Saturday, September 20, 2008

Hutan Dihabisi, Banjir Makin Menjadi-jadi

Sabtu, 20 September 2008 | 07:20 WIB

Dalam tiga tahun terakhir sejak 2006, Pulau Kalimantan boleh dikatakan luput dari bencana besar kebakaran hutan dan lahan serta dampak serbuan kabut asap. Itu bukan karena tidak ada kegiatan pembakaran hutan atau lahan, melainkan selama itu pulau tersebut beruntung karena tidak dilanda kekeringan panjang.

Namun, bagi yang berdiam di pulau yang kaya sumber daya alam ini bukan berarti bebas dari bencana. Pulau Kalimantan yang seharusnya sejak Juli 2008 memasuki kemarau, bahkan puncaknya September ini, justru terjadi sebaliknya.

Hujan terjadi hampir setiap hari. Tak heran bila sebagian wilayah di Kalimantan justru terjadi banjir beberapa kali karena perubahan iklim ini. Parahnya, banjir yang terjadi tidak hanya di satu lokasi, tetapi terjadi di beberapa daerah pada setiap provinsi dan cenderung terus meluas. Genangan banjir pun tidak hanya berlangsung lama, tetapi juga dalam dan sebagian berarus deras.

Kepala Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) Palangkaraya Hidayat mengungkapkan, iklim tahun ini di Kalimantan akan turun sepanjang tahun, termasuk pada bulan-bulan musim kemarau. Kondisi ini disebut kemarau basah.

Masalahnya, hujan lebat yang turun seperti bulan Agustus lalu dua kali lipat dari kondisi normal. ”Normalnya, pada bulan Agustus cuma 100-an milimeter per bulan. Sejauh ini malah sampai 200 milimeter,” katanya.

Karena kondisi itulah, Hidayat sebelumnya mengimbau agar daerah di sisi hilir juga mewaspadai banjir kiriman dari hulu. Peringatan itu ternyata benar-benar terbukti ketika selama dua minggu kemudian banjir kiriman dari hulu menerjang kecamatan-kecamatan hilir Sungai Katingan.

Berdasarkan data Dinas Kesejahteraan Sosial Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng), tercatat 19.814 keluarga di delapan kecamatan di Kabupaten Katingan terkena dampak banjir tersebut. Banjir juga menggenangi rumah milik 2.613 keluarga di empat kecamatan di Kabupaten Kotawaringin Timur.

Hampir bersamaan waktunya, banjir juga melanda Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel), Kalimantan Barat (Kalbar), dan Kalimantan Timur (Kaltim). Pada Agustus dan awal September ini, misalnya, tiga kabupaten penghasil pertambangan batu bara dan bijih besi di provinsi Kalsel, yakni Kabupaten Tanah Laut, Tanah Bumbu, dan Kota Baru, dilanda banjir besar. Banjir di sana tidak hanya merendam rumah penduduk, tetapi menewaskan empat warga yang terjebak banjir berarus deras.

Selain kerusakan jalan trans- Kalimantan pada ruas Banjarmasin-Batulicin semakin parah, Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Kalsel melaporkan sedikitnya lebih dari 1.000 hektar tanaman padi puso. Kerusakan tanaman padi seluas itu akibat banjir sejak Januari hingga September terjadi enam kali. Dari 13 kota/kabupaten, sebanyak 11 kabupaten hampir setiap tahun dilanda beberapa kali banjir. Tak heran bila Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana memasukkan Kalsel pada 11 provinsi di Indonesia yang rawan bencana.

Banjir tidak hanya menggenangi dataran rendah atau pinggiran sungai. Di Balikpapan, Kaltim, yang memiliki sebagian wilayah berbukit-bukit, misalnya, juga dilanda banjir. Banjir besar yang terjadi saat bersamaan dengan Penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional (PON) di Kaltim pada Juli lalu, misalnya, disertai longsor sehingga menewaskan dua anak akibat tertimpa reruntuhan rumah.

Di Kalbar, banjir terparah justru terjadi bulan September yang melanda tiga kabupaten, yakni Kapuas Hulu, Sintang, dan Melawi. Banjir yang paling parah, berdasarkan laporan, terjadi di Kabupaten Melawi karena merendam 10.000 rumah yang dihuni sekitar 50.000 warga. Sebagian dari mereka terisolasi selama sepekan akibat kepungan banjir.

Banjir di Kalimantan ternyata tidak hanya terjadi dalam beberapa bulan terakhir. Berdasarkan catatan Kompas, selama sembilan bulan dalam tahun 2008 hampir setiap bulan terjadi banjir. Hanya bulan Februari dan Mei yang tidak ada laporan banjir.

Kondisi ini membuktikan bahwa banjir di Kalimantan bukan sekadar besaran curah hujan lagi sebab kalau itu masalahnya, dari dulu orang di sini telah mengantisipasi dengan mendirikan rumah panggung. Yang terjadi justru ini adalah buah dari kerusakan alam semakin parah. Kondisi ini setidaknya diakui Gubernur Kalsel Rudy Ariffin saat rapat mitigasi bencana beberapa waktu lalu di Banjarmasin, Kalsel.

Kondisi kerusakan lingkungan yang paling masif adalah terus berlangsungnya pembabatan hutan. Pada Januari-Februari di Kalbar, misalnya, digemparkan dengan penangkapan 34.500 batang kayu log ilegal di Sungai Kapuas. Kayu-kayu itu diklaim hasil tebangan sekitar 800 warga Kabupaten Kapuas Hulu. Tangkapan kayu itu merupakan yang terbesar sekaligus melibatkan pelaku terbanyak dalam sejarah penangkapan pembalakan liar di Kalbar.

”Kami terpaksa menebang kayu di sekitar Sungai Kapuas untuk bertahan hidup setelah hampir sebulan pada Desember 2007 desa kami tergenang banjir hingga 4 meter. Gara-gara terendam banjir, ladang kami gagal panen, menoreh getah karet tidak bisa, mencari ikan juga sulit,” kata Jor (30), warga Kecamatan Embaloh, Kabupaten Kapuas Hulu, yang ditemui beberapa waktu lalu.

Pembabatan hutan secara ilegal tidak hanya dilakukan warga di Kabupaten Ketapang, Kalbar, tetapi juga melibatkan pejabat dinas kehutanan dan kepolisian setempat. Jaringan perdagangan pun tidak hanya untuk kebutuhan lokal, tetapi juga untuk penyelundupan kayu ke Malaysia.

Tebang pohon

Menebang pohon untuk bertahan hidup pada saat banjir sudah menjadi mekanisme bertahan hidup turun-temurun masyarakat yang bermukim di daerah aliran Sungai Kapuas. Semakin tinggi dan lama banjir itu merendam permukiman dan ladang penduduk, hampir dipastikan semakin banyak pula kayu yang ditebang.

Memanfaatkan banjir untuk memilirkan kayu-kayu itu tidak hanya dilakukan rakyat, tetapi juga perusahaan pemegang hak pengusahaan hutan (HPH). Cara ini ditempuh hampir di semua daerah aliran sungai (DAS) Kalimantan dan berlangsung puluhan tahun karena biayanya paling murah. Cara inilah yang dikenal banjir kap.

Semakin banyak kayu di DAS Kapuas yang ditebang, ini berarti semakin besar pula potensi banjir dengan frekuensi dan intensitas yang lebih banyak. Bencana banjir di Kalbar yang beberapa kali berlangsung dalam dua tahun terakhir ini setidaknya membuktikan hipotesis itu.

Dr Ir Gusti Zakaria Anshari MES, Ketua Pusat Penelitian Kehati dan Masyarakat Lahan Basah (PPKMLB) Universitas Tanjung Pura, Pontianak, sekaligus Ketua Forum DAS Kapuas, menilai, DAS Kapuas cukup mengkhawatirkan karena sumber daya hutan yang menjadi sumber tangkapan air juga sudah rusak. Pasalnya, selain pembabatan hutan, sekarang sebagian konversi lahan di DAS Kapuas menjadi perkebunan juga tidak direncanakan dan dilakukan dengan baik. Kondisi ini semakin parah dengan adanya penambangan emas tanpa izin (peti) di Sungai Kapuas.

”Sungai Kapuas sudah mengarah ke kondisi genting. Perlu penanganan serius agar jangan telanjur parah dan akan semakin sulit untuk mengobatinya,” kata Gusti.

Panjang Sungai Kapuas, kata Kepala Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Kapuas Suhartadi, sekitar 1.086 kilometer dan memiliki DAS 10,15 juta hektar. Sekitar 2,2 juta dari DAS itu termasuk kritis dan bahkan 607.253 hektar di antaranya dalam kondisi sangat kritis. DAS Kapuas yang tergolong agak kritis mencapai 4,24 juta hektar dan yang berpotensi kritis 2,89 juta hektar. ”Deforestasi, penambangan liar, serta perubahan fungsi lahan turut memengaruhi kekritisan DAS Kapuas,” kata Suhartadi.

Data Dinas Kehutanan Kalbar menunjukkan, dari total kawasan hutan di Kalbar yang mencapai 9,1 juta hektar, sekitar 2,1 juta hektar di antaranya tergolong lahan kritis. Di luar kawasan hutan, ada sekitar 3 juta hektar lahan yang kritis. Pada pertengahan tahun lalu, Masyarakat Perhutanan Indonesia Komda Kalbar sempat merilis, laju kerusakan hutan di Kalbar hampir 165.000 hektar per tahun atau 23 kali luas lapangan sepak bola per jam.

Jumlah kasus pembalakan liar di Kalbar yang turut mempercepat laju kerusakan hutan tergolong memprihatinkan. Dinas Kehutanan Kalbar mencatat, terdapat 406 kasus pembalakan liar di Kalbar dalam kurun waktu 2005-2007. Selain itu, kegiatan penambangan emas ilegal di pinggir-pinggir sungai di Kalbar juga cukup memprihatinkan. Data Dinas Pertambangan Kalbar tahun 2005 mencatat ada 1.480 peti yang melibatkan sekitar 10.093 penambang.

Keberadaan peti itu juga banyak memakai bahan kimia merkuri yang berpotensi mencemari sungai. Kerusakan lingkungan ini terus bertambah karena rehabilitasi lahan di Kalbar melalui program Gerakan Rehabilitasi Lahan dalam kurun waktu 2004-2006 sendiri baru 40.090 hektar.

DAS Kritis

Kondisi DAS yang sebagian kritis juga ada di 26 sungai besar lainnya di Kalbar. Tercatat dari 27 sungai di Kalbar yang memiliki DAS 14,86 juta hektar, sekitar 1,34 juta hektar pada kondisi sangat kritis, 2,1 juta hektar dalam kondisi kritis, 6,14 juta hektar dalam kondisi agak kritis, dan 3,73 juta hektar dalam kondisi potensial kritis.

”Jika kondisi ini tidak segera ditangani oleh berbagai pihak, bencana banjir yang lebih luas bisa menjadi ancaman serius bagi wilayah Kalbar,” kata Suhartadi.

Ironis lagi, di tengah parahnya kerusakan hutan Kalbar, ternyata masih ada sedikitnya 62 izin perkebunan kelapa sawit di Kalbar yang diterbitkan di kawasan hutan seluas 430.810 hektar. Jika persoalan tumpang tindih izin ini tidak ditangani serius, bukan mustahil banjir yang terjadi semakin meluas akibat konversi hutan tersebut.

Fakta kerusakan DAS yang paling parah juga terjadi di Kalsel. Meski daerah ini hanya tinggal satu HPH yang beroperasi, kerusakan hutan terus berlangsung akibat pembukaan lahan untuk pertambangan batu bara dan bijih besi berlangsung besar-besaran sejak tahun 80-an. Tak heran bila kawasan Pegunungan Meratus yang menjadi daerah sumber aliran utama sungai-sungai di Kalsel dipenuhi lubang-lubang tambang yang menganga. Ironisnya, sebagian besar yang sudah tidak ditambang lagi ditinggalkan tanpa reklamasi.

Semestinya, kata Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) Kalsel Rakhmadi Kurdi, DAS yang baik itu minimal 30 persen berupa hutan utuh pada satu wilayah kabupaten.

Akan tetapi, fakta di Kalsel, hutan gundul sangat luas, lubang bekas tambang yang tidak direklamasi juga terus bertambah. Dampaknya, erosi pun semakin besar, sungai-sungai akhirnya mendangkal dan bisa dipastikan ketika banjir air meluap ke mana-mana bahkan berarus deras. ”Untuk mengatasi ini, kuncinya tidak hanya menghentikan pembabatan kayu dan pengendalian pembukaan tambang, yang lebih penting bagaimana semua pihak serius mengembalikan daerah-daerah yang mengalami kerusakan tersebut, termasuk lahan kritis menjadi hijau kembali. Jika tidak, bencana banjir semakin menjadi-jadi,” katanya.

Budi, warga Katingan, Kalteng, menambahkan, pihaknya meminta kepada pemerintah lokal agar dalam melakukan reboisasi hutan yang gundul di pedalaman melibatkan masyarakat. ”Jangan mereka diam saja dan hanya bisa mendirikan pos kesehatan dan kasih sedikit bantuan saat banjir tiba,” ujarnya.

Friday, September 19, 2008

Penadah Kayu Ilegal Di HST Diproses Pemasoknya Tak Tersentuh Hukum

Jumat, 19 September 2008 02:38 redaksi

BANJARMASIN - Sejumlah warga di Hulu Sungai Tengah (HST) menilai, kurang adil jika dalam kasus kayu ilegal di gudang milik PT Dharma Kalimantan Jaya (DKJ), hanya Manajer PT DKJ, yakni Sen saja yang jadi tersangka. Pasalnya, jika ada penadah, pasti ada penjual.

Informasi terhimpun, penetapan hanya seorang tersangka saja dalam kasus tersebut baik oleh Polres HST maupun Dit Reskrim Polda Kalsel mengundang tanda tanya di sejumlah warga HST.

Saat ini, pendistribusian kayu meranti ilegal yang diduga dibabat dari kawasan Pegunungan Meratus kembali marak, karena pemasok kayu ternyata belum tersentuh aparat hukum.

"Yang ditangkap dan dijadikan tersangka oleh polisi hanyalah salah satu penadahnya. Sementara yang memasok kayu meranti belum tersentuh aparat," ujar tokoh pemuda, Bahrudin alias Udin Palui, Kamis (18/9).

Ia berharap agar polisi juga menetapkan pemasok sebagai tersangka, karena diduga menjadi pemasok kayu ilegal, termasuk kepada tersangka Sen.

Dari laporan, selain nama warga pemasok yang kerap muncul dalam perbincangan masyarakat terkait kayu ilegal itu, nama seorang oknum polisi juga ada.

Kapolres HST AKBP Yoga Pranata yang dikonfirmasi mengenai masalah tersebut, enggan berkomentar dengan alasan kasus tersebut sudah ditangani Polda Kalsel.

Sementara itu, Kanit Illegal Logging AKP Suharso mengatakan, pihaknya sudah menyerahkan Sen ke JPU di Kejari Barabai untuk segera disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Barabai. Saat ini, Sen menjadi tahanan JPU dan berada di Lapas Barabai.

Disinggung kenapa polisi hanya menetapkan satu tersangka dalam kasus kayu ilegal, AKP Suharso berkilah dari jaksa tak ada petunjuk untuk tersangka lainnya. "Jadi, tersangka hanya Sen saja," tukasnya.

Mengenai nama pemasok yang disinyalir sejumlah warga sebagai pemasok kayu ilegal, Suharso rupanya mengakuinya. "Memang ada sinyalemen itu. Namun, dia itu tokoh masyarakat, sehingga kalau dijadikan tersangka, akan membawa dampak sosial," jelasnya.

Menurutnya, pihaknya bisa saja bersikap tegas, asalkan tindakan mereka didukung oleh LSM dan segenap masyarakat. "Kita bisa saja bertindak tegas, asalkan mendapat dukungan pula dari LSM," paparnya.adi/mb05

Hutan Lindung Pun Dibuatkan Sporadik

Jumat, 19 September 2008 02:22 redaksi

Surat kaleng tanpa menyebutkan identitas pengirim yang diterima Kejari Banjarbaru sehingga membuat aparatur penegak hukum di kota Idaman ini langsung menindaklanjuti ternyata banyak mengungkap dugaan penyimpangan dan menyalahgunaan wewenang oleh Lurah Landasan Ulin Utara, H Sy.

Buktinya, dugaan penjualan raskin yang semestinya dijual kepada warga kurang mampu di wilayah kelurahan setempat, ternyata penanganannya diduga diserahkan kepada satu oknum pegawai. Padahal seharusnya, penjualan raskin kepada mereka yang berhak ditangani oleh seksi yang membidangi.

Selain itu, adanya pungutan liar (pungli) atas pembuatan sporadik yang dikenakan kepada warga apabila ingin memiliki bukti surat kepemilikan tanah juga terbuka peluangnya dilakukan oleh oknum pegawai setempat karena lemahnya pengawasan pucuk pimpinan kelurahan.

Ironisnya lagi, pembuatan sporadik yang lembarannya diterbitkan lurah setempat terkesan asal ulah (bikin, red) tanpa pengecekan ke lapangan. Pasalnya, lokasi yang diminta warga untuk dibuatkan surat kepemilikan tanah ternyata berada dalam kawasan hutan lindung yang ada di wilayah setempat.

"Iya, dalam surat kaleng disebutkan sporadik yang dibuat ternyata lokasi tanahnya masuk dalam kawasan hutan lindung tepatnya di wilayah RT 10 RW 3," ujar Kasi pidsus Kejari Banjarbaru, Hendri Siswanto SH MH.

Hendri sendiri mengaku tidak habis pikir mengapa sampai kawasan hutan lindung yang notabene harus dilindungi kelestariannya ternyata dibuatkan surat kepemilikan tanah yang otomatis dikuasai masyarakat. Oleh karenanya, Hendri menegaskan kasus ini akan diusut tuntas.

"Begitu puldata dan pulbaket selesai dilakukan selanjutnya akan dilaporkan ke Kejati Kalsel untuk meminta petunjuk lebih lanjut. Jika sudah mendapat petunjuk maka prosesnya dijalankan sesuai prosedur berlaku," jelasnya.

Informasi lain yang diperoleh Mata Banua, kasus ini sebenarnya pernah dilaporkan ke polisi dan ditangani penyidik Polresta Banjarbaru. Sejumlah saksi sempat dipanggil dan dimintai keterangan namun entah mengapa kasusnya tenggelam begitu saja tanpa ada tindak lanjut hingga dilaporkan ke Kejari. yoi

Protes Pemalongan Masuk Kawasan Hutan

Jumat, 19-09-2008 | 00:35:20

PELAIHARI, BPOST - Masuknya perkampungan mereka dalam area kawasan hutan membuat warga Desa Pemalongan Kecamatan Pelaihari geram. Mereka menuntut perkampungan mereka dikeluarkan dari kawasan hutan tersebut.

Sekdes Pemalongan Suranianto mempertanyakan SK Menhutbun nomor 453 tahun 1999 yang menetapkan perkampungannya ke dalam area kawasan hutan. “Kok bisa sebuah desa, termasuk lokasi permukiman warga, dimasukkan dalam kawasan hutan. Ini jelas ada yang tidak beres,” ucapnya, Rabu (17/9).
Dia menengarai saat proses pengukuran tata batas beberapa tahun silam, petugas teknis tidak turun langsung ke lokasi. Pasalnya tidak mungkin area yang faktualnya perkampungan penduduk dimasukkan ke dalam kawasan.
Apalagi fakta yuridis formal, perkampungan ini jauh lebih dulu ada sebelum ada  SK  tersebut. “Transmigrasi Pemalongan sejak  1989-1990, sedangkan  SK 453 itu disahkan 1999,” sebut Suranianto.
Karena itu pihaknya berharap pemerintah pusat segera membebaskan perkampungan merekadari area kawasan hutan. “Kami mengharapkan bupati dan gubernur membantu menyelesaikan masalah ini,” tandas Kades Pemalongan Sugianoor.
Selain itu, pihaknya juga mengharapkan lahan eks plasma tebu yang kini berpindah tangan atau menjadi Hak Guna Usaha (HGU) PT Gawi Makmur Kalimantan juga dilepaskan.
Kades mengatakan, yang masuk kawasan hutan adalah  lahan eks plasma tebu itu dengan luas  sekitar 300 hektare. “Selebihnya berada di luar kawasan,” jelasnya. (roy)

Thursday, September 18, 2008

Kapolres Tabalong Dipraperadilkan

Kamis, 18 September 2008
TANJUNG,- Tak terima atas penahanan yang dilakukan Polres Tabalong karena kayu yang dibawa dinyatakan ilegal, Kapolres Tabalong AKBP Taufik Supriyadi menghadapi tuntutan praperadilan oleh dua tersangka, yaitu Bahrani (43) warga Kelurahan Jangkung RT 7 Kecamatan Tanjung dan Supardi yang beralamat Jl Asem Jajar Gg VI RT 3 Kecamatan Bubutan, Surabaya.

Sidang perdana praperadilan Kapolres Tabalong AKBP Taufik Surpiyadi sebagai termohon dan Bahrani bersama Supardi selaku pemohon, dilaksanakan kemarin siang sekira pukul 10.0 Wita di PN Tanjung. Kapolres Tabalong AKBP Taufik Supriyadi diwakili Kasat Reskrim AKP Sarjono, sedangkan pemohon menyerahkan kepada kuasa Fuad Syakir SH.

Agenda sidang yang digelar kemarin hanya pembacaan pemohon praperadilan. Sidang berikunya akan digelar hari ini, yang materinya direncanakan jawaban termohon atas praperadilan pemohon, tanggapan balik pemohon atas jawaban termohon, pemeriksaan barang bukti dan keterangan saksi-saksi.

Menurut Fuad Syakir, sah atau tidaknya surat menyurat yang dibawa kliennya harus melalui pembuktian dengan menghadirkan saksi ahli. “Mereka (termohon) harus bertanggung jawab menyatakan sah atau tidaknya dokumen,” tegas Fuad Syakir ditemui di ruang tunggu PN Tanjung.

Praperadilan Kapolres Tabalong AKBP Taufik Supriyadi bermula dengan ditahannya dua truk bersama muatan kayu dan kedua sopirnya. Truk PS dengan nopol KT 8751 BN disopiri Bahrani yang bermuatan 220 keping kayu sebanyak 7,77 meter kubik dan truk Fuso nopol DA 2906 K disopiri Supardi, yang memuat 412 keping kayu berukuran 20.18 meter kubik. Lokasi penangkapan di jalan kawasan komplek Majelis Taklim KH Asmuni (Guru Danau) di Desa Mabuun Kecamatan Murung Pudak, Minggu (7/9). (day)

Tuesday, September 16, 2008

Baramarta Garap Hutan Lindung

Senin, 15 September 2008 22:22 redaksi

MARTAPURA - PD Baramarta kabarnya diam-diam menggarap lahan hutan lindung. Kabar itu tentunya membuat gerah beberapa instansi terkait.

Kepala Dinas Pertambangan dan Energi ( Kadistamben) Kabupaten Banjar Drs Supian AH MM menyatakan, pihaknya selaku instansi yang mengurusi masalah pertambangan dan energi di Kabupaten Banjar secara khusus untuk masalah aktifitas PD Baramarta tidak mengetahui secara rinci.

Karena, menurut Supian AH, PD Baramarta menggunakan dasar kerja PK2B yang berarti masalah pertanggungjawaban dan laporan langsung ke pusat (Deptamben). Begitu juga masalah pengawasan semuanya wewenang Deptamben.

"Kami tidak mempunyai wewenang untuk melakukan pengawasan kerja, karena mereka (PD Baramarta) berdasar PK2B yang berarti pengawasannya langsung dari pusat," cetusnya.

Supian AH juga menyatakan kebingungannya kalau permasalahan PD Baramarta menggarap sebagian hutan lindung itu benar. Maka berarti ada yang salah. Karena menurut Supian AH, izin prinsip bukan merupakan izin eksploitasi.

"Jadi kalau hanya mengantongi izin prinsip, itu tidak boleh melakukan eksploitasi, apalagi itu hutan lindung," terangnya.

Ia juga mengungkapkan keheranannya kalau memang berlangsung sudah lama kenapa pihak Deptamben tidak mengetetahuinya, padahal yang mempunyai wewenang dan akses atas pengawasan adalah Deptamben.

Sedangkan Bupati Banjar HG Khairul Saleh ketika dikonfirmasi beberapa waktu lalu menyatakan bahwa pihaknya tidak akan segan untuk menindak apabila perusahaan tersebut terbukti bersalah.

Memang menurutnya ada peraturan pemerintah yang memperkenankan lahan dipinjam pakai namun disisi lain ada juga peraturan pemerintah pusat yang melarang penggunaan lahan tersebut."Namun dalam hal ini kita menggunakan peraturan yang melarang hal tersebut," tegasnya.

Sedangkan dari data yang didapat di lapangan, lahan hutan lindung yang digarap PD Baramarta melalui sub kontraktornya berada di lokasi blok 3 wilayah PK2B di daerah Kecamatan Sungai Pinang, Kabupaten Banjar.

Apabila hal ini terbukti secara jelas, maka perusahaan plat merah itu akan terkena pelanggaran hukum UU nomor 41 tahun 1999, dengan sanksi pidana 10 tahun dan denda Rp5 miliar.ina/elo

Ojek Kayu Bawa 27 Batang Ulin

Selasa, 16 September 2008

RANTAU – Akhir pekan kemarin, jajaran Polsek Bakarangan berhasil mengamankan seorang ojek kayu di Desa Parigi. Pelaku yang diketahui bernama Muchtar Saparudi alias Iru (29), warga Desa Parigi Kacil RT 2 Kecamatan Bakarangan, diamankan petugas bersama barang bukti 27 batang kayu ulin dan sebuah sepeda motor.

Sabtu (14/9) akhir pekan kemarin, petugas mencurigai Muchtar yang sedang naik sepeda motor Revo dengan membawa kayu ulin menuju Desa Parigi di RT 1. Saat ditanyai petugas surat-menyurat kayu tersebut, Muchtar tak bisa menunjukkan kepada petugas. Tanpa membuang waktu petugas langsung mengamankan Muchtar bersama barang bukti ke Mapolsek Bakarangan saat itu juga.

Hal itu dibenarkan Kapolsek Bakarangan Ipda Mansyah saat dikonfirmasi Koran ini kemarin siang. “Memang benar kami telah mengamankan seorang ojek kayu di Desa Parigi, Kecamatan Bakarangan, akhir pekan kemarin. Saat diamankan pelaku tertangkap tangan tengah mengangkut, menguasai, dan memiliki hasil hutan tanpa dokumen yang sah terhadap kayu ulin tersebut. Pelaku pun langsung diamankan di Mapolsek Bakarangan,” ujar Mansyah.

Menurut Mansyah, selain sebuah motor Revo milik pelaku, diamankan juga barang bukti berupa kayu ulin sebanyak 27 batang, 24 batang kayu berukuran 5 cm x 10 cm panjang 2 meter dan 3 batang kayu berukuran 5 cm x 10 cm dengan panjang 4 meter. “Pelaku masih menjalani pemeriksaan intensif soal asal muasal kayu tersebut. Kami ingin mengimbau kepada masyarakat, siapapun orangnya, bila kedapatan membawa kayu, terutama jenis kayu ulin atau sejenisnya tanpa dokumen yang sah, bakal berurusan dengan pihak kepolisian,” kata Mansyah.  (nti)

Dishutbun Saksi Gundulnya Hutan Meratus

Selasa, 16-09-2008 | 09:15:13

BATULICIN, BPOST - Polisi meminta Dinas Kehutanan dan Perkebunan Tanbu sebagai saksi untuk mendalami penyidikan terkait dugaan perkara perambahan dan penebangan pohon besi dan meranti di kawasan hutan lindung  Meratus di Dusun Dadap desa Tamunih Kecamatan Kusan Hulu Kabupaten Tanah Bumbu Propinsi Kalimantan Selatan.

Unit Logging Satreskrim Polres Tanah Bumbu, telah menyurati Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Tanah Bumbu untuk  menghadirkan stapnya dimintai keterangannya sebagai saksi ahli. 

Dasar permintaan saksi ahli itu, karena laporan polisi no pol : LP/K-261/VIII/2008/Ka SPK tertanggal 26 Agustus 2008. Bocoran yang diterima sejumlah wartawan, dugaan perambahan dan penebangan liar itu melanggar pasal 50 ayat (3) huruf b, e, k Jo pasal 78 ayat (2), (5) dan (10)  Undang-Undang RI No 41 tahun 1999 tentang Kehutanan.

Sayangnya, Kapolres Tanbu AKBP Drs Hersom Bagus Pribadi melalui Kasatreskrimnya AKP Andi Adnan SH, SIK yang berjanji akan mengeluarkan siaran resminya tak kunjung ada. Padahal sempat berjanji sewaktu meluncur ke tempat kejadian beberapa waktu lalu.

Berbeda dengan Kapolres Banjar AKBP Iswahyudi yang dikonfirmasi di Masjid Mapolda Kalsel, mengatakan kayu itu memang ditebak tapi menurutnya kecil. Pihak Polres Banjar selama tak ada pinjam pakai kawasan hutan lindung akan menindak tegas pengusaha yang membabat hutan meski dalih pertambangan biji besi sekalipun.

Saturday, September 13, 2008

Bupati Kotabaru Siap Bersaksi

Sabtu, 13 September 2008 12:27 redaksi

KOTABARU - Bupati Kotabaru H.Sjachrani Mataja menyatakan siap memberikan keterangan kepada Kepolisian Daerah (Polda) Kalimantan Selatan terkait persoalan lahan pengolahan minyak goreng milik PT SMART Tbk yang diduga masuk dalam kawasan hutan cagar alam.

"Memang kami mendengar informasi, bahwa surat ijin pembangunan pabrik minyak goreng PT Smart di wilayah Tarjun Kelumpang Hilir itu melibatkan saya, dan saya siap memberikan keterangan jika diperlukan," ucapnya di Kotabatu Jum`at.

Menurut bupati, pihaknya telah menempuh prosedur yang benar dalam mengeluarkan izin pembangunan pabrik minyak goreng. Terlebih dengan pembangunan pabrik tersebut akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kotabaru.

Sebelumnya Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kotabaru, Hasbi M.Thawab mengatakan pihaknya sedang meminta dispensasi kepada Menteri Kehutanan MS.Kaban agar perusahaan itu diberi kesempatan membangun pabrik minyak goreng di lokasi yang direncanakan.

"Kita kan telah melakukan perubahan tata ruang wilayah, seperti dijelaskan pada Perda Nomor 03 tahun 2002 tentang Revisi Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kotabaru, bahwa lokasi pabrik itu berada dalam Kawasan Budidaya Tanaman Perkebunan dan Kawasan Industri," kata Hasbi.

Lagi pula, kondisi lokasi rencana pabrik minyak goreng yang berjarak beberapa kilometer dari pabrik semen PT Indocement Tunggal Prakarsa (ITP) Tarjun, itu saat ini berupa semak belukar, alang-alang dan hanya sebagian kecil bervegetasi mangrove.

Agar pembangunan pabrik itu tetap sesuai rencana, Bupati Kotabaru melalui surat Nomor 522/1282/Hutbun, meminta dispensasi penggunaan kawasan hutan untuk lokasi pabrik dari Mentri Kehutanan. Bahkan pemerintah daerah telah melayangkan dua kali permintaan surat dispensasi tersebut. Namun waktu itu menteri minta ekspos langsung bupati yang menyampaikan.

"Padahal kami dan bupati telah siap menyampaikan ekspos di hadapan menteri, namun hingga saat ini belum diberi kesempatan untuk ekspos," kata Hasbi menjelaskan.

Dan langkah bupati tidak salah, karena menyangkut investasi di daerah, serta multiflaye effeknya itu terhadap kesejahteraan masyarakat Kotabaru, demikian Hasbi. ant/mb05

Friday, September 12, 2008

Bambang Hendarso Ditakuti Pelaku "Illegal Logging

Jumat, 12 September 2008 | 08:30 WIB

PRINSIP mengutamakan kualitas dibandingkan dengan kuantitas saat masih bertugas sebagai Kapolda Kalsel tahun 2005 rupanya benar-benar diterapkan Komjen (Pol) Bambang Hendarso Danuri MM yang sekarang menjabat Kepala Bagian Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri.
Walaupun cukup singkat menjabat sebagai Kapolda Kalsel, yakni sekitar empat bulan (sejak dilantik 9 Agustus 2005), nama Komjen Drs Bambang Hendarso cukup populer di berbagai kalangan.
Gebrakannya setelah menggantikan Brigjen Drs Sudibyo cukup "menakutkan" bagi pelaku illegal mining dan illegal logging.
Catatan Banjarmasin Post saat serah terima jabatan di Polda Kalsel Rabu (10/8), Bambang yang dikenal familier dengan wartawan ini langsung berkomitmen akan memberantas penambangan liar dan penebangan liar.
"Kita akan meneruskan kebijakan pimpinan terdahulu, termasuk melakukan pemberantasan illegal mining, illegal logging, premanisme, serta penyakit masyarakat lainnya,” katanya.
Dalam waktu seminggu para Kapolres di-deadline untuk pemberantasan illegal mining, illegal logging, judi, dan penyakit masyarakat di daerahnya masing-masing.
Komitmen Bambang bukan isapan jempol belaka. Tak sampai satu bulan menjabat, Budi Londo (BL) yang disebut-sebut sebagai pengusaha kayu dan tak pernah tersentuh aparat pun langsung ditahannya.
Penahanan BL tampaknya bukan yang terakhir. Dari hasil pemeriksaan, penyidik juga melakukan penahanan terhadap H Supian HK yang merupakan seorang pengusaha di Kabupaten Hulu Sungai Utara. Sama seperti BL, HS pun meski mendekam di sel Mapolda Kalsel terkait kasus dokumen SKSHH.
Setelah pelaku illegal logging, giliran para penambang batu bara liar yang dibabat. Dengan strategi "pemotongan" suplai BBM ke penambang dan operasi pemberantasan peti secara kontinu, banyak penambang liar ditahan dan juga gulung tikar.
Masalah tumpang tindih Kuasa Pertambangan (KP) pun diusut. Mantan Kadis Pertambangan Tanbu Ir MA juga merasakan dinginnya sel meski akhirnya dibantarkan penyidik karena masa penahanan akan habis.
Tak hanya itu, para bupati yang turut menerbitkan KP dan terlibat kasus lainnya pun ditelisiknya. Tercatat, Bupati Tanah Laut sempat ditetapkan sebagai tersangka, tetapi pada 2008 kasusnya dikeluarkan SP3.
Bambang dinilai concern terhadap masalah pemberantasan korupsi. Pada era kepemimpinannya Ketua DPRD HST Abdul Majid sempat ditahan dan ditetapkan sebagai tersangka.
Selain gebrakan masalah hukum, persoalan pelayanan kepada masyarakat pun diperhatikannya. Jenderal kelahiran 10 Oktober 1952 ini pernah menegur Kasat Lantas Poltabes karena masalah adanya biaya SIM yang dikeluhkan oleh masyarakat.
Bambang juga membuat langkah berani. Bisnis Pusat Koperasi Polisi (Puskopol) di bidang batu bara ia hentikan dan distop pada 15 November lalu. Padahal, bisnis itu sangat menguntungkan polisi.
“Kita tak mau nantinya ada persepsi masyarakat bahwa tindakan-tindakan penertiban penambangan liar yang dilakukan polisi memberi peluang kepada Puspokol untuk bekerja,” kata Bambang waktu itu.
Bambang Hendarso berharap setiap jajarannya bertugas dengan baik dan sesuai prosedur yang ada. Dengan tegas Bambang mewanti-wanti anggota agar jangan pernah setor kepada pimpinan mereka.
“Tak ada setor-setoran kepada pimpinan. Kalau mau setor ke saya setorlah kerja bagus. Itu akan saya pertimbangkan untuk ke depannya,” papar Bambang dengan tegas. (irfani rahman)

Kasus YS Dilimpahkan ke Pengadilan

Jumat, 12 September 2008

KOTABARU,- Tersangka kasus korupsi YS yang tidak menyetorkan uang izin pemanfaatan kayu rakyat (IPKR) lebih dari Rp200 juta, berkasnya sudah dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Kotabaru oleh Kejaksaan Negeri Kotabaru Rabu (10/9) kemarin.

“Sekarang ini kasus YS sudah dilimpahkan ke Pengadilan Negeri, secepatnya kasus ini akan disidangkan," ujar Ketua Kejaksaan Negeri Kotabaru Eduard Sianturi.

Hanya saja, lanjutnya dalam kasus ini untuk sementara masih belum ada tambahan tersangka baru, karena terbatasnya bukti-bukti. Diakui kasus tidak disetorkannya uang IPKR ke kas negara oleh tersangka YS (32) pegawai negeri sipil di dinas Kehuatan dan Perkebunan, pemeriksaan sebelumnya memang ada mengarah ke tersangka lain.

Namun, menurut Eduard untuk menyatakan ada tersangka lain dalam kasus yang menyebabkan kerugian negara ratusan juta tersebut harus diperlukan pengumpulan data dan bukti-bukti yang kuat.

“Paling tidak harus mengumpulkan data-data serta pengumpulan data dan keterangan (pulbaket) dan keterangan dari saksi-saksi,” katanya.

Sementara dalam kasus ini tersangka di dakwa melanggar pasal 3 undang-undang no 31 Tahun 1999, sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 20 tahun 2001. Jaksa penutut umum (JPU) dalam persidangan nantinya adalah Niko SH dan Eko Daniarto SH.

Terpisah, Kajari menambahkan, seperti kasus dugaan korupsi dana IPKR yang juga dilakukan Ms oknum Dishutbun, pihak kejaksaan mengaku belum bisa memeriksa yang bersangkutan. Pasalnya, masih belum bisa meminta keterangan dari saksi-saksi.

“Untuk kasus ini kita memintai keterangan dari ET, tapi kita belum tahu di mana ET sekarang ini berada,” jelas Kajari. Informasinya, kasus korupsi menjadikan Ys sebagai tersangka, sebelumnya penyelidikan dilakukan pihak Kejaksaan tersangka tidak mengaku, namun sampai pada tahap pada proses penyidikan barulah Ys mengaku jika dirinya tidak menyetorkan dana IPKR sebesar Rp200 juta itu ke kas negara.

“Kasus tidak disetorkannya uang IPKR itu dari tahun 2005, meski uang sudah dikembalikan tersangka tetap dikenakan pidana,” kata Eko Daniarto salah satu jaksa yang menangani kasus Ys. (ins)

Wednesday, September 10, 2008

Ratusan Keping Kayu Disita

Selasa, 09-09-2008 | 00:44:20

TANJUNG, BPOST - Aktivitas pembalakan liar di Banua hingga kini masih berlangsung. Minggu (7/9), Satuan Reskrim Polres Tabalong menyita ratusan keping kayu olahan yang diduga ilegal di daerah setempat.

Penyitaan itu dilakukan berawal ketika polisi setempat berhasil mencegat dua truk dengan muatan kayu melintas di sekitar Jalan Trans Kalimantan, di daerah Gunung Batu dan Simpang Guru Danau atau Bypass, Tanjung, sekitar pukul 05.30 Wita.
Kapolres Tabalong AKBP Taufik Supriyadi melalui Wakapolres Kompol Sri Winugroho mengatakan penyitaan itu setelah mendapat informasi masyarakat tentang adanya penyelundupan kayu secara ilegal dari Tabalong ke Malang, Jawa Timur.
Informasinya Minggu pagi akan ada pengiriman kayu dalam jumlah besar dari Kecamatan Muara Uya. Kasat Reskrim AKP Sarjono, Kanit Buser Bripka Arifin MA bersama beberapa anggota langsung melakukan pengintaian di sekitar lokasi kejadian.
Hasilnya, truk PS warna kuning dengan nopol KT 8751 BN berhasil dicegat di daerah Gunung Batu. Truk itu mengangkut 220 keping kayu dengan ukuran 6x20 meter, 7x20 meter, 10x20 meter, 15x16 meter, 6x12 meter, 8x12 meter, 5x10 meter dan 4x12 meter atau sekitar tujuh meter kubik yang diduga illegal.
Tak berapa lama kemudian, anggota juga mencegat truk fuso dengan nopol DA 2906 K di jalan Bypass karena memuat sebanyak 412 keping kayu berukuran 8X20 meter, 10X20 meter dan 6X20 meter atau sekitar 20 meter kubik yang diduga ilegal.
“Berdasar keterangan petugas dinas kehutanan, kayu-kayu itu disita karena asal usulnya tidak jelas. Izin kayu bulat tidak sah, izin bansaw alamatnya di Tanjung. Tapi bansaw-nya di Muara Uya,” kata Sarjono didampingi Kanit Buser, Bripka Arifin MA.
Untuk memudahkan proses pemeriksaan, polisi selain menyita kedua truk plus muatan kayu tersebut, juga menahan kedua sopir truk itu, yakni Bahrani (43) warga Desa Jangkung RT07, Tanjung, Tabalong dan Supardi (53) warga Jalan Asem Jajar RT02, Bubutan, Jawa Timur. (mdn)

Tuesday, September 09, 2008

Ojek Angkutan Tampung Pengangguran

Senin, 8 September 2008
PELAIHARI – Meski sempat terjadi kontroversi terkait keberadaan Ojek Angkutan atau yang biasa dikenal Ojek Kayu pembawa limbah kayu ulin. Namun secara ekonomis, keberadaannya memberi dampak yang tidak sedikit bagi warga.

Ketua Komunitas Ojek Angkutan Tala Syairaji mengungkapkan, pekerjaan ojek angkutan telah berhasil menampung ratusan warga, yang dulunya sempat menganggur.

“Alhamdulillah sekarang mereka bisa bekerja,” tutur Syairaji, Rabu (3/9).

Saat ini anggota Komunitas Ojek Kayu lanjut Syairaji mencapai 288 orang. Mereka tersebar di Bati-Bati, Tambang Ulang dan lainnya. Jumlah ini berkembang pesat, usai dirinya mengawali pengangkutan kayu beberapa tahun yang lalu.

“Awalnya saya sendirian mengangkut, sempat dicemooh teman- teman, ternyata orang yang mencemooh saya itu, sekarang sangat giat ngojek,” tuturnya Syairaji diiringi senyum simpul.

Pekerjaan yang terbilang sangat beresiko ini, rupanya sangat diminati warga. Lantaran uang yang dihasilkan cukup lumayan. Apalagi menurut hitungan warga, angka Rp100 ribu, yang diperoleh dalam sekali angkut, cukup menggiurkan.

“Meskipun pekerjaan ini sangat melelahkan. Jika mengangkut kayu dari Salaman ke Bati-Bati, paling tidak harus singgah sampai 15 kali, untuk istirahat. Agar tangan tidak keram, karena beban yang berat, membuat setir pun terasa berat,” ujar Syairaji yang juga dikenal sebagai tokoh pemuda Bati-Bati ini.

Rute perjalanan para pengojek ini umumnya berasal dari tempat pengambilan limbah kayu, menuju Bati-Bati. Di desa inilah, mereka dapat menjual kayu yang dibawa.

Seiring penertiban yang dilakukan jajaran kepolisian, aktivitas komunitas ini pun tidak dapat leluasa. Lantaran tidak semua wilayah yang dapat diambil limbah kayu ulinnya. Hanya 3 desa yang masih dapat diakses dengan luasan sekitar 60 hektar.

“Yakni Damit 22 Ha, Salaman 22 Ha dan Kintapura 15 hektar. Itupun perlu ditegaskan lagi dari tim gabungan, baik kehutanan, perkebunan pertanahahan dan lain-lain,” tambah Syairani.

Untuk mengantisipasi berkurangnya stok limbah kayu ulin, wacana untuk mengganti jenis angkutan pun muncul. Seperti mengangkut biji besi, yang saat ini masih menggunakan truk-truk.

Jika ini dapat dilakukan, maka keberadaan komunitas angkutan ini mungkin tetap dapat eksis. Meskipun ke depan perlu payung hukum yang jelas, untuk menaunginya. Karena sepeda motor masih belum diperuntukkan untuk angkutan barang. (mr-90)

Friday, September 05, 2008

Al Amin Sempat ke Kalsel

Jumat, 05-09-2008 | 00:45:15

• Memonitor Izin Pinjam Pakai Hutan

MARTAPURA, BPOST - Al Amin Nasution, terdakwa kasus suap alih fungsi hutan lindung di Bintan ternyata pernah ke Kalsel dengan maksud yang sama dengan kasus yang sudah memenjarakannya.

Suami pedangdut Kristina yang saat ini sedang menjalani proses sidang perceraian itu mendatangi dua kabupaten dengan tujuan melihat alih fungsi hutan untuk pertambangan.
Sumber BPost di Dephut yang enggan disebutkan namanya mengatakan Al Amin datang ke Kalsel sebelum akhirnya diciduk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Hotel Ritz Carlton, Jakarta Selatan, Rabu (9/4). Saat itu, Amin bersama anggota Komisi IV DPR RI yang membidangi kehutanan.
Saat baru pulang dari Kalsel itu lah Al Amin tertangkap tangan dengan dugaan terlibat kasus penyuapan. Anggota DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan itu menjadi tersangka kasus dugaan suap alih fungsi hutan di Bintan itu.
Kabar tersebut santer beredar di instansi kehutanan. Pasalnya, kedatangan Al Amin juga dikawal sejumlah petinggi Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalsel.
Tidak hanya yang terkait dengan kehutanan, juga tata ruang serta pertambangan. Al Amin terbang ke Kotabaru dan Tanah Bumbu. Tujuannya tak lain untuk memonitor kondisi kehutanan yang kabarnya saat ini sudah dikapling untuk areal pertambangan.
Kadishut Kalsel, Suhardi Atmadireja saat dikonfirmasi mengatakan dirinya memang mengetahui keberangkatan Komisi IV termasuk Al Amin.
“Tapi saat itu saya tidak ikut. Memang benar setelah Komisi IV termasuk Al Amin itu ada terbang ke Kalsel dan tidak lama setelahnya baru ada berita penangkapan Al Amin itu,” kata Suhardi.
Informasi yang diperoleh BPost, kepergian Komisi IV tersebut menuju Kotabaru dan Tanah Bumbu. Tentang hal ini, Suhardi juga tak menampiknya. Namun dia menampik jika dikatakan, keperluan Al Amin untu izin pinjam pakai kawasan hutan lindung.
Dia juga mengaku tidak mengetahui ke mana tepatnya kepergian Komisi IV dan Al Amin. “Tapi kalau tidak salah tentang tata ruang,” imbuhnya.
Seperti diketahui, Al Amin Nur Nasution didakwa menerima suap dan melakukan pemerasan dalam proyek pengadaan alat kehutanan. Dia dijerat sejumlah pasal pidana dan terancam dikenai hukuman paling berat seumur hidup. (niz)

Thursday, September 04, 2008

Kawasan Perbatasan Ternyata Hutan Lindung

Kamis, 4 September 2008
Martapura,- Kawasan yang diklaim Kabupaten Tanah Bumbu dari wilayah Kabupaten Banjar, ternyata hutan lindung. Ini sedikit aneh, mengingat belakangan di kawasan tersebut terdapat papan nama dari dua perusahaan yang akan melakukan aktivitas penambangan batu besi.

Tepatnya, satu papan nama perusahaan berada di Dusun Dadap dan satunya lagi berada di kawasan Sungai Temunih Dusun Dadap Kecamatan Sungai Pinang. Untuk diketahui satu perusahaan yang papan namanya ada di Dusun Dadap mendapatkan rekomendasi dari Pemkab Banjar dan yang ada di kawasan Sungai Temunih merupakan rekomendasi dari Pemkab Tanah Bumbu.

Terhadap kenyataan tersebut, Bupati Banjar HG Khairul Shaleh ternyata mempunyai penilaian lain. Menurut dia, tidak ada aktivitas eksploitasi di wilayah tersebut.

“Gimana mau ditambang, itu kan kawasan lindung yang memang harus dilindungi. Memang untuk dilakukan eksploitasi masih mungkin bisa. Syaratnya harus ada izin prinsip pinjam pakai. Namun setahu saya selama saya jadi bupati tidak ada proses tersebut,” ujarnya.

Menurut dia, izin prinsip pinjam pakai dari kawasan lindung untuk dilakukan penambangan batubesi merupakan kewenangan pemerintah pusat. Itu pun dilakukan dengan sangat berhati-hati.

“Demikian juga untuk upaya pengamanannya sekaligus pelarangan untuk melakukan aktivitasdi kawasan lindung itu. Karena itu kewenangannya pada pemerintah pusat, saya kira tugas aparat kepolisian lah yang paling tepat mengamankan wilayah di sana,” katanya.

Terhadap sengketa antara Pemkab Banjar dengan Pemkab Tanah Bumbu, Khairul pun bersikukuh Pemkab Banjar tidak merasa bersengketa. Karena menurut dia, areal yang diklaim Pemkab Tanah Bumbu merupakan wilayah Kabupaten Banjar.

“Tidak ada status quo di sana. Itu wilayah Kabupaten Banjar sejak zaman dahulu hingga sampai sekarang,” katanya. (yan/bie)

Akhirnya Sepakat Gaji Dibayar

Kamis, 04-09-2008 | 01:50:13

RATUSAN karyawan PT Hendratna Plywood kembali berjuang menuntu haknya. Rabu (3/9) mereka berkumpul di aula Dinas Tenaga Kerja dan Transimigrasi Kalsel di Jalan A Yani Km 6 Banjarmasin.

Di sana mereka kembali berharap agar tuntutan gaji mereka selama 3 bulan sejak Juni 2008 dibayar. Mereka ingin mendapat kepastian itu langsung dari perwakilan perusahaan yang hadir di sana.
Pembicaraan antara perwakilan karyawan dengan perwakilan perusahaan berlangsung selama dua jam sejak pukul 10.00 Wita dengan pihak Disnakertras Kalsel sebagai mediator.
Sebenarnya pada pertemuan tersebut kedua belah pihak sudah menghasilkan tiga poin kesepakatan. Tiga poin tersebut ditanda tangani oleh kedua belah pihak, diketahui oleh pihak Disnakertrans Kalsel.
Intinya, upah karyawan Juni 2008 dibayar paling lambat 15 September 2008. Kesepakatan lainnya, bila pada tanggal tersebut dana sudah terpenuhi maka upah segera dibayarkan kepada karyawan.
Poin ketiga, apabila terjadi kendala dan tidak bisa membayar pada tanggal yang telah ditetapkan, maka tiga hari sebelumnya akan disampaikan pihak manajemen perusahaan yang tutup sejak 1 Juli 2008 itu.
Ternyata, poin ketiga kesepakatan antara perwakilan perusahaan dengan perwakilan karyawan tidak disetujui karyawan PT Hendranta yang berada di luar ruang pertemuan.
Mereka meminta agar pihak perusahaan meniadakan isi kesepakatan nomor tiga tersebut dan segera menetapkan tanggal pembayaran.
Perwakilan Perusahan diwakili Albert Sugiharto Santoso mengatakan, dia tidak berani menjanjikan waktu pembayaran. Sebab khawatir apabila dalam jual beli aset terjadi kendala.
“Saat ini dana untuk pembayaran gaji karyawan tinggal menunggu penjualan log setelah itu cair maka saya akan segera membayarkannya,” ujar Albert.
Albert sempat menyebut 25 September 2008 sebagai waktu pembayaran gaji. Namun, para karywan menolak lalu menita jgaji dibayar pada 20 September 2008.
Tapi, Kasubdin Bina Hubungan Indusatrial dan Syarat-syarat Kerja, Disnakertrans Kalsel, Antonius Simbolon menengahi lalu, meyakinkan para pekerja kalau pihaknya juga bakal tetap mengawasi apa yang telah disepakati.
Selain itu apa yang dituntut oleh karyawan agar perwakilan perusahaan bisa menemumui mereka untuk langsung menjelaskan juga dipenuhi oleh perwakilan perusahaan. Sekitar pukul 16.30 Wita, seluruh karyawan meninggalkan kantor Disnakertras Kalsel. (bb)

Tuesday, September 02, 2008

Terima Penghargaan dari Menhut Sebagai Bupati Peduli Kehutanan 2008

Selasa, 2 September 2008
RANTAU – Belum lama tadi, Bupati Tapin Drs H Idis N Halidi MAP menerima penghargaan dari Menteri Kehutanan sebagai Bupati Peduli Kehutanan 2008 di Gedung Manggala Wanabhakti Departemen Kehutanan RI di Jakarta.

Kabar gembira tersebut disampaikan langsung oleh Bupati Tapin Drs H Idis N Halidi MAP belum lama tadi kepada wartawan, di Rantau. ”Alhamdulillah, Bupati, atas nama kepala daerah Tapin menerima penghargaan dari Menhutbun MS Kaban di Jakarta, pada hari Selasa, 26 Agustus 2008 kemarin di Jakarta. Bangga rasanya ulun menerima penghargaan ini, karena bukan bupati pribadi yang menerima penghargaan, tapi daerah inilah yang mendapatkan penghargaan tersebut,” ujar Bupati sumringah.

Dikatakan Bupati, untuk Kalsel hanya Kabupaten Tapin yang mendapatkan penghargaan ini. ”Jadi, dari 488 kabupaten/kota di Indonesia, yang diundang hadir ke Jakarta kemarin hanya ada 28 bupati dan walikota di Indonesia, alhamdulillah, Tapin sebagai salah satu daerah yang diundang di acara tersebut. Ini semua bukan semata hasil karya ulun, tapi berkat kerja keras semua pihak yang ikut terlibat untuk menghijaukan Bumi Ruhui Rahayu,” ucap Bupati.

Diakui Bupati, tanpa keterlibatan semua pihak, baik unsur masyarakat, pemuda, pihak perusahaan, pemerintah daerah, tentu ini semua tidak akan bisa diraih. ”Penghargaan ini menjadi cambuk bagi kita di tahun-tahun mendatang untuk lebih baik lagi dan lebih banyak lagi berbuat untuk menghijaukan Tapin. Ini semua bukan demi kita saja, tapi demi generasi penerus kita di masa yang akan datang,” cetus Bupati.

Atas keberhasilannya ini, Bupati Tapin dianugerahi penghargaan berupa cincin emas dan pena emas dari Menhutbun MS Kaban di Jakarta. Sementara itu, keberangkatan Bupati ke Jakarta kemarin didamping oleh Kabid Keamanan dan Sumber Daya dari Dinas Kehutanan Tapin, H Masyraniasnyah, yang ikut mengabadikan momen penting dan bersejarah bagi Bumi Ruhui Rahayu. (nti)

Kasus Penambangan Di HTI Ke KPK

Senin, 01 September 2008 11:50 redaksi

BANJARMASIN - Kasus penambangan di lahan Hutan Kawasan Industri di Tambak PPP Kecamatan Padang Batung dan Desa Ida Manggala Kecamatan Sungai Raya Hulu Sungai Selatan (HSS) baru-baru tadi dilaporkan LSM asal Kandangan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta.

Pelaporan ke KPK tersebut, setelah sekian lama belum ada tindakan yang berarti dari Mabes Polri bekerja sama dengan Polda Kalsel yang sejak 2005 E-mailmengusut kasus tersebut.

"Memang, baru-baru tadi, kami ke KPK di Jakarta, sehubungan dengan kasus pengalihfungsian kawasan HTI di Padang Batung dan Sungai Raya menjadi areal pertambangan oleh PT AGM," ujar Syakrani atau yang akrab disapa Gus Dur," Minggu (31/8).

Menurutnya, setelah diterima KPK, ternyata ada respon positif dari lembaga yang paling ditakuti koruptor itu dengan jalan menyurati Mabes Polri.

"Dalam surat yang juga kami peroleh salinannya, KPK menyurati agar Mabes Polri menindaklanjuti kasus yang pernah ditanganinya itu. Dalam hal ini, KPK akan menjadi supervisi atau mengawasi penanganan yang dilakukan Mabes Polri itu," terangnya.

Petugas KPK kepada pihaknya, lanjutnya, berjanji akan mengambil alih kasus tersebut jika Mabes Polri tidak serius juga menangani kasus yang menurut KPK sudah cukup ada indikasi penyimpangan itu.

Menurut Gus Dur, kasus tersebut bermula dari penambangan di kawasan HTI Padang Batung dan Sungai Raya oleh AGM tanpa disertai izin dari Menteri Kehutanan (Menhut).

"Nah, sebagaimana UU No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, pengalihfungsian lahan hutan menjadi areal pertambangan harus mengantongi izin Menhut. Namun, hingga saat ini, setelah kami cek ke Departemen Kehutanan (Dephut), belum ada izin untuk AGM itu," tuturnya.

Dikatakan, bahkan pihak Dephut mengatakan bahwa Menhut telah beberapa kali memberi teguran ke AGM agar tidak melanjutkan aktivitas penambangan di kawasan HTI tersebut.

"Meskipun perusahaan karet PT Dwina In III sudah tidak lagi mengantongi Hak Guna Usaha (HGU) di atas lahan HTI tersebut, namun bukan berarti kawasan HTI tersebut bisa begitu saja ditambang, meskipun ada rekomendasi dari Bupati HSS," paparnya.

Menurut Gus Dur, dari informasi yang diperoleh pihaknya, AGM berani melakukan aktivitas di sebagian kawasan HTI, karena mengantongi rekomendasi dari Bupati HSS.

"Meski ada rekomendasi dari Bupati HSS, bukan berarti AGM bisa melakukan aktivitas penambangan, karena berdasar UU, pengalihfungsian lahan hutan, mesti memperoleh izin dari Menhut," tandasnya.

Sementara itu, Bupati HSS Sapi'i yang coba dikonfirmasi tak berhasil dihubungi. No ponselnya 08115121XXX tidak juga aktif meski beberapa kali dihubungi.

Sebagaimana pernah diberitakan harian di Kalsel, PT AGM pada Desember 2005 terindikasi menambang di areal HTI kawasan Kecamatan Padang Batung dan Sungai Raya.

Kasus dugaan pengalihfungsian lahan HTI di HSS menjadi areal tambang batu bara menggelinding, sejak akhir 2005 lalu. Kala itu, Humas PT AGM, Mastur mengakui, selaku perusahaan penambang di lahan HTI tersebut pihaknya memang belum memiliki izinnya. Namun mereka mengatakan telah mengurus izin tersebut sejak tahun 2004. adi/mb05