Monday, October 29, 2007

Kebakaran Hutan dan Lahan Kalsel Meningkat Membakar Lahan Calon Ladang Masih Jadi Pilihan Utama

Senin, 24 September 2007

 

Banjarmasin, Kompas - Kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Kalimantan Selatan kini terus meningkat. Dalam tiga hari terakhir muncul sedikitnya 170 titik api di hutan lindung, hutan produksi, dan rawa lebak. Maraknya kebakaran ini terjadi selain karena suhu mencapai 35 derajat Celsius juga banyak warga yang membuka lahan dengan cara membakar.

Di kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Sultan Adam, Kabupaten Banjar, kebakaran seluas 50 hektar baru bisa dipadamkan lima hari lalu. Tiga hari terakhir api membakar hutan produksi dan hutan lindung di Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Hulu Sungai Utara, Balangan, dan Tabalong.

Munadi dari Pengendalian Kebakaran Hutan pada Dinas Kehutanan Kalsel, Minggu (23/9), mengatakan, meningkatnya kebakaran hutan dan lahan di provinsi seluas 3,7 juta hektar ini terpantau dari satelit NOAA mulai Kamis (20/9) dengan 38 titik api (hotspot). Jumlah titip api pada Jumat lalu meningkat menjadi 42, dan melonjak menjadi 90 pada Sabtu (22/9). Menurut Munadi, kondisi ini harus mendapat perhatian karena kebakaran hutan dan lahan di Kalsel diperkirakan akan terus meningkat.

Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Hulu Sungai Selatan Udi Prasetyo menggatakan, di kawasan rawa lebak di kabupaten itu kini ada 18 titik api. Kebakaran di areal pertanian itu sulit dikendalikan karena memang belum ada teknologi murah dan ramah lingkungan di daerah tersebut. "Itu sebabnya, pembukaan lahan dengan pembakaran masih menjadi pilihan utama," katanya.

Di kawasan pegunungan seperti Kecamatan Loksado, Padangbatung, dan Telaga Langsat, sampai saat ini belum banyak pembakaran. Kegiatan warga membakar lahan huma (ladang) diperkirakan akan berlangsung Oktober mendatang.

Menurut Udi, saat ini di daerah itu sudah dibentuk lima kelompok pengawasan masyarakat (pokwasmas) untuk terus memantau kegiatan pembakaran lahan. Sejak 1 September lalu Bupati Hulu Sungai Selatan M Safii telah mengeluarkan surat edaran larangan membakar lahan. Kalaupun terpaksa, warga yang membakar lahan hendaknya melapor kepada kepala desanya.

Akhmad Arifin dari Sekretariat Satuan Koordinasi Pelaksana Penanggulangan Bencana (Satkorlak PB) Kalsel yang juga Ketua Bidang Perlindungan Masyarakat pada Kantor Badan Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat Kalsel menyatakan, pada musim kemarau ini tidak hanya kawasan hutan dan lahan yang perlu diwaspadai dari kebakaran, tetapi juga permukiman dan pertokoan. (FUL)

Penghancuran Lingkungan Berlanjut Hutan Kalimantan Terus Dirambah, Pantai Dikonversi

Senin, 24 September 2007

 

Jakarta, Kompas - Ancaman pemanasan global telah menjadi isu internasional, tetapi di Indonesia penghancuran lingkungan terus terjadi. Perambahan hutan dan perusakan ekosistem pesisir terus berlanjut, sementara reboisasi yang dilakukan berjalan sangat lambat.

Pemantauan Kompas di sejumlah daerah dalam sepekan terakhir menunjukkan, di Kalimantan Timur, misalnya, perambahan hutan sangat mencolok di Taman Nasional Kutai, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. Ratusan orang menebangi hutan, meratakan tanah, dan kemudian membakar serasahnya dengan alasan untuk perladangan.

Di Kalimantan Barat, Cagar Alam Mandor yang sebelumnya sudah rusak parah akibat perambahan kini makin hancur akibat penambangan emas tanpa izin. Di kawasan itu setidaknya ada 12 kelompok penambang yang setiap hari melubangi tanah dan melarutkan air raksa untuk proses penyatuan butiran emas.

Perambahan hutan juga masih terjadi di Taman Nasional Betung Kerihun dan Taman Nasional Gunung Palung, Kalimantan Barat, yang mestinya dilindungi.

Di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan, perusakan lingkungan juga masih terjadi, baik oleh praktik pembalakan liar maupun penambangan ilegal. Di sepanjang sisi kanan-kiri jalan penghubung Palangkaraya-Buntok, misalnya, sejauh mata memandang yang terlihat hanyalah semak belukar.

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Kalteng mencatat, kerusakan hutan di Kalteng setiap tahun mencapai 255.918 hektar (ha). Sementara itu, Badan Pengelola Daerah Aliran Sungai Kahayan mencatat, dari 4,7 ha lahan kritis di wilayah kerjanya, baru 60.000-70.000 ha yang dapat direboisasi sejak tahun 2004.

Secara nasional, Menteri Negara Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar menyebut angka kerusakan hutan dan lahan di Indonesia sudah mencapai 59,2 juta ha (2006), dengan laju kerusakan 1,19 juta ha per tahun.

"Tren deforestasi (perusakan hutan) memang menurun setiap tahun dalam enam tahun terakhir, tetapi itu lebih disebabkan hutan yang kian habis," katanya.

Menurut Rachmat, selain deforestasi, kerusakan lahan dan hutan juga disebabkan konversi lahan yang di perkotaan juga memprihatinkan. "Tata ruang tak diperhatikan lagi." katanya.

Mengutip data Departemen Kehutanan, Rachmat menyatakan, tahun 2002-2003 luas lahan berhutan di Indonesia masih 92,9 juta ha. Akan tetapi, pada tahun 2005 tinggal 70,8 juta ha.

Pemberian kewenangan kepada daerah untuk mengeluarkan izin konsesi hutan hingga 100 ha diyakini Rachmat sebagai salah satu penyebab makin hancurnya hutan Indonesia. "Atas nama pendapatan asli daerah, lingkungan sering dikorbankan. Pembangunan wilayah kabupaten/kota menunjukkan makin maraknya alih fungsi lahan," kata Rachmat.

Salah satu contoh adalah konversi lahan di kawasan Bandung Utara, Jawa Barat, yang mengubah kawasan resapan menjadi permukiman elite.

Pesisir juga hancur

Selain kawasan hutan, penghancuran lingkungan juga terjadi di kawasan pesisir. Di Jawa Timur, misalnya, dari 53.000 ha hutan mangrove yang ada, 13.000 ha di antaranya rusak berat. Selain untuk membuka tambak, banyak areal mangrove yang rusak akibat tercemar limbah industri.

Salah satu contoh yang nyata adalah kondisi hutan mangrove di muara Bengawan Solo yang kini tersisa 250-an ha. Itu pun kondisinya memprihatinkan.

Abrasi pantai, endapan lumpur, dan pencemaran juga menimpa hampir sepanjang pantai utara Jawa Barat-Jawa Tengah, dari Indramayu, Cirebon, hingga Tegal dan Pekalongan.

Di Kalimantan Barat, dari 850 mil panjang pantainya, 40 persen diperkirakan hancur. Di Kalimantan Timur, 370.000 ha lebih hutan bakau sudah dikonversi menjadi tambak udang. Saat ini, menurut catatan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda), hutan bakau yang tersisa tinggal 512.000 ha.

Secara nasional, Departemen Pekerjaan Umum mencatat, 40 persen dari panjang pantai Indonesia yang totalnya 30.000 kilometer saat ini dalam kondisi rusak. Untuk merehabilitasi seluruh pantai, kata Direktur Sumber Daya Air Departemen PU Iwan Nusyirwan, pihaknya kekurangan dana.

Dalam rencana strategis Departemen PU 2004-2009, misalnya, pemerintah hanya menargetkan untuk penanganan bibir pantai sepanjang 250 kilometer, sedangkan tahun 2007 anggaran yang tersedia bahkan hanya cukup untuk merehabilitasi 70 kilometer bibir pantai. (CAS/WHY/NIT/INA/BRO/GSA/RYO)

Tuesday, October 23, 2007

HR: Saya Siap Datang

Sabtu, 22 September 2007
Radar Banjarmasin

MARTAPURA – Dijadikannya salah seorang anggota DPRD Banjar berinisial HR sebagai tersangka ilegal logging, kontan membuat banyak kalangan terperangah. Kendati demikian, hal itu sayangnya hanya sebatas bisik-bisik saja.

Seperti yang ditemui koran ini di lingkungan Sekretariat DPRD Banjar. Bisik-bisik berita tentang salah satu tokoh penting dari partai politik besar tersebut apalagi jika bukan soal dijadikannya HR sebagai tersangka. Tidak semua pendapat menyalahkan publik figur tersebut, bahkan tidak sedikit yang melihat persoalan tersebut sebagai salah satu trik politik belaka.

”Wah, koran hari benar-benar panas Mas. Benar itu, atau jangan-jangan karena ada hubungannya dengan politik. Kan saat ini sedang panas-panasnya berpolitik. Maklumlah, sebentar lagi kan pemilu,” uajr salah seorang pegawai di Sekretariat DPRD Banjar dengan nada bertanya.

Seperti diberitakan sebelumnya, Polres Banjar sepertinya sangat serius menyeret seorang anggota DPRD Banjar berinisial HR ke wilayah hukum. Paling tidak, hal itu dibuktikan dengan terus berprosesnya pemeriksaan terhadap HR terkait kasus pembalakan kayu.

”Prosesnya terus berlanjut. Izin dari Pak Gubernur juga sudah kami terima pekan lalu. Bahkan kami sudah melakukan panggilan. Tetapi yang bersangkutan tidak bisa datang dengan alasan sedang sibuk, maka yang bersangkutan minta izin untuk tidak memenuhi panggilan tersebut,” ujar Kapolres Banjar Drs Derajat.

Terjeratnya politisi salah satu partai besar tersebut menurut Derajat, karena diduga terkibat dalam illegal loging. Laporan masyarakat, Polres Banjar kemudian melakukan penggerebekan ke kediaman yang bersangkutan di Desa Cinta Puri. Hasilnya sekitar 15 kubik kayu ulin berhasil diamankan jajaran Polres Banjar. Saat ini kayu tersebut dijadikan barang bukti.

Sementara itu, saat dikonfirmasi HR hanya menaggapi dengan senyuman saja. Selebihnya, dia minta biarlah prosesnya berjalan semestinya. ”Saya sendiri selalu siap memenuhi panggilan polisi. Nah, kalau panggilan yang lalu itu saya memang tidak bisa hadir seperti yang disebutkan di koran itu. Insya Allah, Senin besok saya datang. Hari ini saya akan cek apakah memang ada surat panggilan untuk saya,” jadwalnya (yan)

Oknum DPRD Banjar jadi Tersangka Diduga Terlibat Kasus Ilegal Logging

Jumat, 21 September 2007
Radar Banjarmasin

MARTAPURA,- Pihak Polres Banjar sepertinya sangat serius menyeret seorang anggota DPRD Banjar berinisial HR ke wilayah hukum. Paling tidak, hal itu dibuktikan dengan terus berprosesnya pemeriksaan terhadap HR terkait kasus pembalakan kayu.

”Prosesnya terus berlanjut. Izin dari Pak Gubernur juga sudah kami terima pekan lalu. Bahkan kami sudah melakukan panggilan. Tetapi yang bersangkutan tidak bisa datang dengan alasan sedang sibuk, maka yang bersangkutan minta izin untuk tidak memenuhi panggilan tersebut,” ujar Kapolres Banjar Drs Derajat, kepada wartawan baru-baru tadi sambil mengabarkan bahwa kasusnya sedang ditangani Sat Reskrim Polres Banjar .

Terjeratnya politisi salah satu partai besar tersebut menurut Derajat, karena diduga terkibat dalam ilegal logging. Laporan masyarakat, Polres Banjar kemudian melakukan penggerebekan ke kediaman yang bersangkutan di Desa Cinta Puri. Hasilnya belasan kayu ulin berhasil diamankan jajaran Polres Banjar. Saat ini kayu tersebut dijadikan barang bukti.

”Prosesnya saja melalui laporan masyarakat. Ada yang telepon ada pula yang melalui SMS. Dalam kalimatnya, disebutkan kayu-kayu ulin tersebut dikumpulkan berdasarkan kegiatan ilegal logging,” jelasnya.

Adakah kemungkinan masalah tersebut dipeti-es-kan, Derajat dengan tegas tidak akan melakukan tindakan bodoh itu.

”Pendeknya begini, ini kasus bermula dari laporan masyarakat. Nanti kalau tidak diproses muncul tudingan kok polisi tebang pilih dalam menuntaskan masalah ilegal logging. Wong anggota saya aja sudah berapa yang terkena tindakan disiplin. Bahkan ada yang terancam lepas baju, kan mestinya kalau saya mau membela, ya mending membela anggota saya dong,” katanya.

Sementara itu, surat pemberian izin pemeriksaan tergadap HR dari Gubernur pada 6 September lalu. Dalam surat bernomor 180/01143/KUM terungkap yang bersangkutan statusnya sudah menjadi tersangka.

Masih dalam surat tersebut, tersangka diduga telah melanggar pasal 78 ayat (5) jo pasal sd ayat (3) huruf f UU RI No 41 tahun 1989 tentang Kehutanan sebagaimana diubah dengan UU No 19 Tahun 2004.

Surat yang berisi izin tertulis dari Gubernur Kalsel terhadap permintaan Kapolres Banjar untuk memriksa HR dalam kaitannya sebagai anggota DPRD Banjar.

”Prosesdurnya memang begitu. Karena yang bersangkutan anggota DPRD di Kalsel, maka harus minta izin tertulis dari Gubernur untuk memeriksa yang bersangkutan,” ungkap Derajat.(yan)

Monday, October 22, 2007

rehabilitasi hutan Dephut Harus Punya Strategi Baru

Rabu, 12 September 2007

Samarinda, Kompas - Pemerintah pusat sebaiknya menetapkan strategi baru untuk merehabilitasi hutan rusak di Kalimantan. Bantuan dari mancanegara untuk proyek rehabilitasi hutan harus tepat sasaran dan bisa dirasakan manfaatnya.

Demikian dikatakan Asisten Ekonomi Pembangunan dan Kesejahteraan Sosial Sekretariat Provinsi Kalimantan Timur Nusyirwan Ismail di Samarinda, Selasa (11/9). Ia diminta tanggapannya berkait kesepakatan Indonesia-Australia untuk merehabilitasi hutan Kalimantan di kawasan gambut yang rusak dengan dana awal 30 juta dollar AS, (Kompas, 10/9).

Nusyirwan menyambut baik kesepakatan itu, karena itu berarti kelestarian hutan Kalimantan sangat penting bagi masyarakat dunia. Namun, untuk melakukan rehabilitasi besar-besaran itu perlu strategi yang tepat.

Selama ini, menurut Nusyirwan, permasalahan kehutanan didominasi penanganannya oleh Departemen Kehutanan. Salah satu contoh adalah penetapan suatu kawasan untuk dikelola oleh perusahaan. "Tak terasa semangat otonominya," katanya.

Dalam pengelolaan hutan, kata Nusyirwan, kepentingan pemerintah pusat dan daerah kerap bertabrakan. Akibatnya, hutan gundul bukannya semakin menyempit tetapi tetap luas. "Seharusnya, penanganan kerusakan hutan dilakukan terpadu. Ada peran yang dijalankan pusat dan daerah," ujarnya.

Rehabilitasi hutan bukan sekadar menanami untuk menghijaukan kembali lahan gundul, tetapi yang juga penting ialah memanfaatkan hasilnya tanpa harus merusak kelestarian. Maksudnya, kata Nusyirwan, hutan tak harus selalu dipandang sebagai surga kayu. Sebab potensi lain sebenarnya masih banyak, misalnya tanaman obat dan buah-buahan. Tanpa harus mengambil kayu, hasil hutan tetap bisa dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat.

Untuk itu diperlukan teknologi pemanfaatan hutan yang ramah. "Di sinilah perguruan tinggi harus bekerja sama dengan pemerintah, sehingga hasil hutan yang kurang ekonomis pun bisa dipoles sehingga bernilai," ucapnya. (BRO)

Daerah Aliran Sungai Gundul Dampak dari Maraknya Pembalakan Hutan

Selasa, 11 September 2007
Radar Banjarmasin 

BANJARMASIN – Pembabatan hutan yang serampangan tanpa dibarengi dengan penanaman kembali, mengakibatkan daerah aliran sungai (DAS) di Kalsel semakin kritis. DAS banyak yang gundul, sehingga menganggu keseimbangan hidrologi, yaitu bila musim hujan kebanjiran, dan saat kemarau terjadi kekeringan.

“Sebenarnya sangat sederhana kalau kita pahami. Ketika banyak hutan yang ditebang dan pemukiman semakin berkembang, menyebabkan semakin sedikitnya tempat resapan air sehingga air yang tersimpan untuk musim kemarau pun semakin sedikit,” kata Kepala Balai Wilayah Sungai Kalimantan II Dr Ir Nugroho Hadisusanto kepada wartawan koran ini, pada sela-sela Sosialisasi dan Implementasi Kegiatan Gerakan Nasional Kemitraan Penyelamatan Air (GN-KPA), di Aula Bappeda Kalsel, kemarin.

Dijelaskannya, kondisi itu terjadi akibat tanah padat tidak mampu menyerap banyak air pada saat musim hujan. Akibatnya, saat kekeringan air tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Karenanya, ia sangat menyayangkan hutan-hutan pada DAS banyak yang gundul akibat dijarah. Padahal, hutan mempunyai daya serap air yang paling tinggi. "Konsep DAS itu kan mencakup hutan, lahan kering, dan permukiman. Tiga aspek itu bisa baik jika memiliki tata ruang yang baik pula sehingga aliran air di sungai juga lancar dan dapat menyimpan air lebih banyak," jelas Nugroho.

Nah, untuk membenahi kembali DAS yang gundul, sarannya, perlu dilakukan penghijauan atau penanaman kembali untuk daerah resapan air. Dalam hal ini, sambungnya, tak hanya komitmen tapi juga koordinasi antara instansi terkait harus ditingkatkan. Selain itu, pemerintah daerah harus membuat peraturan daerah (perda) yang secara spesifik mengatur kelestarian DAS.

Sayangnya, ketika ditanya seberapa parah kerusakan DAS di Kalsel, Nugruho mengaku belum menginventarisirnya. “Nanti setelah sosialisasi ini, akan dibentuk tim menginventarisir kerusakan DAS di Kalimantan,” janjinya.

Sementara itu, Wakil Gubernur Kalsel HM Rosehan NB SH mengemukakan, dalam dekade terakhir ini bencana banjir, tanah longsor, kekeringan dan pencemaran sungai selalu menjadi permasalahan rutin yang terjadi setiap tahun. Menurut Rosehan, kondisi itu menjadi indikasi telah terjadi kerusakan pada DAS sehingga menganggu keseimbangan siklus hidrologi pada DAS, yang akhirnya berdampak pada kondisi sumber daya air.

Selain itu, sebutnya, berkurangnya kesediaan sumber daya air akibat pesatnya alih fungsi lahan untuk pembangunan fisik kawasan perkotaan, pemukiman, industri, pertambangan, dan pembangunan jaringan jalan. “Nah, untuk menyikapi persoalan tersebut pemerintah melakukan langkah kebijakan penanggulangan melalui Gerakan Nasional Kemitraan Penyelamatan Air atau GN-KPA,” ujarnya.(sga)