Friday, July 18, 2008

Pelaku Illegal Logging Divonis 2 Bulan

 

,-

BANJARMASIN- Sungguh ironis hukuman yang dijatuhkan Pengadilan Negeri Banjarmasin kepada Dafid Teja Cs. Sebagai pelaku illegal logging yang kedapatan membawa 4 meter kubik kayu tanpa dokumen di kawasan Alalak Tengah pada Bulan Januari lalu, mereka hanya divonis selama dua bulan penjara saja.

Hal tersebut diungkapkan oleh Ketua Umum Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Kapera Sapriannoor kepada wartawan. “Ironis sekali pelaku pembabat hutan perusak lingkungan hanya dijatuhi hukuman dua bulan penjara,” sesalnya.

Dikatakannya, itu membuktikan betapa hukum di Bumi Lambung Mangkurat ini masih tak berpihak kepada kebenaran dan keadilan. Pasalnya, ketika masyarakat biasa yang melanggar hukum, seperti maling ayam atau maling sandal hukumannya hampir satu tahun.

Yayan panggilan akrab lelaki ini menduga, telah terjadi skenario antara oknum kejaksaan dengan pelaku agar hukuman yang diberikan dapat seringan-ringannya. Seharusnya, bebernya lagi, perusak hutan harus diganjar dengan hukuman berat sesuai dengan Undang-Undang RI No.41 tahun 1999 tentang kehutanan.

Ia menambahkan, mewakili masyarakat LSM Kapera meminta kepada Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Kalsel agar dapat mengusut oknum jaksa yang diduga bekerjasama dengan tersangka, hingga memberikan tuntutan hukuman yang tak masuk akal.

Disebutkannya, tuntutan jaksa hanya 4 bulan saja, akhirnya pengadilan memberikan vonis hanya dua bulan penjara. Padahal kalau jaksa memberikan tuntutan lebih tinggi lagi dipastikan vonis tidak serendah itu. Tak sebanding dengan kerusakan alam akibat ulah mereka.“Apabila itu tak diusut dikhawatirkan akan mencoreng penegakan hukum di lingkungan Kejaksaan Tinggi Kalsel,” tegasnya.(mr-93)

Kaget Ulin Tak Ada Lagi

Kamis, 17-07-2008 | 00:37:03

Bagi sejumlah kalangan di Jakarta, Kalimantan Selatan termasuk Kabupaten Tanah Laut (Tala) masih kaya sumberdaya kayu, termasuk jenis ulin. Staf khusus bidang ekonomi Menteri Kehutanan, Indriastuti pun kaget ketika mengetahui daerah ini tak memiliki kayu ulin lagi.

Staf khusus bidang ekonomi itu tak sengaja menanyakan potensi kayu ulin. Semula, sebagai narasumber sosialisasi penguatan kelembagaan kelompok tani hasil hutan bukan kayu, dia mengupas tentang hasil ikutan bukan kayu dari sektor kehutanan, seperti, rotan, getah-getahan, jamur, satwa langka, dan tanaman obat.

Di hadapan peserta sosialisasi, Indriastuti menuturkan kayu ulin juga termasuk tanaman obat. Sesuai hasil penelitian, tiga  bagian kayu kualitas nomor satu ini yaitu ekstrak biji, daun muda, dan buahnya bisa dijadikan obat.

Lalu, dia melontarkan pertanyaan, “Dimana di sini yang ada kayu ulinnya?” Mendengar pertanyaan itu, sejumlah pejabat teras Dishut Tala termasuk Kadishut Tala H Aan Purnama MP sempat terdiam.

“Di sini (Tala) tidak ada lagi kayu ulin. Yang ada ulinnya ya cuma tinggal di Tahura (Taman Hutan Raya),” jawab Aan apa adanya.

Indriastuti pun terlihat kaget. “Jadi, sudah tidak ada lagi ya. Tadi saya kira di sini masih banyak kayu ulinnya,” ucapnya.

Kayu ulin memang telah menjadi barang langka saat ini. Padahal di era 1980an Kalsel, termasuk Tala, masih kaya kayu ulin. Namun intensnya eksploitasi perusahaan berskala besar (nasional) membuat potensi hutan menyusut secara cepat. Maraknya penebangan liar kian mempercepat ludesnya hutan.

Bangli bahkan dilaporkan masih terus berlangsung sampai sekarang dan tak bisa dihentikan. Informasi diperoleh, hutan di kawasan Tahura di Dusun Riam Pinang Desa Tanjung Kecamatan Pelaihari pun masih terus dijarah. Apalagi di dalamnya masih menyimpan kayu ulin.

Fakta di lapangan, hampir setiap hari ada pengangkutan kayu ulin berupa plat maupun blambangan. Ulin dalam bentuk plat (balok ukuran besar) umumnya diangkut oleh orang bersepeda motor (ojek ulin).

Menurut informasi, ulin yang mereka angkut berasal dari wilayah hutan di hulu Kecamatan Kintap dan Pelaihari serta dari Sungai Danau Kecamatan Satu Kabupaten Tanah Bumbu.

Jumat pekan tadi, Reskrim Polres Tala menyita dua unit truk dan satu unit pikap yang mengangkut kayu ulin blambangan dan balok. Pelakunya telah dijebloskan di sel mapolres. (roy)

Wednesday, July 16, 2008

Pembalak Milirkan Kayu Ilegal

Jumat, 11-07-2008 | 00:40:07

MUARA TEWEH, BPOST - Ketika perhatian Polres Barito Utara (Barut) Kalteng terfokus ke pengamanan Pilkada, pelaku pembalakan liar (illegal logging) memilirkan kayu tanpa dokumen di Sungai Teweh, anak Sungai Barito.

Alhasil, Satuan Reskrim Polres Barut, dalam operasi wanalaga, Selasa (8/76) berhasil mengamankan 86 jenis kayu meranti dan rimba campuran yang dimilirkan oleh Rusman.

Kayu sepanjang empat sampai delapan meter dengan diameter 30 sampai 60 sentimeter itu, diduga hasil tebangan liar di sekitar Desa Liang Naga, Kecamatan Teweh Tengah. Kayu itu diamankan di Kelurahan Jambu. Beberapa anggota Reskrim yang ketika itu melaksanakan patroli rutin di sekitar Sungai Teweh mencek kelengkapan dokumen kayu. Ternyata, pelaku tidak bisa menunjukkan dokumen sah.

Kapolres Barut, AKBP Restu Mulya Budyanto, melalui Kasat Reskrim AKP Hari Brata SIK mengatakan, pelaku berencana memilirkan ke hilir Sungai Barito, namun karena tidak bisa menunjukkan dokumen, pelaku bersama barang bukti diamankan.

“Jumlah kayu itu diperkirakan di atas 100 kubik, karena batang kayu bulat tersebut berdiameter 30 sampai 60 sentimeter. Namun kepastiannya menunggu pengukuran dari dinas terkait,” ujar Hari.

Pantauan BPost, 86 kayu ilegal tersebut, saat ini telah ditambatkan di depan Pospol Terapung di depan Mapolres Barut. Kayu itu kebanyakan merupakan tebangan baru karena kulit kayu masih terlihat segar.

Sementara itu berdasarkan data Reskrim Polres Barut, dalam dua bulan terakhir jajaran satuan berlambang panah itu, telah mengamankan kayu berbagai ukuran dari jenis ulin hingga meranti dan rimba campuran. Rinciannya 2.226 kayu berbentuk balok dan papan, 173 potong berbentuk log, dan 30 kubik kayu berbagai bentuk yang diamankan dari berbagi lokasi di Barut. (ck7)

Kerusakan Hutan Kalsel Terparah

Senin, 23-06-2008 | 00:45:25

PALANGKA, BPOST - Meski pemerintah meyakini masuknya perkebunan kelapa sawit skala besar membawa dampak positif bagi kemajuan perekonomian daerah, di lain pihak kehadirannya justru disoal.

Kalangan aktivis lingkungan misalnya, menuding pembukaan sawit besar-besaran menjadi penyebab kerusakan semakin parah.

Koordinator Save Our Borneo (SOB), lembaga peduli lingkungan di Kalteng, Nordin memerkirakan 80 persen kerusakan hutan di Kalimantan disebabkan ekspansi perkebunan kelapa sawit. Sedangkan sisanya disebabkan pembukaan pertambangan dan penyebab lainnya.

Berdasarkan prediksi tren 10 tahunan, dari luas Kalimantan yang mencapai 59 juta hektare, laju kerusakan hutan telah mencapai 864 ribu hektare per tahun atau 2,16 persen. Dari jumlah luas, kerusakan hutan di Provinsi Kalimantan Tengah tercatat sebagai yang terluas dibanding tiga provinsi lain di Kalimantan yaitu mencapai 256 ribu hektare per tahun.

Dari lebih 10 juta luas hutan yang dimiliki Kalimantan Tengah, laju kerusakannya mencapai 2,2 persen per tahun. Provinsi Kalsel memiliki laju kerusakan paling parah meski luasannya relatif kecil. Tercatat seluas 66,3 ribu hektare hutan musnah per tahun dari total luas wilayah hutan sekitar tiga juta hektare.

Kondisi hampir serupa terjadi di tiga provinsi lain, dengan luas dan laju yang berbeda. Kalimantan Barat misalnya, dari luas wilayah hutan mencapai 12,8 juta hektare memiliki laju kerusakan mencapai 166 ribu hektare pertahun atau 1,9 persen.

Eksploitasi secara serampangan itu selain mengakibatkan hutan rusak, juga berdampak pada terjadinya bencana banjir dan tanah longsor. “Indikasinya nyata terjadi terjadi di beberapa kabupaten di Kalteng seperti Barito Utara, Murung Raya, Barito Selatan. Banjir musiman yang semula hanya sekali setahun, kini bisa terjadi empat atau lima kali dalam setahun,” tegas mantan Direktur Eksekutif Walhi Kalteng yang kini menjadi Anggota Dewan Nasional Walhi Pusat itu.

Dampak negatif lain dari eksploitasi hutan adalah hilangnya identitas masyarakat setempat. Arus masuknya budaya luar yang dibawa oleh masyarakat pendatang dalam kegiatan perkebunan maupun pertambangan dinilai telah mengakibatkan lunturnya nilai-nilai kearifan lokal. “Ketergantungan dengan pihak luar itu karena prasarana berproduksi masyarakat berupa lahan kian menyempit, sehingga mereka menjadi tergantung pihak luar,” tambahnya. (mgb)

Pemilik Kayu Kabur

Kamis, 12-06-2008 | 00:30:37

RANTAU, BPOST - Sebanyak 15 potong kayu gelondongan tak bertuan jenis meranti campuran (MC) diamankan Polres Tapin di Desa Belawaian Kecamatan Piani Kabupaten Tapin, Selasa (10/6) siang.

Kayu-kayu itu berada di tepi Jalan Transkalimantan yang menghubungkan Piani-Batu Licin dan Piani-Loksado HSS. Informasi yang dihimpun menyebut, Senin (9/6) Polres Tapin mendapat laporan dari warga bahwa di Desa Belawaian dan Desa Batung Kecamatan Piani masih marak kegiatan illegal logging.

Mendapat laporan, Senin (9/6) sore, sejumlah anggota Reskrim Polres Tapin dipimpin Kasatreskrim AKP Ade Indrawan meluncur ke lokasi. Setelah ditelusuri, mereka menemukan tumpukan kayu log jenis meranti campuran di tepi jalan.

"Kita menemukan tumpukan kayu log di sekitar tebing dekat air terjun gepeng di Desa Belawaian," ujar Kasatreskrim Polres Tapin AKP Ade Indrawan, Rabu (11/6).

Saat ini puluhan kayu berdiameter antara 30-50 centimeter sepanjang empat meter itu ditumpuk di halaman belakang kantor Polres Tapin. Polisi masih melakukan penyelidikan terhadap pemilik kayu itu. "Saat pertama kali kita temukan tidak ada pemiliknya. Kayu-kayu itu baru saja diluncurkan dari atas bukit," kata Ade panggilan akrabnya.

Menurutnya, sejak Januari 2008 pihaknya telah mengamankan 32 unit sepeda motor yang digunakan sebagai pengangkut kayu ilegal itu. Sementara dari data di kantornya, tahun ini, pihaknya telah menangani 14 kasus illegal logging. Sebanyak 12 kasus di Kecamatan Piani dan dua kasus lainnya di Desa Bungur Kecamatan Bungur. Namun dari 14 kasus itu, baru enam pelaku yang telah diproses, sedangkan sisanya berhasil kabur saat digerebek.(ck2)