Friday, August 31, 2007

Pengangkut Ulin Blambangan Ditangkap

Tuesday, 14 August 2007 01:28

PELAIHARI, BPOST - Distribusi kayu ulin masih berlangsung di Kabupaten Tanah Laut. Minggu (12/8) pukul 06.00 Wita, aparat Polres setempat kembali mengamankan empat truk pengangkut ulin.

Kapolres Tala AKBP Dadik Soestya S melalui Kasat Reskrim AKP Kaswandi Irwan SIK, Senin (13/8) mengatakan telah menetapkan Amr dan Mjd sebagai tersangka pemilik kayu yang diangkut pada dua truk tersebut.

"Sedangkan kayu yang diangkut dua truk lainnya, setelah meminta bantuan tenaga teknis Dinas Kehutanan Tala memeriksanya, termasuk sibitan, sehingga kami lepas,"kata Kaswandi.

Sebelumnya, empat truk disita dari dua tempat berbeda, yaitu Desa Tajau Pecah Kecamatan Batu Ampar dan Kelurahan Sarang Halang Kecamatan Pelaihari. Keempatnya mengangkut ulin dalam bentuk belahan tak beraturan.

Penyidik Polres Tala tidak bisa langsung memrosesnya karena mesti meminta bantuan tenaga teknis Dishut menentukan apakah kayu tersebut tergolong blambangan atau sibitan (limbah).

Pengecekan dilakukan Senin (13/8). "Hasilnya, kayu yang diangkut dua truk termasuk sibitan. Sedangkan dua truk yang mengangkut milik Amr dan Mjd masuk kategori blambangan.

Ada beberapa potong yang masuk kualifikasi blambangan yaksi masih bisa diolah menjadi plat bernilai ekonomis. Kayu ulin itu, jelas Kaswandi, berasal dari wilayah Kecamatan Jorong.

Dari fisiknya yang tidak mulus dan berwarna gelap, ulin itu didapat dari tonggak yang berada di areal perkebunan atau lahan masyarakat.

Sejumlah pihak berharap penyidik bisa memilah antara ulin hasil tebangan dengan ulin yang didapat dari hasil penggalian tonggak. Jika pasal yang dikenakan sama, penyidik dinilai tidak bisa memberikan rasa keadilan.

"Tapi aturan mainnya tidak mengatur hal itu. Pegangan kami adalah UU 41/1999 tentang kehutanan. Dalam ketentuan ini, pengangkutan kayu tanpa disertai dokumen berarti melanggar hukum dna harus diproses," tegas Kaswandi.roy


Puluhan Kubik Meranti Olahan Dihitung Ulang

Tuesday, 14 August 2007 02:30:55

BANJARMASIN, BPOST - Sebanyak 76 meter kubik kayu meranti olahan dari Buntok Kalteng, diamankan Kapal Pol 618 BKO Poliar Polda Kalsel saat berlayar di perairan Sungai Barito, tepatnya di depan PT Daya Sakti, Sabtu (11/8) pukul 17.30 Wita.

Kapal Motor (KM) Berkat Saidi yang dinahkodai Suhai, warga asal Buntok ini membawa kayu tujuan Banjarmasin, yakni H Udin, di kawasan Jalan Alalak, Banjarmasin Utara.

Petugas Polair terpaksa mengamankannya, meski Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan (SKSHH) atas nama Mahlian, juga warga asal Buntok lengkap. Namun ada dugaan, muatan kayu tersebut melebihi dari dokumen yang ada.

Atas dasar itulah, kayu tersebut kemudian dibongkar di tempat H Udin dan dilakukan penghitungan tim dari Dinas Kehutanan Provinsi Kalsel, lantaran ada dugaan telah melanggar Pasal 50 (3) Hurup (f) jo Pasal 78 (5 dan 7) UU RI Tahun 1999, tentang Kehutanan.

Mengenai hasilnya, hingga malam tadi masih belum diketahui, apakah memang ada kelebihan muatan atau sesuai dengan dokumen yang dibawa nahkoda.

Dir Polair Polda Kalsel, AKBP Drs H Sunaryo melalui Ka Sub Dit Pasharkan, Kompol Daswar Tanjung, didampingi Kasi Gak Kum AKP R Tambun SH mengungkapkan, tertangkapkanya kapal tersebut setelah Kapal Malio 618 dari BKO Mabes Polair Polda Kalsel melakukan patroli rutin.

"Karena dugaan kelebihan muatan, kapal bermuatan kayu tersebut diamankan, kemudian dilakukan penghitungan Tim dari Dinas Kehutanan," kata Daswar.

Dikatakannya, kayu tersebut berasal dari Buntok milik Mahlian yang kemungkinan dibeli oleh H Udin warga asal Jalan Alalak Banjarmasin. "Kayunya sedang kita bongkar untuk dilakukan penghitungan, di tempat H Udin di Alalak," terangnya.

Tambun menambahkan, kemungkinan isi muatan kayu tersebut sudah sesuai dengan hasil dokumen karena isinya tidak terlampau penuh sampai meluber ke bagian luar kapal.

"Kalau saya lihat, sepertinya hasilnya sesuai dengan dokumen, tapi untuk memastikan itu, kita minta tim melakukan perhitungan," ujarnya. dua

Bawa Ulin, Tangkap

Saturday, 11 August 2007 03:01

TANJUNG, BPOST - Kepala Dinas Kehutanan Tabalong H Saepudin memerintahkan aparat berwenang menangkap siapa saja yang membawa ulin keluar dari hutan kabupaten tersebut.

Dishut tidak mengeluarkan izin penebangan ulin yang kini hanya ada di hutan. Untuk menebang dan membawanya perlu izin menteri kehutanan dan provinsi. Itu pun yang boleh mengambilnya hanya pengusaha yang punya rencana karya tahunan hak pengusahaan hutan (RKT HPH) aktif.

Namun mereka juga harus memenuhi ketentuan Dirjen Kehutanan Nomor S-669/VI-DPHA/2006 dan Surat Menhut Nomor S-147/Menhut-VI/1006, di mana pohon yang boleh ditebang cuma yang berdiameter 60 sentimeter. Setiap ditebang satu pohon, harus ditanam kembali 10 bibit baru sebagai gantinya.

Bila masyarakat punya ulin di kebun sendiri, menurut Saepudin, boleh menebangnya. Namun mereka harus mengurus izin ke provinsi dengan rekomendasi Dishut Tabalong. Sampai saat ini, tak ada masyarakat yang mengurus izin tersebut.

"Jadi kalau sekarang tetap ada yang mengeluarkan ulin dari hutan, kami suruh tangkapi saja, karena tidak ada izinnya," tegas Saepudin.

Di Tabalong, hutan yang masih ada pohon ulin berada di Desa Lano, Kecamatan Jaro, Desa Dambung Raya dan Panaan di Bintang Ara.

Pantauan BPost di lapangan, masih banyak pemilik pangkalan yang menjual ulin. Mereka mendapatkan dari para pemasok yang ada di daerah penghasil kayu hutan seperti dari Kecamatan Jaro.

Para pemilik pangkalan mengatakan ulin dibeli untuk melengkapi dagangan saja. Sebab meskipun permintaan menurun, masih ada masyarakat yang berminat.

Ulin tidak lagi menjadi bahan utama membuat rumah. Kayu besi ini untuk bagian tertentu yang sering terkena air seperti kusen jendela, ukiran atap dan pintu kamar mandi saja.

Kayu ini diperoleh dengan usaha yang cukup merepotkan. Untuk membawanya ke pangkalan, pemasok harus mengoplosnya dengan kayu lain agar tidak menarik perhatian.

"Kalau bawa ulin melulu langsung diborgol polisi. Karena itu biasanya dicampur dengan kayu lain. Perbandingannya 20-80 persen lah," tutur seorang pemilik pangkalan kayu di Desa Sulingan, Tanjung, yang enggan disebutkan namanya.

Strategi itu cukup efektif karena biasanya petugas tetap membolehkan asalkan untuk keperluan pasar lokal saja. Biasanya kayu ulin diselipkan di antara kayu-kayu lain seperti meranti, kapur dan bangkirai yang dibawa menggunakan pikap.

Kayu ulin saat ini termasuk kayu paling mahal di pasaran. Satu kubik saat ini seharga Rp 3 juta-Rp 3,5 juta atau Rp 46 ribu sekeping ukuran 4 meter dengan tebal 1,5 x 16 senti, padahal setahun lalu cuma Rp 2 jutaan. nda


Wednesday, August 29, 2007

Susah Mendapatkannya

Friday, 10 August 2007 00:16:51

PELARANGAN perdagangan kayu ulin ke luar Kalimantan yang diterapkan pemerintah membuat peredaran kayu itu semakin terbatas. Sejumlah pusat penggergajian di Banjarmasin, pun sudah lama tak lagi mengolah kayu ulin.

Pantaun BPost di beberapa penggergajian di kawasan Alalak Banjarmasin, tidak ditemukan warga yang menggergaji kayu ulin. Mereka lebih banyak menggergaji balokan kayu kamper dan jenis-jenis lain.

Hal itu dilakukan, mengingat kayu ulin sekarang ini susah untuk mendapatkannya. "Mencari kayu ulin sekarang ini susah Mas, seperti mengharap hujan di musim kemarau. Belum lagi prosesnya yang panjang dan perlu biaya banyak," terang Sukirman, seorang pekerja penggergajian.

Lebih lanjut dia menjelaskan, untuk tetap memenuhi permintaan warga sebagai bahan baku rumah, tidak lagi kayu ulin secara murni. Melainkan juga jenis-jenis lain, yang umum digunakan warga sebagai tiang yang menancap di tanah.

Sebab, jika orang hanya berharap mendapatkan kayu ulin, tidak akan bisa membangun rumah.

Masih menurutnya, meskipun terkadang dijumpai kayu ulin di pasaran, jumlahnya tidak terlalu banyak. Bahkan, kayu tersebut juga berasal dari kayu limbah atau sisa-sisa bekas penggergajian.

"Terkadang ada, tapi hanya untuk papan tipis-tipis saja. Itupun jumlahnya sangat sedikit dan mendapatkannya juga susah. Pokoknya berbelit-belit," terangnya. coi

Kayu Kalimantan Ada di Amsterdam 200 Jenis di Setiap Hektare Hutan

Wednesday, 08 August 2007 01:58:37

BANJARMASIN, BPOST - Bumi Kalimantan tak identik lagi dengan hutan. Maklum, aksi perambahan hutan terus terjadi. Ironisnya, tak diimbangi dengan upaya penanaman hutan kembali.

Stop Dulu Izin Tambang

DI mata publik, kepala daerah ternyata kurang peduli terhadap lingkungan. Dari 5.037 responden yang tersebar di 41 kabupaten yang disurvei oleh Sugeng Saryadi Sindycate, persepsi publik menyebutkan, 47 persen kepala daerah kurang peduli terhadap lingkungan.

Kemudian 36 persen cukup peduli, dan 9,04 persen dianggap tidak peduli lingkungan. Sisanya sekitar tujuh persen dinilai peduli. Demikian diungkapkan Sekretaris Menteri Lingkungan Hidup, Arif Yuwono di Banjarmasin, Selasa (2/7).

Dengan kenyataan tersebut, kata Arif, dapat dibayangkan bagaimana nasib program-program lingkungan dari Kementrian Lingkungan Hidup yang kemungkinan besar tidak akan berjalan karena kecilnya dukungan pemerintah daerah setempat.

Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Hidup (Bapedalda) Kalsel, Rachmadi Kurdi pun berharap kepala daerah di Kalsel turut menjaga lingkungan mereka. Salah satu bentuk konkret yakni tidak mengeluarkan izin kuasa pertambangan (KP).

"Banyak izin KP yang belum disertai UKL/UPL apalagi Amdal. Karena itu kami berharap izin KP distop dulu. Jangan diberi izin dulu untuk KP sebelum dilakukan evaluasi terhadap kegiatan pertambangan yang telah dilakukan," tegasnya.ais

Padahal, hutan di Kalimantan itu memiliki jeni pohon yang beragam. Berdasar penelitian Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), setiap satu hektare lahan hutan di Kalimantan terdapat minimal 200 jenis kayu.

Sekretaris Menteri Lingkungan Hidup, Aris Yuwono dalam acara rapat regional lingkungan hidup se-Kalimantan di Hotel Arum Banjarmasin, Selasa (7/8) mengatakan, kekayaan ragam jenis hutan Kalimantan tersebut sangat jauh berbeda dengan hutan di Amerika, yang hanya memiliki empat jenis kayu dalam setiap hektare-nya.

Kekayaan hutan Kalimantan tersebut, tambahnya, akan mampu menjadi berkah luar biasa bagi penduduk Kalimantan bila mampu memelihara dengan baik dan bisa juga menjadi bencana bila salah mengelolanya.

Menurutnya, banyaknya jenis kayu di hutan Kalimantan memiliki nilai ekonomis cukup tinggi, sehingga mengundang masyarakat untuk mencari nafkah dari menebang pohon secara liar.

Saat ini, tambahnya, tidak sedikit kayu-kayu Indonesia diselundupkan ke Amsterdam, China dan beberapa negara lainnya.

Akibatnya kondisi hutan sangat memprihatinkan, sehingga kerusakan lingkungan tidak lagi bisa dihindarkan, dan bencana terjadi di mana-mana. Dan kerusakan hutan di Indonesia saat ini, tambahnya, menjadi salah satu penyumbang ketiga terjadinya pemanasan global.

Untuk menghindari kerusakan lingkungan yang lebih parah, lanjut dia, pemerintah daerah harus memahami kondisi lingkungan yang ada, baru membuat strategi penanganannya. Selanjutnya, identifikasi program, tentukan fokus kegiatan, mengatasi pencemaran lingkungan, dan meningkatkan komitmen kepala daerah dan DPRD setempat.ant/ais

Wednesday, August 22, 2007

Rebana Iringi Demo Kayu

Tuesday, 31 July 2007 02:41:46

BANJARMASIN, BPOST - Sekitar 50 warga Alalak Banjarmasin menggelar unjukrasa di depan Kantor DPRD Kalsel. Mereka menuntut pembentukan tim penilai kayu bulat olahan.

Aksi yang digelar, Senin (30/7) siang, diwarnai pembacaan shalawat yang diikuti musik tarbang (rebana). Rebana yang dimainkan enam terdengar merdu. Terlebih diiringi lantuan shalawat yang dibaca bersama-sama sambil memukul rebana tarbang yang mereka pegang.

Meski pelataran kantor DPRD Kalsel kemarin cukup terik oleh sinar matahari, mereka tetap semangat melantunkan shalawat untuk mengiringi musik tarbang yang ditabuh bertalu-talu.

Selain menyanyi dan membaca shalawat, para pengunjuk rasa juga melakukan orasi sambil menenteng beberapa spanduk dengan berbagai tulisan. Di antaranya, "Capek dech jika saling menyalahkan".

Akhirnya, sebanyak 10 orang perwakilan demonstran diterima Wakil Ketua DPRD Kalsel, Mawah Maskur, Riswandi, Gubernur Kalsel Rudy Ariffin, Dir Reskrim Polda Kalsel Kombes Wahyu Adi dan perwakilan dari Dishut Kalsel Andi Lukito.

Dalam penuturannya, Gubernur sependapat dengan para demonstran membentuk tim penilai kayu bulat olahan untuk menyelesaikan permasalahan kayu yang limbah dan kayu kamparan yang menjadi pekerjaan sebagian warga Banjarmasin.

Sekaligus, imbuh dia, tim tersebut juga untuk mempercepat penilaian terhadap kerusakan kayu hingga mendapatkan surat keterangan sebagai kayu kamparan. Mengingat, jenis kayu tersebut hanya ada di Kalsel dan Kalteng.

"Intinya kami sepakat dengan hal itu. Hanya, jangan sampai menyalahi aturan yang berlaku, biar tim tersebut bisa berjalan dengan baik biar masalah perkayuan tidak terus menerus menjadi gejolak seperti ini," terangnya.

Setelah mendengar penjelasan dari Gubernur Rudy Ariffin, Dir Reskrim serta Dishut Kalsel yang difasilitasi pimpinan DPRD Kalsel, para demonstran langsung meninggalkan ruangan. Mereka kembali berbaur dengan peserta demonstran lain pulang menggunakan beberapa truk yang mengangkutnya. coi