Thursday, October 19, 2006

Modal Lembaga Keuangan Jangan dari Dana Reboisasi

Jumat, 08 September 2006
Jakarta, Kompas - Pembentukan lembaga keuangan alternatif atau badan layanan umum sektor kehutanan sebaiknya tidak dimodali dengan dana reboisasi yang nilainya telah mencapai Rp 12 triliun.

Departemen Kehutanan hendaknya mencari sumber modal lain agar dana reboisasi yang telah dianggarkan sebagai dana alokasi khusus pemerintah daerah tetap dapat dipakai mereboisasi hutan gundul di daerah.

"Jika badan ini tetap harus dibentuk, pemerintah harus menagih utang para pengusaha hutan tanaman industri yang mencapai Rp 1,08 triliun," ? kata Direktur Greenomics Indonesia Elfian Effendi di Jakarta, Kamis (7/9).

Seperti diberitakan sebelumnya, ada keinginan dari Departemen Kehutanan untuk membentuk semacam lembaga keuangan bukan bank atau badan layanan umum (BLU) yang khusus memberikan pinjaman kepada pengusaha untuk pembangunan hutan tanaman industri (HTI) karena sulitnya pengusaha kehutanan mendapatkan kredit perbankan.

Utang HTI tersebut tidak tertagih sejak tahun 1998, sedangkan jumlah total utang yang bersumber dari anggaran negara sektor kehutanan mencapai Rp 1,45 triliun, yaitu utang pembangunan HTI Rp 1,08 triliun, kredit usaha tani Rp 170,9 miliar, dan koperasi perumahan Rp 77,89 miliar.

Ada juga dana sektor kehutanan yang dipinjam untuk kepentingan Sea Games Rp 30 miliar, yang apabila diperhitungkan bunga, nilainya menjadi Rp 83,24 miliar.

Pemerintah seharusnya menagih dulu seluruh piutang yang sebenarnya merupakan dana sektor kehutanan tersebut. Dana itu bersumber dari pendapatan negara bukan pajak sektor kehutanan dan alokasi anggaran kehutanan.

Menurut Elfian, jika utang tersebut dilunasi, badan layanan umum (BLU) bisa beroperasi tanpa menggunakan dana reboisasi (DR).

Dia mengatakan, "?Mekanisme ini untuk menguji efektivitas BLU yang tidak menimbulkan risiko keuangan negara."?

Selama ini perbankan memang enggan menyalurkan kredit modal pada sektor kehutanan karena rekam jejak yang jelek di masa lalu. Akibatnya, realisasi pembangunan HTI yang ditargetkan Departemen Kehutanan seluas 9 juta hektar tahun 2009 menjadi lamban.

Data Greenomics Indonesia sampai 30 Juni 2006 menyebutkan ada 96 perusahaan kehutanan masuk dalam daftar piutang pokok pembangunan HTI di tiga bank pemerintah, yakni Bank Mandiri, BNI, dan BRI. Sebanyak 79 perusahaan di antaranya merupakan penunggak di Bank Mandiri dengan kredit tanpa dikenai suku bunga untuk pembangunan HTI.

"Kondisi itu menunjukkan betapa tidak kredibelnya bisnis di sektor kehutanan. Ini yang harus dibereskan dulu oleh Menteri Kehutanan sebelum punya ide lain, seperti pembentukan BLU," ujar Elfian.

Kalau piutang negara itu tidak beres, pembentukan BLU terkesan seperti orang mencari jalan pintas saja. Artinya, masalah riilnya tetap tidak teratasi, yakni tidak adanya kepercayaan dari sektor perbankan.

"Preseden menunggak pembayaran cicilan pinjaman DR bukan tidak mungkin terulang lagi, walaupun melalui mekanisme badan layanan umum," kata Elfian.(ham)

No comments: