Saturday, July 29, 2006

Kinerja Perekonomian; Habis Kayu "Terbitlah Asap"

Sabtu, 29 Juli 2006

Hamzirwan

Pencurian kayu dan perambahan hutan perawan masih terus menghantui Indonesia. Hutan alam seluas 88 juta hektar memiliki potensi kayu alam yang sangat besar dan bernilai tinggi. Akan tetapi, ancaman hilangnya hutan terus menghantui kita. Apalagi laju kerusakan hutan di seluruh Indonesia mencapai 2,8 juta hektar per tahun.

Menteri Kehutanan (Menhut) MS Kaban juga telah menabuh genderang perang terhadap pencurian kayu dan perdagangan kayu ilegal. Kaban menargetkan dua praktik yang merugikan negara dan rakyat itu harus tuntas tahun 2006.

Departemen Kehutanan (Dephut) bersama-sama Kepolisian Negara Republik Indonesia akhirnya masuk-keluar hutan melacak kejahatan terorganisasi tersebut. Namun, operasi ini bukannya tanpa efek negatif, yakni memunculkan peluang pungutan liar oleh oknum petugas. Pungutan itu sebagai imbalan atas "jasa baik" oknum petugas tersebut membantu mengeluarkan hasil tebangannya agar tak dituduh pelaku pencuri kayu.

Data Asosiasi Panel Kayu Indonesia (Apkindo) menunjukkan, dari 120 perusahaan anggota Apkindo, kini tinggal 52 perusahaan yang masih bertahan. Itu pun kegiatan produksinya tidak lagi sampai 50 persen dari kapasitas terpasang.

Berbagai upaya dilakukan untuk mempertahankan industri kehutanan, misalnya, merestrukturisasi mesin yang dipakai agar bisa mengolah kayu berdiameter kecil. Akan tetapi, langkah itu tetap saja tak mampu menyelamatkan industri kehutanan, yakni kayu lapis dan olahan.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia Agung Nugraha mengatakan, melemahnya kinerja industri kehutanan masih akan terus terjadi di masa-masa mendatang. Sulitnya bahan baku kayu bulat dan maraknya pungutan liar di lapangan menyebabkan pengusaha menanggung biaya produksi yang sangat tinggi.

"Untuk pungutan liar saja bisa mencapai 15 persen dari biaya produksi yang rata-rata Rp 600.000 per meter kubik," kata Agung di Jakarta, Jumat (28/7).

Kenaikan JPT

Sebenarnya, pemerintah sudah berusaha menyahuti jeritan pengusaha kehutanan akan kelangkaan bahan baku. Dephut telah menaikkan jatah produksi tebangan (JPT) dari 8,1 juta meter kubik di tahun 2006 menjadi 9,1 juta meter kubik di tahun 2007.

Kekurangan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku rata-rata 45 juta meter kubik per tahun itu diharapkan bisa dipasok dari hutan produksi terbatas, hutan tanaman industri, dan hutan rakyat. Akan tetapi, kenaikan JPT ini ternyata belum memuaskan pengusaha. Pasalnya, masih ada faktor fundamental lain yang belum dituntaskan, yaitu pungutan liar.

Kondisi lapangan yang karut-marut seperti ini mau tidak mau telah memengaruhi kinerja industri kayu nasional. Ekspor produk kehutanan menunjukkan kecenderungan stagnan atau malah menurun. Menurut data Badan Pusat Statistik, pertumbuhan produk kayu dan hasil hutan tiga tahun terakhir terus mengalami pertumbuhan negatif. Tahun 2004 tercatat tumbuh minus 2,1 persen, tahun 2005 tumbuh minus 1,3 persen, lalu makin terperosok pada kuartal pertama 2006 menjadi minus 5,8 persen.

Berdasarkan data Apkindo, produksi panel kayu Indonesia yang pernah mencapai sekitar 7 juta meter kubik pada tahun 1999-2000 juga merosot menjadi 3,5 juta meter kubik di tahun 2005. Padahal, Malaysia diperhitungkan masih mampu memproduksi panel kayu hingga 4 juta meter kubik. Tahun 2006 ini, diperkirakan jumlahnya merosot sampai 2 juta meter kubik.

Data Badan Revitalisasi Industri Kehutanan menunjukkan, ekspor panel kayu tahun 2004 mencapai 2,02 miliar dollar AS dengan volume 5,36 juta meter kubik. Sementara ekspor kayu olahan dan lapis kondisinya masih lebih baik sehubungan dengan meningkatnya permintaan di tengah harga yang naik terus.

Sampai semester pertama 2006, nilai ekspor kedua komoditas itu sudah mencapai 1,8 miliar-1,9 miliar dollar AS dari target 4 miliar dollar AS. Nilai itu tidak jauh berbeda dengan pencapaian periode yang sama tahun 2005.

Penegakan hukum

Maraknya pungutan liar muncul karena ulah oknum polisi yang langsung menuding seluruh kayu yang sedang diangkut pengusaha ke tempat pengolahan adalah hasil pembalakan. Karena itu, pengusaha yang legal akhirnya memilih menumpuk hasil tebangannya di hutan daripada ditangkap dengan tuduhan perambah hutan.

Kondisi ini merupakan dampak negatif dari gencarnya operasi pemberantasan pembalakan hutan oleh pemerintah dan TNI/Polri. Menhut MS Kaban pun tidak menutup mata akan hal ini. Demikian juga Kepala Polri Jenderal Sutanto.

Akan tetapi, keduanya berjanji akan menindak abdi negara yang menyalahgunakan wewenangnya untuk memeras pengusaha yang legal di lapangan. Namun, kedua pejabat negara ini pun meminta agar pengusaha tidak bermain api dengan menyuap aparat pemerintah di lapangan untuk memuluskan praktik ilegalnya.

Menurut Kaban, Dephut sedang merevisi Kepmen Nomor 126/KPTS-II/2003 tentang Penatausahaan Hasil Hutan untuk memperbaiki persyaratan dokumen pengangkutan hasil hutan. Tujuannya, pemisahan yang jelas antara persyaratan dokumen kayu hasil budidaya dan alam sehingga peluang penyelewengan oleh oknum aparat pemerintah pun bisa diminimalisasi.

Secara terbuka, Kaban dan Jenderal Sutanto mengungkapkan kekecewaan mereka terhadap upaya penegakan hukum pembalakan hutan. Selama Operasi Hutan Lestari (OHL) II-2005 di Papua, dari 116 kasus illegal logging yang diproses 88 kasus di antaranya ke kejaksaan dan 17 kasus dinilai kurang bukti.

Dari 27 kasus yang ke pengadilan, 13 kasus divonis 7 bulan hingga 2 tahun, sedangkan 14 kasus yang melibatkan cukongnya justru divonis bebas oleh hakim. Fakta ini menunjukkan upaya pemberantasan pembalakan liar belum didukung oleh seluruh hamba hukum di Indonesia.

Ada 186 tersangka dalam kasus ini, yaitu 172 warga negara Indonesia, 13 warga Malaysia, dan satu warga Korea. Sementara lelang 20.333,57 meter kubik kayu sitaan laku senilai Rp 19.049.374.578.

Total kayu bulat yang disita berjumlah 420.523 meter kubik dan kayu olahan sebanyak 13.504,28 meter kubik. Tim terpadu OHL II juga menyita 826 alat berat, lima kapal, 167 truk, empat sepeda motor, 11 tongkang, 18 kapal pandu, dan 111 gergaji mesin tangan (chainsaw).

Ternyata, memberantas pembalakan liar itu tidak mudah. Bahkan, di antara dua pilar utama negara—eksekutif dan yudikatif—sendiri masih belum satu bahasa.

Tabalong Mulai Berkabut

Sabtu, 29 Juli 2006 02:58:37

Tanjung, BPost - Beberapa warga Tanjung mulai mengenakan jaket atau baju tebal saat ke luar rumah karena udara terasa lebih dingin dari biasa. Kabut cukup tebal mulai menyelimuti kota Tanjung dan sekitarnya.

Tebalnya kabut itu diduga karena mulai maraknya kebakaran lahan baik perkebunan, semak belukar maupun pemukiman. Karena itu, warga di sekitar kawasan hutan diingatkan untuk mengurangi aktivitas pembakaran lahan agar tidak meluas ke dalam hutan.

Musim kemarau menjadi ancaman kebakaran hutan sangat besar. Belum lagi aktivitas masyarakat sekitar hutan yang makin banyak. Sebelumnya, puluhan hektare lahan di sepanjang Desa Kasiau Kecamatan Murung Pudak dan wilayah utara menuju Kalimantan Timur hangus.

Selain karena kondisi alam yang sangat panas, kebakaran juga dipicu adanya aktivitas manusia. Salah satunya pembukaan lahan untuk pemukiman dan perkebunan.

Subdin Perlindungan dan Pengamanan Hutan Dinas Kehutanan Tabalong Ir Ardani mengatakan, secara rutin jajarannya melakukan patroli untuk melakukan pengawasan terutama di kawasan hutan yang rentan terhadap kebakaran lahan. Apalagi di Tabalong terdapat beberapa titik api (hot spot), salah satunya di Kecamatan Muara Uya.

Sudah menjadi agenda, setiap musim kemarau melakukan patroli pengawasan kebakaran hutan. "Kita khawatir aktivitas pembukaan lahan oleh warga bisa menyebar ke dalam kawasan hutan," jelasnya. Dinas Kehutanan juga memiliki tim siaga api di areal hak pengusahaan hutan (HPH) PT Aya Yayang Indonesia.

Untuk menunjang kegiatan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan, Dinas Kehutanan mengalokasikan dana sebesar Rp28 juta untuk pos pengendalian.

"Kita mengalokasikan dana Rp28 juta untuk pos pengendalian hutan dan lahan. Saat ini, kita sudah melakuan patroli rutin untuk mencegah meluasnya kebakaran ke kawasan hutan," tambah Ardani.

Tim satuan koordinasi pelaksana penanggulangan bencana juga telah terbentuk untuk mengkoordinasikan kegiatan yang berkaitan dengan upaya penaggulangan bencana yang terjadi di wilayah masing-masing, seperti pengendalian kebakaran hutan, kekeringan dan wabah penyakit.mia

Friday, July 28, 2006

Polisi Menyita 7.237 Batang Kayu

Selasa, 18 Juli 2006

Banjarmasin, Kompas - Polisi menyita 7.237 batang kayu bulat yang diduga hasil pembalakan secara ilegal di kawasan hutan tanaman industri atau HTI milik PT Inhutani III di Sabuhur, Kecamatan Jorong, Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan. Sebanyak 13 penebang diperiksa.

Ribuan kayu akasia (Acasia mangium) itu disita lewat operasi pembalakan liar Kepolisian Resor (Polres) Tanah Laut serta Direktorat Reserse dan Kriminal Kepolisian Daerah (Ditreskrim Polda) Kalsel. Operasi berlangsung tiga hari hingga Senin (17/7).

"Sebanyak 13 warga diperiksa. Mereka sementara dimintai keterangan dan dijadikan saksi. Pelaku utama, berinisial AB, masih dalam pengejaran," kata Kepala Polres Tanah Laut Ajun Komisaris Besar Soemarso.

Polisi juga menyita tiga truk bermuatan kayu olahan dan gergaji mesin. "Ribuan kayu yang mereka tebang ini diduga terkait dengan maraknya penjarahan hutan di kawasan HTI milik PT Inhutani III sebulan terakhir ini," kata Soemarso.

Penebangan liar ini diduga marak karena memasuki musim kemarau, jalan masuk ke kawasan HTI mulai kering dan mudah dilewati truk. Pembalak juga menebang di lokasi yang tersebar. Hal itu membuat polisi sulit menangkap seluruh pelaku.

Dalam kesempatan terpisah, Kepala Dinas Kehutanan Kalsel Sony Partono mengatakan, penjarahan kawasan HTI bukan sekali ini terjadi. Itu disebabkan semakin sulitnya memperoleh kayu dari hutan alam.

Hutan HTI Inhutani III di Tanah Laut luasnya 27.000 ha, dan 14.000 ha di antaranya ditanami. Sebagian lahan siap panen—usia tanaman hingga 10 tahun.

Menurut Sony, kayu akasia menjadi incaran karena harganya cukup baik, Rp 400.000-Rp 500.000 per meter kubik. Kayu itu banyak dikirim ke Jawa untuk bahan baku mebel. (FUL)

Pengusaha Kayu Ditahan

Selasa, 11 Juli 2006

Banjarmasin, Kompas - Satuan Polisi Perairan Kepolisian Daerah Kalimantan Selatan menahan pengusaha kayu Banjarmasin, Herriansyah Limantara alias Adut. Tersangka kasus pembelian kapal hasil kejahatan antarnegara ini ditahan karena diduga mencoba melarikan diri.

Kepala Polda Kalsel Brigjen (Pol) Halba Rubis Nugroho melalui Direktur Satuan Polisi Air (Satpolair) Ajun Komisaris Besar Thomas Alfred Ombing, Senin (10/7), mengatakan, Herriansyah ditangkap di Balikpapan, Kalimantan Timur, Senin pekan lalu.

Saat itu dia hendak menumpang pesawat Garuda Indonesia tujuan Jakarta dari Bandara Sepinggan. Tersangka diduga berusaha kabur. Sebelumnya, polisi sudah dua kali memanggil Herriansyah, namun muncul.

"Herriansyah ditahan bukan terkait bisnis atau pengangkutan kayu, tetapi pembelian sebuah kapal tarik (tugboat) asal Kuching, Malaysia," ujar Thomas.

Kapal bernama Pillar Kuching itu ditangkap Satpolair Polda Kalsel di Sungai Barito, pekan kedua Juni 2006. Polisi menahan kapal itu karena tak dilengkapi dokumen pelayaran yang sah.

Kecurigaan bertambah karena ditemukan petunjuk adanya usaha untuk mengubah identitas kapal milik PT Eastern Pillar Shd Bhd dari Kuching, Sarawak, Malaysia Timur, itu. Nama yang tercetak di tubuh kapal dihapus dengan cat hitam dan pada ban sekoci dihapus dengan cat putih.

"Setelah berkoordinasi dengan Mabes Polri, diketahui adanya laporan Polisi Diraja Malaysia, kapal itu dilaporkan hilang dan dilarikan ke perairan Kaltim," kata Thomas. Hasil pemeriksaan saksi mengungkap adanya bisnis kapal ilegal antarnegara.

Setiba di Kaltim, kapal ditawarkan kepada beberapa orang, termasuk Herriansyah. Harga kapal berukuran panjang 30 meter itu sekitar Rp 2,5 miliar. (FUL)

Sekitar Rp 1 Triliun Dana Reboisasi Salah Sasaran

Sabtu, 08 Juli 2006

Jakarta, Kompas - Departemen Kehutanan menengarai sekitar Rp 1 triliun dana reboisasi atau DR yang diserahkan ke pemerintah daerah dalam dana alokasi khusus salah sasaran. Dana yang seharusnya digunakan untuk membiayai program rehabilitasi dan penghijauan kawasan hutan diduga didepositokan di perbankan atau malah dialihkan untuk membiayai kegiatan lain di daerah.

"Ada ratusan miliar rupiah yang mungkin mendekati Rp 1 triliun dana alokasi khusus DR yang tidak dialokasikan untuk reboisasi. Dana itu didepositokan," kata Menteri Kehutanan MS Kaban di Jakarta, Jumat (7/7).

Dana tersebut berbeda dengan alokasi dana pada program Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (Gerhan) dari Departemen Kehutanan yang saat ini arealnya sudah seluas 2 juta hektar (ha). Untuk program ini, pemerintah menyediakan dana sebesar Rp 3,5 triliun, Rp 1,5 triliun tahun 2004, dan Rp 1,2 triliun tahun 2003.

Dana alokasi khusus (DAK) DR yang diterima pemerintah daerah tersebut sebenarnya untuk mendukung percepatan rehabilitasi kawasan hutan Indonesia yang rusak. Menurut data Dephut, luas kawasan hutan yang rusak saat ini mencapai 59 juta hektar dengan laju kerusakan 2,8 juta hektar per tahun.

Harus segera diusut

Menurut Kaban, Dephut tidak bisa menegur para kepala daerah yang mengalihkan dana tersebut untuk kegiatan lainnya di daerah. Karena itu, Menhut meminta agar ulah tersebut diusut karena terindikasi melanggar aturan hukum.

Indikasi ini berdasarkan banyaknya kepala daerah yang menyurati Menhut MS Kaban, meminta agar DAK DR tersebut bisa digunakan untuk kegiatan selain reboisasi. "Kepala daerah yang tidak mengalokasikan dana DAK DR (sesuai peruntukannya) perlu diusut," kata Kaban.

Sejak tahun 2006, Departemen Keuangan mengirim langsung DAK DR ke pemerintah daerah. Kebijakan ini menyebabkan Dephut kesulitan memonitor realisasi reboisasi yang dilaksanakan pemda.

Kepala Bidang Analisis dan Penyajian Informasi Dephut, Masyhud, mengatakan, akibat prosedur baru itu, Dephut tak memiliki data mengenai nilai riil DAK DR yang disalurkan ke pemda tahun 2006. Padahal dana tahun 2004 tercatat Rp 376.938.363.335, sedangkan tahun 2005 sebanyak Rp 534.806.328.305. Ada 28 provinsi yang menerima dana tersebut, dan seluruhnya berada di luar Pulau Jawa.

Data Dephut menunjukkan, realisasi rehabilitasi hutan sejak tahun 2000-2004 mencapai 414.036 hektar, hutan rakyat seluas 547.064 hektar, teras hutan seluas 13.846 hektar, dan hutan bakau seluas 12.581 hektar.

Gerhan sendiri memiliki areal seluas 2 juta hektar yang harus direhabilitasi. Dephut mengklaim program mampu merehabilitasi sekitar 600.000 hektar kawasan hutan per tahun. (ham)

Hukum Berat Perusak Hutan

Radar Banjarmasin; Rabu, 26 Juli 2006

BANJARBARU – Tak dipungkiri rusaknya hutan di Indonesia akibat penebangan hutan secara illegal dan dilakukan secara terus menurus. Jadi salah satu cara untuk menyelamatkan hutan harus ada hukuman yang keras bagi perusahk hutan.

“Beri hukum yang tegas bagi para pelaku penebangan liar,” kata Staf Ahli Menteri Kehutanan, Ir Made S kepada wartawan Koran ini, usai sosialisasi kebijakan Menhut, belum lama tadi.

Selain ada hukuman yang tegas, menurut Made, pola-pola operasi pemberatasan pembalakan liar juga harus diperbaiki secara menyuluruh. Sehingga, semua operasi yang dilakukan aparat penegak hukum bisa tepat sasaran. Staf menteri ini juga menyoroti sepak terjang LSM lingkungan. Menurutnya, LSM sejatinya dapat melakukan koordinasi lebih bagus dengan Dinas Kehutahan di daerah setempat. “Bila semua hal itu bisa diperkuat maka permasalahan kehutanan bisa diatasi dengan baik,” terangnya.

Lebih jauh, Made juga mengungkapkan tentang adanya izin pakai bagi para pemegang kuasa pertambangan (KP). “Tanpa izin pakai dari kehutanan harus ditangkap,” tegasnya.

Terkait dengan kebijakan kehutanan yang dikeluarkan Menhut tujuannya adalah untuk menjadikan hutan menjadi lestari dan masyarakat sejahtera. Ada 5 target kebijakan Menhut yang menjadi prioritas utama, yakni pemberatasan penebangan liar dan perdangan kayu illegal, rehabilitasi dan konservasi sumber daya hutan, revitalisasi industri kehutanan, peningkatan ekonomi masyarakat dalam dan sekitar hutan. Terakhir pemantapan kawasan hutan. (why)

Perorangan Bisa Kelola Hutan

Kamis, 27 Juli 2006 02:19:08

Banjarbaru, BPost - Pemerintah akan memberikan izin pengelolaan hutan tanaman industri kepada perseorangan. Kebijakan ini kemungkinan berlaku mulai April tahun depan.

Staf Ahli Menteri Kehutanan Bidang Kemitraan Kehutanan Sunaryo menjelaskan, kebijakan ini sedang digodok dalam revisi Peraturan Pemerintah No 34/2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan.

Menurut dia, revisi peraturan itu ditargetkan rampung akhir tahun ini. "Kalau sosialisasi sekitar tiga bulan, kebijakan ini bisa berjalan mulai April," kata Sunaryo dalam sebuah diskusi di Jakarta, Rabu (26/7).

Saat ini ada sekitar 30 juta hektare lahan hutan yang siap dikelola menjadi hutan tanaman industri (HTI). Luas ini di luar 30 juta hektare lainnya yang sudah memiliki hak pengusahaan hutan (HPH).

Menurut Sunaryo, setiap orang akan memperoleh konsesi hutan antara 5-10 hektare dengan lamanya izin berkisar 10-30 tahun. "Penentuan luas dan lama konsesi ini akan dinilai berdasarkan tanaman yang dikembangkan," katanya.

Kadis Kehutanan Kalsel Sony Partono siap mendukung kebijakan tersebut. "Potensi kita untuk itu masih besar," tandasnya. Di Kalsel, saat ini ada 13 unit izin HTI yang masih aktif dan beroperasi.

Produksi hasil hutan jenis HTI berasal dari sekitar 700.000 hektare hutan yang ada. Dari jumlah tersebut, ada pencadangan sekitar 400.000 hektare. "Tapi itu hitungan di atas kertas, realisasinya tak sebanyak itu," imbuhnya.

Sebaran HTI yang masih aktif terkonsentrasi di Kabupaten Tanah Laut, Kotabaru, Tanah Bumbu, Banjar dan Tabalong.

Diakuinya, ada tiga HTI yang dicabut izinnya karena tak beroperasi lagi meski posisi kepemilikan izinnya masih berlaku. Seperti PT Dwima Intiga yang memiliki kawasan HTI di HSS dan sebagian Tapin dan HTI yang izinnya dipegang PT Kirana Khatulistiwa. niz

PT Sumpol Siap Dicabut Izinnya

Selasa, 25 Juli 2006 00:50:20

Martapura, BPost - PT Sumpol Timber siap dicabut izin hak pengusahaan hutannya (HPH) jika terbukti melakukan tebang pilih dan membabat hutan lindung.

Direktur Produksi PT Sumpol Ir Ervan Ganie membantah telah merambah hutan lindung. "Kalau ada, tunjukkan buktinya. Kalau tidak, itu fitnah," tandasnya usai pertemuan dengan Komisi II dan III DPRD Banjar, Senin (24/7).

Erfan menyebut, perusahaannya melakukan penebangan di kawasan HPH seluas 32.000 hektare, rinciannya 9.000 hektare di Kabupaten Banjar dan 21.000 hektare di Tanah Bumbu.

"Kami selalu mengedepankan tebang pilih, hanya menebang pohon diameter 50 cm. Di bawah itu, kami biarkan sehingga sampai besar mencapai syarat tebang," jelasnya.

Dalam pertemuan tersebut, PT Sumpol membantah 3 hal yang ditudingkan, pertama menyangkut tebang pilih. Kedua, membantah telah memasuki kawasan hutan lindung. "Tunjukkan koordinatnya jika masuk areal hutan lindung," tandasnya.

Ketiga menyangkut reboisasi yang tidak benar. Menurut Ervan, hal itu tidak diketahuinya. Sebab perusahaannya sudah menyetorkan dana reboisasi ke pemerintah.

Menurut LP2M yang diwakili Ketua I-nya Ir Manhuri, perlu penelitian tentang kebenaran sudah ditanami kembali atau tidak areal hutan yang dibabat.

Sementara Direktur Lekawasda Anang Syahrani meminta DPRD dan Bupati Banjar supaya mengambil tindakan tegas membuat rekomendasi ke Dirjen Kehutanan untuk mencabut izin HPH perusahaan kayu di sepanjang kaki Pegunungan Meratus yang telah ditetapkan menjadi kawasan hutan lindung.

"HPH yang beroperasi di wilayah Kabupaten Banjar, termasuk PT Sumpol Timber harus dicabut izin HPH-nya," ucap Anang. Sumpol harus memenuhi kewajibannya sebagai bentuk tanggung jawab untuk mengembalikan kelestarian hutan di Kabupaten Banjar.

M Rifa’i SPi menambahkan, ada 5 titik hutan lindung di Gunung Gulang Gulang yang dirambah PT Sumpol. Menyangkut reboisasi, PT Sumpol jangan mentang-mentang kasih duit lalu tidak peduli lagi atas lahan tebangan sebelumnya.

Karena belum ada titik temu, pertemuan yang dipimpin H Gt Abdurrahman menjadwalkan lagi pertemuan dengan pemkab untuk membahas hal yang sama awal September nanti. adi/awj

Kayu Tebangan Liar Lolos

Minggu, 23 Juli 2006 01:39

Paringin, BPost - Sekitar 40 kubik kayu meranti, diduga hasil tebangan liar, Rabu (19/7) sekitar 10.00 Wita, milir menggunakan rakit melalui Sungai Balangan.

Menurut seorang warga Desa Gunung Riut, Kecamatan Halong, kayu-kayu itu, kemungkinan diambil oleh pelaku dari hutan lindung di Kecamatan Halong.

Rencananya, kata dia, kayu itu mau dibawa ke Kecamatan Lampihong. "Tapi siapa pemiliknya, kami belum mendapat informasi yang jelas," kata warga tadi.

Wakapolres Balangan Kompol Yuri Karsono Sik dikonfirmasi, Sabtu (22/7), mengakui mendengar informasi tersebut. Namun menurutnya belum jelas kebenarannya, karena pihaknya masih melakukan penyelidikan.

"Kami memang belum menerima laporan langsung dari polsek bersangkutan. Informasi kami terima, barang buktinya memang tidak ada, kami masih melakukan penyelidikan," jelas Yuri.

Sebelumnya Polres Balangan, Senin (10/7), mengamankan 120 batang kayu temuan, yang juga dimilirkan di sungai, Desa Kapul, Kecamatan Halong. Jenis kayu meranti temuan itu juga diduga dari hasil tebangan liar dari hutan lindung di kecamatan itu.

"Kayu hasil temuan masih kami amankan di belakang Polsek Paringin bersama enam kubik kayu meranti dari Tabalong, yang ditangkap saat melintas di Balangan," kata Yuri.

Diakui, hutan lindung di Kecamatan Halong kini cukup rawan dari penebangan liar, karena kondisi geografisnya yang cukup menyulitkan pengawasan.

Kepala Adat Dayak Halong Utan, saat di Dusun Wayuanin beberapa waktu lalu mengajak warga suku Dayak Halong mengamankan hutan lindung dari penebangan.

"Kita jangan mau dibujuk penebang, karena hanya akan merugikan kita yang hidup tergantung alam. Kita harus bersatu menolaknya," imbau Utan. han

Pembalakan Termasuk Korupsi

Sabtu, 22 Juli 2006 02:19:28

Banjarmasin, BPost - Peringatan bagi para cukong kayu yang merusak hutan. Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh SH mengintruksikan agar pelaku illegal logging dijerat dengan pidana korupsi. Dengan begitu, hukuman yang dijatuhkan bisa maksimal, bahkan bisa sampai hukuman mati.

Pria yang dikenal tegas ini mengakui, selama ini pelaku illegal logging atau pembalakan dijerat dengan pasal pidana umum, sehingga hukumannya relatif ringan. Makanya tidak jarang banyak pelaku pembalakan yang meremehkan hukuman tersebut.

"Semua Kejaksaan yang menangani kasus illegal logging, diinstruksikan agar menggunakan pidana korupsi. Ini agar pelakunya jera, apalagi ancamannya bisa hukuman mati," tegas pria yang biasa disapa Arman ini di Mahligai Pancasila, malam tadi (21/7).

Ditanya tentang keberadaan cukong kayu di Kalsel, dia menegaskan, masuk dalam daftar target Kejaksaan. Hanya saja, dia enggan menyebutkan secara rinci tentang target itu.

Sementara itu, terkait lambannya izin pemeriksaan terhadap pejabat dari tangan Presiden Yudhoyono, Arman mengatakan, semua harus mengikuti prosedur yang berlaku.

"Semua itu kewenangan Presiden. Aturannya memang seperti itu. Jadi harus ditaati semua pihak, termasuk Kejaksaan sendiri," jelasnya.

Artinya, izin itu memang harus ditunggu. Meskipun berlangsung lama, karena itu merupakan ketentuan, maka tetap saja harus diikuti semua pihak, termasuk Kejaksaan. Kalau tidak begitu, maka kejahatan tetap berjalan begitu saja.

"Memang ada yang lama turunnya izin tersebut. Tapi karena aturannya seperti itu, mau bagaimana lagi?," cetusnya.

Arman datang ke Kalsel untuk memimpin upacara Hari Adhyaksa yang dilangsungkan hari ini, Sabtu (22/7) di Banjarbaru. Sebelum menjadi inspektur upacara, dia melakukan silaturrahmi dengan pejabat dan sejumlah tokoh di Banua.

Bahkan Arman mengaku punya hubungan emosional dengan Banua ini. Dia mengaku nenek moyangnya berasal dari Martapura. Hadir dalam acara ramah tamah bupati/walikota, Ketua PWI Cabang Kalsel HG Rusdi Effendi AR, dan lainnya.coi

Evakuasi Kayu Curian Terhambat

Jumat, 21 Juli 2006 01:36:46

Pelaihari, BPost - Belasan petugas hingga Rabu (19/7) masih hilir mudik di lokasi penemuan kayu curian di Desa Sabuhur Kecamatan Jorong. Lantaran hujan deras, proses evakuasi menjadi terhambat.

Evekuasi besar-besaran rencananya dilakukan Selasa (18/7), namun urung karena turun hujan. "Hari ini (kemarin, red) evakuasi dilakukan, mudah-mudahan berjalan lancar," ucap Kadishut Tala Ir Aan Purnama MP, Rabu (19/7).

Jumlah kayu curian yang ditemukan petugas membengkak. Seperti diwartakan, operasi gabungan (Polda dan Polres Tala) menemukan 5.000-an potong kayu yang sebagian besar berjenis akasia. Namun setelah petugas menyisiri tempat kejadian perkara (TKP) dan sekitarnya, berhasil ditemukan beberapa potong kayu lagi.

"Hasil perhitungan sementara, jumlahnya mencapai 7.144 potong atau sekira 600-700 meter kubik. Sebagian besar jenis akasia, beberapa potong di antaranya jenis kayu putih," jelas Aan.

Kayu-kayu tersebut ditemukan di beberapa titik di lahan kandang sapi seluas 100 hektare milik Abu Sani di Desa Sabuhur. Di tempat yang tak jauh dari kawasan hutan akasia Inhutani III Panyipatan, juga ditemukan bandsaw milik Abu Sani.

Hingga kemarin, keberadaan Abu Sani masih misterius. Polres Tala telah menetapkannya sebagai tersangka. Beberapa personel juga telah dikerahkan untuk mencarinya.

Informasi diperoleh, Abu Sani mengantongi izin pemanfaatan kayu rakyat (IPKR) atas nama Armawi Riadi. Kabarnya, Armawi Riadi adalah orang kepercayaan Abu Sani.

"IPKR itu memang atas nama Armawi Riadi, tapi itu sebenarnya milik Abu Sani. Ada surat kuasanya yang menyatakan tentang hal itu," jelas Kabid Pengawasan dan Perlindungan Alam Dishut Tala Ir Sjukraeni Sjukran.

IPKR tersebut diterbitkan 1 Mei 2006 ditandatangani Kadishut Ir Aan Purnama MP. Dalam IPKR itu disebutkan lokasinya berada di Desa Batu Tungku dengan jumlah pohon akasia 5.289 batang atau 2.026,30 meter kubik.

Aan menerangkan, hasil pengecekan di lapangan, di lokasi IPKR tersebut memang ada bekas tebangan kayu akasia namun jumlahnya sedikit. Sebagian besar kayu temuan yang ada berasal dari hasil curian di hutan milik Inhutani III." Sejumlah pihak menengarai, IPKR tersebut hanya kedok. roy

71 Log Ulin Tak Bertuan

Rabu, 19 Juli 2006 01:56

Banjarmasin, BPost - Pembalakan masih terus berlangsung. Kepolisian Daerah Kalimantan Selatan menjawabnya dengan gencar melakukan operasi penertiban illegal logging. Sayangnya, polisi baru sebatas menemukan barang bukti kayu curian, sementara pelakunya, belum juga ditemukan.

Jajaran Reserse dan Kriminal Polres Tanah Bumbu, Senin (17/7) malam menemukan 71 kayu log jenis ulin di sebuah sungai di Desa Kuranji Kecamatan Batulicin. Kayu berukuran empat meteran itu ditemukan tak bertuan.

Kapolres Tanah Bumbu Ajun Komisaris Besar Hersom Bagus Pribadi saat dihubungi BPost melalui telepon seluler, Selasa (18/8) mengatakan, kayu-kayu itu diduga hasil pembalakan. Jumlahnya sebanyak 71 batang.

"Kayu log jenis ulin yang kita temukan berjumlah 71 batang log. Kayu itu ditemukan di sungai di Desa Kuranji Batulicin," ungkap Hersom.

Mengenai pemiliknya, hingga kemarin polisi masih terus melakukan penyidikan. Identitas pemilik sudah ada ditangan, dan kini sedang diburu.

"Identitas tersangka telah kita ketahui sekarang, dan kini masih dalam proses penyidikan anggota di lapangan," ungkap mantan Wadansat Brimobda Polda Metro Jaya ini. Ditambahkan Hersom, saat ini pihaknya tengah berupaya menarik kayu-kayu log tersebut ke KPPP Batulicin.

Menurut sumber BPost di Mapolda Kalsel, kayu-kayu tersebut berasal dari kawasan Pegunungan Meratus. Pelaku pembalakan memanfaatkan air pasang atau banjir yang terjadi beberapa waktu lalu untuk menurunkan kayu.

Sebelumnya, operasi Tim Illegal Logging Satuan Kriminal Khusus Direktorat Reserse dan Kriminal Kepolisian Daerah Kalimantan Selatan, Minggu (16/7) dinihari, mengamankan 5.000 batang kayu ikalipus dari kawasan hutan produksi itu.

Polisi juga mengamankan peralatan menebang pohon berupa gergaji mesin, dua gergaji besar, serta tiga truk berisi kayu yang telah diolah.dwi

Pemilik Bandsaw Tersangka

Selasa, 18 Juli 2006 02:32:59

Pelaihari, BPost - Hanya beberapa menit berada di kantornya, AKBP Drs Sumarso bergegas meluncur ke Sabuhur, Senin (17/7) pagi bersama seorang jaksa dari Kejari Pelaihari.

Dengan menggunakan mobil ranger, orang nomor satu di kepolisian Bumi Tuntung Pandang ini langsung menuju lokasi penemuan ribuan potong kayu akasia yang diamankan petugas gabungan (Polda dan Polres Tala), Sabtu (15/7) malam.

Beberapa jam kemudian, usai coffe morning di kantor Bupati Tala, Kadishut Ir Aan Purnama MP menyusul ke tempat kejadian perkara, yakni di kawasan hutan Inhutani di Desa Sabuhur Kecamatan Jorong (bukan Panyipatan, red).

Polres Tala dan Dishut setempat telah sepakat untuk turun ke lapangan guna melakukan pengecekan bersama. Langkah ini untuk mencari tahu dari mana sesungguhnya asal-muasal kayu tersebut. Apakah seluruhnya berasal dari areal Inhutani atau tidak.

Sekadar diketahui, dalam operasi Sabtu malam pekan tadi, kayu akasia sebanyak 5.000 potong yang diamankan petugas berasal dari beberapa titik. Di antaranya ditemukan di dekat bandsaw milik Abu Sani.

"Saya belum bisa memberikan penjelasan lebih jauh. Ini masih belum jelas, masih kami koordinasikan dengan Dishut Tala dan turun bersama ke lokasi," jelas Kapolres Tala AKBP Drs Sumarso melalui Wakapolres Kompol H Enggar Pareanom.

Sebagian dari kayu tersebut dilaporkan berasal dari kawasan hutan rakyat. "Katanya ada IPKR (izin pemanfaatan kayu rakyat)nya. Tapi belum jelas juga. Ini juga masih kami koordinasikan dengan Dishut."

Yang pasti, Polres Tala telah mengamankan satu orang, Anang Marhani (24) yang diidentifikasi sebagai anak buah AS, pemilik bandsaw.

"Tersangkanya AS," tandas Enggar. Bagaimana dengan Manan yang membeli kayu olahan dari AS. "Tidak. Dia kan hanya pembeli."

Kayu temuan tersebut secara bertahap mulai dievakuasi ke Mapolres Tala. Beberapa potong log kayu akasia serta puluhan batang dalam bentuk plat (gergajian) telah diamankan di halaman belakang Mapolres.

Kadishut Tala Ir Aan Purnama dikonfirmasi menegaskan, selama ini pihaknya tidak pernah menerbitkan surat keterangan sahnya hasil hutan (SKSHH) dari kawasan Sabuhur. roy/dwi

Kayu Inhutani Dijarah

Senin, 17 Juli 2006 03:27

Banjarmasin, BPost - Aksi pembalakan masih juga berlangsung. Kawasan hutan produksi milik Inhutani yang berada di Desa Baur Kecamatan Panyipatan Tanah Laut dijarah oleh tangan-tangan tak bertanggung jawab.

Operasi Tim Illegal Logging Satuan Kriminal Khusus Direktorat Reserse dan Kriminal Kepoliain Daerah Kalimantan Selatan, Minggu (16/7) dinihari, mengamankan 5.000 batang kayu ikalipus dari kawasan hutan produksi itu.

Polisi juga mengamankan peralatan menebang pohon berupa gergaji mesin, dua gergaji besar, serta tiga truk berisi kayu yang telah diolah.

Direktur Reskrim Komisaris Besar Guritno Sigit melalui Kasat III Krimsus Ajun Komisaris Besar Ahmad Saury mengakui telah mengamankan 5.000 batang kayu tersebut.

"Sampai saat ini kayu-kayu tersebut masih berada di lokasi di Desa Baur Kecamatan Panyipatan Tanah Laut. Kita kesulitan mengangkutnya karena jumlahnya yang banyak," ungkap Saury saat dihubungi melalui ponselnya.

Menurut Saury, kayu-kayu tersebut tidak berada di satu tempat, namun berada terpisah. "Kita duga jumlahnya mungkin lebih dari 5.000 batang," papar Saury yang saat itu berada di lokasi pengamanan kayu.

Diungkapkan Saury, penertiban penebangan liar di lokasi PT Inhutani Tanah Laut ini bermula dari laporan adanya penebangan liar oleh pihak lain.

Polisi akhirnya bergerak pada Sabtu (15/7) malam. Ketika berada di sekitar daerah tersebut, pihaknya menemukan aktivitas pengangkutan kayu dalam skala besar.

"Pelaku utama berinial As masih kita kejar. Kita sekarang tengah memintai keterangan kepada saksi-saksi yang kita temukan di lapangan," ungkap Saury.

Menurutnya, penebangan ilegal kayu hutan produksi milik PT Inhutani Tanah Laut diduga telah berlangsung cukup lama. Jumlah barang bukti yang ditemukan menjadi indikatornya.

Selain itu, cara yang dilakukan cukup sistematis. Ini dapat dilihat dari bukti ditemukannya tiga truk yang berisi kayu olahan.

"Kita saat ini masih terus mengembangkan pemeriksaan. Anggota kita juga masih berada di lapangan," tandasnya.dwi

Barbuk Kayu Liar Menumpuk

Minggu, 16 Juli 2006 00:46

Amuntai, BPost - Sejumlah barang bukti kasus penebangan liar lengkap dengan mobil truk dan pikap memadati halaman parkir Kejaksaan Negeri Amuntai, sejak 2 pekan terakhir.

Barang bukti tersebut diserahkan pihak PN Amuntai untuk dilelang, setelah pelaku pengangkut maupun pemiliknya divonis.

Sedikitnya ada 11 mobil, terdiri truk dan pikap berisi kayu dan 1 perahu berjejer di halaman kantor kejaksaan, lima mobil lainnya masih terparkir di halaman PN menunggu proses hukumnya selesai.

Dinas Kehutanan juga telah menerima 10 kubik kayu sitaan untuk dilelang. "Karena ini perintah putusan pengadilan, kami akan melelangnya," kata Kabid Kehutanan Hardinata.

Sementara pihak kejaksaan masih mempersiapkan dokumen lelang. Soal waktu dan tempatnya masih berkoordinasi dengan dinas perhubungan, dinas kehutanan dan perdagangan selaku pihak yang menaksir harga kayu," kata Kasi Pidana Umum Tailani Muhsad.

Berapa banyak kubikasi kayu hasil sitaan itu, Tailani menyatakan belum dilakukan penghitungan. Yang jelas semuanya jenis kayu keras, seperti ulin dan meranti.

Sebagaimana vonis pengadilan untuk kasus illegal logging, mobil pengangkut juga dirampas untuk negara.

Soal kualitas kayu dan mobil dikhawatirkan kualitasnya merosot? "Ini risiko, beberapa mobil memang terpaksa didorong dari Polres dan PN untuk parkir di sini. Tapi kalau kayu ulin tahan panas dan hujan," kata Tailani.

Berdasarkan data di kejaksaan, kasus kayu meningkat sejak adanya operasi illegal logging. Tahun 2005-2006 ada 14 kasus yang dilimpahkan pihak kepolisian, 11 di antaranya sudah diputus pengadilan sedang sisanya masih proses sidang.

Rata-rata tuntutan jaksa penuntut umum 1 sampai 1,5 tahun, sementara vonis yang dijatuhkan majelis hakim 4 bulan-1,5 tahun. UU Kehutanan No 41/1999 sendiri mengancam maksimal 5 tahun bagi yang membawa, memiliki dan mengangkut hasil hutan tanpa dilengkapi dokumen SKSHH. han

Interpol Buru Jenderal Illegal Logging

Saturday, 15 July 2006 02:34:35

Jakarta, BPost - Interpol ikut memburu Mayjen (Purn) Gusti Syaifuddin yang ‘menghilang’ pasca ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan illegal logging di Kaltim. Keterlibatan polisi internasional ini didasarkan surat permohonan Mabes Polri.

"Supaya kita tidak kecolongan. Siapa tahu dia ke luar negeri pakai nama palsu. Foto dan semuanya sudah kita kirim ke Interpol," ujar Wakadiv Humas Mabes Polri, Brigjen Anton Bachrul Alam, Jumat (14/7).

Syaifuddin diduga melakukan aktivitas pembalakan liar di lahan seluas 16.600 hektare di Desa Sajau dan Lingau, Kecamatan Tanjungpalar Timur, Bulungan, Kaltim. Lahan itu dikelola PT Putra Bulungan Sakti dan CV Sanggam Jaya Abadi.

Menyinggung keberadaan Syaifuddin, Anton meyakini masih berada di Indonesia. "Kami masih meyakini di Indonesia. Kami mengirim red notice ke interpol di Lyonn, Prancis, sebagai langkah antisipasi agar tidak kecolongan. Siapa tahu dia menggunakan paspor palsu atau identitas palsu untuk melarikan ke luar negeri," ujarnya.

Keyakinan ini didasarkan hasil penelusuran ke Departeman Imigrasi belum ada paspor keluar atas nama Mayjen Gusti Syaifuddin. "Tidak tahu kalau keluarnya dengan menggunakan identitas palsu atau paspor palsu," ungkap Anton.

Menurut keterangan Anton, tim penyidik sudah mencari ke tempat-tempat yang diduga sebagai tempat persembunyian buronan itu. Tapi sampai sekarang belum ketemu. Diduga ia sengaja disembunyikan oleh jaringannya baik di dalam maupun luar negeri. "Dia ada indikasi bagian dari jaringan internasional. Selain itu, pelaku illegal logging punya dana yang besar sehingga bisa kabur ke luar negeri dengan mudah," kata Anton.

Ketika ditanya apakah ada jaringan TNI ataupun purnawiran yang melindungi keberadaannya, Anton dengan keras menyangkalnya. "Saya rasa tidak. Sampai saat ini kami tidak melihat ada indikasi tersebut. Semua pihak terbuka untuk membantu kita menemukan dia. Saya kira yang menyembunyikan adalah jaringan bisnisnya," bantahnya. dtc/JBP/ugi

Kayu Datang 3 Bulan Sekali

Thursday, 13 July 2006 00:46:19

Banjarmasin, BPost - Deretan Bansaw di kawasan Alalak Tengah di sepanjang Jalan Kuin Utara Banjarmasin terancam berhenti beroperasi karena mulai kehabisan stok kayu. Padahal kiriman kayu dari daerah Muara Teweh yang diandalkan diperkirakan baru tiba sekitar 3 bulan lagi.

Selain itu, akibat kelangkaan kayu membuat kayu setengah jadi yang banyak dijual warga harganya masih tinggi.

Sejumlah bansaw atau bengkel penggergajian kayu log tradisional di kawasan Kuin Utara sebenarnya mulai beraktivitas normal sejak sebulan terakhir. Hal itu disebabkan adanya pasokan kayu log dari daerah Muara Teweh, Kalteng, meskipun masih dalam jumlah terbatas.

Itu pun, menurut pengakuan sejumlah pekerja dan pemilik bansaw yang ditemui BPost kemarin (12/7), merupakan kayu apkir. Sebab kualitasnya yang buruk karena lapuk atau banyak lubang sehingga sering menimbulkan kerugian.

"Ya bisa lihat sendiri kondisi kayunya seperti apa. Namanya juga sampah, jadi kualitasnya tidak baik. Tapi ini pun nunggunya lama, tiga bulan baru sampai," kata pemilik Bansaw, Yahya.

Menurutnya, kiriman kayu yang datang biasanya hanya dapat dikerjakan selama sepekan atau paling lama satu bulan, setelah itu para buruh bansaw menganggur selama tiga bulan menunggu kiriman berikutnya.

Ia menambahkan sebenarnya dari sisi nilai jual, harga kayu saat ini cukup bagus bagi pengusaha karena meskipun agak mahal tetap banyak yang berminat membeli. Tak hanya masyarakat biasa, tapi kalangan pengembang perumahan bahkan perusahaan yang memerlukan kayu apkir untuk membuat produk jenis, particel board.

Diakui Yahya, kesulitan mendapatkan kayu keras sempat membuat pihaknya melayani penggergajian batang kelapa yang merupakan pesanan dari sebuah perusahaan pengembang perumahan sederhana sehat (RSh). Selain gampang didapat, pengembang tertarik karena harganya murah Rp400 ribu per kubiknya.

Sebab untuk kayu hutan dan meranti dihargai mulai Rp400 ribu untuk kualitas terjelek dan Rp1 jutaan untuk kualitas terbaik. Padahal dulu untuk kayu kualitas terbaik cuma Rp700 ribuan per kubiknya.

Kondisi itu menyulitkan para buruh yang menggantungkan hidupnya dari aktivitas bansaw. Karena itu ada beberapa di antaranya yang mengaku terpaksa kerja serabutan jika kiriman kayu belum datang.

Sementara itu Hamsah, seorang penjual kayu setengah jadi di kawasan setempat mengatakan, bulan lalu stok kayunya cukup berlimpah karena bansaw mulai beroperasi. Namun jika bansaw berhenti karena kekurangan bahan baku, jelas akan berdampak pada usahanya.

Saat ini saja ia kerap rugi karena membeli dari bansaw secara paketan seharga tertentu dan menjual lagi per kepingnya Rp5.000 ukuran 2,5 meter, dan Rp4.000 untuk ukuran 2 meteran. Padahal di antara paketan kayu yang dibeli seringkali terdapat kayu rusak karena lapuk atau banyak lubangnya. nda

3 Kapal Kayu Tertangkap

Thursday, 13 July 2006 00:32

Banjarmasin, BPost - Operasi illegal logging terus dilakukan aparat kepolisian. Senin (10/5), jajaran Polres Barito Kuala mengamankan tiga kapal yang mengangkut kayu tanpa dokumen di perairan Tamban.

Penangkapan ini bermula dari patroli rutin aparat di beberapa jalur yang biasa dilewati kapal pengangkut kayu. Saat itu, petugas patroli mencurigai dua kapal yang jalan beriringan.

Polisi akhirnya mendekati kapal tersebut. Setelah melihat isinya kayu, polisi kemudian meminta nahkoda kapal Yam dan Mis, keduanya warga Tabunganen, Barito Kuala, untuk menunjukkan dokumen barang. Karena tidak bisa menunjukkan surat-surat, maka kapal itu digiring ke Mapolres.

Sesaat kemudian, polisi kembali mengamankan kapal yang mengangkut kayu meranti. Nahkoda kapal, Im tidak bisa menunjukkan dokumen, sehingga kayu juga disita polisi.

Kapolres Barito Kuala Ajun Komisaris Besar Polisi Tatang melalui Kasat Reskrim Inspektur Satu Iriyanto mengakui, anak buahnya telah mengamankan tiga kapal pengangkut kayu tanpa dokumen.

"Petugas kita yang melakukan patroli mencegat tiga kapal yang mengangkut kayu jenis meranti tersebut. Karena tak dapat menunjukkan dokumen atas kayu tersebut, maka kita amankan," ungkap Iriyanto.

Dari perhitungan sementara, total kayu yang diamankan sebanyak 15 meter kubik. "Rencananya kayu dari Kalteng tersebut akan dibawa ke Banjarmasin melalui perairan Barito. Saat ini kayu dan kapal kita tarik ke Mapolres," papar Iriyanto.dwi

Jenderal Illegal Logging Buron

Tuesday, 11 July 2006 02:11:33

Jakarta, BPost - Mayor Jenderal Purnawiran Gusti Syarifudin yang diduga tersangkut kasus illegal logging di Kalimatan Timur (Kaltim) dinyatakan buron. Polri memasukan Direktur PT Tunggal Buana Perkasa (TBP) tersebut dalam daftar pencarian orang (DPO) setelah mencarinya ke beberapa tempat, termasuk rumahnya di Jakarta.

"Kalau sudah dicari tetapi tidak ada ya kita masukkan ke DPO," ujar Wakadiv Humas Mabes Polri Brigjen Anton Bachrul Alam, Senin (10/7).

Dalam kasus penebangan hutan secara ilegal ini, pihak kepolisian sudah menetapkan tiga tersangkanya yakni Gusti Syarifudin, Direktur PT Pura Bulungan Sakti (PBS) Arifin dan Direktur CV Sanggama Jaya Abadi (SJA) Darul Hakim. Arifin dan Darul Hakim ditahan sejak seminggu lalu. Ketiganya terancam hukuman 10 tahun.

Barang bukti yang berhasil disita kepolisian berupa 18 alat berat dan 6.214 meter kubik kayu yang telah dilelang senilai Rp32 miliar.

Para tersangka telah menyalahgunakan izin melakukan penebangan liar di Kaltim. Padahal mereka baru mengantongi izin prinsip dari Gubernur Kaltim Suwarna AF untuk pemanfaatan lahan kelapa sawit.

Meski belum memegang rekomendasi pelepasan lahan, mereka melakukan penebangan kayu sejauh 15 kilometer dan kemudian menjual lahan tersebut. Lahan kelapa sawit yang diajukan juga tidak pernah ada.

Ketika larinya Gusti Syarifudin dikait-kaitkan dengan kabar kedekatannya dengan perwira di Polda Kaltim, Anton menolak menanggapinya. "Tanya saja kepada Polda Kaltim yang melakukan pemeriksaan," katanya singkat mengelak memberikan tanggapan.

Saat ini banyak kasus di Kaltim yang ditangani Mabes Polri. Mabes Polri kini juga menahan Gubernur Suwarna AF. Suwarda dijadikan tersangka pelepasan lahan untuk kelapa sawit. Setelah hutannya ditebang, lahannya justru ditelantarkan. JBP/ugi

Usut Penebang Dan Penambang Nakal

BPost; Monday, 10 July 2006 00:46:56

MARTAPURA - Intensitas banjir yang menimpa Kabupaten Banjar yang tak bisa dipungkiri akibat semakin gundulnya hutan di kawasan hulu Sungai Riam Kanan maupun Sungai Riam Kiwa.

Sebagaimana dilaporkan Lekawasda Kalsel, kawasan Gunung Gulang Gulang yang masuk kawasan hutan lindung Pegunungan Meratus telah dibabat oleh PT Sumpol Timber. Hal ini jangan dibiarkan begitu saja, kata pengamat pemerintahan Supiansyah SE.

Pihaknya berharap, dewan secepatnya membentuk pansus untuk menyelidiki kerusakan hutan lindung di kawasan hulu Sungai Riam Kanan itu. Aparat berwajib juga harus proaktif menyelidiki hal tersebut.

"Jika terbukti kawasan hutan lindung dirambah oleh PT Sumpol, dewan mesti berani merekomendasikan ke pusat agar mencabut izin perusahaan tersebut," paparnya.

Penambang legal pun apabila tidak melaksanakan reklamasi bekas galian tambang, mesti diusut secara tuntas. adi

Terminal Khusus Kayu

Bpost; Monday, 10 July 2006 00:57:54

KARENA sering dituding menggunakan bahan baku dari illegal logging, Asosiasi Permebelan Indonesia (ASMINDO) berinisatif membangun terminal bahan baku kayu maupun rotan sendiri di Surabaya.

"Harus diupayakan industri bisa bangkit dengan membuat terminal bahan baku rotan maupun kayu untuk menjawab keraguan apakah kayu tersebut legal atau ilegal," kata Ketua Umum ASMINDO Ambar Tjahyono di Departemen Perindustrian, Jl Gatot Subroto, Jumat (7/7).

"Menperin mendukungnya. Terminal utama ada di Surabaya namun ke depan juga akan dibangun terminal di Cirebon, Semarang, Yogya agar tidak high cost. Nantinya terminal ini menjadi tujuan kayu asal Kalimantan dan Sulawesi," tambahnya.

Menurutnya pembalakan liar justru kayunya bukan digunakan dalam negeri tapi untuk diekspor secara ilegal ke China, Inggris, dan Malaysia. Malah industri mebel dalam negeri yang selalu dicurigai.

Ditargetkan pertumbuhan ekspor mebel tahun ini naik 6% dari angka ekspor mebel di tahun 2005 yang senilai US$ 2,2 juta. dtc

DPD: Bentuk Pengadilan Illegal Logging!

Saturday, 08 July 2006 02:08:18

Jakarta, BPost - Kasus penemuan 602.250 potong kayu di Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah, mendapat perhatian Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Bahkan dari kasus tersebut, Ketua Panitia Ad Hoc (PAH) II DPD Sarwono Kusumaatmadja mengusulkan pembentukan pengadilan ad hoc (khusus) kehutanan. Ini mengingat kasus illegal logging tidak hanya terjadi di Kalimantan, tetapi juga di Sumatera, Sulawesi dan Papua.

Pengadilan ad hoc kehutanan, menurut Sarwono, dapat lebih cepat dan fokus menyelesaikan masalah para cukong kayu dan pejabat yang membekingi mereka.

"Saya sangat setuju dengan bila mereka diperlakukan seperti koruptor," kata mantan menteri lingkungan hidup ini saat jumpa pers di Kompleks Senayan, Jakarta, Jumat (7/7).

Hadir saat itu, Ketua Tim Penanganan Ilegal Logging DPD Luther Kombong dan sejumlah anggotanya antara lain Nurmawati Bantilan, H Husen Rahayan dan Hj Mediati Hafni Hanum.

Sebelumnya Menteri Kehutanan MS Kaban menyatakan kecewa dengan putusan pengadilan yang meringankan bahkan membebaskan para cukong kayu yang ditangkap polisi. Namun demikian dia menolak pembentukan pengadilan khusus illegal logging. Menurutnya, yang penting adalah pengawasan terhadap aparat hukumnya.

Luther Kombong punya ide lain untuk memberantas pembabatan hutan. Menurutnya, para cukong dan bekingnya harus diperlakukan seperti teroris. "Mereka harus dipermalukan di depan publik dengan dimuat di media-media seperti teroris," tandas Luther.JBP/mur/ewa

Menhut Kecewa

Thursday, 06 July 2006 02:00:33

Jakarta, BPost - Menteri Kehutanan MS Kaban dan Kapolri Jenderal Polisi Susanto sama-sama cemberut ketika menjelaskan hasil penegakan hukum terhadap para cukong kayu. Di Papua misalnya. Dari 18 terdakwa illegal logging, 13 orang divonis bebas oleh hakim pengadilan negeri setempat. Padahal pihak kepolisian dan kehutanan sudah mengajukan bukti kuat.

"Saya kecewa dengan hasil keputusan pengadilan di Papua. Dari puluhan tersangka, tidak satu pun yang terjerat hukum," kata Kaban didampingi Susanto saat memberikan keterangan mengenai hasil Operasi Hutan Lestari (OHL) II 2005 Papua di Gedung Manggala Wanabakti, Rabu (5/7).

Untuk menghilangkan kekecewaan, Kaban segera membentuk tim penelaah keputusan hakim, yang memvonis ringan atau bebas pelaku pembabatan hutan secara ilegal.

"Nanti tim ini akan memberikan masukan kepada Mahkamah Agung," katanya.

Kapolri meminta masyarakat memantau proses hukum pelaku illegal logging mulai saat ditangkap hingga divonis. Meski kecewa, Susanto berharap para terdakwa illegal logging lainnya divonis berat.

Kaban menegaskan OHL akan terus diadakan. Polanya tidak lagi menunggu perintah dari pusat, melainkan cukup Kapolda bersinergi dengan Kapolres dan Dinas Kehutanan setempat.

Gencarnya OHL dalam rangka untuk mencapai target agar 2007 tidak ada lagi illegal logging.

Agar cukong kayu tidak leluasa beroperasi, Kaban mengeluarkan 25 nama hasil OHL II 2005 Papua. Mereka adalah Tang Eng Kwee, Tang Tung Kwong, Sureng Anak Gani, Law Ming Ay, Jion Teng, Aking, Law Ming Lai, Teng Lung Ceng, Leon Kiew Soon, Tee Sing Chiu, Die Sing Kwong, Wung Tiong Bang, Tie Sing Yew, Sio Sin Als Seo, Tan Ah Ping, Ling Ai Ung, Wong Sie H, Wong Sie Hua, Wong Teek Kee, Ting, Tiong Hang King, Lee Peng Sam, Marthing Young, Aliang dan Franky Lauw.

Sewaktu menjawab pertanyaan tentang munculnya banjir besar-besaran di Kalimantan dan Sulawesi, menurut Menhut Kaban, hal itu sebaiknya diterima saja sebagai kenyataan. Hutan yang rusak saat ini sekitar 59,3 juta hektare sehingga fungsi hutan menyerap air hilang. Akibatnya banjir dirasakan masyarakat sekitar hutan.

"Untuk mengurangi banjir, perlu kesadaran masyarakat sekitar hutan," ucapnya.

Dephut juga akan menata ulang surat keterangan sahnya hasil hutan (SKSHH). Disamping itu memetakan kembali mana hutan negara dan mana hutan milik rakyat.

Berdasarkan hasil evaluasi, pengangkutan dan penjualan kayu dengan menggunakan SKSHH sering dimanipulasi. "Nanti SKSHH diberi nomor seri. Nanti warna kertasnya untuk setiap daerah juga akan dibedakan," terangnya.

Kaban memperkirakan dalam waktu satu minggu ke depan sudah diberlakukan SKSHH baru. JBP/mur/ugi

Daerah Tangkapan Air Kritis

Monday, 05 June 2006 00:46:44

Kandangan, BPost- Ancaman kerusakan hutan di Kabupaten Hulu Sungai Selatan harus disikapi secara serius oleh aparat setempat. Kerusakan hutan yang terjadi bukan saja di areal lahan hutan daerah bawah, tapi juga di daerah tangkapan air di kawasan pegunungan.

Plt Kadishutbun HSS Ir Udi Prasetyo mengatakan, areal hutan yang rusak di HSS seluas 43.000 hektare lebih, baik yang kritis maupun sangat kritis. Sebanyak 4.500 hektare di antaranya terdapat di lokasi hutan lindung yang merupakan daerah tangkapan air.

Sebagaimana diketahui, daerah tangkapan air di HSS terdapat di hutan Padang Batung, Telaga Langsat atau Loksado.

Upaya Pemkab HSS melakukan reboisasi tak sebanding dengan laju kerusakan. Kemampuan pemerintah melakukan reboisasi hanya sekitar 2.000 hektare per tahun. "Kerusakan hutan seluas 43.000 hektare itu kemungkinan baru bisa selesai reboisasi setelah 21 tahun mendatang," tandasnya.

Penebangan liar atau ladang berpindah merupakan faktor utama penyebab kerusakan hutan. Bila kerusakan hutan terus dibiarkan, bisa jadi akan mengakibatkan banjir yang merugikan masyarakat sendiri.

Tahun anggaran 2006, rehabilitasi lahan kritis seluas 1.500 hektare melalui proyek Gerhan yang dilaksanakan BP DAS Barito Kalsel. Sedangkan pemerintah daerah dengan anggaran yang terbatas merehabilitasi 75 hektare lahan kritis dengan tanaman karet, mahoni atau kemiri.ary

Pemesan SKSHH Palsu Buron

Saturday, 01 July 2006 00:39

Banjarmasin, BPost - Penyidik Kriminal Umum Direktorat Reserse dan Kriminal Polda Kalsel belum berhasil menangkap pemesan Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan (SKSSH) palsu (SKSSH), meski empat tersangka utama pembuat SKSHH ini telah diamankan.

Direktur Reserse dan Kriminal Polda Kalsel Komisaris Besar (Kombes) Drs Guritno Sigit melalui Kasat I Kriminal Umum AKBP Drs Yoga, menduga, kasus pemalsu SKSSH ini memiliki jaringan dan pemesan merupakan anggota jaringan itu. "Pemesan SKSHH itu terus kita buru," katanya, Jumat (30/6).

Yoga membenarkan menolak pengajuan penangguhan penahanan kepada tersangka, karena sesuai instruksi Kapolri tak boleh ada penangguhan untuk kasus illegal logging.

Sebelumnya, Guritno Sigit, mengaku, yakin, pemalsuan SKSSH itu tak hanya melibatkan keempat tersangka, tetapi memiliki jaringan, salah satunya pemesan.

Seperti diberitakan, empat tersangka yakni Vila Vonti, Ahmad Munandar, M Hanafi dan Zulkifli tertangkap aparat kepolisian karena membuat SKSHH palsu.

Modusnya, keempat orang ini tetap mengikuti prosedur dalam proses pengangkutan kayu, yakni membuat (SKSHH). SKHH asli itu mereka ketik ulang untuk jumlah kubikasi kayu yang diangkut sehingga jumlahnya lebih besar dari yang dilaporkan ke Dinas Kehutanan.

Kapolda Kalsel Brigjen Drs Halba R Nugroho MM, mensinyalir, tersangka ingin menghindari pajak dan mencari keuntungan dengan SKSHH tersebut. dwi

[hutan] Razia Kayu Rakyat Dikeluhkan

Bpost; Kamis, 25 Mei 2006 01:59:21

Pelaihari,-Razia kayu yang dilakukan jajaran Polres Tanah Laut (Tala)
dinilai membabi buta. Masyarakat acapkali dirugikan, karena kayu rakyat
yang diangkut masih sering disita.

Ketua Fraksi Golkar Tala HM Djadi mengatakan, banyak masyarakat yang
mengeluh padanya menyusul gencarnya razia kayu yang dilakukan polisi.
Mereka mempertanyakan langkah aparat yang menyita kayu rakyat, seperti
kapuk randu dan keminting.

Logikanya, sebut Djadi, tidak mungkin kayu randu dan keminting tumbuh di
hutan. Kedua jenis tanaman rakyat ini tumbuh di lahan (hutan) milik
rakyat, karena memang dibudidayakan.

Karenanya, janggal jika kemudian polisi menyita kayu rakyat tersebut
atau statusnya disamaratakan dengan kayu lainnya di dalam kawasan hutan.
Padahal, dalam pemanfaatan kayu rakyat, negara tidak dirugikan karena
memang tidak ada hutan yang dibabat.

Untuk menghindari langkah hukum yang kebablasan, anggota DPRD Tala dua
periode ini menyarankan agar polisi berkoordinasi dengan instansi teknis
terkait, seperti dinas kehutanan dan dinas perkebunan. Ini penting agar
razia atau penertiban illegal logging benar-benar tepat sasaran.

Wakapolres Tala Kompol H Enggar Pareanom menegaskan, pihaknya selalu
koordinasi dengan instansi terkait dalam melakukan razia. "Soal kayu
rakyat, kami bertindak berpedoman pada keterangan dishut," jelasnya,
Senin (22/5).

Pihaknya tidak akan merazia pengangkutan kayu rakyat jika dilengkapi
surat keterangan asal usul kayu (SKAU) dari kades dan izin pemanfaatan
kayu (IPK). Jika kayu ditumpuk lebih dari satu minggu, wajib memiliki
surat keterangan sahnya hasil hutan (SKSHH) dari dishut.

"Itu berlaku untuk distribusi kayu di wilayah Tala. Kalau diangkut ke
luar daerah, wajib disertai dokumen SKSHH," tegas Enggar seraya
mengatakan kayu rakyat yang didapat dari dalam kawasan hutan tetap akan
dirazia.

Terpisah, Kadishut Tala Ir Aan Purnama MP menerangkan, masyarakat tetap
bisa memanfaatkan kayu rakyat selama pemanfaatannya mengikuti ketentuan
yang berlaku, yaitu PP 26/2005 dan Peraturan Bupati 35/2005.

Sesuai piranti hukum itu, pemanfaatan kayu rakyat harus didahului dengan
IPK. Selanjutnya, SKAU yang diketahui kades, tapi SKAU ini belum
diterapkan, menunggu hasil pembahasan di provinsi, jelas Aan.

Yang diterapkan selama ini, pemanfaatan kayu rakyat cukup dikuatkan oleh
surat keterangan dari kades sebagai lampiran faktur angkut. Setelah
tujuh hari, dibuatkan SKSHH.

Konsep penerapan SKAU dokumennya berasal dari Dishut Provinsi. Oleh
Dishut Kabupaten didistribusikan ke desa yang mengajukan permohonan,
lalu petugas dishut mengecek lokasi dan volume kayu rakyat yang akan
ditebang. roy

Thursday, July 27, 2006

Masyarakat Adat Kalsel Bereaksi
Soal Rencana Kebun Sawit dan Tambang

Radar Banjarmasin, Kamis, 25 Mei 2006

BANJARMASIN - Kawasan Pegunungan Meratus yang menjadi daerah penyangga, tampaknya bakal terusik dengan hadirnya industri pertambangan dan industri perkebunan berskala besar. Apalagi dengan terbitnya Perpu Nomor 1 Tahun 2004, terutama dalam Pasal 83A, justru menyatakan bahwa perizinan yang telah diterbitkan sebelum diberlakukannya UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, dinyatakan tetap berlaku.

Potensi Perpu yang memberi kelonggaran ini membuat masyarakat adat se-Kalsel bereaksi. Sebab, dari data yang dilansir BPH Persatuan Masyarakat Adat (Permada) Kalsel menyebutkan, kerusakan hutan akibat pertambangan dan penebangan saja sudah menambah laju pengurangan hutan (deforestion) di Kalsel, bahkan terbesar di Kalimantan mencapai 44,4 persen dalam kurun waktu tahun 1985 hingga 1997 atau sekitar 3,7 persen per tahun.

Di sisi ini, Kalsel menduduki peringkat kedua terburuk deforestasi di bawah Provinsi Sumatera Selatan yang mencapai angka 65 persen atau 5,41 persen per tahun. Kondisi hutan Kalsel yang rusak parah ini juga diperparah dengan maraknya praktik illegal logging yang diperkirakan menghabiskan kayu hutan mencapai 650 ribu meter kubik.

Menurut BPH Permada Kalsel, terbitnya Perpu ini telah berimplikasi atau membolehkan 13 perusahaan besar pertambangan di Indonesia, dua di antaranya beroperasi di Kalsel. Izin ini dianggap BPH Permada Kalsel akan mengancam kelangsungan kawasan hutan di Kalsel, akibatnya ekosistem Meratus akan terancam keberadaannya.

Ditambah lagi, BPH Permada melihat kebijakan pemerintah daerah yang menggenjot investasi dengan menyiapkan lahan seluas 700 ribu hektare di lima Kabupaten. Padahal, bagi BPH Permada, kehadiran perkebunan sawit skala besar ini akan mengancam keselarasan tata ruang, karena secara ekologis tidak ramah lingkungn dan menciptakan lahan tanaman yang homogen.

BPH Permada juga mencium adanya pencemaran lingkungan dalam rentang waktu yang panjang akibat penggunaan pestisida (untuk hama) dan herbisda (untuk tanaman pengganggu). "Sekarang saja, 170 ribu hektare perkebunan sawit telah dikuasai 22 perusahaan swasta, baik pengusaha asing maupun pengusaha nasional," kata Zonzon Masrie, Ketua BPH Perdama se-Kalsel.

Makanya, BPH Permada yang mengkoordinir Dewan Adat, Damang Adat, LSM dan akademisi, akan mengkaji kebijakan pemerintah daerah yang menggenjot investasi di perkebunan sawit dan pertambangan dalam acara rapat akbar yang digelar di Hotel Buiti, Banjarmasin, hari ini.

"Kami melihat aktivitas perkebunan dan pertambangan di Kalsel sudah sangat mengkhawatirkan. Apalagi, dengan keterbatasan lahan sudah merambat ke kawasan hutan lindung di Pegunungan Meratus," ujar Zonson Masrie dalam pers rilis yang dikirim ke Redaksi Radar Banjarmasin, kemarin. (dig)