Monday, December 25, 2006

Rp400 M Untuk Pengamanan Hutan

Minggu, 24 Desember 2006 01:31
PALANGKA RAYA - Makin kritisnya hutan di tanah air membuat pemerintah pusat menaikkan anggaran pengamanan hutan. Untuk 2007, telah dianggarkan dana sebesar Rp4,2 triliun untuk rehabilitasi hutan dan lahan, termasuk di dalamnya Rp400 miliar untuk pengamanan hutan.

Anggota Komisi IV DPR RI asal Kalteng, Mukhtaruddin, mengatakan, anggaran pengamanan hutan 2007 lebih besar dari tahun 2006, yang hanya mencapai Rp350 miliar. Peningkatan anggaran itu untuk memaksimalkan pemberantasam penebangan liar dan penanganan kebakaran lahan.

"Kebakaran lahan dan penebangan liar sudah darurat, kalau penanganannya tidak terpola, maka akan terus terjadi setiap tahun. Perlu ada Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang khusus untuk penanganan kebakaran lahan. Itu kewenangan presiden, jadi kita minta segera dikeluarkan sehingga penanganannya fokus dan jelas," katanya, kemarin. mgb/ck3

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

Menhut Akui Gagal

Minggu, 24 Desember 2006 02:08
* Kalimantan bersih illegal logging

Jakarta, BPost
Menteri Kehutanan MS Kaban mengaku gagal memenuhi target yang diberikan DPR terkait operasi illegal logging. Departemen Kehutanan ditargetkan menyetor Rp2,5 triliun dari operasi terhadap penebangan liar.

"Kita harus akui lelang alat berat hasil operasi belum ada laporannya sehingga target Rp2,5 triliun belum bisa diwujudkan," kata Kaban, dalam konferensi pers Evaluasi Akhir Tahun 2006 di Gedung Manggala Wana Bhakti, Dephut, Jumat (22/12). Sebagian besar alat berat berada di Papua yakni sebanyak 848 unit. Namun target tersebut, tidak masuk pos kehutanan, melainkan kejaksaan.

Kaban menyatakan tahun ini illegal logging menurun tajam akibat Operasi Hutan Lestari (OHL) I dan II yang digalakkan para Kapolda di sejumlah daerah seperti Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Jambi dan Riau. "Boleh dilihat, semua daerah-daerah yang saya sebutkan tadi bersih," tantang Kaban.

Namun dia mengakui, kejahatan pencurian kayu belum berakhir, terutama di Papua. Para penjahat kayu tersebut tergabung dalam kelompok-kelompok kecil. "Illegal logging di Papua, greget permainannya masih ada," ujarnya.

Kaban menyadari operasi illegal logging membuat banyak industri kayu lapis kekurangan bahan baku. Ini berlaku pada industri yang bahan bakunya tidak jelas.

Oleh karena itu Dephut akan menggiatkan industri perkayuan agar menerapkan manajemen pengelolaan hutan industri secara berkelanjutan. Seperti menerapkan program tebang pilih, menggunakan teknologi terbaru, sehingga efisien dan memberikan nilai tambah.

Dephut juga menargetkan menanam lima juta hektare hutan tanaman baru sampai 2009. "Kalau sekarang kan baru 2,5-3 juta hektare," tandasnya. dtc

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

PDRB Kehutanan Minus

Jumat, 22 Desember 2006 01:21
PELAIHARI - Sektor Kehutanan di Tanah Laut ternyata belum memberikan kontribusi proporsional terhadap produk domestik bruto (PDRB) Hijau. Bahkan, terjadi kecenderungan negatif dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir.

Merujuk hasil kajian yang dilakukan Pusat Rencana dan Statistik Badan Planologi (Pusren Baplan) Departemen Kehutanan tahun 2006, kontribusi sektor kehutanan terhadap PDRB yakni Rp-32,21 M (2003), Rp5,75 M (2004), dan Rp-11,88 M (2005). Angka ini didasarkan atas nilai deplesi (produksi) dan degradasi (penurunan) lingkungan.

Data awal yang diperoleh Pusren Baplan Dephut pada instani terkait di Tala, PDRB (konvensional) tahun 2003 Rp1,83 T, 2004 Rp2,03 T, dan 2005 Rp2,28 T. Terjadi peningkatan produksi dalam kurun waktu itu yakni 24,9 persen.

Kontribusi sektor kehutanan selama 2003-2005 turun 33,9 persen. Nominalnya, tahun 2003 Rp27,26 M dan anjlok menjadi Rp18,02 M tahun 2005.

Dari hasil penghitungan diperoleh nilai deplesi hutan; tahun 2003 Rp36,97 M, 2004 Rp10,23 M, dan 2005 Rp17,88. Penghitungan degradasi; tahun 2003 Rp22,5 M, 2004 Rp5,36 M, dan 2005 Rp12,02 M.

Nilai kontribusi hijau sektor kehutanan menembus level minus, misalnya tahun 2005 Rp-11,88 M, diartikan sebagai hasil neto kinerja sektor kehutanan yang memberikan kontribusi pada PDRB sebesar Rp18,02 M (2005). Tapi, mengorbankan aset di bidang kehutanan sebesar Rp17,88 M dalam bentuk deplesi sumberdaya hutan sebesar Rp12,02 M dalam bentuk degradasi lingkungan. roy

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

Penghijauan Tak Merata

Jumat, 22 Desember 2006 01:21
Pelaihari, BPost
Penghijauan jalan yang dilaksanakan Dinas Kehutanan (Dishut) Tanah Laut dipertanyakan. Penanaman pohon di beberapa tempat itu tidak merata.

Melalui saluran telepon kepada BPost, beberapa warga meminta Dishut serius dalam melaksanakan penghijauan. Penanaman terkesan dilakukan apa adanya yang diindikasikan dilewatinya beberapa titik di kanan-kiri bahu jalan protokol.

Fakta tersebut dijumpai di jalur Jalan A Yani dari arah Desa Panggung menuju Kota Pelaihari, Jalan A Hadji Boejasin, dan Jalan A Syairani. Pantauan BPost, Kamis (21/12), beberapa titik di jalur jalan protokol itu memang ada yang tidak terjamah penghijauan.

Pemasangan pagar pengaman pohon juga tidak teratur. Masih banyak pohon yang belum terpajangi pagar berbentuk segi empat itu sehingga rawan dimakan hewan atau terlindas kendaraan.

Dikonfirmasi via telepon, Kadishut Tala Ir H Aan Purnama MP tidak banyak memberikan penjelasan. "Untuk jelasnya tanyakan kepada Pak Taji (Kasi Aneka Guna Hutan). Saya sekarang sedang rapat di Banjarmasin. Yang jelas, penghijauan itu fokusnya pada jalan baru di Gunung Kayangan."

Ditemui di ruang kerjanya, Kasi Aneka Guna Hutan Sutaji mengatakan beberapa titik di sejumlah jalan protokol memang tidak ditanami pohon. Titik-titik tersebut yakni yang bagian atasnya ada jaringan listrik.

"Itu diterapkan dengan pertimbangan keamanan. Kalau pada titik-titik tersebut tetap ditanami, kelak akan mengganggu jaringan listrik. Karena itu sejak dini kita antisipasi dengan tidak menanami pohon," jelas Sutaji yang kerap disapa Pak Taji ini.

Tidak hanya itu, titik lain yang tidak ditanami pohon penghijauan yakni di pintu masuk ruko atau rumah warga. Termasuk beberapa titik di jalur jalan lingkar Gunung Kayangan yang masih didominasi tanaman kelapa sawit milik PTPN XIII.

"Tapi, kami tetap menghargai kritik dari masyarakat. Jika memang dikehendaki semuanya ditanami, bisa saja nanti kami lakukan. Kebetulan saat ini kegiatan penanaman belum selesai, realisasinya sidah 90 persen. Yang belum tinggal menghijaukan jalan lingkar Kayangan," kata Taji.

Jumlah pohon penghijauan--jenis ketapang dan mahoni--yang disediakan sebanyak 10 ribu pohon. Namun 1.000 pohon di antaranya telah dimanfaatkan KNPI Tala untuk kegiatan pengijauan Pantai Swarangan beberapa waktu lalu.

"Kalau kegiatan penghijauan tahun ini belum bisa menjamah seluruh jalan protokol, nanti tahun 2007 ada program pemeliharaan atau penyulaman. Beberapa titik yang belum tertanami, jika memang diinginkan masyarakat, nanti bisa ditanami," tandas Taji. roy

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

Korem Siap Berantas Illegal Logging

Kamis, 21 Desember 2006 02:05:20
MARAKNYA Illegal logging (pembalakan liar) yang terjadi di Kalimantan Selatan tidak hanya mendapat perhatian dari aparat Polri saja, aparat TNI khususnya angkatan darat juga memperhatikan kelestarian alam yang dirusak oleh tangan-tangan jahil, hanya untuk segepok uang.

"Kita membantu pemerintah daerah mmberantas maraknya Illegal logging, terutama di daerah Tanjung, Hulu Sungai Tengah (HST), Tanah Bumbu dan Kotabaru," kata Letkol Infantri Martono, PLH Wakasrem Banjarmasin, usai upacara HUT Korem 101 Antasari, Rabu (20/12) pagi.

TNI hanya membantu melakukan pengamanan hutan, sedang yang berada di depan tetap Polri. "Kita hanya mendukung dari belakang, Polri yang di depan," ujar pria yang masih menjabat sebagai Dandim Kabupaten Banjar ini.

Sementara itu dalam amanatnya pada upacara HUT Korem 101 Antasari ke 45 di halaman Makorem Banjarmasin, Panglima Kodam VI/TPR Mayor Jenderal TNI GR Situmeang dibacakan Letkol Infantri Martono, PLH Wakasrem menegaskan ada dua tugas pokok TNI Angkatan Darat. Sesuai dengan amanat Undang Undang No34 Tahun 2004 Tentang TNI Pasal 7 i operasi militer untuk perang dan selain perang. dua

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

Mantan Kadishut Kaltim Ditahan

Selasa, 19 Desember 2006 02:44:46
Jakarta, BPost
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menahan tersangka kasus dugaan korupsi penerbitan Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) di Kalimantan Timur (Kaltim). Dia adalah mantan Kepala Dinas Kehutanan (Kadishut) Robian.

"Tersangka ditahan di Rutan Polres Metro Jakarta Selatan selama 20 hari," kata Kepala Humas KPK Johan Budi SP di Gedung KPK, Jakarta, Senin (18/12).

Robian ditahan setelah menjalani pemeriksaan sekitar 11 jam sejak pukul 10.00 WIB. Dia enggan berkomentar kepada wartawan yang mengerubunginya usai pemeriksaan.

KPK menyatakan Robian bersama tersangka lainnya yakni Gubernur Kaltim nonaktif Suwarna AF, Presdir Surya Dumai Group Marthias dan mantan Kakanwil Dephut Uuh Aliyudin melakukan tindak pidana korupsi tanpa mengindahkan ketentuan teknis.

"Seharusnya lahan itu untuk pembangunan kelapa sawit, namun dalam kenyataannya pembangunan kelapa sawit sama sekali tidak dilaksanakan," jelas Johan. Akibat perbuatan ketiga tersangka, negara diduga dirugikan sekitar Rp386 miliar.

Sebelum menjadi tersangka di KPK, Robian pernah dijadikan tersangka di Kejaksaan Agung dalam perkara pembukaan lahan sejuta hektar di Berau, Kaltim. Namun, perkara itu tidak dilanjutkan lantaran terbitnya Surat Penghentian Penyidikan Perkara (SP3).

Pada saat persidangan dengan terdakwa Suwarna, Robian mengaku Suwarna telah memberikan dispensasi bagi 10 perusahaan di bidang perkayuan untuk tidak memberikan bank garansi. dtc

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

Cukong-Aparat Kongkalikong

Minggu, 17 Desember 2006 02:10
Palangka Raya, BPost
Penebangan liar di Kalteng sulit diberantas. Kongkalikong oknum aparat keamanan dan instansi terkait dengan cukong kayu masih marak, sehingga kayu tak berdokumen tetap banyak yang lolos.

Menurut Komandan Korem (Danrem) 102 Panju Panjung, Kolonel Art Budi Rachmat, dugaan itu dikuatkan dengan banyaknya keganjilan di lapangan. Di antaranya banyak kayu yang milir tetapi dokumennya tidak jelas asal usulnya.

"Kalau ada anggota Korem yang terlibat, pasti kita proses dan ditindak secara hukum," katanya, Jumat( 15/12).

Menurutnya, semua pimpinan instansi seperti pemerintah daerah, kepolisian dan TNI harus punya komitmen yang sama dalam pemberantasan penebangan liar. Pimpinan harus bisa membenahi dan membersihkan oknum yang terlibat praktik itu.

Masalah dokumen, kata Budi, sangat penting dalam mencegah praktik penebangan liar. Karena dengan dokumen yang lengkap dan sesuai hukum, maka aparat di lapangan mudah melakukan pengecekan dan pengawasan. "Selama dokumen belum tertib, peluang tebangan liar tetap terbuka," katanya.

Budi mengaku telah melaporkan hasil penyisiran lokasi-lokasi kayu yang diduga bermasalah oleh satuannya kepada Wakil Gubernur Kalteng, termasuk keberadaan 8.000 potong kayu temuan di Sungai Singan.

Menurutnya, dalam waktu dekat tim gabungan dari provinsi turun ke lapangan memeriksa lokasi penemuan kayu tersebut.

Sementara Aktivis lingkungan yang juga Koordinator Save Our Borneo (SoB), Nordin, mengingatkan, agar aparat keamanan mewaspadai maraknya tebangan liar pada musim hujan.

Tingginya permukaan sungai dan anak sungai memudahkan cukong memilirkan kayu.

"Saat kemarau itu anak sungai kering, makanya banyak tumpukan kayu ditemukan di hutan karena pelaku sempat memilirkan. Musim hujan inilah yang mereka tunggu-tunggu. Tinggal bagaimana aparat mengatasinya," katanya.

Menurut mantan Direktur Eksekutif Walhi Kalteng ini, maraknya pemiliran kayu illegal pada musim hujan sudah menjadi rahasia umum. Anehnya praktik itu terus terjadi meski aparat gencar melakukan penertiban. mgb

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

Hutan Gunung Sebatung Terus Digunduli

Jumat, 15 Desember 2006 01:20:01
Kotabaru, BPost
Bupati Kotabaru H Sjachrani Mataja berang. Pembalakan pohon inti di kawasan hutan Gunung Sebatung, Desa Sebelimbingan, Pulau Laut Utara, masih marak. Diduga pelakunya penebang ilegal serta peladang berpindah.

Pembalakan menimbulkan lahan kritis, sehingga menggangu ekosistem. Selain itu kawasan tersebut merupakan daerah resapan air.

Menurut Sjachrani, hutan Desa Sebelimbingan termasuk wilayah eksploitasi BUMN milik Departemen Kehutanan. Setelah eksploitasi timbul masalah. Beberapa jalan menuju kawasan hutan yang dibangun PT Inhutani II dimanfaatkan pembalak mengangkut kayu tebangan.

"Parahnya, pohon inti yang tidak ditebang Inhutani sebagai cikal bakal pengganti kawasan hutan yang dieksploitasi malah ditebangi para pembalak liar," sesalnya.

Menurut bupati, penebangan pohon inti itu juga menyebabkan resapan air Waduk Gunung Ulin hilang. Padahal Waduk Gunung Ulin dipersiapkan sebagai cadangan air bersih selama musim kemarau.

Dia meminta kawasan sekitar ikut memberantas penebangan liar itu. Tugas menjaga kelestarian hutan bukan hanya tugas pemerintah dan aparat keamanan, juga masyarakat. Mari bersama merehabilitasi lahan kritis ini," ajaknya. dhs

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

Bimbingan Pengelolaan Hutan

Rabu, 13 Desember 2006 01:23:13
MARTAPURA - Tim Social Forestry (Sosfor) Banjar memberikan penyuluhan serta bimbingan teknis tentang tata cara pengelolaan hutan dan lahan secara baik dan benar di Desa Bancing, Kecamatan Paramasan, Sabtu (9/12).

Kasubdin Pengembangan Usaha dan Pengembangan Kehutanan Dishut Banjar, Ir H Ahmad Kosasih mengatakan, permasalahan yang paling mendasar adalah kurangnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat arti pentingnya hutan sebagai resapan air dan penyeimbang kehidupan.

Pengelolaan Social Forestry bisa dilakukan di hutan negara. Program itu ditujukan dalam rangka meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan, di samping berperan untuk melestarikan hutan.

Social Forestry juga memadukan pengelolaan hutan dengan usaha perkebunan. Kegiatan ini tentu saja diharapkan bisa bersinergi dengan lingkungan, sehingga kerusakan lingkungan yang terjadi akibat pembukaan hutan tidak lagi terjadi.

Kepala Dinas Perkebunan Banjar Ir Eddy Hasbie menambahkan, masyarakat lereng gunung dekat hutan diimbau tidak melakukan pembakaran lahan secara sembarangan.

Pasalnya, metode pembakaran lahan sering berakibat fatal merembet ke lahan dan hutan sekitar yang sangat merugikan ekosistem hutan dan habibat di dalamnya. adi

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

Dialokasikan 8,1 Juta M2 Kayu

Rabu, 06 Desember 2006 02:18:33
Jakarta, BPost
Menteri Kehutanan MS Kaban meminta industri pengolahan kayu yang kekurangan bahan baku melaporkan permasalahannya untuk dicarikan pemasok kayu.

"Kita akan upayakan mereka bisa menjalin kerjasama dengan perusahaan pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan(IUPHHK) yang masih kesulitan memasarkan kayunya," kata Menhut usai jumpa pers restorasi hutan di Jakarta, Selasa (5/12).

Tahun ini, Departemen Kehutanan mengalokasikan jatah produksi tebangan (JPT) sebesar 8,1 juta meter kubik. Jika permintaan melebihi JPT yang sudah ditetapkan tahun ini, jelas Menhut, kekurangan bahan baku bisa dipasok dari sisa tahun sebelumnya yang belum terpakai (carry over).

Apalagi, penyerapan bahan baku pada tahun lalu hanya mencapai 30 persen dari jatah produksi tebangan yang mencapai 6,4 juta meter kubik. klc

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

Gerhan Molor Lagi

Sabtu, 02 Desember 2006 04:17:58
Pelaihari, BPost
Sebulan lagi tahun 2006 berakhir, namun kegiatan gerakan rehabilitasi lahan dan hutan (gerhan) tahun 2005 belum juga rampung. Program nasional ini diprediksikan bakal molor lagi hingga 2007 mendatang.

Dalam rapat di Banjarmasin beberapa waktu lalu, seluruh daerah penerima Gerhan di Kalsel bersepakat mengusulkan perpanjangan waktu. Ini menyusul masih kecilnya prosentase realisasi.

Di Tala hingga kini realisasinya baru mencapai 25 persen. Dari total luas 2.025 hektare, yang terlaksana hanya 665 hektare pada periode Januari-April lalu.

Dengan begitu, masih tersisa 1.360 hektare yang harus direalisasikan. Padahal waktu yang tersisa tahun ini sangat minim yakni satu bulan efektif. Secara matematis, luasan tersebut tidak mungkin lagi ditunaikan.

"Gerhan 2005 sepertinya tidak mungkin selesai dalam tahun ini. Itu sebabnya, dalam rapat di provinsi belum lama tadi semua daerah mengusulkan perpanjangan waktu," tukas Kabid Rehabilitasi Lahan dan Pembinaan Hutan Dishut Tala Ir H Akhmad Hairin MP, pekan tadi.

Disebutkan, molornya realisasi Gerhan 2005 selain disebabkan faktor teknis, juga dipengaruhi faktor non teknis. Faktor teknisnya yakni telatnya pencairan anggaran, karena daftar isian penggunaan anggaran (DIPA) dari pusat baru turun Desember 2005.

Faktor nonteknisnya adalah iklim. Pada tahap penanaman kedua musim hujan telah berlalu, sehingga penanaman tidak memungkinkan dilaksanakan. Ini diperparah dengan panjangnya kemarau tahun ini. Kendati mulai turun hujan, sampai sekarang musim penghujan belum bisa dikatakan telah tiba secara penuh.

Saat itu sebenarnya seluruh dananya telah diterima, tapi karena baru sebagian yang mampu direalisasikan, sisa dananya dikembalikan lagi. Pengambilan dana untuk penanaman tahap kedua pun tidak mudah, karena butuh proses administrasi.

Ketika proses administrasi tersebut selesai, kendala yang dihadapi yakni ketidaksiapan lahan karena kering kerontang akibat kemarau. Praktis penanaman tahap kedua menunggu musim hujan tiba. roy

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

Industri Kertas Ancam Lingkungan

Selasa, 28 Nopember 2006 02:10:54
Banjarbaru, BPost
Proyek pembangunan united fibre system (UFS) dan pengambilalihan Kiani Kertas yang tengah direncanakan di Kalimantan, ternyata beresiko tinggi terhadap lingkungan dan sosial.

"Rencana pembangunan dan proses pengambilalihan ini sangat jauh dari prinsip bisnis yang pro-lingkungan hidup atau pro-pembangunan bisnis kehutanan yang sehat," tandas Berry Nahdian Furqan, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalsel dalam rilisnya, akhir pekan tadi.

Berdasarkan investigasi dan riset mendalam yang dilakukan oleh Environmental Defense-USA, CAPPA dan Walhi Kalimantan Selatan, kreditor tidak mendapatkan informasi yang seimbang terhadap proyek pabrik bubur kayu dan kepingan (chip) kayu UFS serta akuisisi pabrik Kiani Kertas yang diajukan UFS, semisal tentang kecukupan bahan baku dan permasalahan sosial, juga tentang performance bisnis perusahaan.

Kinerja yang buruk dari perusahaan hutan tanaman industri memunculkan risiko penurunan kualitas air dan tanah, polusi dan kerusakan lingkungan di sekitar areal industri. Bahkan, dampak negatifnya lebih dari itu,

"Adanya tingkat risiko politik dan finansial yang tinggi karena adanya keterlibatan subtansial tokoh-tokoh yang memiliki kepentingan politik, serta proses transaksi yang menimbulkan pertanyaan signifikan," terang Stephanie Fried, PhD dari Environmental Defense USA mitra kerja Walhi . niz

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

Kayu Sebangau Diperdebatkan Pusat

Minggu, 26 Nopember 2006 01:34
Palangka Raya, BPost
Upaya Gubernur Kalteng Agustin Teras Narang yang menginginkan 500 ribu potong kayu ilegal hasil tebangan liar dari Taman Nasional Sebangau Kabupaten Katingan untuk kepentingan sosial jadi perdebatan di gedung DPR RI.

Sejumlah anggota Komisi IV sependapat dengan kemauan gubernur yang ingin memanfaatkan kayu untuk kepentingan sosial.

Seperti membantu korban gempa di Yogyakarta, korban banjir dan kebakaran di Kalsel, korban gempa di Aceh serta untuk kepentingan rumah tak layak huni di Kabupaten Katingan Kalteng dengan pengawasan pemanfaatan kayu yang diperketat.

Namun, Menteri Kehutanan MS Kaban tetap ngotot pada keputusannya, agar kayu ilegal yang berasal dari Taman Nasional Sebangau harus dimusnahkan, tidak boleh dimanfaatkan, kata Mukhtarudin, anggota Komisi IV Bidang Kehutanan dan Perkebunan DPR RI pada raker dengan Pemprov Kalteng di Palangka Raya, Jumat (24/11).

"Sesuai aturan memang kayu tersebut harus dimusnahkan," ujarnya.

Menurut Mukhtarudin, sesuai aturan agar kayu dapat dimanfaatkan harus ada surat- menyuratnya dan harus jelas asal-usulnya.

"Kendala dalam pemanfaatan kayu Sebangau terutama untuk membuat surat-menyuratnya, sebab jelas aturannya bila kayu asalnya dari taman nasional harus dimusnahkan," ujarnya.

Sementara Wagub Kalteng, H Achmad Diran mengatakan, upaya pemanfaatan kayu untuk kepentingan sosial kemasyarakatan hingga kini masih terlantar di Sungai Muara Bulan.

Pemprov tidak punya dana jika pemusnahan tersebut memakai dana Pemprov. "Kami telah mengeluarkan dana mencapai Rp350 juta untuk pengamanan kayu itu. Padahal pengamanan kayu sepenuhnya menjadi tanggung jawab Departemen Kehutanan," ujarnya.

Diran yang juga Ketua Tim Penertiban Illegal Logging Provinsi Kalteng menyayangkan lemahnya pengawasan hutan Taman Nasional Sebangau. Ironisnya, setelah ada kejadian ratusan ribu kayu Taman Nasional Sebangau dibabat orang yang tak bertangung jawab, Dephut baru membentuk Unit Pelaksana Tekhnis (UPT) untuk Taman Nasional Sebangau, November tahun ini.

Komisi IV berjanji akan mendesak Dephut agar mengganti uang operasional pengamanan kayu yang telah dikeluarkan Pemprov Kalteng.

Sebab, sesuai aturan masalah pengaman kayu sepenuhnya menjadi tanggung jawab Departemen Kehutanan bukan Pemerintah Provinsi Kalteng. tur

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

Sita Kayu Ilegal

Sabtu, 25 Nopember 2006 01:21:34
Pelaihari, BPost
Distribusi kayu ilegal masih berlangsung kendati jajaran Polres Tala telah menggiatkan operasi. Sebagai bukti, lagi-lagi polisi berhasil menggagalkan tindak kejahatan tersebut.

Pemilik kayu ‘haram’ itu yakni H MH (50) kini mendekam di Mapolsek Jorong. "Tersangka sekarang masih menjalani pemeriksaan intensif," tukas Kapolres Tala AKBP Drs Sumarso melalui Kapolsek Jorong Iptu Asmala.

Saat berada di Mapolres Tala, Rabu (22/11), Asmala mengatakan, distribusi kayu tanpa disertai dokumen surat keterangan sahnya hasil hutan (SKSHH) itu sebelumnya telah diendus.

Rabu pagi pukul 05.00 Wita beberapa orang personelnya menyebar di lapangan hingga akhirnya berhasil mengisolasi tindak kejahatan itu. Tempat kejadian perkara (TKP)nya yakni di simpang RCT Desa Asam-Asam.

Saat itu, tersangka menggunakan truk PS 120 warna kuning nopol DA 2368 L meluncur menuju Pelaihari. Petugas yang telah mengidentifikasi langsung menghentikan dan mengamankan tersangka.

Tersangka yang diketahui berdomisili di Desa Asam-Asam tak berkutik karena memang tidak memiliki legalitas atas barang (kayu) yang diangkutnya. Petugas dengan mudah menggiringnya ke Mapolsek Jorong yang berjarak puluhan kilometer dari TKP.

"Jumlah kayunya sekira lima meter kubik berjenis meranti campuran (MC). Bentuknya gelondongan dengan panjang empat meter," sebut Asmala.

Dari mana dan hendak dipasok kemana kayu-kayu tersebut, masih misterius. "Ini yang sedang kami selidiki. Siapa saja yang terlibat, nanti akan kita proses sesuai hukum yang berlaku. Untuk sementara, tersangkanya satu yakni H MH, pemilik sekaligus sopir," tandas Asmala.

Pihaknya tidak akan pernah surut melakukan operasi illegal logging, termasuk razia illegal mining, kejahatan bahan bakar minyak dan lainnya.

Beberapa pekan silam, Polsek Jorong berhasil menggagalkan distribusi ilegal BBM jenis solar sebanyak ribuan liter. Belum lama tadi, Polsek Kintap juga menyita puluhan ribu liter solar ilegal dari perkampungan kecil nelayan di Desa Muara Kintap. roy

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

Penghijauan Libatkan Siswa SD

Jumat, 24 Nopember 2006 01:25:22
Pelaihari, BPost
Dinas Kehutanan Tanah Laut mengintensifkan gerakan penghijauan. Sasarannya tidak hanya terbatas pada lahan dan hutan, tapi merambah hingga ke lingkungan sekolah.

Belasan guru dari 10 sekolah dasar dari beberapa kecamatan bahkan telah mulai dibekali tentang teknis penghijauan. Selama tiga hari sejak Rabu (22/11) di Balai Diklat, mereka mengikuti pembekalan bertajuk ‘kecil menanam dewasa memanen’ dari Kepala Pusat Bina Penyuluhan Kehutanan Depthut yang diwakili Indah Lestari.

Pesertanya tidak hanya para guru, tapi juga melibatkan para penyuluh kehutanan swadaya masyarakat (PKSM) dan penyuluh kehutanan lapangan. Jumlahnya 30 orang, beber Kabid Rehabilitasi Lahan dan Pembinaan Hutan Dishut Tala Ir H Akhmad Hairin.

Usai pembekalan, kegiatan penghijauan akan langsung dilaksanakan. Teknisnya diawali dengan usulan dari 10 sekolah yang telah ditunjuk untuk menyampaikan berapa jumlah bibit tanaman penghijauan yang dibutuhkan serta jenisnya.

Jumlah batang yang diusulkan disesuaikan dengan jumlah siswa masing-masing. "Konsepnya tiap siswa mendapat 5 batang bibit yang selanjutnya akan mereka tanam dan pelihara," jelas Hairin.

Kegiatan penanaman bibit akan diserahkan kepada siswa kelas 1,2 dan 3. Sedangkan siswa kelas 4,5, dan 6 mendapat tugas membuat bedeng tanam. roy

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

Veneer Elbana Bukan Sitaan

Jumat, 24 Nopember 2006 01:25:02
Tanjung, BPost
Sonnic Adhyaksa SH, seorang jaksa penuntut umum (JPU) kasus PT Elbana Abadi Jaya menyatakan, perusahaan berhak menjual veneer yang ada. Karena dari daftar barang bukti yang disampaikan penyidik ratusan kubik veneer bukan termasuk di dalamnya.

"Jadi statusnya bukan barang sitaan atau barang bukti. PT Elbana selaku pemilik veneer berhak menjualnya tak perlu menunggu surat permohonan lelang dari penyidik atau JPU," ujarnya.

Di dalam daftar barang bukti, veneer tidak termasuk barang sitaan. Jadi sebenarnya perusahaan berhak menjualnya tidak harus menunggu surat permohonan dari penyidik atau JPU.

Soal pemasangan police line di pabrik PT Elbana Desa Lano Kecamatan Jaro, tambah Sonnic, memang berfungsi sebagai pengamanan agar aset perusahaan atau barang yang ada di dalam tidak diganggu. Namun untuk barang yang bukan berstatus barang bukti bisa saja digunakan pihak PT Elbana.

Barang bukti yang terdaftar berupa 716 kayu bulat (log) mesin rotari, 2 unit forklip, 2 eksavator, 4 doser, 2 sawmill, 3 kendaraan willoder dan 1 traktor agrindo.

Berkas perkara PT Elbana sudah diekspos ke Kejaksaan Tinggi Banjarmasin untuk mengetahui perkembangan proses hukumnya atas kasus illegal logging yang menyeret para bos PT Elbana.

"Dari ekspos di Kejaksaan Tinggi Banjarmasin, kita juga menyampaikan beberapa kesulitan dalam proses kasus Elbana ini. Di antaranya belum adanya bukti kuat kalau Elbana menebang di luar areal IUPHHK atau membeli kayu hasil illegal logging," ujar Sonnic lagi.

Dalam pertemuan dengan sejumlah penyidik, Sonnic juga mengusulkan agar penyidik memeriksa saksi ahli yang lebih menguasai bidang kehutanan. mia

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

Habis Lahan, Timbul Pidana

Rabu, 22 Nopember 2006 01:34
Banjarmasin, BPost
H Zai (33) warga Banjarmasin harus menghabiskan hari-harinya di bilik sempit berjeruji besi. Ia tak lagi bebas berkelana, sebagaimana ketika ‘membereskan’ hutan di Desa Sekarambut, Kecamatan Pulau Laut Barat, Kotabaru.

"Yang bersangkutan merupakan kontraktor penebangan di lokasi tersebut. Dan sekarang telah kita lakukan penahanan," ungkap Kapolres Kotabaru Ajun Komisaris Besar Polisi Drs Adi Karya Tobing kepada BPost, Selasa (21/11).

Penahanan itu merupakan buntut disitanya ribuan log oleh polisi di wilayah setempat beberapa waktu lalu. Dari hasil penyidikan petugas, disinyalir kayu-kayu tersebut ditebang tanpa izin resmi dari instansi berwenang.

Diungkapkan Adi, apa yang dilakukan Direktur PT Jaya Barindo (JB) itu merupakan proyek pemnyediaan lahan dalam pembangunan permukiman transmigrasi. Dana dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) pun banyak, senilai Rp4,5 miliar. Sayang belum ada izin pembebasan lahan, ia telah menebangi kayunya.

"Istilahnya pembebasan belum mendapat izin tapi ia telah lakukan penebangan. Rencananya areal yang ditebang atau dibersihkan 1.200 hektare namun yang baru dikerjakan sebanyak 240 hektare," ungkap Adi.

Uniknya dari penyidikan yang didapat petugas di lapangan, kayu-kayu hasil tebangan tersebut disinyalir telah digunakan untuk membangun rumah-rumah transmigran.

"Kalau saya tak salah sudah 124 rumah trans terbangun. Diduga kayu-kayu sebagian dari tebangan liar itu," jelas mantan Kabid Analisis Polda Kalsel ini.dwi

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

Sunday, December 24, 2006

KAYU ILEGAL

Jumat, 22 Desember 2006
Sematan, Kompas - Setiap hari, 20 kapal pengangkut kayu yang diduga ilegal dari Kalimantan Barat masuk ke Pelabuhan Sematan, Sarawak timur, Malaysia, melalui pelabuhan nelayan, Pelabuhan Paloh, Kabupaten Sambas. Kegiatan itu semakin marak dua bulan ini.

Penjabat Sementara Kepala Kepolisian Resor Sambas Ajun Komisaris Besar Syamsul menyatakan telah menginstruksikan aparat agar mengecek kebenaran hal itu. Polres Sambas dan Dinas Kehutanan sudah menemukan 10.000 batang kayu olahan di empat tempat di Paloh.

"Kayu itu diduga tebangan liar oleh warga Malaysia dan ditumpuk di Paloh," kata Syamsul. Rabu (20/12) Kompas menyaksikan bongkar muat kayu di Pelabuhan Sematan terjadi pada sore hari. Kayu ditimbun di tempat penimbunan (logpond) milik sebuah perusahaan yang ditunjuk pemerintah untuk mencukai kayu itu.

Menurut sejumlah warga, kayu itu diangkut dari Paloh dan setiap hari sekitar 20 kapal bersandar di Sematan, menurunkan sekitar 800 meter kubik kayu.

Sementara di perbatasan wilayah Sajingan, Kabupaten Sambas, dengan Biawak dan Aru, Sarawak, juga ada lapangan penumpukan kayu (logyard) milik perusahaan yang sama. Kayu itu berasal dari perbatasan Sambas.

Kepala Kepolisian Daerah Kalbar Brigadir Jenderal (Pol) Zainal Abidin Ishak menegaskan, penjagaan di jalur laut akan diperketat dan tidak ada kompromi bagi polisi yang terlibat dalam perdagangan kayu ilegal.

Warga di perbatasan Jaboibabang, Kabupaten Bengkayang, menginformasikan, ada 10 truk yang masuk ke Serikin, Sarawak, tiap hari. Namun, hal itu dibantah Kepala Polres Bengkayang Ajun Komisaris Besar Budi Yuwono. Daerah itu dijaga polisi dan TNI.

Betung Kerihun

Sementara itu, pengangkutan dan perdagangan kayu ilegal dari Kecamatan Badau dan Lanjak, Kabupaten Kapuas Hulu, ke Lubok Antu, Sarawak, berhenti setelah tutupnya beberapa pabrik kayu milik sejumlah cukong Malaysia.

Informasi itu diperoleh Kompas saat mengikuti perjalanan ke Taman Nasional Betung Kerihun Kalbar oleh Forest Law Enforcement Governance and Trade Support Project, 17-18 Desember lalu. Kegiatan itu merupakan kerja sama antara Indonesia dan Uni Eropa. (ful)

Lingkungan

Rabu, 20 Desember 2006
Palangkaraya, Kompas - Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah berharap agar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono segera menerbitkan Instruksi Presiden tentang percepatan rehabilitasi dan revitalisasi lahan gambut sejuta hektar. Inpres itu akan menjadi payung hukum agar pelaksanaan rehabilitasi dapat dilakukan menyeluruh secara lintas departemen, termasuk mengenai anggaran.

Demikian diungkapkan Gubernur Kalimantan Tengah Agustin Teras Narang di sela-sela Seminar Nasional Pencegahan, Penanggulangan, dan Penindakan terhadap Pelaku Pembakaran Hutan, Lahan, dan Pekarangan, di Palangkaraya, Selasa (19/12).

"Inpres mengenai percepatan rehabilitasi dan revitalisasi lahan proyek Pengembangan Lahan Gambut (PLG) sebaiknya cepat diterbitkan mengingat kondisi kawasan (itu) sudah mendesak untuk direhabilitasi," kata Teras.

Dari 1,4 juta hektar (ha) lahan di kawasan PLG yang dulu dicadangkan, saat ini sekitar 70 persen dalam kondisi kritis. Kerusakan lahan itu, antara lain, mengakibatkan bencana asap akibat kebakaran lahan gambut, termasuk yang terjadi tahun ini.

"Terbengkalainya kawasan sejak 1998 menyengsarakan warga yang tinggal di kawasan PLG," kata Teras. Buktinya, dari 15.000-an keluarga transmigran yang ditempatkan hingga tahun anggaran 1999/2000, kini tinggal sekitar 8.000 keluarga.

Menurut Teras, pembukaan lahan PLG adalah proyek nasional yang seharusnya menyejahterakan rakyat di Kalteng. "Karena Presiden sudah mencanangkan rehabilitasi dan revitalisasi lahan PLG pada 31 Agustus 2006, diharapkan payung hukum berupa inpres percepatan program tersebut segera terbit," katanya.

Menurut rencana, Teras Narang akan menyampaikan paparan tentang PLG di hadapan Presiden pada awal Januari mendatang. "Pemaparan nanti agar Presiden mengetahui secara komprehensif mengenai masalah inpres ini," katanya.

Terkait bantuan dari Belanda, Teras menuturkan, Januari 2007 tim ahli dari Belanda akan datang untuk bekerja sama dengan tim bentukan provinsi dan kabupaten/kota di Kalteng. (cas)
Selasa, 19 Desember 2006
Jakarta, Kompas - Mantan Kepala Dinas Kehutanan Kalimantan Timur Robian, Senin (18/12), ditahan di Rumah Tahanan Polres Jakarta Selatan. Penahanan itu merupakan tindak lanjut pengembangan penyidikan kasus dugaan korupsi yang diduga melibatkan Gubernur Kaltim yang sudah diberhentikan Suwarna Abdul Fatah, mantan Kepala Kanwil Kehutanan Kaltim Uuh Aliyudin, dan Presiden Direktur Surya Dumai Group (SDG) Martias.

Robian seusai pemeriksaan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin, tak bersedia menjawab pertanyaan wartawan. "Ke lawyer saya saja," katanya. Penasihat hukum Robian, Zul Armain Azis, mengatakan, perpanjangan izin pemanfaatan kayu (IPK) yang dilakukan Robian atas perintah Suwarna, baik lisan maupun tulisan. Ini termasuk perintah membebaskan 11 perusahaan di bawah Grup SDG dari pembayaran Provisi Sumber Daya Hutan-Dana Reboisasi.

Menurut staf Humas KPK Johan Budi SP, dari penyidikan ditemukan Robian bersama Suwarna AF, Martias, dan Uuh Aliyudin diduga melakukan korupsi sebab menerbitkan perpanjangan IPK dengan tanpa mengindahkan ketentuan teknis bidang kehutanan kepada SDG divisi Kaltim. Penerbitan IPK yang seharusnya untuk pembangunan perkebunan kelapa sawit kenyataannya sama sekali tidak dilaksanakan. Itu tujuannya hanya untuk memanfaatkan kayu hutan.

Dengan perpanjangan IPK tahun 2000-2002 itu, SDG memperoleh kayu sekitar 700.000 meter kubik. Akibatnya, negara diduga dirugikan lebih kurang Rp 386 miliar.

KPK, Senin, juga memeriksa kembali Bupati Kendal (Jawa Tengah) Hendy Boedoro terkait dengan kasus dugaan penyimpangan dana APBD Kabupaten Kendal tahun 2003 dan pinjaman dari Bank Jateng. Namun, seusai pemeriksaan, Hendy menolak berkomentar. Begitu turun dari tangga, dia langsung bergegas menuju belasan ajudannya yang menunggu di depan teras gedung KPK.

Mantan Gubernur Kalimantan Selatan Sjachriel Darham yang diperiksa untuk kasus lain juga menolak berkomentar seusai pemeriksaan. Namun, ia membantah jika disangka merenovasi rumahnya dengan dana APBD. "Itu uang saya sendiri," ujarnya. (VIN)

Reformasi Agraria Bisa Picu Konflik

Kamis, 14 Desember 2006
Aparatur Daerah Harus Disiapkan

Jakarta, Kompas - Redistribusi lahan seluas 8,15 juta hektar yang akan dilakukan pemerintah tahun 2007, dalam rangka reformasi agraria, berpotensi menimbulkan konflik dalam masyarakat. Namun, konflik itu tidak perlu dikhawatirkan selama pemerintah mempersiapkan instrumen pendukung reformasi agraria secara baik.

Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Usep Setiawan di Jakarta, Rabu (13/12), mengatakan, setiap reformasi agraria selalu memiliki potensi konflik. Karena itu, pemerintah sejak awal perlu mempersiapkan mekanisme untuk mengatasi konflik yang akan muncul.

Seperti diberitakan, pemerintah tahun depan akan melakukan reformasi agraria secara bertahap hingga tahun 2014. Tanah seluas 8,15 juta hektar itu, menurut Kepala Badan Pertanahan Nasional Joyo Winoto di Jakarta, akan dibagikan kepada masyarakat miskin yang memenuhi kriteria tertentu dan pengusaha dengan ketentuan terbatas di seluruh Indonesia (Kompas, 13/12).

Ketidakpastian dalam menentukan subyek reformasi agraria, seperti petani gurem, buruh tani, atau masyarakat miskin, lanjut Usep, bisa memicu konflik. Karena itu, BPN dan Badan Pusat Statistik harus memastikan kriteria dan identitas penerima redistribusi lahan secara cermat dan teliti.

Menurut dia, sebelum program reformasi agraria itu dijalankan, lahan yang akan didistribusikan harus jelas dan pasti, baik luas, posisi, maupun tingkat kesuburannya. Mekanisme pembagian lahan itu pun mesti melibatkan serikat tani dan organisasi masyarakat secara langsung sebagai subyek dari reformasi agraria.

"Konsolidasi dan sinkronisasi antara BPN dan departemen terkait perlu dilakukan juga untuk menentukan lahan yang akan dibagikan," kata Gunawan dari Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia.

Usep menambahkan, profesionalitas aparatur negara yang menjadi pengelola reformasi agraria harus disiapkan agar mereka bisa bekerja secara independen dan tak terjebak dalam tindakan kolusi dan manipulasi yang dapat memicu konflik.

"Aparatur pemerintah di pusat maupun daerah harus disiapkan," papar Usep lagi.

Meskipun demikian, Gunawan mengingatkan, konflik yang akan muncul tak perlu terlalu dikhawatirkan sehingga mengganggu proses reformasi agraria yang akan dilakukan. Semangat keadilan sosial yang dibawa dalam reformasi agraria justru diharapkan mampu menyelesaikan sengketa pertanahan yang ada serta membangun ekonomi bangsa.

"Lembaga pengelola reformasi agraria juga harus menyediakan mekanisme penyelesaian setiap konflik yang muncul akibat reformasi agraria," ucap Gunawan.

Sosialisasi pelaksanaan reformasi agraria juga harus dilaksanakan secara menyeluruh dan intensif di masyarakat. Kelompok masyarakat yang tidak menerima pembagian lahan harus disiapkan juga agar mereka menerima mekanisme pembagian itu. (MZW)

8,15 Juta Lahan Akan Dibagikan

Rabu, 13 Desember 2006
Tahap Awal 5.000 Keluarga Miskin Akan Diberi Lahan Bersertifikat

Jakarta, Kompas - Pemerintah akan melaksanakan reformasi agraria secara bertahap mulai tahun 2007 hingga 2014. Tanah seluas 8,15 juta hektar akan dibagikan ke masyarakat miskin yang memenuhi kriteria tertentu dan pengusaha dengan ketentuan terbatas.

Kepala Badan Pertanahan Nasional Joyo Winoto seusai Simposium Agraria Nasional III di Jakarta, Selasa (12/12), mengatakan, pembagian tanah kepada masyarakat miskin akan mulai dilakukan sekitar akhir April 2007. Dalam tahap awal, 5.000 keluarga miskin akan diberikan tanah bersertifikat. Luas tanah yang dibagikan untuk setiap keluarga berbeda-beda bergantung pada kebutuhan dan ketersediaan lahan di setiap daerah.

Diperkirakan sebanyak 6 juta hektar lahan akan dibagikan bagi masyarakat miskin dan 2,15 juta hektar sisanya diberikan kepada pengusaha untuk usaha produktif dengan tetap melibatkan petani perkebunan. Negara dapat mencabut kembali pemberian tanah tersebut jika tidak dapat dimanfaatkan untuk usaha produktif.

Tanah yang akan dibagikan berasal dari lahan kritis, hutan produksi konversi, tanah telantar, tanah milik negara yang hak guna usahanya habis, maupun tanah bekas swapraja.

"Reformasi agraria juga dimaksudkan untuk memberikan akses rakyat terhadap tanah sebagai sumber ekonomi serta mengatasi sengketa dan konflik pertanahan yang ada," kata Joyo.

Pemberian tanah bagi keluarga miskin di pedesaan diharapkan mampu meningkatkan taraf hidup mereka. Dari sekitar 40 juta penduduk miskin di Indonesia pada tahun 2006, sebanyak 67 persen di antaranya tinggal di pedesaan. Dari jumlah keluarga miskin tersebut, 90 persen menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian.

Menurut Joyo, model pembagian lahan akan berbeda untuk setiap daerah, bergantung pada kondisi dan ketersediaan lahan

Ekonom senior dari Institute for Development of Economics and Finance Indonesia (Indef) Bustanul Arifin mengatakan, pelaksanaan reformasi agraria harus menjamin keberlangsungan sistem sosial yang ada di masyarakat. Sengketa pertanahan juga harus dapat diselesaikan dengan harmonis tanpa menimbulkan gejolak baru. "Program sertifikasi tanah seharusnya dilakukan oleh pemerintah pada tahap awal reformasi agraria," katanya.

Sementara itu, menyangkut lembaga yang akan mengelola reformasi agraria tersebut, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia Gumilar R Sumantri menyatakan, pemerintah tidak perlu membuat lembaga baru untuk mengelola program tersebut. Penguatan peranan, otoritas, dan fungsi Badan Pertanahan Nasional menjadi Kementerian Agraria dinilai lebih tepat. (MZW)

Friday, December 15, 2006

PEMBALAK LIAR DITANGKAP

Rabu, 15 Nopember 2006 01:36
Banjarmasin, BPost
Siapa pelaku illegal logging yang bisa berkelit, kini? Mungkin yang cerdik dan bisa beraksi rapi. Setelah cukup lama dicari-cari petugas, H Sam, alah seorang yang diduga pelaku pembalakan hutan di areal PT Inhutani Kotabaru ditangkap polisi.

Warga Nagara, Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS) itu hingga Selasa (14/11) masih dalam pemeriksaan intensif di Polres Kotabaru.

Kapolres Kotabaru AKBP Drs Adi Karya Tobing mengungkapkan, H Sam terlibat kasus pembalakan liar yang berlokasi di Desa Mekarpura dan Desa Sungai Pasir, Kotabaru.

Pengungkapan kasus itu bermula dengan tertangkapnya ribuan log kayu meranti beberapa hari sebelumnya. Setelah dilidik ternyata H Sam lah aktor di balik penebangan ilegal itu.

Polisi cukup terbantu dengan tanda yang tertera di log-log tangkapan itu. Pasalnya, di setiap batang ditulis S, -- yang bisa jadi merupakan inisial H Sam. "Di setiap kayu log tertera tanda huruf S," beber Adi.

Tak hanya H Sam, Polres Kotabaru kini sedang mengembangkan penyelidikan terhadap H Mar yang diduga sebagai pelaku penebangan di Desa Sekarambut, Kecamatan Pulau Laut Barat, Kotabaru. Untuk itu, ia pun mengimbau kepada yang bersangkutan untuk menyerahkan diri.

"Kita terus melakukan pengembangan kasus ini termasuk memintai keterangan kontraktor transmigrasi serta sekdes Sungai Pasir yang masih dalam pengejaran petugas," beber Adi.

Menurut ADi Tobing, para tersangka dijerat pasal 50 jo Pasal 78 Undang-Undang Kehutanan.

Dikatakan Adi, log yang diamankan petugas di empat lokasi di Kecamatan Pulau Laut Barat berjumlah 3.331 batang. Ukuran log-log itu bervariasi antara 20-8O centimeter.dwi

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

Kerugian Kebakaran Hutan Rp3,6 Triliun

Minggu, 12 Nopember 2006 01:52
Mataram, BPost
Dosen Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM) Jogjakarta, Prof Dr Ir Suhardi mengungkapkan, kebakaran hutan dan lahan di Indonesia telah mengakibatkan kerugian negara sekitar Rp3,6 triliun per tahun.

"Sementara maraknya penebangan di hutan lindung baik legal maupun ilegal, mengakibatkan hancurnya habitat dan sumber air hingga kerugiannya tak dapat dihitung," katanya di Mataram, Sabtu (11/11).

Di depan sekitar 250 orang peserta seminar Pengelolaan Hutan Dalam Menghadapi Kelestariannya, dia mengatakan, luas lahan kosong di kawasan hutan yang terbakar mencapai 31,95 juta hektare ditambah sekitar 17,28 hektare belum terdeteksi.Sementara kawasan hutan yang perlu direhabilitasi seluas 59,2 juta hektare tersebar di seluruh Tanah Air.

Dikatakan, pembukaan wilayah-wilayah baru misalnya untuk konversi status lahan, kemudian pembuatan jalan yang melewati habitat plasma di hutan lindung yang sudah sangat terbatas luasnya. Hal ini, jelas dapat mempercepat kerusakan hutan dan sumber plasma.

Untuk mengatasi ini diperlukan kesadaran untuk mengurangi terdesaknya fungsi adat untuk kelestarian hutan dan kesejahteraan masyarakat serta fungsi hutan untuk tata air.

Pendidikan Natural Resources juga dapat mengurangi bertambahnya pengangguran karena semakin banyaknya perusahaan kayu yang ditutup atau semakin banyaknya pengangguran akibat PHK. ant

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

Friday, December 08, 2006

Ratusan Hektare Mangrove Rusak

Sabtu, 11 Nopember 2006 01:11:33
Pelaihari, BPost
Hutan mangrove di Kabupaten Tanah Laut terancam. Di beberapa tempat, kondisinya mengalami kerusakan berat bahkan tidak ada lagi tegakkan pohonnya.

Informasi diperoleh, luasan hutan mangrove yang rusak parah mencapai ratusan hektare. Penyebabnya tidak hanya akibat abrasi, tetapi juga penebangan dan intensnya aktivitas tambang di stockpile dan pelabuhan batu bara.

Populasi ikan bahkan dilaporkan terus menyusut secara signifikan menyusul rusak dan hilangnya habitat bagi beberapa jenis ikan pesisir dan pantai.

Fakta negatif tersebut diakui Kepala Bidang Pengawasan Potensi Sumber Daya Hayati dan Kelautan Dinas Perikanan dan Kelautan Tala Ir Rahmi Yuliani. "Hutan mangrove kita memang mengalami kerusakan yang cukup parah. Kami sedang berupaya untuk menanganinya."

Kepada wartawan di ruang kerjanya, Kamis (9/11), Rahmi mengatakan pihaknya bekerjasama dengan Dinas Kehutanan Kabupaten dan Propinsi dalam upaya melakukan rehabilitasi hutan mangrove. Tahun ini Dishutprov akan menanam 1.000 batang pohon bakau di Sungai Bakau, Kecamatan Kurau.

Sementara dari APBD Tala ditargetkan kegiatan rehabilitasi mangrove teralisasi mulai tahun depan. Guna memantapkan kegiatan tersebut, Diskan Tala akan memulainya dengan melakukan pemantauan kawasan dan studi pola rehabilitasi.

Bagaimana model, di mana, dan berapa luasan hutan mangrove yang akan disasar sangat tergantung dari dua kegiatan tersebut. Yang pasti, pelaksanaannya tidak bisa sekaligus, tetapi bertahap selama beberapa tahun disesuaikan dengan kondisi keuangan daerah.

Pihaknya sendiri, ucap Rahmi, akan terus berjuang untuk mendapatkan dana dari pusat. Pasalnya jika hanya mengandalkan APBD II (Pemkab Tala), rehabilitasi akan berjalan sangat lamban, sementara kondisi hutan mangrove mendesak untuk dihijaukan.

Rahmi mengatakan pihaknya bekerjasama dengan Fakultas Perikanan Unversitas Lambung Mangkurat baru saja menuntaskan studi tingkat kerusakan hutan mangrove di pesisir. Hasilnya cukup mengejutkan, mangrove di beberapa tempat kondisinya kritis.

"Jangan tegakkan pohon. Badan jalan yang ada saja banyak yang putus. Umumnya penyebabnya adalah abrasi. Sebagian, khususnya di pesisir Jorong dan Kintap, juga disebabkan oleh aktivitas stockpile dan pelabuhan batu bara," sebut Rahmi.

Mengutip data hasil studi tingkat kerusakan mangrove 2006, tercatat 810,01 hektare hutan mangrove di Tala yang mengalami kerusakan berat, dan 1.587 ha yang masih baik. Total luas mangrove 2.397,01 ha yang tersebar di 18 desa di lima kecamatan (Kintap, Kurau, Jorong, Takisung, dan Panyipatan).

Tercatat 12 lokasi hutan mangrove yang seluruh arealnya rusak. Di Kurau yakni di Desa Sungai Bakau 17,6 ha, Bawah Layung 107 ha, dan Pantai Harapan 61,5 ha. Di Jorong yaitu di Desa Muara Asam-Asam 65 ha, Sabuhur 42,8 ha, dan Swarangan 66,6 ha. Di Takisung yakni di Desa Takisung 86,41 ha dan Pagatan Besar 79,8 ha. Di Panyipatan yaitu di Desa Tanjung Dewa 43 ha, Batakan 65 ha, dan Kandangan Lama 92 ha. roy

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

Beking Illegal Logging Ditahan

Kamis, 09 Nopember 2006 01:07:52
Kandangan, BPost
Kasus anggota Polres Hulu Sungai Selatan yang diduga terlibat beking ilegal logging menampar wajah institusi tersebut. Karena itu persoalan ini menjadi perhatian utama untuk dituntaskan.

Kapolres HSS AKBP Taufik Supriyadi berjanji akan melakukan proses hukum terhadap dua anggotanya yang melakukan pelanggaran, yakni Rs dan Hi. Mereka kini ditahan setelah kejadian penangkapan di wilayah Tapin.

"Kasus ini masih kita periksa lebih lanjut dan terus dikembangkan karena tersangka pemilik truk dan kayu ulin sebenarnya berhasil kabur," kata Taufik.

Taufik berjanji akan menindak sesuai aturan hukum yang berlaku. Kedua anggota tersebut bakal dikenakan UU 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. "Hasil lidik kita, sementara ini truk dan kayu ulin tersebut bukan milik mereka, namun milik tersangka lain yang kabur," terang Taufik.

Pihaknya tetap akan berusaha membina mental dan disiplin anggotanya tiap kesempatan. Bila ada anggota melanggar hukum tetap ada sanksinya. Seperti yang akan dikenakan kepada dua anggota beking Illog, mereka bakal melalui fase peradilan umum di pengadilan negeri dan pengadilan polisi sebagai anggota Polri.

Ditanya sanksi yang bakal diterapkan Taufik menolak berkomentar. "Tunggu proses hukum dulu dijalankan, baru kita bicara sanksi secara anggota Polri," ujarnya. ary

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

Hutan Sekarambut Dibabat

Kamis, 09 Nopember 2006 01:24
Banjarmasin, BPost
Tim gabungan Reskrim, Intel, dan Brimob Polda Kalsel, Polres Kotabaru serta Dinas Kehutanan Kalsel kembali menemukan ribuan kayu log jenis meranti campuran. Kayu itu ditemukan di Desa Sekarambut Kecamatan Pulau Laut Barat Kabupaten Kotabaru.

Berdasar hasil penghitungan, Selasa (7/11) malam, dari empat lokasi, kayu itu mencapai 3.331 batang, dengan diameter dan panjang bervariasi. Barang bukti kemudian diserahkan ke Polres Kotabaru.

Kapolres Kotabaru Ajun Komisaris Besar Polisi Adi Karya Tobing yang dikonfirmasi Rabu (8/11), mengakui telah mengamankan ribuan kayu log.

"Jumlah log yang diamankan mencapai ribuan batang. Kita masih melakukan pemeriksaan terhadap pihak-pihak terkait di lapangan. Kita menetapkan dua calon tersangka untuk kasus ini," beber Adi.

Dijelaskan Adi, kayu-kayu tersebut bukan berasal dari hutan lindung, melainkan kawasan hutan tanaman industri, tepatnya berada di areal PT Inhutani.

Rencananya lahan tersebut akan dibersihkan untuk selanjutnya ditanami dengan tanaman industri seperti sengon dan pinus. "Namun sebelum izin penanaman tanaman industri itu turun, mereka sudah melakukan penebangan. Ini merupakan pelanggaran," ungkap Adi.

Dalam kasus ini, dua orang yang bakal menjalani pemeriksaan adalah seorang pamong desa setempat dan pimpinan proyek penebangan tersebut. "Kita akan periksa keduanya," beber Kapolres.

Sumber BPost di Mapolda Kalsel menyebutkan, tim yang langsung di bawah komando Kapolda Brigjen Halba R Nugroho ini turun bersifat rahasia. Tim yang terlatih ini bergerak cepat usai menerima informasi yang mengatakan, ada tumpukan kayu di Desa Sekarambut Kecamatan Pulau Laut Barat.

Di lokasi pertama, tim menemukan kayu log sebanyak 799 batang dengan diameter 20 cm - 60 cm. Tim pun kembali menyisir ke lokasi ke dua dan menemukan sebanyak 162 batang log dengan diameter 30 cm - 60 cm.

Tak berhenti di situ, petugas kembali menyusuri desa itu dan kembali menemukan 100 batang dengan diameter 30 cm - 60 cm dan di lokasi keempat, petugas menemukan 2.270 batang dengan diameter 30 cm - 80 cm.

Aksi cepat tim gabungan sendiri berakhir sekitar pukul 21.30 Wita. "Dari dugaan sementara, kayu-kayu tersebut merupakan hasil tebangan liar," ungkap sumber BPost itu.

Masih Diburu

Sebelumnya, Polres Kotabaru mengamankan 1.400 kayu log di di Perum Inhutani II Sei Pinang dan Proyek Trans di Desa Sembaga Pulau Laut Tengah. Dalam kasus penemuan ini, polisi menetapkan satu tersangka.

"Tersangka berinisial U tersebut tengah kita cari. Yang bersangkutan merupakan orang yang mengumpulkan kayu-kayu tersebut untuk selanjutnya dibagi," ungkap Kapolres Kotabaru.dwi

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

Distribusi Kayu Diperketat

Rabu, 08 Nopember 2006 00:05:44
Pelaihari, BPost
Ini peringatan bagi masyarakat yang bergelut di bidang usaha perkayuan. Mulai awal tahun depan, pemanfaatan dan distribusi kayu diperketat.

Kadis Kehutanan Tala Ir Aan Purnama MP menerangkan, kebijakan Departemen Kehutanan sekarang lebih fokus pada back to forest. Pengawasan dan pengendalian kayu dilakukan pengetatan secara signifikan, terutama terhadap jenis kayu bulat baik yang berasal dari hutan alam maupun hutan tanaman.

Legalisasi pun mengalami perubahan. Surat keterangan sahnya hasil hutan (SKSHH) tidak akan digunakan lagi. Selanjutnya diganti dengan surat keterangan sahnya kayu bulat (SKSKB).

Ketentuan tersebut secara efektif akan diterapkan per 1 Januari 2007. Rujukan hukumnya yakni mengacu Peraturan Menteri Kehutanan (Permenhut) No 55/Menhut-II/2006 dan No 63/Menhut-II/2006.

Bagaimana dengan kayu olahan? "Diserahkan sepenuhnya kepada pemilik industri, karena telah berlandaskan privatisasi. Distribusi kayu olahan harus dilengkapi dengan faktur angkutan yang diterbitkan perusahaan yang telah memiliki spesifikasi penguji kayu," beber Aan.

Lebih lanjut pejabat teras di Bumi Tuntung Pandang ini menerangkan, tata cara pemanfaatan kayu rakyat juga dilakukan pengetatan per 1 Januari mendatang. Legalisasinya berupa surat keterangan asal kayu (SKAU) yang diterbitkan oleh kades yang ditunjuk/ditetapkan Dishut Kabupaten.

Untuk sementara, jelas Aan, SKAU tersebut berlaku khusus untuk jenis kayu rakyat yaitu sengon, kelapa, dan karet. Jenis lainnya tetap menggunakan SKSKB yang dicap kayu rakyat sesuai Permenhut No 51/Menhut-II/2006 dan No 62/Menhut-II/2006.

Pihaknya telah mengusulkan kepada Menhut agar seluruh jenis kayu rakyat menggunakan SKAU. Usulan itu kini masih diproses di Dephut.

Proses atau mekanisme pengajuan SKSKB sama seperti proses pengajuan SKSHH. Sedangkan pengajuan SKAU, kades meminta blanko kepada Dishut Kabupaten yang diperoleh dari Dishut Propinsi.

Tata cara pemanfaatan kayu dan hal lain menyangkut usaha di bidang perkayuan tersebut telah disosialisasikan Dishut Tala, Kamis (2/11) pekan lalu di aula pertemuan Dishut.

Acara ini dihadiri oleh seluruh pemilik industri kayu, pemegang hutan tanaman industri (HTI) dan asosiasi kayu rakyat. roy

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

Monday, December 04, 2006

Selamatkan Hutan Kalimantan dari Industri Rakus Kayu

Radar Banjarmasin - Rabu, 29 November 2006
Oleh: Berry Nahdian Forqan*

Kertas sudah menjadi bagian kebutuhan kehidupan bagi umat manusia. Kertas dipergunakan di hampir semua gerak kehidupan, dari pengesahan kontrak bernilai triliunan rupiah, sampai berfungsi untuk pembersihan kotoran.

Filosofi penemuan kertas sejatinya adalah untuk keperluan edukasi, sejarah dan pemulian dokumen-dokumen bernilai pada satu zaman agar bisa dipahami oleh generasi berikutnya. Tetapi dalam perkembangannya, kertas telah mempunyai fungsi begitu besar. Bahkan saat sekarang, konsumsi kertas lebih dari 60% berfungsi untuk keperluan komersial, seperti bungkus kosmetik, bungkus makanan atau juga bungkus perhiasan-perhiasan mahal. Dan, sebuah anomali peradaban juga terjadi, dimana semakin maju teknologi, tingkat pemakaian kertas semakin tinggi, tidak berkurang.

Selain itu juga, konsumsi kertas paling besar di dunia adalah negara-negara di belahan Amerika Utara dan Eropa Barat. Menurut jaringan NGO (Non Governance Organitation) di Eropa (Taiga Rescue Network), separuh dari total produksi kertas dunia, dikonsumsi oleh sekitar 10% penduduk di Eropa Barat dan Amerika Utara. Padahal produsen kertas dan eksportir kertas adalah negara-negara di belahan Selatan, seperti Brasil, Kamerun dan tentu saja, Indonesia.

CAPPA (Community Alliance for Pulp Paper Advocacy), sebuah jaringan masyarakat sipil yang bekerja di isu pulp-paper dan hutan tanaman menyebutkan, bahwa hasrat untuk memenuhi kebutuhan kertas dunia, hasrat untuk menjadi produsen besar kertas dunia, telah membuat pengusaha dan pemerintah abai terhadap prinsip pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan dan juga tidak peka terhadap prersoalan soial-ekonomi yang muncul akibat kebijakan pengelolaan kehutanan sektor industri pulp dan hutan tanaman.

Industri pulp dan pembangunan hutan tanaman membutuhkan modal yang besar dan investasi berjangka panjang, untuk itu investasi modal asing sangat dibutuhkan. Maka muncullah ketergantungan industri kehutanan ini terhadap modal asing, dan gerak laju industri ini didominasi oleh kreditor internasional.

Berdasarkan catatan Walhi Kalimantan Selatan (NGO yang bergerak di bidang forest finance), secara umum 80% permodalan industri pulp didominasi kreditor asing, dan 20% berasal dari pemerintah Indonesia melalui Bank Indonesia. Contoh di Kalimantan adalah rencana pembangunan industri pulp oleh UFS/United Fibre System dan pengambil alihan Kiani Kertas. Rencana pembangunan dan proses pengambil alihan ini sangat jauh dari prinsip bisnis yang pro-lingkungan hidup atau pro-pembangunan bisnis kehutanan yang sehat.

Berdasarkan investigasi dan riset mendalam yang dilakukan oleh beberapa NGO, seperti Environmental Defense-USA, CAPPA dan Walhi Kalimantan Selatan, kreditor tidak mendapatkan informasi yang seimbang terhadap proyek pabrik bubur kayu dan kepingan (chip) kayu United Fiber System (UFS) serta akuisisi pabrik Kiani Kertas yang diajukan UFS, semisal tentang kecukupan bahan baku dan permasalah sosial, juga tentang performance bisnis perusahaan.

Stephanie Fried, Ph.D. dari Environmental Defense USA menyebutkan, Proyek UFS dan Kiani Kertas mengandung tingkat resiko lingkungan dan sosial yang tinggi, seperti kinerja yang buruk dari perusahaan hutan tanaman, riskio penurunan kualitas air dan tanah, polusi dan kerusakan lingkungan di sekitar areal industri. Juga adanya tingkat resiko politik dan finansial yang tinggi karena adanya keterlibatan subtansial tokoh-tokoh yang memiliki kepentingan politik, serta proses transaksi pada proyek ini yang menimbulkan pertanyaan signifikan.

Bahkan UFS dipastikan belum dapat memenuhi kebutuhan baku mereka dari sumber yang legal, seperti pernah disebutkan Kepala Dinas Kehutanan Kalimantan Selatan, sewaktu Seminar Nasional tentang hutan tanaman dan Industri bubur kertas tanggal 16 November 2006 di Banjarbaru. Bahkan perusahaan ini sudah melaksanakan proyek mereka, membangun konstruksi pelabuhan dan chip mill, padahal AMDAL-nya belum ada. Laporan-laporan dari lokasi pelabuhan menunjukkan bahwa kerusakan lingkungan yang signifikan, termasuk pengambilan terumbu karang secara tidak sah untuk bahan bangunan, telah terjadi pada tahap-tahap awal dari konstruksi pelabuhan pabrik kepingan kayu UFS.”

Pada tahun 2003, Indonesia meloloskan peraturan penting (Peraturan No 23/2003) yang menyatakan bahwa bank dan lembaga kredit bertanggung jawab pada transaksi di bidang kehutanan kalau ada kejahatan lingkungan. Menerut Dr. Fried, Proyek-proyek kehutanan seringkali mengandung risiko yang tinggi karena adanya kecenderungan keterlibatan tindakan kriminal seperti illegal logging atau polusi air dan udara. Sekarang, dengan undang-undang baru, semua ini menjadi risiko yang signifikan untuk lembaga keuangan yang terlibat dalam proyek-proyek tersebut. Ini berarti bahwa praktek pencucian uang melalui illegal logging saat sekarang akan menimbulkan riskio tinggi untuk lembaga keuangan yang aktif dalam industri perkayuan. Perlu disambut baik pendekatan yang menyulusuri keterlibatan lembaga keuangan dalam kasus money laundering dan juga menuntut agar dilakukan kajian mendalam atas semua transaksi UFS dan Kiani Kertas.

Wahli meminta agar pemerintah meninjau ulang proses perizinan UFS—termasuk proses AMDAL -- dan bersikap kritis dan teliti terhadap proses pengambil alihan Kiani Kertas. Kreditor harus peka terhadap prasyarat lingkungan dan sosial yang harus diterapkan oleh bisnis. Jangan lagi rusak hutan Kalimantan oleh ekspansi industri pulp dan hutan tanaman.

Walhi mengorganisir surat terkait dengan proyek UFS dan pengambil alihan Kiani Kertas kepada pihak kreditor dan pihak terkait, seperti Merrill Lynch, Cornell Capital, ANZ Bank, Development Bank of Singapore, Cellmark, agar mereka membatalkan dukungan atau perencanaan untuk dukungan terhadap proyek ini. Surat ini didukung oleh lebih dari 90 organisasi masyarakat sipil di lebih 27 negara di dunia (memorandum lengkap dapat ditemukan di www.times.org/signon/letter.html). Ini lakukan untuk melindungi hutan alam yang tersisa di Kalimantan, memperjuangkan akses rakyat atas sumber daya alam serta membangun bisnis yang pro-lingkungan hidup dan pro-prinsip sosial.***

*) Direktur Walhi Kalsel,

E-mail: berry@cappa.or.id atau forqan@walhi.or.id

Anton Gunadi Terus Diburu

Radar Banjarmasin ; Kamis, 30 November 2006

BANJARMASIN - Gerak lincah yang dilakoni Anton Gunadi tampaknya semakin sempit. Lebih-lebih ketika namanya masuk dalam red notice atau daftar pencarian orang (DPO) Interpol.

Masuknya nama pengusaha kayu ternama dari Kalsel yang diberi insial AG dalam daftar itu dinilai cukup efektif untuk meringkus bos CV Bina Benua ini.

Hal ini diakui Kabid Humas Polda Kalsel, AKBP Puguh Raharjo. Menurut dia, perburuan terhadap Anton Gunadi dilakukan oleh Polda Kalsel dalan beberapa macam cara. Di antaranya adalah dengan mengumumkan masuknya DPO Anton Gunadi kepada masyarakat luas, dan melakukan kerja sama dengan pihak Interpol.

Untuk melacak tempat persembunyian Anton Gunadi, Puguh menyatakan Polda Kalsel juga meminta bantuan masyarakat luas, tak cukup mengandalkan kekuatan personel Polda saja. Sebab, katanya, untuk bisa mengetahui tempat persembunyian seorang buronan yang diduga melarikan diri ke luar negeri, diperlukan bantuan sebuah jaringan kepolisian. Apalagi, kabar terbaru, Anton berpindah-pindah dan terakhir dikabarkan bersembunyi di Singapura atau Amerika Serikat.

"Prosedur pencarian terhadap Anton Gunadi ini sudah kita masukan. Jadi kita sudah memberikan data-data atau berkas Anton Gunadi itu ke Interpol. Gunanya, untuk membantu kita mencarinya dan untuk mengeluarkannya dari negara lain bila berhasil ditemukan," ujar Puguh Raharjo kepada wartawan, kemarin.

Dengan beredarnya nama Anton dalam red notice Interpol, papar Puguh, berarti statusnya bukan hanya buronan lokal, tapi sudah menjadi buronan internasional. "Jadi, kalau Anton tertangkap, bisa saja kelanjutan penyidikan kasusnya dilakukan oleh pihak Mabes dengan meminta data dari pihak Polda Kalsel," jelas Puguh.

Disinggung soal dasar hukum menetapkan Anton Gunadi sebagai tersangka kasus illagal logging, Puguh menjelaskan bahwa hasil pemeriksaan terhadap Dirut CV Bina Benua HM Saleh dan Kepala Log Pond CV Bina Benua Satip Sandiarto, ditambah dengan hasil pemeriksaan terhadap kantor CV Bina Banua beberapa waktu lalu, pihaknya menemukan bukti-bukti kuat atas Anton Gunadi dalam perusahaan tersebut. "Beberapa buktinya adalah satu unit komputer, kemudian rekap kredit dan rekap kas perusahaan," ujarnya.

Mengenai surat dari DPRD Kalsel bernomor 162/760/DPRD, tertanggal 17 November 2006, yang menyebutkan bahwa kayu bulat dan alat angkut yang digunakan CV Bina Benua adalah sah, Puguh menegaskan pihaknya tetap mengambil sikap berbeda.

Menurut dia, berdasarkan fakta yang ditemukan di lapangan, serta ditunjang dengan pendapat para ahli hukum dan ahli kehutanan, pihaknya tak akan menanggapi rekomendasi DPRD Kalsel tersebut. "Polri sudah berkomitmen untuk melakukan perubahan yang baik, khususnya dalam profesionalisme kepolisian. Makanya, dalam kasus Anton ini, sesuai dengan instruksi Kapolri ditegaskan, jika anggota Polri yang terintervensi akan dicopot dari jabatannya," tegasnya.

Dari data yang dihimpun koran ini, Anton sendiri sebetulnya sudah tercatat dalam daftar pencarian orang (DPO) bernomor 05/VIII/2006/Ditreskrim, tertanggal 07 Agustus 2006. Anton sendiri kabur sejak Juli 2006 lalu, setelah ia diperiksa sebagai saksi selanjutnya ditetapkan sebagai tersangka. Kala itu Anton meminta izin ke Polda Kalsel untuk berobat ke Singapura. Namun dari keterangan Kapolda Kalsel Brigjen Pol Halba Rubis Nugroho, Anton justru kabur dengan identitas palsu. Artinya, ia kabur menggunakan nama orang lain, hingga tak terlacak pihak imigrasi.

Anton yang terlahir padas 23 Januari 1950 dan beralamat di Jalan Kampung Melayu, Banjarmasin Tengah, dalam kasus ini disangkakan dengan pasal berlapis. Yakni Pasal 78 ayat (5) subsidair Pasal 78 ayat (7) jo Pasal 50 ayat (3) huruf f dan UU RI Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, jo Pasal 75 ayat (3) PP Nomor 34 Tahun 2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Perencanaan Pengelolaan Hutan Pemanfaatan Hutan dan Penggunaannya, jo Pasal 12 ayat (2) huruf b PP Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan jo Pasal 58 Permenhut Nomor P.18/Menhut-II/2005 tentang Perubahan Ketiga atas Kepmehut Nomor 126/Kpts-II/2003 tentang Penatausahaan Hasil Hutan.

Menariknya, Anton sendiri dijerat oleh Polda Kalsel dengan dua kasus kayu tak berdokumen. Kasus pertama adalah kelebihan 36 batang kayu log yang diangkut kapal Tongkang Damar Laut-Tugboat BB XVIII dan TB BB VII. Kayu yang diangkut jenis Meranti sebanyak 4 potong dengan volume 41,24 M3, Keruing sebanyak 40 potong dengan volume 243,28 M3, Balau sebanyak 166 potong dengan volume 798,29 M3, dan Bangkirai sebanyak 21 potong dengan volume 111,15, sehingga total kayu yang diangkut mencapai 233 potong atau setara 1.193, 96 M3.

Sementara kasus kedua adalah kelebihan 23 batang kayu log yang diangkut kapal Tongkang BS 68, sebanyak 526 batang atau 2.264,84 M3, dan dipindahkan ke tiga kapal tongkang yakni TK Sandi Dewa sebanyak 176 batang (tujuan Jambi), TK Erna sebanyak 124 batang (tujuan Pontianak), TK Virgo 168 dengan 203 batang dengan tujuan Semarang.

Nah, untuk kasus kedua ini, melalui anak buahnya HM Saleh dan Satip Sandiarto, meminta bantuan perlindungan hukum kepada DPRD Kalsel. Dalam hal ini, Komisi I yang membidangi masalah hukum melakukan penelitian untuk kasus Anton Gunadi ini. Sejak itu, Komisi I yang diketuai Ibnu Sina ini rajin mengumpulkan segala informasi dan barang bukti, termasuk mengundang Kapolda Kalsel Brigjen Halba R Nugroho dalam rapat dengar pendapat.

Finalnya, terbitnya surat bernomor 162/760/DPRD, tertanggal 17 November 2006 dengan perihal permohonan perlindungan hukum, dinyatakan bahwa kayu bulat dan alat angkut yang digunakan CV Bina Benua adalah sah. Dalam surat yang ditandatangani Ketua DPRD Kalsel Anang Hairin Noor, juga dilampirkan hasil penelisikan Komisi I. Di mana, dalam kasus kedua itu, Komisi I menerangkan bahwa kayu-kayu log yang diangkut dalam tiga tongkang Bina Benua yakni KH Alfa 68, BS 68 dan Sandi Dewa 26, telah disita Polda Kalsel pada 2 dan 3 Maret 2006 telah dilindungi oleh surat keterangan sahnya hasil hutan (SKSHH). Bahkan, dari pengukuran yang dilakukan tim ahli kehutanan ternyata tak melebihi batas toleransi 5 persen, sementara dari pengukuran Polda Kalsel ditemukan kelebihan 9 persen. Meskipun, dari keterangan ahli (staf Biro Hukum) yang ditunjuk Sekretaris Dirjen Bina Produksi Departemen Kehutanan berbeda dengan keterangan Dirjen Bina Produksi Kehutanan tentang kelegalitas hasil hutan, terkait dengan nomor batang pada fisik kayu log yang terdaftar dalam DHH atau tidak ada peneraan palu tok DK pada fisik kayu.

Atas temuan ini, Komisi I yang membidangi masalah hukum dan pemerintahan ini menggelar rapat dengar pendapat (hearing). Dari keterangan HM Saleh, terungkap dalam SKSHH Nomor Seri DF.0009528 tertanggal 25 Februari 2006, DF.0009521 tanggal 26 Februari 2006 (Tongkang KH Alfa 68), dan SKSHH nomor DF 00122208, tanggal 28 Februari 2006, tidak terdapat selisih volume mencapai 5 persen. Namun, dari keterangan Kapolda Kalsel Brigjen Halba Rubis Nugroho, justru menyatakan penyidikan kasus itu tidak mempermasalahkan masalah volume, tetapi penomoran yang tidak sesuai dengan DHH, seraya mengutip pendapat saksi ahli Osten Sianipar SH Msi dari Dephut RI.

Sementara itu, Komisi I juga meminta pendapat pakar hukum pidana asal Fakultas Hukum Unlam, Prof Ideham Jarkasi, yang meminta agar kepolisian segera melepaskan kayu sitaan milik CV Bina Benua, karena tidak ada alasan hukum yang kuat untuk mengusut kasus itu. Ini setelah Ideham mengkaji bahwa dokumen yang digunakan CV Bina Benua adalah sah.

Selanjutnya, Komisi I juga bertandang ke Dirjen Bina Produksi Kehutanan yang menyatakan saksi ahli Osten Sianipar adalah keterangan pribadi, bukan tanggung jawab kelembagaan Dishut. Bahkan, Komisi III DPR RI juga menjanjikan akan mengusut kasus ini, dengan memanggil Kapolda Kalsel.

Tak cukup hanya ke Jakarta, Komisi I juga mengumpulkan barang bukti hingga ke Dinas Kehutanan Kasongan (Kalteng) dan Sekretaris Daerah setempat. Hasilnya, kayu yang diangkut CV Bina Benua dinyatakan berasal dari HPH milik PT Dwimajaya Utama. (gsr/dig)

Pelarian Sang Cukong Anton Gunadi

Februari 2006 : Kapal Tongkang Damar Laut-Tugboat BB VIII dan TB BB VII ditahan Polda Kalsel, karena dicurigai mengangkut ribuan kubik kayu log tidak sesuai SKSHH. Kapten kapal diperiksa polisi.

Maret 2006 : HM Saleh (Direktur CV Bina Benua) ditetapkan sebagai tersangka bersama Satip Sandiarto (Kepala Logpond) dan dikenakan Pasal 50 ayat (3) huruf f dan h UU Nomor 41/1999 tentang Kehutanan. Selanjutnya,

Anton Gunadi (Bos PT Bina Benua Grup) dan Donny Gunadi (putera Anton) diperiksa sebagai saksi kasus kelebihan kayu 36 potong milik CV Bina Benua dengan tersangka HM Saleh dan Satip Sandiarto.

Maret 2006 : Anton Gunadi ditetapkan sebagai tersangka, berdasarkan bukti awal keterlibatannya sebagai pemilik CV Bina Benua. Saat pemeriksaan pertama, Anton mangkir dengan alasan sakit. Kemudian, diperiksa berulang kali, Anton mangkir.

April 2006 : Kapolda Kalsel Brigjen Pol Halba R Nugroho dipraperadilkan oleh Bina Benua. Yang dimenangkan kubu Anton. Saleh dan Satip dibebaskan dari tahanan Polda Kalsel.

Juli 2006 = Anton Gunadi dimasukan dalam daftar pencarian orang (DPO) dengan dua kasus illegal logging (baca berita selengkapnya).

Agustus 2006 : Polda Kalsel kembali mengeluarkan DPO atas nama Anton Gunadi.

September 2006 : Anton Gunadi yang dikabarkan kabur ke Singapura dan Amerika Serikat (AS) masuk dalam red notice Interpol, atas dasar data dari Polda Kalsel.

Nama Perusahaan: CV. Bina Benua

Alamat: Kampung Melayu Darat No. 58, Banjarmasin, Kalimantan Selatan

Telp: (0511) 3263303

Fax: (0511) 3268862

Dewan Eksekutif/Pemegang Saham: Anton Gunadi

Profil/Bidang Usaha: Kontraktor Penebangan

Diolah dari berbagai sumber

Saturday, December 02, 2006

Ribuan Log Kayu Ditemukan

Minggu, 05 Nopember 2006 01:25
Banjarmasin, BPost
Kepolisian Resor Kotabaru kembali menemukan gelondongan kayu tak bertuan. Satu bulan yang lalu, polisi menemukan 350 kayu log di sebuag areal kelapa sawit. Kali ini, korps coklat menemukan 1.400 kayu log di Kecamatan Pulau Laut Tengah.

Kepada BPost, Kapolres Kotabaru Ajun Komisaris Besar Adi Karya Tobing, Minggu (5/11) mengemukakan, ribuan kayu log berukuran empat meteran itu tepatnya ditemukan di Perum PT Inhutani II Sei Pinang dan Proyek Trans di Desa Sembaga, Kecamatan Pulau Laut Tengah.

Sayangnya, Adi belum mau berkomentar banyak terkait kronologi berikut penanganan selanjutnya penemuan kayu tak bertuan ini.

"Kita masih menunggu konfirmasi dari Dinas Transmigrasi dan Dinas Kehutanan," ujarnya.

Berdasar informasi yang dihimpun wartawan koran ini di Mapolda Kalsel, penemuan ribuan kayu log tersebut terjadi minggu lalu. Saat itu polisi mendapat informasi adanya tumpukan kayu log di Pulau Laut Tengah.

Polisi langsung mendatangi lokasi sesuai informasi yang masuk. Di areal pertama, tepatnya di Perum Inhutani II Sei Pinang, polisi menemukan tumpukan kayu log hasil tebangan.

Ternyata di lokasi tersebut polisi menemukan 700 log kayu dengan panjang empat meteran. Tak berhenti di situ, petugas pun melakukan penyisiran di lokasi lainnya.

Saat berada di sekitar proyek Trans, Desa Sembaga, Pulau Laut Tengah, petugas kembali menemukan 700 potong log. Maka petugas pun melakukan pengamanan terhadap log tersebut. Penyidik telah memintai keterangan terhadap pihak-pihak terkait.dwi




Copyright © 2003 Banjarmasin Post

Saturday, November 25, 2006

5 Truk Kayu Diamankan

Jumat, 03 Nopember 2006 02:19
Banjarmasin, BPost
Jajaran Direktorat Intelkam Kepolisian Daerah Kalimantan Selatan memeriksa lima truk fuso yang memuat kayu olahan, Kamis (2/11) siang. Kayu-kayu yang rencananya akan dibawa ke Jawa melalui jalur laut itu diamankan petugas di sekitar Pelabuhan Trisakti.

Direktur Intelkam Komisaris Besar Arkian Lubis SH melalui Wadir Intelkam Ajun Komisaris Besar Tatang membenarkan pihaknya mengamankan lima truk kayu tersebut.

"Kayu-kayu tersebut kita amankan saat berada di sekitar Pelabuhan Trisakti. Kita masih melakukan pemeriksaan terhadap kayu-kayu tersebut," ungkap mantan Kapolres Batola ini.

Namun yang cukup mencurigakan, beberapa sopir truk tersebut menghilang saat pihaknya akan meminta keterangan terhadap asal, muatan dan dokumen kayu. dwi
Copyright © 2003 Banjarmasin Post

Thursday, November 23, 2006

Barbuk Kayu Ilegal Belum Dilelang

Senin, 30 Oktober 2006 01:09:05
Amuntai, BPost
Sebanyak 64 kubik lebih kayu illegal beserta 16 buah angkutannya, sebagai barang bukti atas perkara ilegal loging yang sudah divonis PN, hingga kini masih menumpuk di halaman kantor kejaksaan dan pengadilan negeri Amuntai.

Kepala Kejaksaan Negeri Amuntai Yudi Sutoto kemarin mengatakan, pihaknya masih menunggu taksiran harga dari Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM setempat.

"Karena belum ada ketetapan harga taksiran dari dinas tersebut, kami belum bisa melaksanakan lelang, meskipun pihak dinas kehutanan sudah memberikan taksiran harga kayunya," ujar Yudi.

Ada 2 jenis kayu barang bukti, yang oleh PN Amuntai dinyatakan dibawa dan dimiliki secara ilegal, yaitu kayu ulin dan meranti campuran, terdiri bengkirai, keruing dan belangiran. Mengenai harga perkubik kayu taksiran dari dinas kehutanan, kejari tak bersedia membeberkan. "Nanti saja, setelah pengumuman lelang," katanya.

Lamanya waktu pelaksanaan lelang, dikhawatirkan akan mempengaruhi kualitas kayu dan mobil angkutannya. Apalagi kayu beserta angkutannya di tempatkan di halaman terbuka, kantor PN dan kejaksaan. han

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

Pohon Ulin Ada Di Hutan Virgin

Sabtu, 28 Oktober 2006 01:44:19
Kandangan, BPost
Keberadaan pohon ulin di Hutan Loksado kian langka. Dari hasil pelacakan Dihutbun HSS tahun anggaran 2006, masih ada sekitar 100 H areal hutan lindung di Loksado teridentifikasi terdapat pohon ulin berdiameter 1 meter ke atas.

"Keberadaan pohon ulin ini mayoritas berada di wilayah hutan virgin yang belum sama sekali dirambah," kata Udi Prasetyo, Plt Kadishutbun HSS, kemarin.

Dijelaskan Udi, pohon ulin itu berada di wilayah perkuburan nenek moyang warga Dayak. Sehingga keberadaannya tidak boleh diganggu, baik oleh masyarakat setempat maupun masyarakat lainnya..

"Pendataan pohon ulin itu belum selesai dilaksanakan. 100 H itu baru yang kita data saja, yang lain belum," aku Udi.

Langkah preventif menghadapi kepunahan ulin di HSS, Dishutbun akan melaksanakan kegiatan adopsi pohon yang ada.

"Kita akan melibatkan masyarakat dalam program adopsi pohon ulin nanti," ujarnya. ary

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

Sulitnya Memberantas Illegal Loging

Kamis, 19 Oktober 2006 01:10
Tidak adanya kesempatan dan akses terhadap mata pencaharian lain yang lebih menguntungkan selain menebang kayu, juga dapat memicu masyarakat lokal melakukan penebangan kayu secara illegal.

Oleh: Alip Winarto SHut MSi
Alumnus S2 Politik Lokal dan otonomi Daerah UGM

Salah satu masalah besar yang dihadapi sektor kehutanan Indonesia adalah percepatan laju deforestasi. Penebangan liar yang kemudian lebih populer dengan istilah illegal logging merupakan salah satu pemicu deforestasi yang melanda sebagian besar kawasan hutan di Indonesia. Menurut MS Kaban (2005), kerugian yang diderita negara akibat illegal logging mencapai sekitar Rp30 triliun per tahun atau setara Rp83 miliar per hari. Perkiraan ini berdasarkan perhitungan Departemen Kehutanan sejak 1999, yaitu sekitar 29,5 juta meter kubik kayu yang beredar berasal dari hasil aktivitas illegal logging.

Tidak hanya itu, illegal logging juga sering dituding sebagai biang keladi bencana banjir dan tanah longsor yang sempat melanda beberapa wilayah di negeri ini.

Aktivitas illegal logging terjadi hampir di seluruh tipe kawasan hutan, baik pada kawasan hutan produksi, hutan lindung, taman nasional dan kawasan konservasi lainnya. Juga di beberapa kawasan yang memiliki potensi hutan dan mengandalkannya sebagai salah satu modal dasar dalam kegiatan pembangunan. Illegal logging menjadi masalah yang sangat kompleks, karena banyaknya aktor yang terlibat di dalamnya dengan kepentingan masing-masing dan dengan jaringan pasar lokal, nasional maupun global. Oleh karena itu berbagai upaya dilakukan pemerintah pusat maupun pusat daerah untuk menghabisi aktivitas illegal logging baik yang bersifat preventif, persuasif maupun represif.

Upaya preventif dilakukan dengan pembuatan portal di kawasan hutan produksi (yang dikuasai HPH maupun eks HPH), kawasan konservasi seperti cagar alam, suaka margasatwa, taman hutan raya dan sebagainya. Peningkatan kinerja HPH dalam pengamanan hutan juga dilakukan dengan menjalin kerja sama dengan pihak kehutanan dan kepolisian sesuai SK Menteri Kehutanan No. 523/Kpts-II/93, serta pemberdayaan penebang liar dengan merekrut mereka menjadi penebang resmi di HPH.

Sementara itu, upaya represif dilakukan melalui kegiatan operasi pengamanan hutan secara fungsional kehutanan maupun gabungan. Bentuk kegiatan represif berupa razia, penyitaan barang bukti hasil dan alat kejahatan illegal logging, penangkapan pelaku dan sebagainya.

Banyak sudah upaya yang dilakukan pemerintah untuk meniadakan atau setidaknya mengurangi aktivitas tersebut. Terakhir, dikeluarkannya Inpres Nomor 4 Tahun 2005 sebagai payung hukum dalam pemberantasan penebangan liar sampai ke akarnya.

Sayangnya, berbagai upaya itu belum cukup untuk menghentikan aktivitas penebangan liar. Dana yang dialirkan dalam upaya pemberantasan penebangan liar pun tidak sedikit, baik dari pemerintah maupun pihak lain. Tidak hanya pemerintah, lembaga nonpemerintah di tingkat lokal, nasional maupun internasional juga tidak bosan mengampanyekan anti illegal logging.

Illegal logging harus dilihat dari perspektif yang komprehensif dengan segala aspeknya. Antara lain aspek legal, supply demand kayu, sosial ekonomi, dan aspek penegakan hukum. Dari aspek legal, banyak kalangan menilai meskipun ketentuan tentang kehutanan yang baru (UU No 41 Tahun 1999) jauh lebih baik dari UU sebelumnya, tetapi keberpihakan terhadap hak masyarakat terhadap hutan masih berupa retorika. Pengelolaan hutan baik pada kawasan produksi maupun konservasi masih belum melihat masyarakat lokal sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari hutan itu sendiri.

Menurut CIFOR (2004), sebanyak 48,8 juta penduduk Indonesia tinggal di dalam dan sekitar kawasan hutan. Dari jumlah itu, sekitar 10,2 juta di antaranya tergolong miskin sehingga perlu segera dilakukan langkah strategis untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Dari aspek sosial ekonomi, tingkat sosial ekonomi masyarakat sekitar yang rendah akan memicu melakukan penebangan kayu secara illegal. Kegiatan ini dilakukan baik sekadar untuk membangun tempat tinggal dan mengambil lahan untuk berladang, maupun memang mempunyai tujuan komersial dengan memperjualbelikan kayu yang diperoleh.

Tidak adanya kesempatan dan akses terhadap mata pencaharian lain yang lebih menguntungkan selain menebang kayu, juga dapat memicu masyarakat lokal melakukan penebangan kayu secara illegal. Sebagian masyarakat merasa tidak terbantu atas keberadaan hutan produksi yang dikelola HPH maupun hutan yang ditetapkan sebagai kawasan konservasi. Ditambah lagi dengan kesalahan pemaknaan konsep hutan milik negara yang diterjemahkan sebagai milik masyarakat, dalam arti masyarakat bebas memperlakukannya sekehendak hati, juga mendorong aktivitas penebangan kayu secara membabi buta. Apalagi HPH sendiri kadang-kadang juga terlibat dalam illegal logging di arealnya maupun di luar konsesinya, karena berbagai tuntutan baik yang dilakukan langsung atau sekedar memfasilitasi pihak lain.

Kesenjangan antara supply dan demand kayu juga mempunyai pengaruh terhadap intensitas illegal logging. Kesenjangan ini terjadi sebagai akibat konsumsi kayu untuk kebutuhan industri maupun pemenuhan kebutuhan masyarakat cukup tinggi.

Pertumbuhan industri pengolahan kayu di luar negeri seperti Malaysia, Taiwan, Korea, dan RRC yang juga membutuhkan bahan baku kayu bulat dan kayu gergajian dari Indonesia menambah kesenjangan yang memacu kegiatan penebangan liar. Begitu juga dengan konsumsi kayu untuk rumah tinggal yang cukup tinggi, berpengaruh terhadap semakin meningkatnya permintaan kayu untuk konsumsi masyarakat lokal. Betapa tidak, sampai saat ini kayu masih tetap diperlukan sebagai salah satu unsur pokok dalam membangun rumah tinggal. Kondisi seperti ini juga berdampak pada semakin tingginya kesenjangan supply dan demand kayu, sehingga kebutuhan kayu selain dipenuhi dari kayu legal juga harus dipenuhi dari hasil aktivitas illegal logging.

Lemahnya penegakkan supremasi hukum juga berpengaruh terhadap semakin meningkatnya aktivitas illegal logging. Upaya penegakan hukum biasanya terhambat dengan berbagai alasan seperti BAP tidak lengkap, tidak cukup bukti, tidak ada saksi yang menguatkan dan sebagainya sehingga proses hukum tidak dapat dilanjutkan. Meskipun semua pihak mengetahui, fakta di lapangan memang terjadi illegal logging baik yang dilakukan perorangan, perusahan skala kecil maupun skala besar.

Upaya penegakan hukum juga belum sepenuhnya menyentuh seluruh pihak yang terlibat dalam illegal logging. Biasanya hanya pelaku di lapangan seperti penebang kayu atau sopir truk, yang sering tertangkap dan diproses hukum. Sementara sang cukong sebagai pemilik modal masih banyak yang belum tersentuh hukum. Bahkan karena kepiawaiannya, cukong dapat melepaskan pelaku di lapangan untuk tidak diproses hukum. Lemahnya proses penegakan hukum disinyalir karena ada oknum aparat penegak hukum yang bermain, baik langsung maupun tidak langsung. Misalnya terlibat suap, ikut menggerakkan dan memberi modal kepada masyarakat, menjadi beking dan pengawalan aparat serta menggeser isu kejahatan pidana kehutanan menjadi isu sosial dan politik untuk pembenaran. Juga penyalahgunaan wewenang yang di antaranya meliputi kolusi dalam penerbitan izin penebangan dan pengangkutan, pelanggaran izin, manipulasi penggunaan peralatan, penyalahgunaan dokumen, penyelundupan dan sebagainya.

Beberapa kasus illegal logging yang sudah diproses secara hukum, tetapi sanksi yang dikenakan tidak sebanding dengan kerusakan yang ditimbulkannya. Sanksi seperti ini tidak memberikan efek jera bagi pihak yang terlibat dalam illegal logging. Diskriminasi dalam penegakan hukum juga memicu kecemburuan masyarakat lokal, sehingga mereka semakin berani melakukan aktivitas illegal logging. Syukurlah dalam beberapa waktu terakhir, cukong illegal logging mulai diburu meskipun sampai saat ini masih banyak yang belum tertangkap dan diadili.

Pada hakikatnya illegal logging tidak sekadar tindakan kriminal biasa, tetapi merupakan kejahatan lingkungan yang luar biasa merugikan. Bila berlangsung secara terus menerus, bukan hanya negara yang dirugikan dari segi penerimaan pendapatan negara tetapi juga berupa kerusakan lingkungan yang tidak ternilai dengan rupiah. Dampak illegal logging akan dirasakan masyarakat luas, karena kerusakan kawasan hutan yang berdampak pada menurunnya fungsi ekonomi dan konservasi. Lantas bagaimana solusinya ?

Pertama, model pengelolaan hutan berbasis masyarakat yang selama ini masih menjadi wacana harus selekasnya direalisasi, sehingga masyarakat merasa ikut memiliki dan bertanggung jawab terhadap kelestarian hutan di sekitarnya.Kedua, bahan baku kayu dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin dalam pengembangan produk dan peningkatan rendemen kayu olahan di industri. Ketiga, pola kemitraan dalam upaya penanggulangan illegal logging perlu ditingkatkan sehingga masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar hutan tidak menjadi semakin terasing dan tertekan dari lingkungannya sendiri. Keempat, dalam penegakan hukum diperlukan peningkatan kualitas mental aparat dan penegak hukum dengan menegakkan perilaku disiplin disertai sistem kontrol yang ketat baik oleh pemerintah, masyarakat maupun swasta sehingga tidak ada diskriminasi hukum. Dalam hal ini, perlu diberikan sanksi bagi pelaku illegal logging. Sebaliknya perlu juga diberikan penghargaan kepada pihak yang berupaya mendorong dan membersihkan pengelolaan hutan dari aktivitas illegal logging.

e-mail : alip_winarto@yahoo.com

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

Penebang Liar Akan Ditayangkan

Kamis, 19 Oktober 2006 02:04:47
Jakarta, BPost
Menteri Kehutanan MS Kaban ingin melakukan hal yang sama dengan Kejaksaan Agung. Bila kejaksaan mulai menayangkan wajah koruptor, Menhut ingin mempublikasikan pelaku illegal logging. Mereka tentunya yang sudah divonis dan berstatus buron.

"Jika masih dugaan dan menjalani proses hukum, saya tidak mau karena jika tidak terbukti bersalah, kita bisa dituntut balik," kata Kaban di Jakarta, Rabu (18/10).

Kaban menyatakan gembira DPR mau menyiapkan RUU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Penebangan Hutan secara ilegal. Ini disampaikan Ketua DPR Agung Laksono dalam Rapat Paripurna DPR RI Penutupan Masa Sidang I Tahun 2006-2007.

"Dalam UU itu mestinya berikan kekuatan pada kami untuk sama-sama membongkar pelaku illegal logging sehingga bisa diberantas sampai ke akar-akarnya," ucap Kaban.

Menyinggung tentang asap yang menjadi sorotan sampai ke luar negeri, upaya mengurangi itu terus dilakukan pemerintah dari membentuk tim kebakaran hutan, menyewa pesawat untuk membom dengan air, sampai mengeluarkan dana sekitar Rp100 miliar.

"Jadi, pemerintah benar-benar serius untuk menghentikan munculnya asap. Jika ada orang berpandangan tidak serius, definisi tidak serius itu di mana?" ujarnya.

Dilihat dari perkembangan penanggulangan asap, Kaban mengakui di Kalteng kini sudah berkurang asapnya karena ada hujan buatan ditambah terus menerus dipadamkan apinya oleh petugas dan masyarakat setempat. mur

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

Sunday, November 19, 2006

Aturan Baru Bisa Musnahkan Hutan RI

Kamis, 16 November 2006
Pontianak, Kompas - Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 55 Tahun 2006 tentang Penatausahaan Hasil Hutan Yang Berasal Dari Hutan Negara dinilai akan berdampak pada musnahnya hutan yang tersisa di Indonesia. Keberpihakan peraturan itu terhadap pelestarian hutan dipertanyakan.

Peraturan menteri kehutanan (permenhut) itu memangkas jumlah dokumen kayu. Sebelumnya, kayu yang akan diolah harus mempunyai dua surat keterangan sahnya hasil hutan (SKSHH). Menurut aturan itu, hanya diperlukan satu surat keterangan sahnya kayu bulat (SKSKB).

SKSHH diberlakukan saat kayu ditebang dari hutan, kemudian masuk ke pabrik dan setelah kayu dikeluarkan dari pabrik. SKSKB hanya diberlakukan bagi kayu yang ditebang dari hutan. Kayu yang keluar dari pabrik cukup dilengkapi faktur. Faktur itu merupakan dokumen perusahaan, bukan dokumen negara.

"Pemberlakuan permenhut ini menghapus instrumen pemerintah yang mengendalikan peredaran hasil hutan. Bila instrumen ini dipangkas, pencurian kayu akan semakin besar," kata Agus Setyarso, fasilitator Program untuk Nota Kesepahaman Indonesia-Inggris dalam Pemberantasan Penebangan Liar.

Diskusi tentang peraturan baru itu difasilitasi Forest Law Enforcement, Governance & Trade (FLEGT) Kalbar dan digelar di Pontianak, Kalimantan Barat (Kalbar), Rabu (15/11). Acara itu dihadiri pejabat instansi dan pemerhati kehutanan.

"Ini merupakan diskusi kritis pertama di Indonesia. Kami akan agendakan diskusi serupa di Jakarta," kata Agus.

Menurut dia, permenhut disahkan berdasarkan dua alasan, yakni menjamin kepastian hukum dan memberi kesempatan pelaku usaha untuk mengadministrasikan kegiatan serta hasil hutan dengan lebih baik. "Saya mempertanyakan permenhut ini. Untuk menjamin kepastian hukum yang mana? Sebab, kondisi kehutanan di Indonesia belum terlalu baik dan masih membutuhkan pengawasan," kata Agus.

Kepala Bidang Perlindungan Hutan, Dinas Kehutanan Kalbar, Sunarno, menyayangkan disahkannya permenhut itu tanpa terlebih dahulu menggelar konsultasi publik. (RYO)

Korupsi Gubernur Kaltim Diadili, Didakwa Rugikan Negara

Jumat, 10 November 2006
Jakarta, Kompas - Gubernur Kalimantan Timur Suwarna Abdul Fatah mulai diadili di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (9/11).

Suwarna didakwa telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 346,823 miliar karena telah menguntungkan Martias alias Pung Kian Hwa atau perusahaan- perusahaan yang tergabung dalam Surya Dumai Group yang dikendalikan oleh Martias.

Surat dakwaan ini dibacakan secara bergantian oleh tim jaksa penuntut umum yang terdiri atas Wisnu Baroto, Firdaus, KMS A Roni, dan Rudi Margono dalam sidang yang dipimpin ketua majelis Gusrizal. Sidang pertama ini dipadati oleh para pemuda dari Majelis Dzikir As-Samawaat.

Seusai pembacaan dakwaan, tim pembela Mayor Jenderal (Purn) TNI Suwarna Abdul Fatah membacakan eksepsi. Di dalam eksepsi, tim pembela Suwarna menyatakan penahanan yang dilakukan terhadap Suwarna telah membawa efek yang sangat besar bagi Suwarna, keluarga, terutama masyarakat Kalimantan Timur.

Di dalam surat dakwaan, jaksa menyatakan, Suwarna Abdul Fatah bersama-sama dengan Direktur Jenderal Pengusahaan Hutan Produksi Departemen Kehutanan dan Perkebunan Waskito Suryodibroto, Kepala Kanwil Departemen Kehutanan dan Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur Uuh Aliyudin, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Timur Robian, dan Presiden Direktur Surya Dumai Group Martias telah melakukan beberapa perbuatan yang melawan hukum.

Suwarna dan beberapa tersangka lainnya telah memberikan rekomendasi areal perkebunan sawit, memberikan persetujuan sementara hak pengusahaan hutan tanaman perkebunan (HPH TP sementara), dan izin pemanfaatan kayu.

Dia juga disebutkan memberikan dispensasi kewajiban penyerahan jaminan bank (bank garansi) kepada perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam Surya Dumai Group yang dikendalikan Martias. Langkahnya itu tanpa mengindahkan atau bertentangan dengan ketentuan teknis di bidang kehutanan dan perkebunan.

Rugikan negara

Suwarna dinilai telah memperkaya orang lain, yaitu Martias, yang perusahaan-perusahaannya tergabung dalam Surya Dumai Group dikendalikan oleh Martias yang mendapatkan izin pemanfaatan kayu dengan alasan untuk membangun perkebunan kelapa sawit.

Namun, kenyataannya, perkebunan kelapa sawit itu tidak dilaksanakan. Tujuan sebenarnya semata-mata hanya untuk memanfaatkan atau mengambil kayu pada areal hutan yang telah direkomendasikan untuk perkebunan tersebut.

Akibatnya, perusahaan-perusahaan itu berhasil memperoleh kayu sebanyak 697,260 juta meter kubik yang mengakibatkan negara mengalami kerugian sebesar Rp 346,823 miliar. (VIN)

Otonomi Daerah

Kamis, 09 November 2006
Jakarta, Kompas - Untuk mengejar kenaikan pendapatan asli daerah, banyak bupati yang merusak lingkungan, antara lain dengan memberi izin pertambangan di kawasan hutan tanpa izin pinjam pakai dari Departemen Kehutanan.

Di Kalimantan Selatan, misalnya, dari 266 izin pertambangan di kawasan hutan yang dikeluarkan para bupati, hampir seluruhnya tanpa izin pinjam pakai (IPP). Akibatnya, Dephut mengalami kesulitan dalam mengontrol kerusakan hutan akibat kegiatan tambang.

Demikian disampaikan Menteri Kehutanan MS Kaban dalam rapat kerja dengan Panitia Ad Hoc (PAH) I Dewan Perwakilan Daerah di Jakarta, Selasa (7/11). Raker dipimpin oleh Ketua PAH I Sudharto, anggota DPD Jawa Tengah.

Kaban menjelaskan, dengan sejumlah alasan teknis lingkungan, ada sejumlah kawasan hutan yang rentan terhadap kegiatan pertambangan. "Tetapi, tampaknya masalah ini mulai diabaikan para bupati yang lebih cenderung mengejar kenaikan PAD di daerahnya," ungkapnya.

Kaban mengingatkan, departemen yang dipimpinnya bisa menghentikan kegiatan pertambangan di kawasan hutan yang belum mengantongi IPP.

Dirjen Badan Planologi Dephut Yetti Rusli menjelaskan, penerbitan izin tambang mulai marak sejak muncul Peraturan Pemerintah No 75/2001 yang menyerahkan izin pertambangan kepada para bupati, sebelumnya menjadi kewenangan Menhut.

Wakil Ketua Komisi VII DPR Sonny Keraf yang dihubungi terpisah, Rabu, mengatakan, meluasnya kerusakan lingkungan sejak era otonomi daerah lebih banyak disebabkan lemahnya kontrol Kementerian Negara Lingkungan Hidup.

"Kita tak bisa mundur dengan mencabut peraturan-peraturan yang mendesentralisasi kekuasaan pusat kepada daerah. Yang harus kita lakukan sekarang adalah memperkuat mekanisme kontrol. Kuncinya ada di KLH. Sayangnya, saat ini KLH terkesan paling lemah dibandingkan era KLH sebelumnya," katanya.

Ia menjelaskan, ketika masih menjabat sebagai menteri lingkungan, ia sudah menduga, memasuki era otonomi daerah, akan ada kecenderungan para bupati melakukan eksploitasi berlebihan terhadap lingkungan. (win)

Monday, November 13, 2006

Petani Rotan Keluhkan Turunnya Harga

Sabtu, 28 Oktober 2006
Palangkaraya, Kompas - Petani rotan di Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah, mengeluhkan turunnya harga rotan yang sudah berlangsung empat bulan terakhir ini. Harga rotan jenis taman turun dari Rp 120.000 menjadi Rp 100.000 per kuintal, sementara rotan irit turun Rp 20.000, menjadi Rp 80.000 per kuintal.

"Ini memberatkan petani untuk membiayai kebutuhan hidup," kata Irwanto, petani rotan di Desa Tumbang Liting, Kecamatan Katingan Hilir, Jumat (27/10).

Irwanto menuturkan, lebih dari 200 warga di desanya mengusahakan rotan budidaya. "Meski harga rotan tidak menentu, tetapi penduduk tetap mempertahankan usaha rotan karena sejak dulu sudah terbiasa," katanya.

Selain rotan, penduduk juga memperoleh penghasilan dari menyadap karet dan menangkap ikan. Harga rotan yang didambakan petani sekitar Rp 250.000 per kuintal. Namun, harga rotan selama ini fluktuatif.

Direktur Eksekutif Perhimpunan Teropong Azharuddin menuturkan, harga yang fluktuatif membuat ketidakpastian biaya produksi dan hasil. Teropong adalah lembaga yang memiliki program pemberdayaan petani rotan di Katingan

Di samping mengusahakan rotan pada lahan milik sendiri yang rata-rata luasnya 0,8 per hektar, banyak warga Tumbang Liting bekerja sebagai pemanen rotan milik orang lain dengan upah separuh dari hasil panen.

Dinas Kehutanan Katingan mencatat, potensi produksi rotan di Katingan mencapai 252.800 ton per tahun. Potensi itu tersebar di Kecematan Sanaman Mantikei, Katingan Tengah, Pulau Malan, Katingan Hilir, Tasik Piyawan, dan Katingan Kuala.(CAS)

Friday, November 10, 2006

Perusahaan Pengelola Hutan Alam Dievaluasi

Jumat, 13 Oktober 2006
Sangatta, Kompas - Bupati Kutai Timur Awang Faroek Ishak meminta agar kinerja perusahaan pengelola hasil hutan alam dievaluasi. Ia mengimbau agar perusahaan yang sulit berkembang mengalihkan investasinya ke perkebunan kelapa sawit atau hutan tanaman industri. "Evaluasi akan menginformasikan mana perusahaan yang perlu bertahan dan mana yang lebih baik berinvestasi di bidang lain," kata Awang di Sangatta, Kamis (12/10).

Staf Ahli Bupati Kutai Timur Bidang Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Daddy Ruchiyat menambahkan, evaluasi dilakukan oleh perusahaan yang bersangkutan atau didampingi lembaga lain.

Menurut Awang, kerusakan hutan masih terus terjadi, sementara sejumlah perusahaan justru menjadi sekarat. Hal itu merupakan pertanda masih banyak perusahaan belum benar mengelola hutan alam sehingga perlu dievaluasi.

Uuh Aliyuddin, Ketua Dewan Pengurus Daerah Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia Kalimantan Timur, mengakui, pengelolaan hutan alam oleh sejumlah perusahaan masih belum lestari. Namun, ia menilai prospek pengelolaan hutan alam dari produksi kayunya masih cukup baik.

Dalam kaitan itu, dia mengimbau agar saat perusahaan kehutanan dievaluasi, mereka didampingi kelompok kerja sertifikasi (KKS). KKS dibentuk atas prakarsa perusahaan kehutanan besar di Kaltim pada 2001. Tujuan pendampingan adalah agar perusahaan dapat membenahi administrasi dan mengelola hutan secara lebih baik.

Awang menambahkan, perusahaan pengelola hasil hutan alam yang ada di Kutai Timur memperoleh prioritas jika ingin berinvestasi di bidang baru. Menurut rencana, Kutai Timur akan mengembangkan kebun kelapa sawit hingga 350.000 hektar. Saat ini luas lahan yang sedang dikerjakan oleh 16 perusahaan baru 130.000 hektar.

Sulit dikembangkan

Di Bintan, Kepulauan Riau, Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Bintan Elizar Juned kemarin mengatakan, potensi perkebunan kelapa sawit di daerah itu sulit dikembangkan. Ribuan hektar lahan perkebunan sawit yang ada bahkan kurang prospektif karena lahan kurang subur dan mengganggu penyerapan air tanah.

Karena itu, kata Elizar, pihaknya sudah meminta perusahaan perkebunan kelapa sawit menanam tanaman kehutanan, seperti pohon meranti, di sela-sela pohon kelapa sawit. (BRO/FER)

KEHUTANAN

Kamis, 12 Oktober 2006
Sangatta, Kompas - Departemen Kehutanan diminta segera menetapkan hutan seluas 38.000 hektar di Kecamatan Muara Wahau, Kutai Timur, Kalimantan Timur, tersebut sebagai hutan lindung.

Dalam dua tahun terakhir, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kutai Timur bersama masyarakat setempat terus menjaga hutan itu dan memperjuangkan statusnya sebagai kawasan yang dilindungi.

Hutan itu merupakan bekas kawasan hutan produksi PT Gruti III. Keanekaragaman hayati di dalamnya cukup kaya dan kawasan itu merupakan penyangga tiga daerah aliran sungai penting di Kecamatan Muara Wahau, yaitu Seleq, Melinyiu, dan Sekung.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kutai Timur (Kutim) Riza Indra Riadi mengatakan, sejak tahun 2004 pemkab dan beberapa pihak mendorong perubahan status kawasan itu menjadi hutan lindung.

"Namun, Departemen Kehutanan tidak kunjung menetapkannya," ujar Riza, Rabu (11/10) di Sangatta.

Untuk menjaga kelestarian hutan itu, Pemkab Kutim telah menginvestasikan dana Rp 2,4 miliar dalam dua tahun terakhir. Dana itu terutama untuk membentuk dan membiayai sebuah badan pengelola hutan yang dinamakan Hutan Lindung Wehea (HLW).

Untuk menjaga hutan, masyarakat Dayak Wehea membantu dengan membentuk tim patroli hutan. Tim patroli digaji dari dana investasi itu.

Tahun ini, tim patroli tersebut telah beberapa kali menangkap para penebang kayu dan pemburu ilegal. Sebagai hukuman, para pelaku dikenai denda adat. "Hasil kerja tim patroli sudah tampak," kata Riza. (BRO)

Warga Tiga Desa Temui Wakil Rakyat

Radar Banjarmasin - Jumat, 3 November 2006
Desak PT Elbana Beroperasi Kembali

TANJUNG – Jika sehari sebelumnya puluhan perwakilan karyawan PT Elbana Abadi Jaya menyerbu gedung Graha Sakata DPRD Tabalong, untuk menyampaikan aspirasi agar perusahaannya dapat beroperasi sedia kala. Kemarin siang sekira pukul 11.30 Wita, giliran warga tiga desa di Kecamatan Jaro yang membawa aspirasi senada.

Berhubung Ketua DPRD Tabalong H Muchlis SH sedang berada diluar daerah “nunut” kunjungan eksekutif ke Jambi, perwakilan warga dari Desa Lano, Solan dan Garagata itu pun diterima oleh Wakil Ketua DPRD Tabalong Drs H Muhidin Said dan H Tarmiji Bey, disertai Murjani SHI, Sudarmadi SH, Nisful Taslim Noor SSos, Martun BE dan Jurni.

Sebagaimana tuntutan yang disampaikan oleh karyawan PT Elbana ketika bertemu anggota dewan, yakni meminta PT Elbana yang telah ditutup Polres Tabalong karena ditengarai melanggar hukum pidana, supaya dibuka dan dapat beroperasi kembali.

Perwakilan warga yang berasal dari aparat pemerintahan desa menyatakan keinginan yang sama. Karenanya, masyarakat maupun karyawan merasa dirugikan selama penutupan masih berlangsung. “Sejak dahulu kami sudah bekerja dan tergantung dari usaha mencari kayu, tapi penutupan PT Elbana mengakibatkan kami tidak mempunyai pekerjaan lain lagi,” kata Kades Solan, Antung Sarkani.

Seterusnya, mata pencaharian lain seperti usaha bansaw, warung teh, rumah sewa dan pasar yang sepi adalah imbas dari tidak beroperasinya perusahaan kayu ini. Otomatis, perekonomian dan kesejahteraan warga turut terganggu karena 75 % warga mencari nafkah dari usaha perkayuan.

Untuk itu, perwakilan warga tiga desa serempak mendukung agar PT Elbana dapat kembali dioperasikan. Mengenai dugaan melanggar hukum, diminta secepatnya diproses.

Muhidin Said menanggapi, pihaknya bersama Bupati Tabalong sudah membicarakan dampak dari penutupan kepada Kapolda Kalsel Halba Rubis Nugroho ketika berkunjung ke Tabalong, saat safari Ramadan 1427 Hijriyah.

“Kami dapat mengerti keinginan warga, apalagi keberadaan PT Elbana selama ini mampu meningkatkan perekonomian dan membantu kesejahteraan masyarakat. Lebih menyikapi aspirasi yang masuk, dewan merencanakan akan membentuk Pansus, sekaligus melakukan hearing dengan pihak terkait termasuk Polres Tabalong.,” kata anggota FPGolkar. (day)