

Pemerhati kehutanan dari Universitas Lambung Mangkurat (Unlam) Banjarbaru, Udiansyah disela-sela lokakarya Program Kehutanan Multi Pihak di Banjarmasin, Selasa, mengatakan, tekanan yang terjadi terhadap hutan di Kalimantan merupakan bagian dari masalah besar persoalan kehutanan di Indonesia dengan tingkat kerusakan mencapai 1,2 juta hektare per tahun.

Diantara aktivitas yang terus menekan hutan seperti terjadi di Kalimantan Selatan berupa usaha pertambangan baru bara skala besar, perkebunan besar swasta (PBS) kelapa sawit, dan kegiatan lainnya dengan sasaran penebangan kayu hutan.

Selain itu, tidak jelasnya batas-batas kewenangan pengelolaan hutan antar instansi, antara pemerintah pusat dan daerah, serta hak-hak masyarakat di sekitar kawasan hutan.

Sementara Anida, dari Yayasan Kehati Jakarta menyatakan keprihatinan terhadap berbagai aktivitas yang terus menekan kawasan hutan yang didalamnya kaya akan keanekaragaman hayati, serta hasil hutan ikutan lainnya.

Padahal kekayaan Keanekaragaman hayati yang terdapat pada kawasan hutan Indonesia menduduki urutan ketiga di dunia itu justru tidak banyak diketahui dan dipahami masyarakat terutama yang tinggal di sekitar kawasan hutan.

Pada jumpa pers dipandu Ketua PWI Kalsel, Drs.Fathurrahman selaku Deputi Direktur Masyarakat Filantropi Borneo (MFB) Kalsel, disebutkan, persoalan tekanan terhadap hutan di Kalimantan, juga terjadi di Jawa oleh arus pertambahan penduduk, industri dan perluasan pemukiman.

Dalam keterangan pers bersama Endang Setiawan, dari Multistakeholder Forestry Program (MFP), mengatakan mendesak upaya optimalisasi pemanfaatan hasil hutan non kayu, agar warga masyarakat termasuk yang tinggal di sekitar hutan tidak lagi tertarik menebang kayu untuk mendapatkan uang.

Ada kesan dalam masyarakat bahwa hanya kayu yang bisa dijadikan sumber pendapatan mereka, padahal kayu hanya sekitar lima persen dari potensi kawasan hutan.

Optimalisasi pemanfaatan hasil hutan non kayu yang mencapai 95 persen itu akan sangat menentukan bagi keberhasilan program kehutanan multi pihak.

Panitia pelaksana lokakarya Pengelolaan Hutan Multi Pihak di Banjarmasin, Norhalis Majid,SE menyebutkan, lokakarya yang melibatkan multi pihak dari Provinsi Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah itu berhasil menginventarisir 30 isu strategis kehutanan di wilayah kedua provinsi bertetangga.

Diantara isu atau masalah kehutanan yang menjadi sorotan seperti aspek ekologis dimana terjadi penurunan daya dukung dan ketahanan lingkungan, aspek sosial budaya tergerus zaman dan perjalanan waktu, isu pengembangan ekonomi yang terlihat dari kondisi kehidupan masyarakat marginal yang hidup di sekitar kawasan hutan, serta aspek regulasi yang ditandai tidak pernah konsisten,serius dan tulusnya dari pihak pengambil keputusan terkait pengelolaan hutan.

Saksi Ahli Tentukan Nasib Pemilik Kayu

Selasa, 28-10-2008 | 22:44:54

KOTABARU, BPOST - Mapolres Kotabaru, Kalsel segera memanggil saksi ahli dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun), terkait penemuan sekitar 262 m3 kayu di dua perusahaan penggergajian, di Pulau Laut Barat Kotabaru, Kalimantan Selatan.

Berdasarkan laporan warga, polisi berhasil menemukan kayu log sebanyak 350 batang dengan beragam ukuran diameter, terdiri dari 120 batang dan 10 m3 di bansaw milik H Gn serta 200 batang log dan 30 m3 di bansaw milik Yf.

"Kami tidak mau bertindak gegabah untuk menetapkan kedua orang pemilik kayu sebagai tersangka, sebelum memanggil saksi ahli dari Dishutbun untuk memberikan keterangan," kata Kasat Reskrim Ajun Komisaris Polisi Suhasto, menyikapi belum ditahannya kedua tersangka  kasus tersebut.

Saat ditemukannya kayu di bansaw, pemilik tidak dapat menyerahkan bukti Surat Keterangan Sahnya Kayu Bulat (SKSKB), ratusan meter kubik kayu log dan olahan tersebut di police line.

Sementara dua orang pengusaha bansaw sekaligus pemilik kayu masih belum ditetapkan sebagai tersangka, dan belum ditahan.

Menurut Suhasto, karena tidak menunjukkan bukti administrasi, pemilik barang akan dijerat dengan pasal 50 ayat 3 huruf H Undang-undang nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan.

"Informasi yang kami terima, mereka telah mengantongi surat-menyurat terkait kayu-kayu tersebut, namun sampai saat ini surat itu belum saya terima," ujar Suhasto didampingi Kabag Ops Ajun Komisaris Polisi, Joko Sulistyo.

Sementara itu, Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kotabaru, H Hasbi M Thawab, melalui Kabid Produksi dan Pengembangan Usaha Hasil Hutan (PPUHH), Sukrawardi, menjelaskan, kayu-kayu tersebut telah memiliki bukti administrasi yang sah.

"Mereka telah melunasi kewajibannya membayar setoran untuk memanfaatkan limbah lend cliaring (pembersihan lahan) di salah atu perusahaan di wilayah itu. Sehingga kayu tersebut dianggap sah/legal, mengenai surat-menyuratnya juga sudah ada," paparnya.

Polres Kotabaru Sita Kayu Ilegal

Senin, 27-10-2008 | 19:27:33

KOTABARU, BPOST - Polres Kotabaru Kalimantan Selatan (Kalsel), berhasil menyita 350 kayu gelondongan atau yang kerap disebut kayu log yang diduga kuat ilegal jenis rimba campuran di dua tempat penggergajian di Desa Semaras dan Sekarambut .

Ratusan batang kayu log tersebut berhasil disita pihak berwajib karena dianggap hasil perbuatan melawan hukum yakni hasil pembalakan hutan secata liar atau dengan kata lain "illegal logging", ungkap Kapolres Kotabaru AKBP Saidal melalui Humas Polda Kalsel AKBP Puguh Raharjo, Senin.

Tumpukan kayu log tersebut berhasil disita karena pada saat pihak berwajib melakukan razia dan memeriksa dokumen Surat Keterangan Sahnya Kayu Bulat (SKSKB) yang seharusnya melekat kepada setiap tumpukan log.

SKSKB yang seharusnya dikeluarkan Dinas Kehutanan setempat, ternyata tidak dimiliki kedua tempat penggergajian pengolahan kayu rimba campuran tersebut. Karena tidak memiliki dokumen yang sah, maka pihak berwajib akhirnya menyita tumpukan log tersebut dengan menggunakan garis pembatas polisi.

Hingga saat ini pihak berwajib masih melakukan pemeriksaan terhadap dua pemilik tempat penggergajian pengolahan kayu rimba campuran guna mengetahui asal muasal kayu langka yang seharusnya dijaga kelestariannya tersebut.

Jika bukti-bukti perbuatan melawan hukum sudah terkumpul dari hasil pemeriksaan maka kedua pemilik tempat penggergajian pengolahan kayu rimba campuran itu akan menyandang status sebagai tersangka kasus tindak "illegal logging".   

Dengan menyandang status tersangka, maka perbuatan mereka dapat diancam berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan dengan ancaman hukuman pidana penjara diatas lima tahun, tegas Puguh.

Kasus Penemuan Kayu Diproses

Senin, 27-10-2008 | 10:20:03

KOTABARU, BPOST - Jajaran Mapolres Kotabaru tetap melanjutkan proses hukum atas kasus penemuan sekitar 350 kayu log dan 40 m3 kayu olahan di wilayah Pulau Laut Barat, Kotabaru, Kalimantan Selatan.

Kasat Reskrim Polres Kotabaru, AKP Suhasto, di Kotabaru, Minggu, menyatakan, pihaknya tetap berkeyakinan bahwa pengiriman kayu tersebut menyalahi ketentuan dalam Undang-undang Nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan.

"Karena pemiliknya tidak dapat menyerahkan bukti Surat Keterangan Sahnya Kayu Bulat (SKSKB) dan Faktur Angkutan Kayu Bulat (FAKB)  sesuai pasal 50 ayat 3 huruf H Undang-undang Nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan," katanya.

Padahal, menurut aturan yang berlaku setiap pemindahan kayu log harus disertai surat dan bukti yang kuat.

Ke-350 kayu log dan 40 m3 kayu olahan tersebut ditemukan di dua pabrik penggergajian kayu  di desa Semaras dan Sekerambut, yakni bansaw milik H Gn sekitar 150 kayu log dan 10 m3 kayu olahan, dan bansaw milik Yf sebanyak 200 kayu log dengan 30 m3.

"Kami masih terus mendalami kasus tersebut, karena kami berkeyakinan bahwa pendisitribusian kayu tidak sesuai dengan Undang-undang nomor 41 tahun 1999," jelas Suhasto dengan didampingi Kabag Operasi, AKP Joko Sulistyo.

"Bahkan untuk membuktikan bahwa kayu tersebut melanggar aturan, jajaran kepolisian telah turun ke lokasi pembersihan lahan untuk menemukan tunggul kayu, tetapi kami juga tidak menemukan tunggul yang dimaksud," kata Suhasto.

Sementara itu, Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kotabaru, H Hasbi M Thawab, melalui Kabid Produksi dan Pengembangan Usaha Hasil Hutan (PPUHH), Sukrawardi, menjelaskan, bahwa tidak ditemukan unsur kesalahan dalam kasus 350 kayu log tersebut.

"Karena mereka telah melunasi kewajibannya membayar setoran untuk memanfaatkan limbah pembersihan lahan di salah satu perusahaan di wilayah itu," kata Sukrawardi

Penggergajian Kayu Alalak Ditertibkan

Sabtu, 25-10-2008 | 21:48:32

BANJARMASIN, BPOST - Jajaran Direktorat Reskrim Kepolisian Daerah (Polda) Kalimantan Selatan (Kalsel) melakukan penertiban serta pendataan sejumlah tempat penggergajian kayu di kawasan Alalak Kecamatan Banjarmasin Utara.

Penertiban serta pendataan tersebut dimaksudkan agar tempat-tempat gergaji yang ada di kawasan Alalak terlihat rapi serta memiliki izin yang sah dari Dinas Kehutanan setempat, kata Kasat Illegal Logging Direktorat Reskrim Polda Kalsel AKBP, Harun Sumarta.

Pada saat dilakukan pendataan, tidak terjadi kendala dan dari data sementara terdapat 50 unit gergaji yang ada di kawasan Alalak baik Alalak Tengah maupun Alalak Selatan. Dari jumlah keseluruhan tersebut terdapat lima gergaji yang tidak memiliki izin dari Dinas Kehutanan setempat.

Izin dari Dinas Kehutanan setempat yang dimaksud yaitu surat izin industri, sedangkan kayu-kayu yang mereka gunakan sekarang memiliki dokumen yang menyatakan bahwa kayu tersebut merupakan kayu bekas atau kayu yang sebagian besar sudah lapuk.

Oleh sebab itu, seluruh pengusaha/pemilik gergaji agar melengkapi dokumen yang ada agar tidak terkena sanksi hukum. Untuk sementara pihak Polda Kalsel masih memberikan toleransi agar pihak pemilik gergaji mau mengurus surat izin yang dimaksud, demikian Harun.

Sementara salah seorang pekerja gergaji di Alalak mengaku, surat izin industri yang dikeluarkan Dinas Kehutanan Kalsel tersebut sudah tidak dikeluarkan lagi, sehingga para pengusaha gergaji kesulitan mendapatkan izin.

Dengan tidak dikeluarkannya surat izin industri pengolahan kayu oleh Dinas Kehutanan setempat, maka akan menyulitkan para pengusaha serta pekerja kayu Alalak yang sudah bekerja puluhan tahun atau turun temurun dibidang perkayuan, ujar warga Alalak tersebut.

Tim Gabungan Razia Kayu Alalak

Kamis, 23-10-2008 | 16:00:36

BANJARMASIN, BPOST - Tim gabungan dari Polda Kalsel dan Dinas Kehutanan Kalsel menertibkan izin usaha bandsaw di kawasan Alalak Selatan, Banjarmasin Utara, Kamis (23/10) siang.

Dari sekitar 40 tempat pengolahan kayu, hanya beberapa saja yang beroperasi. Saat petugas memeriksa satu persatu  izin mereka rata-rata masih berlaku. Sehingga dalam operasi tersebut tak ada satupun bandsaw yang ditindak.

Razia ini merupakan bagian dari upaya menertibkan keberadaan kayu ilegal yang diduga masih benyak beredar di Banjarmasin.

Tuesday, November 04, 2008

Polres Tanbu Sita Kayu Ilegal

Kamis, 23 Oktober 2008

BANJARMASIN - Kepolisian Resort (Polres) Kabupaten Tanah Bumbu (Tanbu) menyita ratusan batang kayu ilegal jenis meranti campuran atau tanpa disertai dokumen dari Dinas Kehutanan setempat.

Ratusan batang kayu ilegal tersebut disita pihak berwajib di kawasan Desa Dukuh Rejo Kecamatan Mentewe, ungkap Kapolres Tanah Bumbu AKBP Hersom Bagus Pribadi melalui Humas Polda Kalsel AKBP Puguh Raharjo, Rabu.

Pihak berwajib menyita ratusan batang kayu jenis meranti campuran tersebut pada saat beberapa anggota Polres yang sedang melakukan patroli rutin.

Pada saat patroli tersebut, salah seorang anggota melihat tumpukan kayu di tepi jalan.

Merasa curiga terhadap tumpukan kayu meranti campuran tersebut, pihak berwajib langsung berupaya memeriksa kelengkapan kayu langka itu, karena tidak ada yang bertanggung jawab atas tumpukan kayu tersebut maka kayu itu dibawa ke kantor Polres setempat.

Sementara itu, Polres Kabupaten Kotabaru Kalsel juga berhasil menyita ratusan batang kayu ilegal jenis ulin atau yang lebih dikenal dengan kayu besi.

Ratusan batang kayu ulin tersebut berhasil disita pihak berwajib dari sebuah kapal kayu motor yang melintas di kawasan perairan Kecamatan Sampanahan Kotabaru.

Bersama ratusan potong kayu ulin berbagai ukuran sebanyak empat meter kubik tersebut, pihak berwajib juga berhasil menahan pemilik kayu yang juga nahkoda kapal yaitu Yahya Sahib (50) warga Desa Papadaan RT10 Kabupaten Kotabaru Kalsel.

Yahya ditahan pihak berwajib karena tidak dapat menunjukkan dokumen sah kayu yang dibawanya. Seharusnya kayu langka dan dilindungi jenis ulin tersebut sudah sangat sulit didapatkan dan jika ada harus disertai dokumen dari Dinas Kehutanan setempat agar tidak dikira kayu ilegal.

Atas perbuatan tersangka, pihak berwajib mengenakan pasal 50 ayat 3 Undang-Undang Nomor.41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan dengan ancaman hukuman lima tahun penjara di sertai denda ratusan juta rupiah, tegas Puguh.

Hutan Lindung Di Kiram Dirambah

Rabu, 22 Oktober 2008 01:08 redaksi

BANJARMASIN - Tak mau ketinggalan dengan Polda Kalsel, Polres Banjar melalui Sat Reskrim-nya juga melakukan penanganan kasus perambahan kawasan hutan lindung dan areal tambang milik perusahaan lain yang diduga dilakukan PT Banjar Alam Trading (BAT).

Kawasan yang diduga dirambah itu masuk dalam wilayah Desa Kiram Kecamatan Karang Intan Kabupaten Banjar. Akibat itu, aktivitas penambangan pun dihentikan dan sebuah alat berat, eksavator milik PT BAT yang disewa dari PT Cipaganti di-police line.

Selain itu, areal yang termasuk dalam kawasan hutan lindung dan areal yang sempat ditambang, namun milik perusahaan PT Berkah Bumi Banua (BBB) juga diberi garis polisi.

PT BAT sebenarnya sebagai kontraktor pemilik kuasa pertambangan PT Kalimantan Power Stone (KPS). Perusahaan BAT menambang batu mangaan yang memang banyak terdapat dalam perut bumi Desa Kiram.

Selasa (21/10), Kapolres Banjar AKBP Iswahyudi melalui Kasat Reskrim-nya AKP Sabana membenarkan jika pihaknya telah menutup sementara tambang milik PT BAT karena diduga telah menambang di luar koordinat sahnya.

"PT BAT diduga menambang di luar kawasan miliknya, sehingga masuk dalam kawasan milik perusahaan PT BBB dan bahkan sebagian lainnya, diduga masuk kawasan hutan lindung," jelasnya.

Sabana menambahkan, pihaknya kini masih terus menjalankan proses pemeriksaan terhadap sejumlah saksi yang diduga mengetahui persoalan perambahan kawasan hutan lindung dan juga "pencaplokan" kawasan tambang milik perusahaan lain yang diduga dilakukan PT BAT itu.

"Kita saat ini tengah intensif memeriksa petinggi dan jajaran direksi PT BAT untuk mengkonfrontir dengan informasi serta data-data di lapangan," tukasnya.

Disinggung apakah sudah ada tersangka dalam kasus ini, ia mengatakan bahwa tersangka masih belum ditetapkan karena masih harus menyelesaikan pemeriksaan saksi-saksi, yang tujuannya untuk mengetahui siapa pihak yang lebih bertanggung jawab sehingga hal itu bisa terjadi.

Jika dalam perkembangannya, PT BAT terbukti merambah kawasan hutan lindung, maka perusahaan itu akan dikenai pasal dalam UU No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Selain itu, tak menutup juga pengenaan pasal UU Pertambangan.

iika Manajemen Hutan Sudah Baik

Sabtu, 18 Oktober 2008 01:24 redaksi

 

JAKARTA - Rencana Departemen Kehutanan untuk membuka kembali ijin ekspor log karena kelebihan bahan baku kayu merupakan suatu kemunduran.

"Ini (ekspor log) kebijakan 17 tahun lalu. Ide ini sama sekali tidak populer, justru menunjukan Indonesia kurang mampu menciptakan inovasi teknologi yang menciptakan nilai tambah," kata Direktur Eksekutif Greenomics, Elfian Effendi, di Jakarta, Jumat.

Menurut dia, pernyataan bahwa Indonesia saat ini kelebihan bahan baku kayu sehingga memungkinkan keran ekspor dibuka kembali merupakan justifikasi yang salah. Karena pada kenyataannya industri kayu skala kecil di tanah air sangat kekurangan bahan baku.

"Tidak hanya yang kecil sebenarnya, industri besar pun kekurangan bahan baku sebenarnya. Dan kalau sampai produsen mebel bilang harga kayu mahal berarti itu bukti kalau memang bahan baku kurang, kalau banyak tentu harga tidak mahal," ujar dia.

Dia mengatakan jika sampai ekspor log dibuka ke semua negara, maka Malaysia, Singapura, dan Cina akan langsung menyerap kayu-kayu tersebut.

Jika itu terjadi, katanya, produk kayu olahan Indonesia dipastikan akan kalah bersaing dan akan mematikan industri kayu tanah air.

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo), Ambar Tjahyono mengatakan, tidak setuju jika ekspor log kembali dibuka karena kebutuhan bahan baku kayu di Indonesia sendiri belum terpenuhi.

"Kami jelas tidak bisa menikmati keuntungan jika log diekspor. Seharusnya pemerintah memikirkan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dulu, jika memang manajemen hutannya sudah baik dan kebutuhan dalam negeri tercukupi tidak masalah," ujar dia.

Ambar mengakui bahwa produsen mebel tidak mampu menyerap kayu dari Kehutanan maupun Perhutani karena harganya yang mahal. Selama ini produsen mebel di tanah air mengandalkan bahan baku dari kayu rakyat.

Menurut dia, akan jauh lebih baik jika pemerintah mau mencari jalan keluar agar kayu-kayu tersebut terjangkau bagi produsen kayu olahan dalam negeri.

Sebelumnya, Menteri Kehutanan MS Kaban mengatakan ada kemungkinan ekspor log dibuka kembali mengingat jumlah bahan baku kayu di tanah air berlebih dan jika ekspor dibuka kemungkinan berasal dari hutan rakyat.