Saturday, June 27, 2009

Di Sidang Guru Bakeri Ngaku Tak Tahu Kayu Ilegal

Selasa, 26 Mei 2009 | 08:29 WITA

TANJUNG, SELASA - KH Akhmad Bakeri atau biasa disapa Guru Bakeri mengaku tidak tahu bahwa puluhan meter kubik kayu yang dibelinya di Kecamatan Jaro, Tabalong adalah ilegal.

Hal itu disampaikan pimpinan pondok pesantren Al Mursyidul Amin Gambut ini dalam sidang lanjutan dengan terdakwa Kaswari alias Ikas dan delapan sopir truk bermuatan kayu tanpa dilengkapi dokumen yang sah di Pengadilan Negeri Tanjung, Senin (25/5).

Mendengar keterangan Guru Bakeri itu, ketua majelis hakim, Didiek Riyono Putro menjadi bingung dan menjelaskan bahwa kayu yang diangkut menggunakan sembilan truk itu ilegal karena tidak disertai Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan (SKSHH).

"Saudara (Guru Bakeri) harus tahu itu. Apalagi sebagai orang berpendidikan seperti saudara. Meski untuk kepentingan agama, namun aturan yang berlaku juga harus diperhatikan," kata Didiek yang juga Ketua Pengadilan Negeri Tanjung ini.

Apalagi Guru Bakeri mengatakan sebelumnya sudah dua kali membeli kayu di Jaro melalui terdakwa Kaswari. "Kayu yang diangkut sebelumnya (total 8 truk) itu dilengkapi surat-surat yang sah atau bagaimana ?," tanya Didiek termasuk tentang surat rekomendasi dari Bupati Banjar Gt Khairul Saleh.

Guru Bakeri yang hadir didampingi tiga pengacaranya mengaku tidak pernah mengurus kelengkapan dokumen hasil hutan itu. "Karena saya tidak tahu antara kayu legal dan ilegal," katanya dalam sidang yang digelar sekitar dua jam sejak pukul 13.40 Wita.

Terkait adanya surat rekomendasi bupati Banjar itu, Guru Bakeri mengatakan hanya untuk menerangkan bahwa pondok pesantren Al Mursyidul Amin yang dipimpinnya memerlukan kayu ulin.

Mendengar hal itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Dwi Hastaryo mencoba menanyakan tujuan para sopir membawa surat rekomendasi itu selama pengangkutan. "Ya untuk melancarkan di jalan, supaya polisi tahu bahwa kayu itu untuk pesantren," jawab Guru Bakeri.

Setelah tahu bahwa kayu yang diangkut itu tetap ditangkap aparat, Guru Bakeri terkesan pasrah. "Setelah tahu ini ya bagaimana lagi. Padahal rencana saya, kayu yang diangkut (9 truk) itu adalah yang terakhir. Setelah itu tidak lagi," akunya.

"Ya karena awal-awal (mengangkut) tidak tertangkap. Akibat perbuatan saudara ini akhirnya merugikan banyak orang. Yang punya armada jadi pusing karena truknya ditahan. Sementara mereka punya tanggungan keluarga," kata Didiek menasehati Guru Bakeri.

Seharusnya, kata dia, kalau memang tidak ingin bersentuhan dengan hukum belilah dari perusahaan-perusahaan yang resmi. "Kalau kayu yang didapat tidak jelas asal-usulnya maka hasilnya juga tidak jelas. Ibarat pohon kalau akarnya haram bagaimana buahnya," jelas  hakim anggota, Rubiyanto Budiman.

Kemudian, JPU Dwi Hastaryo menanyakan apakah dengan adanya kasus ini Guru Bakeri merasa bersalah, Guru Bakeri menjawab kalau secara agama apa yang dilakukannya tidak salah. "Tapi, kalau segi pemerintahan, saya akui," tandas Guru Bakeri.

Setelah keterangan Guru Bakeri dinyatakan cukup, sidang dengan terdakwa Kaswari dan delapan sopir truk kembali dilanjutkan, Senin (8/6) dengan agenda pembacaan tuntutan.

Pantauan koran ini, dalam sidang kemarin kembali dihadiri sejumlah keluarga dan kerabat dekat para sopir. Guru Bakeri yang saat itu mengenakan kopiah putih dan kaos warna coklat sudah tiba di PN Tanjung menggunakan mobil Toyota Fortuner warna hitam nopol DA 7979 MZ sejak pukul 11.30 Wita.

Seusai sidang, Guru Bakeri yang kembali mendapat penangguhan penahanan dari kejaksaan, didampingi kuasa hukumnya wajib lapor ke kantor kejaksaan di Jalan Jaksa Agung Soeprapto, Tanjung.

Seperti diberitakan, kasus sembilan truk bermuatan kayu jenis ulin dan meranti ini kali pertama mencuat setelah ditangkap Koramil 1008-01 Muara Uya-Jaro saat melakukan patroli di Desa Namun, Muara Uya, Minggu (8/2) sore.

Setelah diperiksa, sekitar 62 meter kubik kayu yang akan diangkut ke Kabupaten Banjar itu tidak dilengkapi surat keterangan sahnya hasil hutan (SKSHH). Oleh Koramil dan Kodim 1008/Tjg seluruh truk bermuatan kayu itu ditahan dan diserahkan ke Mapolres Tabalong dengan 8 sopir dan pemilik kayu Guru Bakeri, Senin (9/2).

Siapa Pun Menebang 1 Pohon Disanksi 1.000 Pohon

Minggu, 31 Mei 2009 | 08:34 WITA

BANJARMASIN, MINGGU - Raperda pengelolaan sampah dan pertamanan serta retribusi sampah resmi disahkan oleh DPRD Banjarmasin, Sabtu (30/5). Salah peraturannya mengenai larangan menebang pohon. Setiap pelanggar akan dikenakan sanksi, setiap pohon yang ditebang harus diganti dengan menanam 1.000 pohon.

Ketua Pansus Raperda Pengelolaan Sampah dan Pertamanan serta Retribusi Kebersihan Bulhadiansyah mengatakan, setelah perda ini disahkan dan masuk lembaran negara, isi dari perda ini sudah menjadi bagian kewajiban dari pemerintah daerah untuk melaksanakan. "Masyarakat, juga menjadi bagian dari tanggung jawab untuk ikut bersama-sama melaksanakan perda ini," tuturnya, Sabtu (30/5).

Peraturan mengenai penebangan pohon, sebagai bentuk kepedulian pemerintah kota mempertahankan kesejukan kota, pemerintah berupaya mempertahankan pohon-pohon yang ada.

Setiap, penebangan pohon mesti mengajukan izin ke instansi terkait dinas Kebersihan dan Pertamanan. Setiap satu pohon yang ditebang, masyarakat harus mengganti 1.000 pohon atau diancam kurungan paling lama tiga bulan. "Aturan ini kita muat untuk melindungi pohon-pohon yang sudah ada," katanya.

Selain sanksi bagi menebang pohon, perda ini juga memuat zona bebas sampah di Banjarmasin. Sanksi tindak pidana ringan bakal dikenakan bila ada masyarakat kedapatan membuang sampah, mulai denda minimal Rp 100 ribu dan maksimal Rp 5 juta atau kurungan selama tiga bulan.

Sebagaimana termuat dalam Pasal 30 ayat 1, tiap orang dilarang membuat sampah tidak pada tempatnya, dilarang membuang sampah diluar jam yang telah ditentukan, membuang sampah di jalan-jalan atau drainase, membuang sampah yang tidak sesuai ketentuan persampahan, membuat tempat penampungan sementara yang tidak direkomendasikan.

Masyarakat perlu mengetahui kawasan yang telah ditetapkan di dalam perda ini sebagai kawasan bebas sampah, artinya masyarakat tidak diperkenankan membuang sampah di kawasan tersebut.

Ada 12 ruas jalan yang dilarang yakni  Jalan A Yani Kilometer 1 hingga Kilometer 6, Kolonel Sugiono, Pangeran Antasari, Lambung Mangkurat, R Suprapto, AS Musyafa, RE Martadinata, Piere Tendean, Gatot Subrota,  Pangeran Samudera, S Parman, serta Brigjen H Hasan Basri.

"Masyarakat yang tidak mengindahkan larangan yang termuat di dalam perda tersebut diancam kurungan paling lama tiga bulan, atau denda minimal Rp100 ribu hingga Rp 5 Juta," katanya.

Bulhadiansyah berharap, pemerintah mensosialisasikan aturan ini sehingga masyarakat mengetahui dan ketaatan dalam membuang sampah. Khusus zona sampah, pemerintah mesti mengawasi pelaksanaannya tentunya untuk melaksanakan aturan ini memerlukan dana operasional yang nantinya dianggarkan dalam APBD.

Kapal Ikan Bawa Kayu Ditangkap Polisi

Jumat, 29 Mei 2009 | 13:28 WITA

BANJARMASIN, JUMAT - Satu unit kapal pengangkut ikan, KLM Harapan Samudra, dan satu unit kapal layar belum diberi nama, diamankan pihak Ditpolair Polda Kalsel, di Sungai Barito, Kecamatan Tabunganen, Kabupaten Barito Kuala (Batola), Jumat (29/5) sekitar pukul 06.00 Wita.

Dua kapal tersebut mengangkut 9,5 kubik kayu jenis ulin dan saat ini pihak kepolisian sedang dilakukan pemeriksaan terhadap nakhoda kapal bernama Maramis (31). Polisi curiga kayu yang dibawa ilegal, karena sebagai dokumen hanya berupa nota penjualan kayu.

"Kami tidak tahu prosedurnya, yang ada hanya bukti nota namun dokumen kayu kami tidak tahu," ujar Maramis.

Sementara itu, Kasudit Bin Ops Ditpolair Polda Kalsel, Kompol Daswar Tanjung mengatakan, pihaknya masih melakukan pengembangan untuk mencari asal kayu tersebut.

RTRWP Terganjal Menhut

Senin, 25 Mei 2009 | 06:05 WITA

PELAIHARI, SENIN -Usulan alih fungsi kawasan hutan yang diajukan Pemkab Tanahlaut ke Menteri Kehutanan masih menggantung. Hingga sekarang belum ada persetujuan dari Menhut.

Usulan alih fungsi tersebut diajukan ke pusat melalui Pemprov Kalsel, include dalam perubahan rencana tata ruang wilayah provinsi (RTRWP) Kalsel. Pengajuan usulan tersebut telah cukup lama, kurang lebih tiga tahun lalu.

Tidak diketahui mengapa Menhut begitu lama merespon usulan RTRWP Provinsi Kalsel tersebut. Padahal secara defacto hasil pengukuran tata batas (kawasan hutan) sesuai RTRWP baru tersebut telah dipergunakan sebagai rujukan hukum dalam penuntasan sejumlah perkara hukum terkait persoalan kawasan hutan.

Kadishut Tala H Aan Purnama mengatakan, pihaknya kini hanya tinggal menunggu persetujuan RTRWP tersebut dari pejabat berwenang pusat.

Sebelum ada persetujuan dari Menhut, maka sejumlah tempat yang diusulkan dilepas (alih fungsi) dalam status quo. "Tidak boleh ada aktivitas apa pun di atas lahan tersebut," tegas Aan.

Ada empat tempat di Tala yang diusulkan dialihfungsi yaitu di lokasi eks Trans Bahulin Desa Sabuhur, Kecamatan Jorong, Tanjung Dewa di Kecamatan Panyipatan, Riam Adungan Desa Tanjung dan Desa Pemalongan di Kecamatan Bajuin.

Sebagian tempat yang diusulkan dialihfungsi tersebut merupakan permukiman penduduk. Contohnya di Pemalongan dan eks Trans Bahulin. Tidak diketahui bagaimana sejarahnya hingga permukiman penduduk ditetapkan dalam kawasan hutan pada 1999 silam. Padahal permukiman tersebut lebih dulu ada, seperti Pemalongan merupakan eks transmigrasi era 1980.

Lantaran faktualnya merupakan permukiman penduduk itulah, dalam perubahan RTRWP Provinsi Kalsel yang baru, status kawasan hutan di Desa Pemalongan diusulkan dilepaskan.

Guru Bakeri Terancam 10 Tahun Penjara

Senin, 25 Mei 2009 | 21:09 WITA

TANJUNG, SENIN - Untuk dapat menyidangkan KH Ahmad Bakeri atau Guru Bakeri sebagai terdakwa dalam kasus sembilan truk bermuatan kayu tanpa dilengkapi surat yang sah, Kejaksaan Negeri Tanjung, Tabalong telah menyiapkan rencana dakwaan (rendak) untuk pelaku tindak pidana kehutanan.

"Jaksa penuntut umum sudah membuat rendaknya dan menurut rencana dikonsultasikan ke Kejati Kalsel, Rabu (27/5) besok, untuk mendapatkan petunjuk apakah sudah memenuhi unsur tindak pidana yang dituduhkan atau belum," kata Kajari Tanjung Rahmad Haris didampingi  Kasi Datun Irfan Hergianto dan JPU Suhardi, sore kemarin.

Menurutnya apabila rendak itu telah disetujui oleh Kejati langsung dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Tanjung. Kemudian pihak  pengadilan akan menentukan jadwal sidang untuk pimpinan Ponpes Al Mursyidul Amin Gambut ini.

Dijelaskan JPU Suhardi, dalam kasus tersebut Guru Bakeri dikenakan pasal berlapis dengan sifat alternatif. Dakwaan pertama Guru Bakeri dijerat Pasal 50 ayat (3) huruf f jo Pasal 78 ayat (5 dan 15) UURI Nomor 41 Tahun 1999 tentang kehutanan.

"Dalam pasal itu disebutkan setiap orang dilarang menerima, membeli atau menjual, menerima tukar, menerima titipan, menyimpan, atau memiliki hasil hutan yang diketahui atau patut diduga berasal dari kawasan hutan yang diambil atau dipungut secara tidak sah," kata jaksa yang dikenal pendiam ini.

Akibat kasus tersebut, Guru Bakeri terancam hukuman penjara paling lamal0 tahun dan denda paling banyak sebesar Rp 5 miliar.

Dephut Kembangkan Hutan Kolaborasi

Sabtu, 23 Mei 2009 | 07:29 WITA

TANJUNG, SABTU - Pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) di Kabupaten Tabalong belum berjalan maksimal. Empat pemegang izin HTI di daerah itu, yaitu PT Hutan Sembada, PT Aya Yayang Indonesia, PT Jenggala Semesta dan PT Trikorindo Wana Karya (TWK) belum bisa menanam sesuai target.

Perusahaan itu harus menanan di areal seluas 40.855 hektare. Namun yang terealisasi seluas 17.578 hektare."Permasalahan yang dianggap menghambat kinerja HTI di Kabupaten Tabalong, adalah adanya konflik kepemilikan lahan dengan penduduk setempat," kata Wakil Bupati Tabalong H Muchlis, pada konsultasi publik pembangunan hutan tanaman kolaborasi di gedung Informasi Pembangunan, Tanjung, awal pekan tadi.

Menurutnya, konflik lahan yang timbul karena masyarakat beranggapan, pada saat pemberian izin HTI, mereka tidak diajak bermusyawarah. "Seperti pada PT Trikorindotma, sebagian lahan telah diduduki oleh masyarakat yang mengklaim lahan itu milik mereka," kata Muchlis.

Untuk mengatasi dan mencari solusi terhadap permasalahan tersebut, berbagai upaya telah dilakukan oleh pemegang izin HTI dan pemkab setempat. "Tapi, upaya itu belum memenuhi harapan dan keinginan masyarakat," kata mantan ketua DPRD Tabalong periode 2004-2009 ini.

Program HTI dicanangkan oleh pemerintah secara nasional sejak 1984. Seiring itu, Departemen Kehutanan telah memberikan izin HTI kepada pihak ketiga (perusahaan) seluas kurang lebih 10,12 juta hektare.

"Dari luasan tersebut baru terealisasi penanaman seluas lebih kurang 3,22 hektare. Rendahnya realisasi itu antara lain karena permodalan, ketidakpastian usaha dalam jangka panjang," katanya.

Terutama, lanjut Muchlis, konflik lahan dan kurangnya koordinasi dengan pemerintah daerah pada saat proses pemberian izin oleh pemerintah pusat. "Untuk menyukseskan program HTI ini, Departemen Kehutanan berupaya meminimalkan konflik antara masyarakat dengan pemegang izin HTI. Salah satunya, melaksanakan program kerja sama dengan International Tropical Timber Organizaton (ITTO) dalam kegiatan pembangunan demplot hutan tanaman kolaborasi.

Lahan yang dikerjasamakan terutama pada kawasan hutan areal kerja perusahaan HTI yang dekat dengan permukiman dan aksesnya terbuka, sehingga rawan konflik dengan masyarakat.

Kasus Perambahan Hutan Tak Jelas

Jumat, 22 Mei 2009 | 06:17 WITA

PELAIHARI, JUMAT - Penyidikan kasus dugaan penjamahan kawasan hutan dua pelabuhan khusus (pelsus) batu bara yaitu PT Mandiri Citra Bersama dan IMCM (Indonesia Minerals and Coal Mining), di Kecamatan Jorong hingga kini belum juga rampung. Berkas perkaranya masih bolak-balik dari penyidik Reskrim Polres ke Kejari Pelaihari.

Dibandingkan sejumlah perkara lainnya, proses penyidikan kasus perambahan hutan tersebut terbilang lebih alot atau menyita waktu. Padahal perkara tersebut mulai ditangani sejak Desember 2008 silam. Pihak kejaksaan kabarnya bahkan membentuk tim menangani perkara itu.

Hingga sekarang pemberkasannya belum selesai. Penyidik Satuan Reskrim Polres Tanahlaut masih berusaha melengkapi kekurangan syarat formil/materil sesuai petunjuk dari Kejaksaan Negeri Pelaihari.

"Beberapa minggu lalu BAP (berkas acara pemeriksaan) sudah kami limpahkan ke Kejari Pelaihari, tapi kemudian dikembalikan lagi kepada kami. Petunjuk dari pihak Kejaksaan masih ada beberapa hal lagi yang harus dilengkapi penyidik," kata Kapolres Tala melalui Kasat Reskrim AKP Dony Eka Putra, kemarin.

Apa saja yang perlu dilengkapi? Dony enggan menyebutkannya secara detil. Dia hanya mengatakan, di antaranya penyidik diminta memintai keterangan pejabat berwenang Dinas PU Tala dan PU Provinsi.

Petunjuk tersebut telah ditindaklanjuti dan dituntaskan oleh penyidik Reskrim Polres Tala. Tiga hari lalu BAP telah dilimpahkan kembali ke Kejari Pelaihari.

"Selanjutnya kami menunggu petunjuk lanjutan dari pihak kejaksaan. Jika sudah dinyatakan P21 (lengkap), perkaranya akan kami limpahkan. Tapi jika masih ada yang belum lengkap lagi, kami akan terus berupaya melengkapinya," kata Dony.

Bagaimana dengan aktivitas kedua pelsus? "Tetap tidak ada aktivitas. Pintu masuknya juga tetap kami police line. Tidak boleh ada aktivitas apa pun selama masih dalam perkara hukum," tegas Dony.

Pihaknya pun selalu memonitor keberadaan kedua pelsus yang berada di Desa Pandansari tersebut guna memastikan tidak ada aktivitas di lapangan. "Jika ada yang beraktivitas atau membuka police line, maka akan berususan dengan hukum lagi," tandas Dony.

Polres Tala Kesulitan Cari Saksi

Rabu, 20 Mei 2009 | 15:32 WITA

PELAIHARI, RABU - Penyidik Satreskrim Polres Kabupaten Tanahlaut (Tala), Kalsel hingga kini masih kesulitan mencari saksi yang tahu dan mau dimintai keterangan terkait kayu sitaan Polsek Bati-Bati dua pekan lalu.

Kasat Reskrim Polres Tala,  AKP Dony Eka Putra mengatakan pihaknya masih terus berupaya mencari saksi untuk kelanjutan penyelidikan kasus illegal logging terseb

Berkas Illegal Logging Guru Bakeri Masuk Kejari

Rabu, 20 Mei 2009 | 23:28 WITA

TANJUNG, RABU - Setelah melalui proses pemerksaan cukup panjang, akhirnya KH Ahmad Bakeri atau yang akrab disapa Guru Bakeri, tersangka kasus 9 truk bermuatan kayu ilegal atau tanpa dokomen.

Kayu-kayu tersebut dibawa dari Kecamatan Jaro dengan tujuan Kabupaten Banjar. Sementara berkasnya, Rabu (20/5) resmi diserahkan tim Penyidik Polres Kabupaten Tabalong ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjung.

Menurut pihak Kejari Tanjung berkas pemeriksan Pimpinan Pondok Pasantren (Ponpes) Al Mursyidul Amin, Gambut Kabupaten Banjar itu dinyatakan lengkap (P21) oleh kejaksaan setempat awal Mei tadi.

Kasus Illegal Logging Kesulitan Saksi

Senin, 18 Mei 2009 | 05:58 WITA

PELAIHARI, SENIN  - Penyidik belum menetapkan tersangka atas kasus illegal logging di Batibati, Kabupaten Tanahlaut (Tala)  hasil giat akhir April lalu. Bahkan, penyidik kini masih kesulitan mencari saksi.

"Terus terang kami kesulitan mencari saksi yang tahu masalah kayu ilegal itu. Tapi, kami terus berusaha mencari saksi itu," kata Kasat Reskrim Tala AKP Dony Eka Putra, pekan tadi.

Dua saksi yang telah dimintai keterangan, kata Dony, mengaku tidak mengetahui kayu temuan di Desa Batibati tersebut milik siapa.     Selasa (28/4) lalu, petugas Polsek Batibati menyita kayu ulin temuan yang teronggok di dua tempat berdekatan di belakang rumah warga dan dekat penggilingan padi. Jumlah ulin yang diamankan 198 potong, panjang 3-4 meter berupa plat ukuran 15x15 cm.

Malam itu juga, petugas Polsek Batibati mengamankan HM (43) yang diduga sebagai pemilik kayu dan Sul (23) pengojek ulin. HM bahkan sempat dua malam mendekam di sel mapolsek setempat.

Malam kedua ketika penyidik hendak melakukan penyidikan, HM pingsan karena penyakit lamanya kambuh. Dia dibantarkan ke RSUD Hadji Boejasin guna mendapatkan perawatan medis.

Untuk mempermudah proses hukum kasus kayu tersebut, perkara itu diambilalih oleh Polres Tala dan sekarang masih dalam proses penyidikan.

Dony menegaskan pihaknya selalu bertindak profesional dalam menjalankan tugas. Seluruh perkara akan ditangani secara tepat sesuai ketentuan. Apalagi illegal logging menjadi salah satu prioritas penanganan penegakkan hukum di jajaran Polda Kalsel.

Dishut Tala Kewalahan Penebangan Liar

Senin, 18 Mei 2009 | 05:51 WITA

PELAIHARI, SENIN - Dinas Kehutanan Tanahlaut mangatasi hutan kritis yang luasnya mencapai puluhan ribu hektare. Sebagian lahan kritis tersebut berada di luar kawasan.

Luasan lahan kritis dalam kawasan hutan memang jauh lebih kecil, tapi di dalamnya ada kawasan yang memegang fungsi vital, seperti, hutan lindung.

Informasi diperoleh, kerusakan hutan di kawasan lindung bakal terus meluas jika semua pihak terkait tidak bahu-membahu menanggulanginya. Pasalnya aktivitas penebangan liar hingga kini masih terus berlangsung kendati volumenya menyusut.

Data diperoleh pada Dinas Kehutanan Tala, lahan kritis di Tala saat ini mencapai 52.658 hektare dari total luas kawasan hutan 131.718 hektare.

Sebagian besar berada di luar kawasan hutan yaitu 41.071,63 hektare. Selebihnya 7.695 hektare di kawasan hutan lindung, sempadan sungai 2.000 hektare, sempadan pantai 1.200 hektare, dan di kawasan budidaya seluas 692 hektare.

"Kami terus melakukan berbagai upaya untuk merehabilitasi lahan kritis tersebut," kata Kadshut Tala H Aan Purnama, akhir pekan tadi.

Rehabilitasi atau penghijauan yang selama ini dilakukan di antaranya melalui program pusat yaitu Gerhan (gerakan nasional rehabilitasi lahan dan hutan). Selain itu juga melalui kegiatan yang bersifat regional/lokal.

Kegiatan lokal yang dilaksanakan contohnya fasilitasi kemitraan antara perusahaan yang bergerak di bidang hutan tanaman industri (HTI) dan masyarakat. Yang telah berjalan yaitu kerja sama antara PT HRB (Hutan Rindang Banua)-masyarakat, di antaranya di wilayah Kecamatan Kintap.

Kemitraan tersebut mampu mengurangi lahan kritis di luar kawasan hutan. Selain itu untuk memperkuat kemampuan ekonomi masyarakat kecil, karena melalui kerja sama kemitraan itu masyarakat menikmati keuntungan melalui bagi hasil.

"Kurang lebih bagi hasilnya 60 persen. Jadi, kemitraan itu cukup memberikan manfaat bagi masyarakat, juga bagi perusahaan HTI," sebut Aan.

Gerakan penghijauan dikatakannya terus diintensifkan di Tala. Dalam skala cukup luas saat ini dilaksanakan oleh PT Inhutani III seluas 2.700 hektare.

Penertiban Pertambangan Liar Tak Serius

Sabtu, 16 Mei 2009 | 07:33 WITA

MARTAPURA, SABTU - Penertiban penambangan liar di Hutan Lindung Tahura Kabupaten Banjar beberapa waktu yang lalu ternyata masih dipandang sebelah mata oleh beberapa kalangan.

Mereka menilai, aksi yang dilakukan dalam untuk menertibkan penambangan liar tersebut tidak serius. Bahkan, terkesan hanya untuk meredam suasana.

Menurut Ketua DPD PAN Banjar, Supiansyah, komitmen untuk menertibkan pertambangan liar itu sampai ini belum terlihat, terutama dari Polres Banjar.

Pasalnya, beberapa bulan terakhir, pihaknya belum pernah mendengar adanya penertiban tambang yang dilakukan oleh aparat kepolisian baik batubara maupun emas.

Padahal, pada saat Kapolres sebelumnya, AKBP Sudrajat, ada komitmen polres memprioritaskan penertiban pertambangan liar di wilayahnya.

Dia berharap, komitmen itu kembali dilanjutkan oleh Kapolres Banjar saat ini, AKBP Iswahyudi. "Kita sangat mengharapkan yang diutamakan pertambangan liar di sekitar Waduk Riam Kanan," katanya.

Pasalnya, dengan adanya pertambangan itu membuat umur waduk berkurang. "Informasinya endapan hasil pertambangan itu bisa memperpendek umur waduk," ujarnya.

Padahal, sekitar 1,5 juta jiwa bakal terancam nyawanya jika bendungan itu jebol. "Kita harus belajar dari kejadian Situ Gintung yang tidak diduga-duga," katanya.

Jangan sampai, ketika terjadi bencana, akhirnya semua pihak mencari kesalahan di baliknya. Padahal, lebih baik melakukan pencegahan sebelum itu terjadi.

Untuk itu, lanjutnya, untuk menanggulanginya perlu ketegasan dari aparat kepolisian, utamanya, dalam menyikapi masih maraknya pertambangan liar itu.

"Terlepas dari jabatan sebagai Ketua DPD PAN Banjar, saya juga warga Martapura, saya juga khawatir atas keselamatan diri dan keluarga jika bendungan itu jebol," ujarnya.

Menanggapi itu, Kapolres Banjar, AKBP Iswahyudi mengatakan, komitmen itu tetap dipegang Polres Banjar meski sekarang dia yang berada di sana.

Pasalnya, komitmen untuk menertibkan pertambangan liar itu merupakan komitmen Polri, bukan hanya Polres Banjar. "Kita tetap memegang komitmen itu," ujarnya.

Tidak hanya di Aranio, semua pertambangan liar bakal ditertibkan. Namun, lanjutnya, pihaknya tetap berpegang pada proses yang ada. "Semua pertambangan liar akan ditindak lanjuti, tidak hanya di Aranio. Setelah dilakukan penyelidikan, maka kita tindaklanjuti," katanya.

Menurutnya, meski tidak sempat terekspose, namun, tindakan bagi pertambangan liar itu tetap dilakukan oleh jajarannya. "Meski tidak terekspose, namun, sebenarnya kita tetap melakukannya," ujarnya.

Sidang Pencaplokan HTI Hari Ini Diputus

Kamis, 14 Mei 2009 | 10:17 WITA

BANJARMASIN, KAMIS - sidang kasus dugaan pencaplokan lahan kawasan hutan tanaman industri (HTI) dengan terdakwa Amier H Nasrudin di Pengadilan Negeri Banjarmasin, Kamis (14/5) pukul 09.30 Wita telah memasuki agenda putusan hukuman.

Dalam persidangan ini, ratusan personil kepolisian melakukan penjagaan ketat. Sidang yang dilakukan di ruang sidang utama tersebut, hingga saat ini masih berlangsung, dan dipimpin oleh majelis hakim, Surianto Daulay SH.