Selasa, 26 Mei 2009 | 08:29 WITA
TANJUNG, SELASA - KH Akhmad Bakeri atau biasa disapa Guru Bakeri mengaku tidak tahu bahwa puluhan meter kubik kayu yang dibelinya di Kecamatan Jaro, Tabalong adalah ilegal.
Hal itu disampaikan pimpinan pondok pesantren Al Mursyidul Amin Gambut ini dalam sidang lanjutan dengan terdakwa Kaswari alias Ikas dan delapan sopir truk bermuatan kayu tanpa dilengkapi dokumen yang sah di Pengadilan Negeri Tanjung, Senin (25/5).
Mendengar keterangan Guru Bakeri itu, ketua majelis hakim, Didiek Riyono Putro menjadi bingung dan menjelaskan bahwa kayu yang diangkut menggunakan sembilan truk itu ilegal karena tidak disertai Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan (SKSHH).
"Saudara (Guru Bakeri) harus tahu itu. Apalagi sebagai orang berpendidikan seperti saudara. Meski untuk kepentingan agama, namun aturan yang berlaku juga harus diperhatikan," kata Didiek yang juga Ketua Pengadilan Negeri Tanjung ini.
Apalagi Guru Bakeri mengatakan sebelumnya sudah dua kali membeli kayu di Jaro melalui terdakwa Kaswari. "Kayu yang diangkut sebelumnya (total 8 truk) itu dilengkapi surat-surat yang sah atau bagaimana ?," tanya Didiek termasuk tentang surat rekomendasi dari Bupati Banjar Gt Khairul Saleh.
Guru Bakeri yang hadir didampingi tiga pengacaranya mengaku tidak pernah mengurus kelengkapan dokumen hasil hutan itu. "Karena saya tidak tahu antara kayu legal dan ilegal," katanya dalam sidang yang digelar sekitar dua jam sejak pukul 13.40 Wita.
Terkait adanya surat rekomendasi bupati Banjar itu, Guru Bakeri mengatakan hanya untuk menerangkan bahwa pondok pesantren Al Mursyidul Amin yang dipimpinnya memerlukan kayu ulin.
Mendengar hal itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Dwi Hastaryo mencoba menanyakan tujuan para sopir membawa surat rekomendasi itu selama pengangkutan. "Ya untuk melancarkan di jalan, supaya polisi tahu bahwa kayu itu untuk pesantren," jawab Guru Bakeri.
Setelah tahu bahwa kayu yang diangkut itu tetap ditangkap aparat, Guru Bakeri terkesan pasrah. "Setelah tahu ini ya bagaimana lagi. Padahal rencana saya, kayu yang diangkut (9 truk) itu adalah yang terakhir. Setelah itu tidak lagi," akunya.
"Ya karena awal-awal (mengangkut) tidak tertangkap. Akibat perbuatan saudara ini akhirnya merugikan banyak orang. Yang punya armada jadi pusing karena truknya ditahan. Sementara mereka punya tanggungan keluarga," kata Didiek menasehati Guru Bakeri.
Seharusnya, kata dia, kalau memang tidak ingin bersentuhan dengan hukum belilah dari perusahaan-perusahaan yang resmi. "Kalau kayu yang didapat tidak jelas asal-usulnya maka hasilnya juga tidak jelas. Ibarat pohon kalau akarnya haram bagaimana buahnya," jelas hakim anggota, Rubiyanto Budiman.
Kemudian, JPU Dwi Hastaryo menanyakan apakah dengan adanya kasus ini Guru Bakeri merasa bersalah, Guru Bakeri menjawab kalau secara agama apa yang dilakukannya tidak salah. "Tapi, kalau segi pemerintahan, saya akui," tandas Guru Bakeri.
Setelah keterangan Guru Bakeri dinyatakan cukup, sidang dengan terdakwa Kaswari dan delapan sopir truk kembali dilanjutkan, Senin (8/6) dengan agenda pembacaan tuntutan.
Pantauan koran ini, dalam sidang kemarin kembali dihadiri sejumlah keluarga dan kerabat dekat para sopir. Guru Bakeri yang saat itu mengenakan kopiah putih dan kaos warna coklat sudah tiba di PN Tanjung menggunakan mobil Toyota Fortuner warna hitam nopol DA 7979 MZ sejak pukul 11.30 Wita.
Seusai sidang, Guru Bakeri yang kembali mendapat penangguhan penahanan dari kejaksaan, didampingi kuasa hukumnya wajib lapor ke kantor kejaksaan di Jalan Jaksa Agung Soeprapto, Tanjung.
Seperti diberitakan, kasus sembilan truk bermuatan kayu jenis ulin dan meranti ini kali pertama mencuat setelah ditangkap Koramil 1008-01 Muara Uya-Jaro saat melakukan patroli di Desa Namun, Muara Uya, Minggu (8/2) sore.
Setelah diperiksa, sekitar 62 meter kubik kayu yang akan diangkut ke Kabupaten Banjar itu tidak dilengkapi surat keterangan sahnya hasil hutan (SKSHH). Oleh Koramil dan Kodim 1008/Tjg seluruh truk bermuatan kayu itu ditahan dan diserahkan ke Mapolres Tabalong dengan 8 sopir dan pemilik kayu Guru Bakeri, Senin (9/2).