Thursday, February 26, 2009

Polres Kotabaru Amankan Kayu Ilegal

Tuesday, 20 January 2009 09:39 redaksi
BANJARMASIN - Jajaran Kepolisian Resort (Polres) Kabupaten Kotabaru, berhasil menyita ratusan potong kayu jenis meranti campuran yang diduga kuat ilegal atau hasil penebangan hutan secara liar.

     Penyitaan kayu ilegal tersebut berawal dari patroli rutin pihak Polres Kotabaru yang memantau sejumlah kawasan yang diduga menjadi tempat penumpukan kayu hasil perbuatan ilegal, ungkap Kepala Bidang Humas Polda Kalsel AKBP Puguh Raharjo di Banjarmasin, Senin.

     Pada awalnya, polisi menemukan tumpukan kayu jenis meranti campuran sebanyak tiga meter kubik di kawasan Jalan Pemukan Raya, Desa Rantau Buda, Kecamatan Sungai Durian, Kotabaru, serta kayu berbagai ukuran tersebut dicurigai merupakan hasil pembalakan liar. Namun sangat disayangkan dari puluhan potong kayu meranti campuran tersebut, pihak berwajib tidak berhasil menemukan siapa pemilik kayu sehingga pelaku kejahatan dalam dugaan pembalakan liar itu hingga saat ini masih dalam penyelidikan petugas.

     Sedangkan di kawasan Desa Sungai Taib, Kecamatan Pulau Laut Utara, Kotabaru, pihak berwajib setempat juga berhasil menemukan tumpukan ratusan potong kayu meranti campuran berukuran 5x10 cm panjang empat meter yang juga diduga kuat hasil pembalakan liar.

     Namun kali ini pihak berwajib berhasil mengamankan pemilik kayu yang bernama Gufran (51), warga Jalan Wira Martas Rt.10 Kecamatan Pulau Laut Utara Kotabaru.

     Pemilik tersebut terpaksa diamankan pihak berwajib karena tidak dapat menunjukkan dokumen kayu.

     Puguh mengatakan sharusnya kayu jenis meranti campuran tersebut mempunyai dokumen keterangan sahnya kayu dari Dinas Kehutanan setempat agar tidak ada kecurigaan bahwa kayu itu merupakan hasil tindak illegal logging atau pembalakan liar.

     Hingga saat ini Gufran terpaksa diamankan di Mapolres setempat guna mempertanggungjawabkan segala perbuatannya sesuai peraturan perundang-undangan, kata Kepala Humas Polda Kalsel AKBP Puguh.ant/mb05

Pengojek Ulin, Menantang Maut di Trans-Kalimantan

Senin, 16 Februari 2009 | 08:25 WIB

Ahmad Arif dan M Saifullah

Iring-iringan pengojek ulin berkelat-kelit di antara truk-truk batu bara sarat muatan di jalan aspal penuh lubang. Banyak yang sudah terjatuh, sebagian cedera parah, bahkan ada yang tewas. Namun, mereka nekat melintas tiap hari.

Para pengendara itu disebut pengojek ulin karena sepeda motor mereka dipenuhi muatan kayu ulin seberat rata-rata 0,5 ton.

Hari hampir malam. Darham (40) dan tiga pengojek ulin beristirahat di tepi jalan trans-Kalimantan di daerah Bati-bati, Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan. Hampir seharian mereka memacu sepeda motor. Mereka hendak membawa kayu ulin yang mereka ambil dari desa-desa di pinggir hutan di Tanah Laut untuk dijual ke Banjarbaru, Kecamatan Gambut, Kabupaten Banjar, dan Banjarmasin yang berjarak lebih dari 100 kilometer.

Keempat pengendara motor itu melepaskan helm, sarung tangan, dan jaket tebal mereka. Darham bersandar di sadel sepeda motor bebeknya yang telah dimodifikasi. Rodanya diganti dengan roda cangkul yang biasa untuk sepeda motor trail. Tangki bensin yang terletak di bawah jok dipindahkan ke depan, persis di belakang setang.

Jok belakang lantas dipasangi besi melintang untuk menopang kayu ulin (Eusideroxylon zwageri) seberat setengah ton. Karena beban berat kayu ulin bertumpu pada besi melintang di jok belakang, peredam kejut (shock breaker) pun ditambah sepasang sehingga motor mempunyai empat peredam kejut.

”Biaya untuk memodifikasi peredam kejut Rp 150.000. Dua setang besi untuk menaruh kayu ulin dipesan di tukang las seharga Rp 90.000,” kata Jarni (36), pengojek ulin lain.

Motor yang digunakan, menurut Jarni, umumnya keluaran 1-2 tahun terakhir. Dibutuhkan tenaga mesin yang prima untuk membawa beban seberat itu. ”Saya sudah dua kali ganti sepeda motor dalam tiga tahun ini,” kata Jarni.

Dengan motor bebek modifikasi, pengojek ulin ini bisa memacu kecepatan hingga 100 kilometer per jam. ”Kalau pelan malah bisa jatuh karena sulit menjaga keseimbangan. Kalau kencang justru aman membawa kayu-kayu itu,” kata Darham.

Namun, dengan laju secepat itu dan beban setengah ton, sepeda motor menjadi sulit dikendalikan. Sudah tak terhitung pengendara yang jatuh dengan tubuh terimpit kayu, kaki atau anggota tubuh patah, bahkan tewas. ”Kalau takut, kada (tidak) makan kita. Ada anak-anak di rumah yang butuh makan dan biaya sekolah,” kata Darham, yang memiliki tiga anak ini.

Iming-iming keuntungan tinggi membuat mereka nekat. Kayu ulin mereka beli di desa-desa di dekat hutan dengan harga Rp 25.000-Rp 35.000 per potong, kemudian mereka jual seharga Rp 45.000-Rp 60.000 per potong.

”Sekali angkut, biasanya dapat untung bersih Rp 100.000,” kata Darham. Keuntungan itu sudah dipotong angsuran kredit sepeda motor sebesar Rp 21.000. ”Kami hanya sanggup mengangkut ulin dua hari sekali. Badan bisa remuk kalau tiap hari narik kayu,” kata Darham.

Usaha ini menggiurkan karena permintaan akan kayu besi khas Kalimantan itu tinggi, tetapi pasokan kurang karena kayu sudah langka. Akibatnya, di Kalsel saat ini harga kayu ulin melangit, berkisar Rp 1 juta-Rp 2 juta per meter kubik.

Jalur penyedot kayu

Hingga beberapa tahun lalu, para pengojek ulin tak perlu membawa muatan dengan cara yang berisiko. Waktu itu mereka dengan leluasa membawa kayu ulin dengan truk asal bisa membayar uang sogokan kepada aparat. Jalan trans-Kalimantan di ruas ini menjadi saksi jutaan kubik kayu yang dibawa dengan truk-truk setiap harinya.

Tahun 2005, pemerintah menertibkan pembalakan hutan. Truk pengangkut kayu tak bisa lagi bebas berlalu lalang. Para pemain kayu yang kehilangan pekerjaan kemudian berdemonstrasi besar-besaran, yang berujung anarki dengan merusak Kantor DPRD Tanah Laut. Pemerintah Kabupaten Tanah Laut pun memberikan kelonggaran kepada pekerja kayu untuk mengangkut kayu dengan sepeda motor. Sejak itulah muncul pengojek ulin.

Keputusan Bupati Tanah Laut Nomor 35 Tahun 2005 tentang Tata Cara Pemanfaatan Limbah Kayu Ulin menyebutkan, panjang kayu ulin yang boleh dibawa dengan sepeda motor tidak lebih dari 1,5 meter.

Keputusan itu sempat mengundang kontroversi karena dituding menjadi pembenar bagi perdagangan kayu hasil pembalakan. ”Kayu yang dibawa pengojek motor itu bukan limbah, tapi tebangan baru. Karena itu, harus ada penertiban,” kata Kepala Dinas Kehutanan Kalsel Suhardi.

Namun, pengojek ulin yang tak memiliki alternatif usaha lain tak hirau dengan hal itu. ”Kalau dulu yang kami takuti aparat, sekarang kami hanya takut jatuh,” kata Darham, yang pada masa kejayaan pembalakan kayu menjadi sopir truk kayu.

Bagi Darham, keputusan bupati itu menjadi senjata untuk melenggang di jalan trans-Kalimantan dengan memboncengkan kayu ulin. Ia tak khawatir ditangkap aparat. Ia hanya takut jatuh dan mati di jalan.... (Haryo Damardono)

Galangan Kayu Ilegal Dipolice Line

Saturday, 10 January 2009 12:05 redaksi
BANJARMASIN - Polres Kotabaru di bawah kepemimpinan AKBP Hersom Bagus Pribadi sedang giat-giatnya melaksanakan penertiban dan pemberantasan illegal logging di Kotabaru.

     Baru-baru saja, tak kurang dari lima galangan (tempat penumpukan kayu) di daerah itu diberi garis polisi (police line) karena diduga ilegal.

      Pelaksanaan penertiban illegal logging dengan sasaran galangan kayu itu melibatkan juga para pejabat di Polres Kotabaru atau anggota gabungan satuan fungsi. Penertiban dilakukan dengan menyisir setiap sudut kota.

     Sebelumnya, Kapolres Kotabaru mendengar informasi bahwa sejumlah galangan yang diduga ilegal itu dibeckingi oleh oknum aparat. Untuk membuktikannya, maka dilakukanlah penyisiran tersebut.

     Namun, sampai di lapangan, polisi belum menemukan indikasi keterlibatan oknum aparat tersebut. Meski demikian berpuluh-puluh meter kubik kayu yang diduga ilegal berhasil diamankan dari semua galangan tersebut.

     Adapun pemilik galangan kayu yang berhasil diamankan antara lain H Munjiani (49), pemilik galangan di Jl H Damanhuri Gg Citra RT 1 Kotabaru, dengan barbuk kayu olahan hasil hutan jenis ulin dan meranti campuran (MC) berbagai bentuk dan ukuran sebanyak 15 meter kubik.

     Kemudian, galangan milik Hj Siti Hadijah (51) di Jl H Damanhuri RT 2 Kotabaru, dengan barbuk kayu olahan hasil hutan jenis ulin dan MC berbagai bentuk dan ukuran sebanyak 20 meter kubik.

     Galangan lain yang juga disita sementara adalah milik H Arpansyah (40) di Jl Sukmaraga (Kuin) RT 7 Kotabaru, dengan barbuk kayu olahan hasil hutan jenis ulin dan MC berbagai bentuk dan ukuran sebanyak 12 meter kubik, lalu milik H Ahmad Kusasi (60) di belakang Masjid Raya Kotabaru, dengan barbuk kayu olahan hasil hutan jenis ulin dan MC berbagai bentuk dan ukuran sebanyak 15 meter kubik.

     Terakhir, milik Sudarmanto (39) di Jl Brigjen H Hasan Basri (Jelapat) Kotabaru, dengan barbuk kayu olahan hasil hutan jenis ulin dan MC berbagai bentuk dan ukuran sebanyak 20 meter kubik.

     Sampai kemarin, Jumat (9/1), penertiban masih berlanjut, sedangkan bagi pemilik galangan dilakukan pemanggilan guna pemeriksaan dan guna proses hukum lebih lanjut.

                                      Kelumpang Hulu

     Senada dengan gerakan Polres Kotabaru, Polsek Kelumpang Hulu dibawah pimpinan langsung Kapolsek-nya Iptu Ana Setiani bersama sembilan anggotanya juga melaksanakan giat patroli guna penertiban illegal logging di wilayah hukumnya.

     Dari penelusuran aparat, ditemukan tiga lokasi bekas pengolahan kayu beserta kayu log yang masih tersisa. Di samping itu, turut diamankan dua unit truk yang mengangkut kayu ulin yang berbentuk sibitan.

     Kapolsek bersama anah buahnya mesti menggunakan klotok untuk menyusuri sungai Cantung hingga menemukan lokasi tersebut. Ketiga lokasi bekas pengolahan kayu tersebut bertepatan di Desa Karang Payau Kecamatan Kelumpang Hulu. Setelah diperiksa ternyata lokasi tersebut sudah sepi dari aktivitas. Sisa kayu log saat ini masih dalam tahap evakuasi oleh Polsek Kelumpang Hulu.

     Pada hari Rabu (7/1), Kapolsek wanita ini bersama anggota sepulang dari Desa Karang Payau menemukan dua unit truk yang bermuatan kayu ulin berbentuk sibitan. Truk yang diamankan tersebut bernomor polisi DA 9959 E dengan sopir Autadt Said (39), warga Kintap Kabupaten Tala serta DA 9572 AJ yang disopiri Januar (27) juga warga Kintap.

     Langkah yang telah diambil adalah mengamankan barang bukti, memeriksa pengemudi serta berkoordinasi dengan Dinas Kehutanan Kotabaru selaku pihak yang ahli dalam masalah kehutanan.

     Jumat (9/1), Kabid Humas Polda Kalsel AKBP Puguh Raharjo membenarkan soal operasi terhadap galangan yang diduga ilegal tersebut. "Pihak Polres Kotabaru masih melakukan pemeriksaan intensif untuk proses lebih lanjut," ungkapnya. adi/mb05

Buka Hutan Buat Sawah

Friday, 09 January 2009 11:59 redaksi
KURAU - Warga Desa Tambak Karya, Kecamatan Kurau secara langsung meminta kepada Bupati Tala, Drs H Adriansyah agar mengijinkan membuka lahan baru persawahan sekitar kawasan hutan yang masih luas.

     Apalagi kawasan hutan yang dimaksud teramat dekat dengan areal persawahan warga setempat yang hanya dipisahkan dengan saluran irigasi.

     "Kami memohon bupati agar dapat memberikan ijin untuk membuka lahan sebelah persawahan untuk dijadikan lahan pertanian sawah," kata sejumlah warga dihadapan bupati saat yang sedang melakukan penatauan keberadaan saluran irigasi.

     Warga masyarakat Desa Tambak Karya Kecamatan Kurau beralasan jika lahan yang masih kawasan hutan tersebut dapat difungsikan menjadi lahan persawahan maka panen padi di Kecamatan Kurau akan semakin bertambah. Sehingga julukan Kurau salah satu lumbung padi terbesar akan semakin kuat.

     Menanggapi hal itu Bupati Tala, Drs H Adriansyah yang datang  bersama Kadiskimprasda Tala, HM Amin ST MSi, Kepala Dinas Pertanian dan TP Tala, Ir Agus Sektiyaji, serya Kabag Informasi Tala, Drs Sukamta MAP mengatakan, keinginan itu bagus.

     Namun, ujar bupati yang sering disapa Aad ini, selama ini masalahan saluran irigasi dan jalan usaha tani yang masih jadi kendala.

     "Mari kita selesaikan dulu persoalan saluran irigasi baru kita membahas keinginan untuk membuka lahan baru di hutan. Jika persoalan saluran irigasi pertanian ini sudah tuntas maka kita akan mudah berpikir untuk hal yang lain lagi," kata bupati.

     Sekedar diketahui lahan yang diinginkan masyarakat Desa Tambak Karya untuk dijadikan lahan pertanian adalah kawasan hutan yang membatasi persawahan warga desa.
     Diperkirakan kurang lebih 3 km kawasan tersebut sudah ada pantai hanya saja dilindungi pepohon bakau dan pohon lainnya sehingga pantai tak terlihat dari pandangan mata.c-18/elo

Kasus Kayu Paling Pelik

Tuesday, 06 January 2009 12:05 redaksi
BANJARMASIN - Selama menjalankan tugas jajaran Komisi I DPRD Kalsel merasakan peliknya menyelesaikan kasus kayu dibanding permasalahan lain yang masuk ke komisi bidang hukum dan pemerintahan ini.

     "Memang perjalanan kita agak panjang menyelesaikan kasus ilegal logging," kata Ibnu Sina, Ketua Komisi I DPRD Kalsel. Salah satunya kasus kayu warga Alalak.

     Sampai-sampai, ucap politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini, upaya membuat sebuah peraturan dearah (perda) kayu kaparan pun mentok. Buntutnya DPRD Kalsel pun terus jadi 'bulan-bulanan' demo warga Alalak.

     "Berdasarkan konsultasi dengan Departeman Dalam Negeri (Depdagri) kayu kaparan tak bisa diperdakan. Lantaran masalah itu kewenangan gubernur, bukan malah diatur dalam bentuk perda," terang Ibnu. 

     Dilematisnya, pekerjaan tersebut sudah turun-temurun digeluti warga Alalak. Namun dari aspek hukum pada UU 41, tentang kehutanan dan PP 43/2007, tentang pemanfaat hasil hutan bertentangan.

     Walau kasus sejak 2006 hingga 2008 terus bergulir, akhir lembaga DPRD Kalsel menjadi penengah."Terlebih dinas kehutanan daerah ini mau memfasilitasi, caranya pemilik bansaw berkumpul jadi satu di bawah payung sebuah perusahaan. Hingga status mereka pun benar," ucapnya kembali.

     Selain kasus kayu, pihaknya juga harus bekerja keras menuntaskan persoalan sengketa tanah buntut dari amburadulnya kinerja Badan Pertanahan Nasional (BPN).

     "Banyak upaya penuntasan lahan berlarut-larut, termasuk lahan perkantoran yang masih menyisakan tumpang tindih kepemilikan pada beberapa luasan," kata Ibnu didampingi beberapa anggota Komisi I, Senin (5/1) kemarin.

     Dirinya mengakui carut marutnya masalah pertanahan karena BPN tidak menggunakan sistem komputerisasi."Dalam bekerja BPN masih menggunakan cara manual," terangnya.

     Masih keterangan Ibnu, semua kegiatan Komisi I terangkum dalam sebuah laporan kinerja yang disusun sejak 2006 hingga 2008. Bahkan pihaknya kini membuka blog khusus agar masyarakat bisa mengakses kegiatan yang telah dilakukan komisi I.

     "Masyarakat yang mau melibat kegiatan komisi I via internet tinggal masuk ke alamat http://www.komisi1dprdkalsel.blogspot.com," ujarnya mempromosikan. elo/mb05

Friday, February 20, 2009

Polres Kotabaru Amankan Kayu Ilegal

Tuesday, 20 January 2009 09:39 redaksi
BANJARMASIN - Jajaran Kepolisian Resort (Polres) Kabupaten Kotabaru, berhasil menyita ratusan potong kayu jenis meranti campuran yang diduga kuat ilegal atau hasil penebangan hutan secara liar.

     Penyitaan kayu ilegal tersebut berawal dari patroli rutin pihak Polres Kotabaru yang memantau sejumlah kawasan yang diduga menjadi tempat penumpukan kayu hasil perbuatan ilegal, ungkap Kepala Bidang Humas Polda Kalsel AKBP Puguh Raharjo di Banjarmasin, Senin.

     Pada awalnya, polisi menemukan tumpukan kayu jenis meranti campuran sebanyak tiga meter kubik di kawasan Jalan Pemukan Raya, Desa Rantau Buda, Kecamatan Sungai Durian, Kotabaru, serta kayu berbagai ukuran tersebut dicurigai merupakan hasil pembalakan liar. Namun sangat disayangkan dari puluhan potong kayu meranti campuran tersebut, pihak berwajib tidak berhasil menemukan siapa pemilik kayu sehingga pelaku kejahatan dalam dugaan pembalakan liar itu hingga saat ini masih dalam penyelidikan petugas.

     Sedangkan di kawasan Desa Sungai Taib, Kecamatan Pulau Laut Utara, Kotabaru, pihak berwajib setempat juga berhasil menemukan tumpukan ratusan potong kayu meranti campuran berukuran 5x10 cm panjang empat meter yang juga diduga kuat hasil pembalakan liar.

     Namun kali ini pihak berwajib berhasil mengamankan pemilik kayu yang bernama Gufran (51), warga Jalan Wira Martas Rt.10 Kecamatan Pulau Laut Utara Kotabaru.

     Pemilik tersebut terpaksa diamankan pihak berwajib karena tidak dapat menunjukkan dokumen kayu.

     Puguh mengatakan sharusnya kayu jenis meranti campuran tersebut mempunyai dokumen keterangan sahnya kayu dari Dinas Kehutanan setempat agar tidak ada kecurigaan bahwa kayu itu merupakan hasil tindak illegal logging atau pembalakan liar.

     Hingga saat ini Gufran terpaksa diamankan di Mapolres setempat guna mempertanggungjawabkan segala perbuatannya sesuai peraturan perundang-undangan, kata Kepala Humas Polda Kalsel AKBP Puguh.ant/mb05

Kasus Tambang Di HSS, Dianalisis KPK

Monday, 05 January 2009 11:41 redaksi
koruptorBANJARMASIN - Kasus penambangan di lahan Hutan Kawasan Industri (HTI) di Tambak PPI Kecamatan Padang Batung dan Desa Ida Manggala Kecamatan Sungai Raya Hulu Sungai Selatan (HSS) yang diadukan LSM maupun perorangan, dikabarkan akan dianalisis Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Saya baru saja dari KPK di Jakarta. Saya khususnya melaporkan dugaan tindak pidana korupsi serta pelanggaran UU No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, akibat penambangan yang dilakukan PT Antang Gunung Meratus (AGM) di Desa Ida Manggala, Tambak PPI dan Malutu Kecamatan Sungai Raya," ujar Zainal, aktivis asal Kandangan, Minggu (4/1).

Menurut Zainal, KPK sudah menyambut positif laporannya tersebut. "Hanya saja, berkas tersebut masih akan dilengkapi lagi dengan analisa saya secara pribadi yang nanti akan dicocokkan dengan hasil analisa KPK. Berarti, dalam waktu dekat, saya akan kembali lagi ke Jakarta," tandasnya.

Menurutnya, ia sebagai warga HSS merasa apa yang dilakukan AGM di lahan HTI sudah merugikan masyarakat luas dan berdampak buruk bagi lingkungan hidup.

"Berdasarkan UU No 41 Tahun 1999, kawasan HTI jika ditambang mesti mengantongi izin pinjam pakai dari Menteri Kehutanan. Nah, selama ini, sejak 2004, izin dari Menteri Kehutanan tersebut tidak pernah ada," ucapnya.

Parahnya, ucapnya, meski tidak memiliki izin dari Menteri Kehutanan, AGM terus melakukan penambangan, di kawasan Ida Manggala. "Ironisnya, daerah penambangan AGM di kawasan HTI yang terlanjur sudah rusak adalah di Tambak PPI dan Malutu. Di sana, tak terlihat ada upaya reboisasi atau reklamasi," cetusnya.

Padahal, jika melanggar UU tersebut, maka pihak yang bertanggung jawab mesti didenda Rp5 miliar dan penjara maksimal 10 tahun.

Sementara itu, tambahnya, adanya sinyalemen korupsi disebabkan Bupati HSS justru berani memberikan rekomendasi atau dispensasi terhadap AGM untuk menambang di kawasan tersebut.

"Selain itu, AGM yang melakukan kerjasama dengan PD Sasangga Banua, perusahaan daerah HSS diduga hanya menjadi alat bagi pejabat untuk meraih keuntungan pribadi atau kelompok. Dari data, berdasar surat bersama yang ditandatangani Bupati HSS, Kapolres HSS dan Dandim setempat, kawasan tambang yang juga melibatkan penambang rakyat, mesti membayar ke kas Distam HSS sebesar Rp50 ribu per rit angkutan batubara. Nah, mulai 2004, ke mana dana dan berapa saja dana itu belum jelas," katanya.

Sebelumnya juga melaporkan

Pada Agustus lalu, LSM Gabik HSS juga melaporkan kasus serupa ke KPK. Laporan tersebut setelah sekian lama belum ada tindakan yang berarti dari Mabes Polri bekerja sama dengan Polda Kalsel yang sejak 2005 mengusut kasus tersebut.

Menurut ketuanya, Syakrani alias Gus Dur, setelah diterima KPK, ternyata ada respon positif dari lembaga yang paling ditakuti koruptor itu dengan jalan menyurati Mabes Polri.

"Dalam surat yang juga kami peroleh salinannya, KPK menyurati agar Mabes Polri menindaklanjuti kasus yang pernah ditanganinya itu. Dalam hal ini, KPK akan menjadi supervisi atau mengawasi penanganan yang dilakukan Mabes Polri itu," terangnya.

Petugas KPK kepada pihaknya, lanjutnya, berjanji akan mengambil alih kasus tersebut jika Mabes Polri tidak serius juga menangani kasus yang menurut KPK sudah cukup ada indikasi penyimpangan itu.

Menurut Gus Dur, kasus tersebut bermula dari penambangan di kawasan HTI Padang Batung dan Sungai Raya oleh AGM tanpa disertai izin dari Menteri Kehutanan (Menhut). adi/mb05

Monday, February 16, 2009

Dua Mobil Pengangkut Kayu Ilegal Ditangkap

Tuesday, 23 December 2008 10:07 redaksi

KOTABARU - Jajaran Mapolres Kotabaru, Kalimantan Selatan, Senin, sekitar pukul 02.00 Wita menangkap dua unit mobil yang mengangkut beberapa meter kubik kayu ilegal, di Jalan Raya Pantai Baru, Pulau Laut Utara.

Kapolres Kotabaru, AKBP Hersom Pribadi, melalui Kabag Ops, AKP Joko Setiono, Senin, mengatakan, mobil tersebut telah lama diintai petugas karena diduga sering membawa kayu ilegal.

"Dua unit mobil tersebut, mobil pick up L300 DA 9228 AN, dan mobil Suzuki Futura 1.600 DA 2155 G, kedua mobil tersebut tertangkap tangan membawa beberapa kayu ilegal," katanya.

Ia mengatakan, mobil pick up L 300 DA 9228 AN ditangkap petugas polisi saat membawa barang bukti berupa kayu meranti campuran (MC), sebanyak 102 potong atau sekitar 2 meter kubik (M3). Mobil Suzuki Futura 1.600 DA 2155 G, ditangkap polisi saat membawa kayu papan sebanyak 155 keping atau sekitar 3 m3, keduanya membawa kayu tanpa dilengkapi dokumen resmi.

"Selain mengamankan dua mobil dan barang bukti kayu ilegal, polisi juga menangkap dua tersangka pemilik kayu olahan yang siap di jual," kata Kapolsek Pulau Laut Tengah, AKP I Ketut Sadra.

Dua tersangka yang berhasil dibekuk polisi di antaranya, Dl (55) warga Gunung Ulin tersangka pemilik kayu dua m3 di mobil pick up L300.

Dan Mn (28) warga Pantai Baru, tersangka pemilik tiga m3 kayu yang diangkut mobil pick up Zusuki Futura.

"Barang bukti kedua mobil pick up dan barang bukti kayu olahan tersebut kini diamankan di Mapolsek Pulau Laut Tengah," terangnya.

Menurut Kapolsek Pulau Laut Utara, tersangka diamankan karena terbukti membawa kayu tanpa dilengkapi dokumen resmi dari instansi terkait.

Rencananya tersangka akan membawa kayu hasil penebangan liar itu ke pelanggannya di Kotabaru. Namun sebelum berhasil aksi itu dapat digagalkan oleh Polisi Resort Pulau Laut Tengah.

Joko menambahkan, karena tidak dapat menunjukkan bukti-bukti yang sah, pemilik kayu akan dijerat dengan Undang-undang Kehutanan nomor 41 tahun 1999, tentang kehutanan.

Sebelumnya, Polresta Kotabaru juga menemukan delapan m3 kayu ulin olahan. "Kayu tersebut ditemukan di semak-semak Desa Sangsang, dan diduga hasil penjarahan di kawasan hutan Sangsang, Kelumpang Tengah," jelas Joko, Senin.

Kayu ulin olahan dan siap diangkut tersebut, ditemukan petugas patroli rutin Polsek Kelumpang Tengah, di semak-semak daerah pemasiran dengan kondisi menumpuk dan sebagian terpencar siap diangkut.

"Barang bukti temuan itu kini sedang dievakuasi oleh petugas ke Mapolsek Kelumpang Tengah," ujarnya.

Polisi juga sedang mengembangkan penyelidikan, untuk menangkap tersangka pemilik kayu yang tidak ditemukan di lokasi penumpukan kayu tersebut.

Sementara itu, dalam sebulan terakhir Mapolres Kotabaru bersama sejumlah polsek di wilayah itu telah mengamankan ratusan meter kubik kayu log dan olahan berbagai jenis. Kayu-kayu tersebut diduga hasil dari penebangan liar di kawasan itu. ant/mb05