Saturday, January 27, 2007

Kehutanan

Sabtu, 27 Januari 2007
Palangkaraya, Kompas - Dana reboisasi yang terlambat turun dari pemerintah pusat mengakibatkan reboisasi di daerah tersendat.

Lahan kritis yang direboisasi di Kalimantan Tengah pada 2006 sekitar 700 hektar dari target 50.000 hektar. Luas lahan kritis di Kalimantan Tengah dari data 2004 adalah empat juta hektar.

"Dana reboisasi di Kalimantan Tengah baru sekitar akhir Oktober 2006. Otomatis kegiatan baru bisa dimulai pada musim hujan Desember," kata Kepala Balai Pengelola Daerah Aliran Sungai (BP DAS) Kahayan C Kukuh Sutoto di Palangkaraya, Jumat (26/1).

Dana berkurang

Kukuh menuturkan, reboisasi boleh diteruskan, tetapi akan mengurangi jumlah dana yang seharusnya diterima tahun 2007 karena dana untuk tahun 2007 akhirnya akan mundur. Akibatnya, dari usulan rehabilitasi 80.000 hektar lahan kritis di Kalteng tahun ini, kemungkinan yang disetujui 40.000 hektar.

Sekitar 60 persen hutan yang masuk dalam program rehabilitasi berada di kawasan hutan dan sisanya berada di lahan masyarakat.

"Ditarget berapa pun kami siap asal waktu turunnya anggaran tepat," kata Kukuh.

Berbeda dengan penyelesaian proyek pembangunan pabrik yang bisa dilembur, reboisasi butuh persiapan lokasi dan masyarakat serta kesesuaian akan musim.

Waktu reboisasi yang tepat adalah pada awal musim hujan, yaitu saat tanah sudah memiliki tingkat kebasahan tertentu.

"Tahun 2006, 700 hektar lahan kami reboisasi, yakni di Kabupaten Lamandau dan Sukamara. Lahan yang diproses berada di Kapuas, Pulang Pisau, Kotawaringin Barat, dan Kotawaringin Timur," kata Kukuh.

Luas lahan kritis seluruh Indonesia sekitar 59 juta hektar dengan laju penambahan 2,8 juta hektar per tahun. Jadi nantinya luas lahan yang pada tahun 2009 akan direboisasi melalui Program Gerhan ternyata sudah dilakukan sejak 2003 yang ketika itu ditargetkan 5 juta hektar. (CAS)

Hutan Jadi Lahan Pertanian

Selasa, 23 Januari 2007 05:03
Kilas Kalimantan
KOTABARU - Ratusan hektare kawasan hutan Gunung Sulangkit dan sekitar Tanjung Mahkota serta Desa Pudi Seberang, Kecamatan Kelumpang Utara, Kotabaru, berubah fungsi menjadi lahan pertanian.

Informasi dihimpun, Senin (22/1), hutan itu dibuka nelayan sekitar, yang ingin mengubah nasib karena tidak lagi mampu mencukupi kebutuhan hidup keluarga, sejak naiknya harga BBM.

Menurut Said Saleh, guru SDN Tanjung Mahkota, sekitar 75 persen nelayan di desanya dan desa sekitarnya, berubah profesi menjadi seorang petani.

"Mereka tidak dapat membeli solar yang sangat mahal, terpaksa menambatkan kapalnya dan turun ke gunung menebas hutan di Gunung Sulangkit sekitar 6 km dari kampung para nelayan," kata Bahriadi yang juga guru SDN Tanjung Mahkota.

Para petani itu membawa semua anggota keluarganya pindah dan menetap sementara di Gunung Sulangkit, untuk menanam padi hingga panen. Beberapa bulan kemudian baru pulang ke desanya masing-masing.

"Bahkan sejumlah siswa SD terpaksa tidak masuk sekolah, karena ikut orangtua membantu menanam padi.ant

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

Penebang Kayu Tunggang Langgang

Sabtu, 20 Januari 2007 02:33
Pelaihari, BPost
Tim Gabungan Operasi Illegal Logging Tanah Laut kembali bergerak ke Dusun Riam Pinang Desa Tanjung dan sekitarnya di Kecamatan Pelaihari, Kamis (18/1) siang. Namun operasi ini tak membuahkan hasil.

Informasi diperoleh, operasi ketiga tersebut bocor sehingga para perambah hutan lebih dulu melarikan diri dan bersembunyi di sekitar hutan setempat. Dari kejauhan, tim hanya sempat mendapati beberapa penebang kayu yang lari tunggang langgang.

Petugas sempat melepaskan dua kali tembakan peringatan. Namun, upaya ini tak menuai hasil karena para penebang kayu jaraknya cukup jauh dan secepat kilat menghilangkan jejak dengan menggunakan sepeda motor.

Kabid Perlindungan dan Konservasi Alam Dinas Kehutanan Tala Syukraeni Syukran mengakui nihilnya operasi Kamis siang tersebut. Begitu Tim tiba di lokasi, suasana telah sepi sehingga tidak satu pun pelaku maupun barang bukti ditemukan.

"Padahal, hari itu kami menerima laporan kuat bahwa sedang ada aktivitas penebangan liar di sekitar Riam Pinang. Ada yang mendengar deru chain saw di sana. Tim hanya sempat melihat dari jauh beberapa orang yang melarikan diri dengan sepeda motor," jelas Rini begitu Syukraeni disapa, Jumat (19/1).

Rini mengatakan tim sebenarnya sudah berusaha mengejar, namun tidak berhasil. Pasalnya, para pelaku lebih menguasai dan mengenal kondisi medan dan mereka bisa bergerak lebih leluasa melintasi jalan setapak dengan sepeda motor.

Seperti diketahui, kawasan Riam Pinang selama ini terus saja terjarah. Emas hijau di sekitar kawasan ini memang masih tergolong banyak, karena memang berbatasan langsung dengan Taman Hutan Raya Sultan Adam. roy

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

Tim Kehutanan Sita 3 Kerbau

Rabu, 17 Januari 2007 01:38
Pelaihari, BPost
Tim Gabungan kembali bergerak sejak dua hari lalu. Sejumlah barang bukti diamankan, seperti satu unit chain saw dan tiga ekor kerbau.

Barang bukti tersebut disita petugas dari kawasan hutan lindung (Taman Hutan Raya) di Dusun Riam Pinang Desa Tanjung Kecamatan Pelaihari. Selain itu, Tim yang terdiri unsur Polres, Kodim, Dishut, Dishub, dan Pol PP Tala juga mengamankan satu pelaku penebangan liar.

Suratno (polhut Dishut Tala), anggota Tim Gabungan, menuturkan sebenarnya ada tiga orang (masing-masing memegang chain saw) yang melakukan penebangan kayu di kawasan terlarang tersebut ketika pihaknya turun ke lapangan Senin (15/1) pukul 13.00 Wita. Namun, dua orang lainnya berhasil melarikan diri.

"Petugas sempat melepaskan tembakan peringatan. Mereka langsung berlarian. Satu orang yang berhasil kami amankan bersama chain sawnya," tutur Suratno di Mapolres Tala, Selasa (16/1).

Kapolres Tala AKBP Sumarso menegaskan pelaku ilog tersebut telah dimasukkan ke sel. Penyidik kini sedang memeriksa tersangka guna mengungkap kemungkinan keterlibatan pihak lain dari aktivitas penebangan tersebut.

Barang bukti juga telah diamankan di Mapolres. "Kecuali yang tiga ekor kerbau itu. Binatang ini kita titipkan pada warga setempa, karena tidak mungkin ditarik ke Mapolres, terlalu sulit," jelas sumarso didampingi Wakilnya Kompol H Enggar Pareanom SIK dan Kasat Reskrim Iptu Rofikoh Y.

Sementara itu, pada operasi kedua Senin malam, Tim Gabungan kembali mengamankan enam unit truk pengangkut kayu ulin olahan tak beraturan. Barang buktinya pun langsung diseret ke Mapolres.

Namun setelah dicek secara teliti melibatkan petugas teknis Dishut Tala, Selasa pagi kemarin, seluruh ulin yang diangkut enam truk itu ternyata sibitan (limbah). "Karena dari instansi teknis (Dishut) menyatakan kayu itu limbah, maka barang bukti akan kami lepas," ucap Sumarso.

Suratno yang merupakan tenaga ahli Dishut menuturkan setelah dicek secara cermat, ternyata seluruh ulin yang diangkut enam truk tersebut memang limbah. "Dari luar memang sepertinya ada beberapa potong yang bagus. Tapi, setelah kami bongkar ternyata kayunya jelek semua. Bentuknya sangat tidak beraturan."katanya.

Tim Gabungan menyita kayu tersebut karena saat razia hanya melihat dari luar, apalagi saat itu malam hari. Sumarso menegaskan pihaknya akan terus memberangus pembalakan liar. Baik melalui Tim Gabungan maupun razia insidentil jajarannya yang ada di tiap kecamatan. Hasilnya, sebanyak 51 unit sepeda motor pengojek ulin diamankan di Mapolres dan Mapolsek Pelaihari.

"Ranmor-ranmor itu ditinggalkan lari oleh pemiliknya begitu mengetahui ada razia. Rata-rata ranmor itu berstatus lising (kreditan). Jadi, kami imbau agar para perusahaan pembiayaan kredit sepeda motor agar hati-hati," saran Sumarso. roy

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

MUI Haramkan Illegal Logging

Rabu, 17 Januari 2007 01:38
Banjarbaru, BPost
Ini peringatan bagi mereka yang mengaku muslim namun masih melakukan praktik penebangan dan penambangan tanpa izin. Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kalimantan Selatan (Kalsel) menyatakan kedua aktivitas itu haram.

MUI Kalsel melalui Ketua Komisi Fatwa Kalsel H Rusdiansyah Asnawi, Selasa (16/1) mensosialisasikan fatwa ini ke Kota Banjarbaru. Disebutkan, segala bentuk kegiatan tersebut, baik illegal logging maupun illegal mining dinyatakan dengan tegas dalam Ijtima’ Komisi-Komisi Fatwa MUI Wilayah IV Kalimantan.

Termaktub dalam ijtima’ ini ada tiga jenis ketegasan pernyataan haramnya kegiatan tanpa izin yang merusak lingkungan.

Di antaranya penebangan dan penambangan yang merusak lingkungan dan merugikan masyarakat dan negara, hukumnya haram. Karena itu, penegak hukum wajib bertindak tegas sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.

"Ijtima ini menegaskan juga kalau semua kegiatan dan penghasilan yang didapatkan dari bisnis tersebut tidak sah dan hukumnya haram," terang Rusdi di hadapan ratusan peserta sosialisasi di Aula Gawi Sabarataan di Balai Kota Banjarbaru.

Rusdi menerangkan, MUI mengeluarkan fatwa ini atas dasar surah-surah dalam Alquran dan hadits. Surah di dalam kitab suci yang menjadi panutan umat muslim di dunia ini menjelaskan dengan tegas di dalam surah Al-Baqarah ayat 29, Al-Araf ayat 56, As Syura ayat 30, dan Surah An Nisa ayat 59. Juga dengan hadits dan kajian fiqih.

Intinya, semua kegiatan yang tidak mewujudkan kemaslahatan masyarakat tidak patut untuk dilakukan. Termasuk kedua kegiatan tersebut. Illegal logging dan illegal mining seperti diketahui tidak sedikit merugikan banyak orang juga negara.

Namun demikian, MUI tetap merekomendasikan agar pemerintah dapat memilahnya. Pihaknya memberikan saran pemerintah tetap mengedepankan kepentingan rakyat untuk tetap dimudahkan mendapatkan izin atas penguasaan kayu untuk kepentingan banyak orang.

Misalkan untuk dunia usaha seperti kerajinan dari kayu yang diusahakan rakyat kecil. "Kegiatan ini hendaknya dapat dipermudah, "ujar Rusdi. niz

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

Empat Pejabat Dishut Diawasi

Senin, 15 Januari 2007 02:06
Marabahan, BPost
Empat pejabat Dinas Kehutanan (Dishut) Kabupaten Barito Kuala (Batola) yang ditetapkan sebagai tahanan rumah diawasi secara ketat oleh 12 orang jaksa setempat. Keempat pejabat Dishut Batola itu merupakan tersangka utama dugaan korupsi pada kegiatan Gerakan Rehabilitasi Hutan (Gerhan) di Batola periode 2004-2005.

Kejari Marabahan menetapkan keempat tersangka yakni Kepala Dinas Kehutanan Batola Iwan Hernawan, Pimpinan Proyek (Pimpro) Suratiman, Kepala Bendahawaran Sandri dan stafnya Suyadi sebagai tahanan rumah.

Para tersangka dituduh melaporkan data fiktif penggunaan dana Gerhan di empat kecamatan, yaitu Suana Raya, Marabahan, Tabukan dan Barambai yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp500 juta. Mereka juga dituduh menyunat 10 persen dana 24 kelompok tani.

Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Batola, HM Yusuf didampingi Kasi Intelijen Sunari, mengatakan masing-masing rumah tersangka dijaga tiga jaksa yang bertugas secara bergiliran.

Penjagaan ketat itu sesuai prosedur tetap (protap) dan persyaratan pemberlakukan tersangka tahanan rumah sebagaimana diatur undang-undang.

"Tak ada pemberian hak istimewa kepada para tersangka. Pengawasan kepada mereka tak jauh berbeda dengan tahanan kejaksaan yang dititipkan di rumah tahanan (rutan)," ujarnya.

Menurutnya, 12 jaksa yang ditugaskan di rumah para tersangka itu diharuskan mengawasi seluruh aktivitas sehari-hari para tersangka, sejak tidur sampai bangun. Para tersangka, tak boleh menerima tamu secara bebas dan seluruh tamu yang datang harus sepengetahuan pihak kejaksaan.

Waktu bertamu juga dibatasi, dari pukul 08.00 Wita sampai 17.00 Wita. Di luar jam itu, tersangka tak diperkenankan lagi menerima tamu, kecuali tamu yang sangat penting. Para tersangka juga tak bebas berkomunikasi dengan pihak luar menggunakan telepon, tanpa izin dan sepengetahuan petugas kejaksaan yang menjaganya.

Begitu pula jika para tersangka akan melaksanakan Shalat Jumat di masjid, tetap harus mendapat pengawasan dari jaksa yang telah ditunjuk Kajari. Fasilitas yang digunakan untuk keluar rumah, seperti mobil juga harus milik kejaksaan.

"Jadi tak ada perlakuan khusus antara tahanan rumah dan dan tahanan Rutan. Bedanya, mereka tetap berada di dalam rumah," jelas Kajari.

Kejaksaan tidak menempatkan mereka di Rutan, karena selama pemeriksaan cukup koperatif dan adanya jaminan dari pihak keluarga. ant

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

Kelotok Bawa Ulin Tanpa Dokumen

Senin, 15 Januari 2007 02:32:13
Banjarmasin, BPost
Dua perahu jenis kelotok bermuatan kayu ulin tanpa dilengkapi dokumen ditangkap petugas Direktorat Polisi Perairan Kalsel, Minggu (14/1) pukul 04.00 Wita. Kedua perahu asal Kapuas, Kalteng tersebut rencananya membawa kayu ulin dalam bentuk plat ke kawasan Alalak, Banjarmasin Utara.

Kedua kelotok yang masing-masing dinakhodai Samani (40) dan Zainal (25) warga asal Kota Kapuas Kalteng, diringkus petugas Dit Polair di kawasan perairan Desa Jelapat, Tamban, Batola.

Lantaran tidak dilengkapi dengan dokumen Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan (SKSHH), kedua kelotok beserta nahkodanya langsung digiring ke Mako Dit Polair Polda Kalsel, untuk selanjutnya dilakukan pemeriksaan atas dugaan kayu tersebut hasil pembalakan liar.

Direktur Polair Polda Kalsel, AKBP Thomas Alfred A Ombeng dihubungi tadi malam, membenarkan, bahwa pihaknya menangkap dua kelotok bermuatan kayu ulin tanpa disertai dengan dokumen yang sah.

"Iya, tadi subuh (Minggu) kita ada mengamankan dua kelotok bermuatan kayu ulin, keduanya tidak dilengkapi dengan dokumen yang sah, makanya kita amankan," kata Thomas.

Ditambahkannya, untuk nakhoda Zainal dan Samani sudah ditetapkan sebagai tersangka. "Keduanya sudah kita periksa, mereka mengaku memang tidak memiliki dokumen saat membawa kayu tersebut," jelas Thomas singkat.

Menurut Thomas, penangkapan dilakukan oleh pihaknya saat melakukan patroli di perairan Sungai Barito. Ternyata di kegelapan malam, ada dua kelotok yang mencurigakan, kemudian langsung dicegat.

"Setelah berhasil dihentikan dan dilakukan pemeriksaan, di dalamnya terdapat kayu ulin bentuk plat dengan berbagai ukuran," tambah Kasubnit Buser Gakkum, Aiptu H Hadi.

Kedua nakhoda mengaku berlayar dari Desa Kupang Kapuas, Kalteng dan rencananya akan dibawa ke Alalak. "Saat kita lakukan pemeriksaan ternyata tidak ada dokumen kayunya, kemudian kita amankan ke markas untuk pemeriksaan lebih lanjut," beber H Hadi.

Berdasarkan hasil pemeriksaan petugas penyidik, kedua nakhoda ditegaskan H Hadi, resmi dijadikan sebagai tersangka, keduanya menjalani proses hukum lebih lanjut. "Mereka resmi kita jadikan sebagai tersangka, karena tidak ada dokumennya," imbuh H Hadi. dua

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

Friday, January 26, 2007

Konservasi

Jumat, 26 Januari 2007
Palangkaraya, Kompas - Sekitar 25 persen dari 578.650 potong kayu tebangan liar yang diduga berasal dari Taman Nasional Sebangau, Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah, mulai lapuk secara alami. Di lokasi temuan itu juga sedang diuji berbagai metode pemusnahan kayu.

Departemen Kehutanan menilai kayu tebangan liar itu harus dimusnahkan karena diduga kuat berasal dari kawasan konservasi Sebangau. Ratusan ribu kayu itu ditemukan Juni 2006 dan hingga kini dijaga oleh Satuan Polisi Hutan Reaksi Cepat.

"Kayu tebangan tersebar di Sungai Bulan 366.059 potong, Sungai Akai 110.002 potong, Sungai Musang 109.965 potong, dan Sungai Lawang 2.334 potong," kata Kepala Balai Taman Nasional Sebangau Drasospolino di Palangkaraya, Kamis (25/1).

Kayu yang lapuk terutama berada di kawasan pasang surut karena terus-menerus mengalami perubahan kondisi secara ekstrem antara kering dan lembab.

Selain membiarkan alam melapukkan kayu, berbagai cara dilakukan untuk memusnahkan potongan-potongan kayu itu seperti dengan memaku, memotong, mencincang, dan memakai bahan kimia.

Pemakuan bertujuan agar kayu tidak laku di pasaran. Caranya, empat paku besi sepanjang 15 sentimeter ditancapkan pada setiap batang sehingga tidak dapat dicabut dan akan merusak mata gergaji jika kayu hendak diolah.

Berbeda dari Departemen Kehutanan, Gubernur Kalteng Agustin Teras Narang dalam berbagai kesempatan terus menanyakan kemungkinan untuk memanfaatkan kayu itu, terutama untuk membangun rumah bagi penduduk miskin. Saat ini sedang dicari celah hukum yang memungkinkan maksud itu. (CAS)

Perusahaan Perkayuan

Jumat, 26 Januari 2007
Samarinda, Kompas - Hingga awal tahun ini, 55 perusahaan penebangan kayu di Kalimantan Timur belum beraktivitas karena belum mendapatkan persetujuan jatah tebang. Akibatnya, sekitar 15.000 buruh menganggur dan pasokan kayu untuk industri pengolah terhenti.

"Kami tidak bisa menebang kalau izin belum diberikan," kata Sekretaris Dewan Pengurus Daerah Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia Kalimantan Timur (Kaltim) Taufan Tirkaamiana di Samarinda, Kamis (25/1).

Izin yang diperlukan itu dikeluarkan Dinas Kehutanan Kaltim merujuk pada Keputusan Menteri Kehutanan tentang Rencana Kerja, Rencana Kerja Lima Tahun, dan Rencana Kerja Tahunan. Persoalannya, keputusan menteri itu belum diperbarui. Padahal, revisi harus dilakukan karena peraturan pemerintah yang menjadi acuan sudah direvisi tahun ini. Hal itu membuat Dinas Kehutanan belum dapat memberikan izin penebangan.

Taufan memaparkan, jatah produksi kayu Kaltim pada tahun 2007 sebanyak 2,35 juta meter kubik. Itu menjadi acuan perusahaan dalam mengusulkan jatah penebangan.

"Karena izin belum turun, aktivitas sampai Januari ini tidak ada," kata Taufan. Dengan asumsi jatah produksi 2007 bisa dipenuhi, jatah tebangan Januari yang tidak digarap sebanyak 195.833,33 meter kubik dengan potensi pendapatan yang hilang sebesar Rp 274,16 miliar.

Ia mendesak agar revisi Kepmenhut secepatnya dilakukan supaya izin cepat keluar. (BRO)

lingkungan

Rabu, 24 Januari 2007
Jakarta, Kompas - Rencana pemerintah mengucurkan anggaran triliunan rupiah untuk program rehabilitasi hutan dan lahan tahun 2007 ini ditanggapi positif. Namun, upaya itu hanya sebagai salah satu unsur restorasi dan harus diikuti langkah lain yang komprehensif, yaitu jeda balak (moratorium) yang ketat.

Direktur Eksekutif Walhi Chalid Muhammad menegaskan itu ketika dihubungi di Jakarta, Selasa (23/1). Hal serupa dikatakan Direktur Eksekutif Forest Watch Indonesia Christian Poerba.

Menurut Chalid, laju kerusakan hutan di Indonesia setiap tahun berkisar 2,8- 3,4 juta hektar. Kerusakan ini lima tahun terakhir menyebabkan bencana ekologis naik tiga kali menjadi 135 kasus. Sementara itu, target rehabilitasi hutan dan lahan tahun ini hanya 2 juta hektar.

Karena itu, Chalid mengharapkan pemerintah bertindak tegas menutup gap kebutuhan industri kayu dengan ketersediaan kayu di alam. Caranya, merestrukturisasi permintaan dan suplai dengan menghemat kayu dan mengutamakan kebutuhan dalam negeri.

Pada saat sama, menjaga daya dukung lingkungan dengan mengendalikan konversi lahan untuk perkebunan dan pertambangan, penegakan hukum lingkungan, serta penataan ruang berdasarkan kondisi obyektif.

"Penghutanan kembali jelas harus dilakukan, tetapi tindak lanjut harus jelas. Kalau tidak, anggaran triliunan rupiah itu akan sia-sia," kata Chalid.

Dihubungi terpisah, Christian Poerba mengatakan, pemerintah harus serius mengaudit pengelolaan hutan. Pengelolaan hutan skala besar yang banyak merusak hutan harus diberi sanksi pencabutan izin dan denda.

Bila perlu, ada transformasi pengelolaan hutan skala besar ke skala kecil yang dikelola masyarakat. Fakta menunjukkan tidak sedikit masyarakat pengelola hutan yang mendapat sertifikasi ekolabel. Program rehabilitasi hutan dan lahan banyak yang gagal, di antaranya karena bersifat top down. Di lapangan, program berhenti sampai penanaman, tidak ada pemeliharaan serius. Akibatnya, tanaman mati muda.

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Aburizal Bakrie seusai Rakor Kesra di Jakarta, Senin (22/1), mengatakan, penyebab kerusakan hutan antara lain konversi lahan. Karena itu, perlu pemetaan ulang status dan luas hutan karena faktanya banyak perubahan status hutan lindung.

Adapun Menteri Kehutanan MS Kaban mengatakan, akan mengutamakan rehabilitasi pada provinsi sangat kritis di Jawa, Madura, Sumatera, dan Kalimantan. (GSA/LOK)

Kawasan Konservasi

Selasa, 23 Januari 2007
Samarinda, Kompas - Departemen Kehutanan ingin tata batas Taman Nasional Kayan Mentarang di Kalimantan Timur selesai dalam lima tahun mendatang.

Selama tata batas diproses pengelolaan kawasan difokuskan pada upaya perlindungan, pengawetan, dan pemanfaatan sumber daya alam secara terbatas. Pengelolaan dilakukan bersama dengan pemerintah daerah.

Demikian dikemukakan Direktur Konservasi Kawasan Departemen Kehutanan Banjar Yulianto dalam pertemuan dengan Dewan Penentu Kebijakan (DPK) Taman Nasional Kayan Mentarang (TNKM) di Samarinda, Kalimantan Timur, Senin (22/1).

Kawasan TNKM ditunjuk oleh Menteri Kehutanan sebagai kawasan pelestarian kekayaan alam pada 1996. Luas TNKM 1,360 juta hektar dan berada di dua kabupaten, Malinau dan Nunukan, serta berbatasan dengan negara bagian Sarawak, Malaysia.

Sejak ditunjuk pengelolaan dilakukan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kaltim bersama kelompok masyarakat. Dalam kawasan itu, tinggal 21.000 warga di 50 desa. Kini tata batas harus dibuat untuk menentukan apakah permukiman berada di dalam atau di luar TNKM.

Banjar mengatakan, selama ini permukiman tidak diizinkan berada di dalam taman nasional. Jika ada, permukiman itu bukan bagian dari taman nasional, seperti di Taman Nasional Meru Betiri Jawa Timur—ada dua perkebunan dan permukiman pekerja.

"Saat ini peraturan baru Departemen Kehutanan membolehkan adanya permukiman sebab bisa menjadi aset taman nasional," kata Banjar.

Banjar akan mengusulkan agar daerah permukiman masuk dalam TNKM. Permukiman akan diakui keberadaannya dan menjadi aset TNKM untuk tujuan promosi.

Wakil Ketua DPK TNKM Martin Labo menambahkan, tata batas harus melibatkan unsur masyarakat setempat. Kegiatan penentuan tata batas harus dilakukan oleh tim yang setiap saat berkonsultasi dengan DPK.

Dalam pembicaraan itu, disepakati terbentuknya satu tim perumus program pengelolaan dalam rencana kerja lima tahun.

Ketua tim yang juga Kepala BKSDA Kaltim, John Kenedie, mengatakan, tim akan menyelesaikan rencana awal pengelolaan dalam dua bulan ini.

"Kami juga akan mengusulkan pembentukan tim tata batas pendahuluan," katanya. (BRO)

Kalteng Harus Dukung Jeda Tebang

Senin, 22 Januari 2007
Palangkaraya, Kompas - Pemerintah daerah di Kalimantan Tengah harus mendukung rencana jeda tebang hutan yang tengah disusun pemerintah pusat. Jeda tebang dinilai perlu dilakukan untuk mencegah bencana akibat kerusakan hutan seperti banjir dan longsor.

Demikian diungkapkan Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Kalimantan Tengah (Walhi Kalteng) Satriadi di Palangkaraya, Minggu (21/1). "Jadi ketika kebijakan itu keluar, langsung dapat diimplementasikan," katanya.

Seperti diberitakan Kompas (15/1), Wakil Presiden Jusuf Kalla mengakui bahwa berbagai bencana disebabkan oleh penggundulan hutan, baik legal maupun ilegal. Oleh karena itu, pemerintah sedang menyusun rencana jeda tebang atau moratorium logging hutan Indonesia.

Satriadi menuturkan beberapa jenis jeda tebang. Jeda tebang berdasarkan jenis, seperti dilakukan terhadap kayu ramin (Gonystilus bancanus), atau jeda tebang selektif kewilayahan, seperti di Lampung dan Jawa Barat.

Melihat kondisi hutan Indonesia, kata Satriadi, yang dituntut adalah jeda tebang total. Walhi sudah mengusulkan jeda tebang sejak 1999.

"Untuk Kalteng, jeda tebang dapat dimulai di daerah aliran sungai (DAS) yang berpotensi banjir, seperti di DAS Barito, Katingan, dan Seruyan," katanya.

Dukungan Pemprov Kalteng dapat berupa pendataan dan masukan kepada pemerintah pusat tentang DAS-DAS rawan banjir. Pemerintah daerah seyogianya tidak menerbitkan kebijakan yang kontradiktif dengan jeda tebang, misalnya jorjoran mengeluarkan izin pemanfaatan kayu.

Selain membuat hutan pulih, jeda tebang menjadi kesempatan bagi Departemen Kehutanan mendata daerah kritis dan mengevaluasi reboisasi suatu kawasan. "Jeda tebang minimal lima tahun menjadi kesempatan membenahi karut-marut kondisi kehutanan," kata Satriadi. Masyarakat yang kehilangan pekerjaan akibat jeda tebang dapat dilibatkan dalam program reboisasi. (CAS)

Tinggal 6 Perusahaan Beroperasi di Kalsel

Sabtu, 13 Januari 2007
Banjarmasin, Kompas - Meskipun jatah tebang kayu areal hak pengusahaan hutan di Kalimantan Selatan ditambah, industri perkayuan tidak bangkit. Kini hanya ada enam perusahaan perkayuan, khususnya kayu lapis, di provinsi itu. Sekitar 7.000 buruh di industri perkayuan terkena pemutusan hubungan kerja.

Kondisi industri perkayuan di Kalimantan semakin meredup tahun ini. Pada tahun 2004 masih ada 14 perusahaan dengan kapasitas terpasang di atas 6.000 meter kubik (m3) per tahun.

Rontoknya industri perkayuan Kalimantan Selatan ini disebabkan sulitnya memperoleh bahan baku. Setiap tahun diperlukan hingga 1,5 juta m3 - 4 juta m3 kayu untuk perusahaan-perusahaan tersebut.

Sementara itu, hutan produksi, hutan tanaman industri, serta hutan rakyat di provinsi tersebut hanya dapat memenuhi 500.000 m3 hingga 600.000 m3 kayu setiap tahun. Kekurangan bahan baku kayu itu kemudian dipasok dari Provinsi Kalimantan Tengah dan Provinsi Kalimantan Timur.

Kepala Dinas Kehutanan Kalimantan Selatan Sony Partono di Banjarmasin, Jumat (12/1), mengakui, jatah tebangan kayu di areal hak pengusahaan hutan (HPH) tahun ini sebenarnya naik, menjadi 64.000 m3. Pada 2006 Kalimantan Selatan hanya mendapat jatah tebangan 56.000 m3.

Jatah tebangan tersebut diberikan kepada PT Hasnur dan PT Aya Yayang Indonesia yang memiliki areal HPH di Kabupaten Tabalong.

Menurut Sony, industri perkayuan tidak bisa lagi memaksakan diri memenuhi kapasitas terpasangnya. Industri harus menyesuaikan dengan ketersediaan bahan baku.

Selain itu, industri juga harus gemar menanam jika tetap ingin bertahan hingga puluhan tahun mendatang. Tanpa itu, industri perkayuan, yang setidaknya dua dasawarsa merupakan salah satu andalan ekonomi Kalimantan Selatan, akan sulit bertahan.

Rontoknya industri perkayuan berdampak pada pemutusan hubungan kerja (PHK). Sepanjang tahun lalu lebih dari 10.000 buruh terkena PHK di Kalimantan Selatan, sekitar 7.000 di antaranya adalah buruh industri kayu.

Hal itu terjadi karena setiap tahun jumlah industri perkayuan di Kalimantan Selatan terus berkurang. Pada 2001 beroperasi 24 perusahaan pengolahan kayu berkapasitas 6.000 meter kubik per tahun. Namun, pada 2004 tinggal 14 perusahaan yang masih mampu beroperasi. Tahun 2005 jumlahnya menyusut menjadi 10 perusahaan dan tahun lalu tinggal 6 perusahaan.

Selain perusahaan kayu berskala besar, Kalimantan Selatan masih memiliki 7 industri veneer (produk dari lapisan kayu yang halus) dan 108 kilang penggergajian. Sekarang sebagian di antaranya juga sudah rontok. (FUL)

Mantan Dirjen PHP Ditahan

Jumat, 12 Januari 2007
Jakarta, Kompas - Mantan Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi atau PHP Departemen Kehutanan, Waskito Suryodibroto, ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi, Kamis (11/1) malam. Waskito menjalani pemeriksaan sekitar 12 jam sebelum dibawa ke rumah tahanan Kepolisian Resor Jakarta Selatan.

Waskito ditahan karena diduga melakukan pidana korupsi penyalahgunaan izin pemanfaatan kayu (IPK) untuk lahan satu juta hektar di Kalimantan Timur. Dalam keterangan pers yang dikeluarkan KPK, ia diduga terlibat dalam kasus dugaan korupsi yang juga menyeret Gubernur Kaltim Suwarna Abdul Fatah, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Kaltim Robian, dan Presiden Direktur PT Surya Dumai Group Martias.

KPK menilai penerbitan perpanjangan IPK itu bertentangan dengan aturan dan tidak mengindahkan ketentuan teknis bidang kehutanan. Seharusnya penerbitan izin kepada PT Surya Dumai Group digunakan untuk membangun kebun kelapa sawit. Namun ternyata, rencana itu tak dilaksanakan. IPK diduga digunakan PT Surya Dumai Group untuk mengeruk kayu alam hingga sebanyak 700.000 kubik atau senilai Rp 386 miliar.

Saat ditahan, Waskito didampingi pengacaranya Zul Armain Aziz. "Saya akui, secara prosedural klien saya melakukan kesalahan, tetapi secara substansial benar. Apakah salah prosedur itu tindak pidana korupsi, kita buktikan di pengadilan," tutur Zul.

Tercatat, selama menjabat sebagai Dirjen PHP, ia mengeluarkan tiga persetujuan pengalihan fungsi hutan menjadi perkebunan, enam persetujuan prinsip, dan delapan pelimpahan ke kanwil. Dalam kasus PT Surya Dumai Group seharusnya Waskito mengeluarkan IPK setelah ada pengajuan dari kanwil.

IPK diberikan setelah pengusaha meminta langsung ke Waskito. Izin baru diberikan ke kanwil setelah sebelumnya disetujui Waskito. Izin untuk 10 perusahaan itu diterbitkan tahun 1999, baru dilaksanakan tahun 2000.

Waskito mengaku ia tidak bersalah. Soal penahanan itu, ia menilai itu biasa dalam penyidikan.

Berkaitan dengan dugaan korupsi ini, KPK juga menahan Suwarna Abdul Fatah, Robian, dan Martias. Bahkan, berkas perkara Martias telah dilimpahkan KPK ke pengadilan.

Dalam kasus dugaan korupsi di Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), KPK menyita sebuah mobil sedan milik mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Rohkmin Dahuri. KPK, kata Wakil Ketua KPK Tumpak Hatorangan Panggabean, juga mengirim tim penyidik ke Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, dalam kaitan dugaan korupsi Bupati Kendal Hendy Budoro. (ANA/JOS)

Thursday, January 11, 2007

Kadishut Batola Tahanan Rumah

Kamis, 11 Januari 2007 01:22
Banjarmasin, BPost
Kepala Dinas Kehutanan (Kadishut) Kabupaten Barito Kuala (Batola), Iwan Hernawan ditetapkan sebagai tersangka dugaan kasus tindak pidanan korupsi proyek gerakan rehabilitasi hutan dan lahan (Gerhan) periode 2004-2005.

Namun kejaksaan tidak menjebloskan Iwan ke sel. Terhitung 3 Januari bersama Sandri, kepala bendahawaran dan Suyadi, bendaharawan ditetapkan sebagai tahanan rumah.

Sementara Suratiman, pimpro ditetapkan sebagai tahanan rumah sejak 29 Desember 2006.

Kasi Intelejen Kajari Marabahan, Sunari mengungkapkan, keempat terdakwa diduga bekerjasama melakukan tindak pidana korupsi yang mengakibatkan kerugian negara Rp500 juta dari total dana Gerhan Rp1,3 miliar.

Menurutnya, keempat diduga telah memberikan data fiktif per 31 Desember 2005 dari yang seharusnya proyek Gerhan seluas 600 hektare, ternyata hanya dikerjakan 25 persen.

Bahkan setelah kontrak selesai, pelaksanaan Gerhan baru mencapai 400 hektare.

Tuduhan lainnya, mereka memotong 10 persen dana yang diberikan kepada masing-masing 24 kelompok tani di empat kecamatan, yaitu Marabahan, Tabukan, Swanaraya dan Berambai.

Selain itu, sisa dana sekitar Rp161 juta yang seharusnya dimanfaatkan untuk penanaman, justru dimasukkan ke rekening pribadi Suyadi.

Menurut Sunari, penetapan tahanan rumah untuk memudahkan pengawasan, selain itu ada jaminan dari keluarga tersangka.

Iwan Hernawan dikonfirmasi, Rabu (10/1), meminta penegak hukum segera menuntaskan kasus itu, agar dia dan tersangka lain tak merasa terombang-ambing.

"Sudah sekitar dua tahun kasus ini kejaksaan, tapi tak juga dilimpahkan ke pengadilan. Kami ingin kepastian, jadi kami memohon agar kejaksaan segera melimpahkannya ke pengadilan," katanya.

Dia meminta aparat penegak hukum dan masyarakat tetap menjunjung tinggi praduga tak bersalah dan jangan mengganggap mereka melakukan korupsi, sebelum ada keputusan berkekuatan hukum tetap. ant/buy

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

Sedih Melihat Maraknya Bangli

Rabu, 10 Januari 2007 01:43
TERSENDATNYA penanganan kasus kejahatan yang menjadi prioritas seperti penebangan liar (bangli) membuat Kapolda Kalsel Brigjend Halba Rubis Nugroho sedih.

Karena itu dalam acara serah terima jabatan (sertijab) Kapolres Tabalong, Senin (8/1), kapolda sempat menyatakan harapan adanya persatuan dan kerja sama yang baik di antara sesama aparat penegak hukum.

Khusus di Tabalong, ia pun meminta aparat Polres memprioritaskan penanganan kasus bangli seperti yang melibatkan PT Elbana Abadi Jaya. Sebab di beberapa daerah seperti halnya di Tabalong telah merasakan dampak dari aktivitas melanggar hukum tersebut.

"Untuk itu saya berharap agar semua aparat penegak hukum dan pemerintah daerah punya komitmen yang sama dan kuat dalam menangani aktivitas penebangan liar guna menghindari kerugian lebih besar baik jiwa atau materil," tandasnya.

Menurutnya, dampak penebangan liar menimbulkan kerusakan dan kerugian sebagian besar justru dirasakan rakyat kecil. Seperti yang terjadi di musim penghujan tahun ini, yaitu bencana banjir akibat rusaknya ekosistem hutan.

Seperti diketahui saat ini Polres Tabalong sedang getol menyelesaikan berkas kasus illegal logging PT Elbana yang menghabiskan dana Rp20 juta. Namun berkas kasus tak kunjung selesai karena selalu ditolak kejaksaan dengan alasan kurang lengkap.

Lebih lanjut kapolda mengatakan jumlah kasus kejahatan di Kabupaten Tabalong selama kurun semester II tahun 2006 meningkat menjadi 110 kasus dari 57 kasus di semester I. Kendati demikian angka penyelesaian kasus juga mengalami peningkatan 8,3 persen.

Kasus pidana menonjol di antaranya curat 19 kasus, curanmor 6 kasus, anirat 8 kasus dan pembunuhan 1 kasus. Selain itu ada kasus prioritas seperti illegal logging 24 kasus, narkoba 5 kasus, perjudian 3 kasus, sajam 3 kasus, miras 4 kasus dan tindak pidana korupsi 1 kasus.

"Walaupun ada kenaikan, tetapi situasi dan kondisi kamtibnas di wilayah hukum Polres Tabalong saya nilai cukup kondusif," kata Halba.nda

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

Kasus PT Tangkasiang Ke Polda

Minggu, 07 Januari 2007 01:48
Palangka Raya, BPost
Somasi PT Tangkasiang terhadap Tim illegal logging Kalteng terkait penahanan 2.000 kubik kayu milik perusahaan itu berlanjut ke jalur hukum. Ketua Tim Illegal Logging H Achmad Diran melaporkan kasus tersebut ke Polda setempat.

"Atas nama Gubernur, saya sudah menandatangani pelimpahan kasus PT Tangkasiang agar disidik lebih lanjut oleh Polda," ujar Diran, Sabtu (6/1).

Menurutnya, selanjutnya penyidik Polda bersama Dishut melakukan penelitian lebih lanjut terhadap 2.000 kubik kayu tangkapan Korem itu.

Dikatakan, dalam surat somasi itu, PT Tangkasiang meminta agar 2.000 kubik lebih kayu yang diamankan Korem 102 Panju Panjung saat melakukan operasi dilepas dengan alasan surat-menyurat kayu telah lengkap.

Menurut Diran sebagai Ketua Tim dia tidak bisa melepas begitu saja kayu-kayu tersebut sebelum diproses secara hukum.

"Institusi penegak hukum yang bisa memutuskan apakah kayu-kayu tersebut sah atau tidak termasuk boleh dilepas atau tidak," ujarnya.

Ketua Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Kalteng HM Mawardi meminta agar, pemeriksaan kayu bulat dilakukan di logpound perusahaan.

Setelah pemeriksaan, dikeluarkan dokumen asal dana reboisasi dan pajak lain dibayar lunas. "Dengan begitu kayu tersebut sepenuhnya menjadi milik perusahaan dan tidak boleh diganggu lagi," ujar Mawardi.

Menurutnya, selama proses pengangkutan kayu dari logpound hingga tujuan akhir kayu, tidak boleh ada institusi atau aparat yang melakukan pemeriksaan, karena pemeriksaan akhir dilakukan di tujuan akhir kayu. tur

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

Ratusan Hektare Hutan Sabuhur Gundul

Selasa, 02 Januari 2007 01:42
Pelaihari, BPost
Seperti telah diduga sebelumnya, penjarahan hutan suaka alam di Sabuhur Kecamatan Jorong melibatkan sebuah perusahaan perkebunan. Bahkan perusahaan yang beralamat di Banjarmasin bahkan telah membuka lahan seluas 300 hektare.

Tim Gabungan (Dishut Tala, Dishut Provinsi, BKSDA, BPKH, Polres Tala, dan Kodim 1009 Pelaihari) yang terjun ke lokasi, Kamis (4/1) mendapati ratusan hektare hutan terlarang di Sabuhur dalam kondisi gundul. Di lokasi itulah, perusahaan itu rencananya menanam kelapa sawit.

Di lokasi itu, Tim Gabungan bertemu Suwardi, pelaksana lapangan perusahaan itu Suwardi. "Dia mengatakan aktivitas mereka legal. Termasuk status lahan, karena lahan seluas 300 hektare itu mereka dari masyarakat melalui mantan Kades Sabuhur," beber Polhut Dishut Tala Suratno, anggota Tim Gabungan, Jumat (5/1).

Suwardi juga menegaskan perusahaannya mengantongi perizinan yang memadai. "Dia mengatakan atasannya, pernah memperlihatkan foto copy perizinan itu. Namun izin itu tidak bisa diperlihatkan, karena katanya disimpan di kantor di Banjarmasin," tandas Suratno mendampingi Kadishut H Aan Purnama MP menjelaskan hasil pengecekan lapangan, Tim Gabungan.

Sesuai hasil pengecekan dan pengukuran lapangan dengan menggunakan GPS, beber Suratno, seluruh lahan perusahaan tersebut masuk ke dalam kawasan terlarang. Sebagian masuk kawasan hutan suaka alam, dan sebagian masuk kawasan hutan penyangga.

Kondisi fisik di lapangan, lahan 300 hektare yang diklaim perusahaan itu telah bersih. Sebagian berupa hamparan ilalang--yang masuk kawasan penyangga--dan selebihnya yang masuk suaka alam berupa hutan galam yang telah terbakar.

Perusahaan bahkan telah membangun parit keliling yang lebarnya 1 meter dengan kedalaman 2 meter. Parit ini dimaksudkan untuk mencegah masuknya hama babi.

Kadishut H Aan Purnama menegaskan hutan suaka alam dan kawasan penyangga adalah kawasan terlarang yang harus bebas dari segala aktivitas. "Jadi, perusahaan tersebut harus ke luar dari lokasi itu. Aktivitasnya harus dihentikan."

Namun, langkah awal yang akan ditempuh Dishut adalah menelusuri siapa sebenarnya pihak menjual kawasan terlarang tersebut. Termasuk menelisik apa legalisasi yang dipegang orang tersebut sehingga berani menjual aset negara.

Pelaku penjual aset negara dipastikan akan ditindak tegas sesuai ketentuan yang berlaku. "Saat ini polisi sedang mengusut pelakunya," tandas Aan seraya mengatakan polisi juga akan mengusut kemungkinan adanya penadah di balik penjarahan hutan di Sabuhur. roy

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

Berkas Elbana Belum Lengkap

Jumat, 05 Januari 2007 00:46
Tanjung, BPost
Penanganan kasus pembalakan liar yang melibatkan perusahaan veneer terbesar di Kabupaten Tabalong, PT Elbana, masih mengambang. Berkas perkara yang disusun Kepolisian Resort (Polres) Tabalong, tak lengkap sehingga belum bisa diajukan ke kejaksaan.

Polres maupun kejaksaan tidak berani menargetkan kapan kasus ini dilimpahkan. Padahal dalam perjalanan kasusnya, Dirut PT Elbana I Made Suarta, sebagaimana pernah diakui Kapolres AKBP Maman Hermawan, sempat berupaya menyuap dirinya Rp500 juta, hingga Suarta pun diseret sebagai tersangka kasus penyuapan. Namun, penahanannya ditangguhkan.

Kapolres, dikonfirmasi menegaskan, pihaknya tetap serius menyelesaikan kasus ini. Menurutnya, kendala justru datang dari pihak kejaksaan. Berkas yang diserahkan tim penyidik selalu dikembalikan, dengan alasan belum lengkap.

"Sampai sekarang masih P-19. Tanyakan saja ke Jaksa. Itu teknis sekali. Yang jelas kami sudah optimal, karena kasus ini prioritas kami," katanya didampingi Kasatreskrim, AKP Muhammad Rifai, Kamis (4/1). Ditambahkan, sejak penyelidikan dan penyidikan hingga penyusunan berkas setebal 15 sentimeter, kasus ini telah menghabiskan dana operasional sekitar Rp20 juta.

Padahal, untuk kasus besar lainnya, bantuan operasional dari negara cuma Rp2,5 juta. Mengenai tersangka I Made Suarta maupun Direktur Operasional Ponidi yang masih bebas berkeliaran, Maman menyatakan, tidak ada alasan penahanan. Namun,ia menjamin tersangka tidak akan lari, statusnya wajib lapor.

"Kami tidak main-main. Target, saya secepatnya. Tapi kapan dilimpahkan,tanyakan ke jaksa," tandas Maman yang segera menempati tugas barunya sebagai Deputy Operasional Mabes Polri. Kejari Tabalong melalui Kasi Intel Syarifuddin mengatakan, penanganan kasus ini masih menjadi tanggung jawab penyidik kepolisian.

"Yang memutuskan berkas lengkap atau tidak memang jaksa penuntut umum (JPU). Jika JPU tidak yakin menang karena berkas belum lengkap, masa dipaksakan," cetusnya. Syarifuddin mengaku tidak mengetahui pasti poin-poin kekurangannya. "Yang mengetahui persis ketua tim JPU, Soni Adhyaksa,"kata Syarifuddin. Soni belum bisa dikonfirmasi karena sedang cuti.

Belum tuntasnya kasus ini membuat mantan karyawan kini makin dirundung ketidakpastian. Meskipun gaji bulanan tetap dibayarkan, mereka mulai mencari pekerjaan lain menambah penghasilan. nda

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

Tim Gabungan Tinjau Hutan Sabuhur

Jumat, 05 Januari 2007 00:46
Pelaihari, BPost
Penjarahan hutan suaka alam di Sabuhur Kecamatan Jorong mulai ditangani serius oleh Pemkab Tanah Laut (Tala). Tim Gabungan dari institusi lintas sektor diterjunkan ke lokasi, Kamis (4/1).

Tim yang terdiri atas unsur Dishut Tala, Balai Pemantapan Kawasan Hutan, Badan Konservasi Sumber Daya Alam, Polres Tala, dan Kodim 1009 Pelaihari itu bertugas mengecek kondisi fisik di lapangan. Mengukur luasan dan memetakan titik-titik penjarahan hutan yang terjadi.

"Kita lihat saja nanti hasil pengecekan lapangan itu. Prinsipnya, jika penjarahan kawasan terlarang itu ada kaitannya dengan pembukaan areal oleh sebuah perusahaan perkebunan, maka harus dikeluarkan dari lokasi tersebut," tandas Kadishut Tala Ir H Aan Purnama MP.

Seperti diwartakan, pembabatan hutan suaka alam di Sabuhur selain dilakukan penebang liar juga diduga melibatkan sebuah perusahaan perkebunan dari Banjarmasin yang hendak melakukan pembudidayaan tanaman karet.

Kadisbun Tala Ir A Rachman Said, misalnya, kepada BPost pekan tadi, menegaskan belum ada menerbitkan izin usaha perkebunan dalam kurun beberapa bulan terakhir di wilayah Sabuhur.

Aan menegaskan pihaknya tidak akan menoleransi terhadap penjarah hutan. "Saya tegas saja, tidak pandang perusahaan itu milik siapa. Jika memang menjarah hutan apalagi di kawasan yang dilindungi, maka harus ditindak."

Dia menegaskan di Sabuhur terdapat dua kawasan konservasi alam yang dilindungi. Taman wisata alam seluas 1.500 hektare dan suaka margasatwa 6.000 hektare.

Kedua kawasan tersebut merupakan kawasan terlarang bagi aktivitas apa pun. Keberadaannya harus dilindungi karena merupakan daerah resapan air dan penjaga keseimbangan alam (ekosistem). Aan mengakui kawasan terlarang itu selama ini terus terjarah oleh pihak tak bertanggungjawab.

Dishut Tala sedang intens menertibkan pemanfaatan kawasan hutan. Puluhan izin kuasa pertambangan yang berada di dalam kawasan hutan telah diwajibkan untuk mengajukan izin pinjam pakai ke Menhut.

Selain itu, Dishut juga mengintensifkan kegiatan pemeliharaan hutan. Diantaranya menggalakkan reklamasi lahan kritis melalui gerakan rehabilitasi lahan dan hutan serta memulai kegiatan penghijauan perkotaan dan kanan-kiri bahu jalan protokol dan arteri nasional. roy

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

Wednesday, January 10, 2007

Polda Janji Selesaikan Anton Dan Elbana

Selasa, 02 Januari 2007 01:15:13
Banjarmasin, BPost
Polda Kalsel berjanji untuk menyelesaikan kasus-kasus yang tidak terselesaikan pada tahun 2006. Terutama kasus-kasus besar yang jadi perhatian publik, seperti kasus pembalakan liar dengan tersangka Anton Gunadi dan kasus PT Elbana.

Kabid Humas Polda AKBP Puguh Raharjo, kepada BPost mengungkapkan, kemarin, untuk perkembangan kasus Anton Gunadi, pihaknya bekerjasama dengan Interpol karena Anton kabur ke luar negeri.

Sedangkan untuk kasus PT Elbana yang melakukan perambahan hutan tanpa izin, proses penyidikan dan pemberkasan kasus diserahkan kepada Polres Tabalong.

"Kasus dengan tersangka Anton Gunadi dan kasus PT Elbana memang prioritas untuk diselesaikan karena telah menjadi perhatian publik," Kata Puguh.

Sebenarnya, periode Januari hingga Nopember 2006 Polda Kalsel masih menyisakan 1.924 kasus yang belum terselesaikan dari total 5.256 kasus yang ditangani. 3.392 kasus sudah terselesaikan, sisanya sampai saat ini masih dalam proses hukum.

"Dari sekian ribu kasus yang belum terselesaikan, bukan berarti menunjukkan kelemahan ataupun kekurangan pihak kepolisian menangani perkara tapi karena berbagai faktor," kata Puguh.

Diantaranya karena kondisi polisi sendiri, hubungan sinergi dari perangkat penyelesaian seperti kejaksaan, bukti-bukti yang sah, dan kesediaan saksi untuk menunjukkan yang sebenarnya.

"Kalau salah satu saja dari hal itu tidak terpenuhi atau sepaham, misalnya antara kepolisian dengan kejaksaan tentunya proses hukum yang dilakukan terhadap suatu kasus lambat. Karena berkasnya banyak bolak-balik," jelas Puguh tanpa merinci secara jelas kasus-kasus tersebut.

Terkait begitu banyaknya kasus yang belum terselesaikan, Puguh menegaskan, Polda tidak berdiam diri. Tetap berusaha untuk menuntaskan proses hukum kasus-kasus itu, terutama kasus yang menjadi perhatian publik pada tahun 2006.

Berdasarkan arahan Kapolri, Menpan dan KPK, secara umum langkah yang diprioritaskan bagi Polri untuk tahun 2007 adalah penanganan terorisme, Narkoba dan korupsi.

"Program kerja ini akan diwujudkan dalam bentuk program kegiatan triwulan I sampai dengan triwulan IV yang akan dilakukan melalui gelar operasional diawal 2007 dengan seluruh jajaran yang ada dipimpin Kapolda," kata Puguh.

Sesuai pengarahan Menpan, untuk melaksanakan hal itu perlu adanya perubahan terutama perubahan reformasi birokrasi yaitu perubahan cara berpikir. "Dalam artian paradigma yang semula sebagai penguasa berubah sebagai pelayan, mendahulukan peranan daripada wewenang, perubahan sistem managemen berbasis kinerja," jelasnya.

Agar hal itu tercapai, tentunya perlu kesamaan persepsi, tujuan dan tindakan pemerintah, masyarakat dan lembaga-lembaga yang lain. "Sebab indikator keberhasilan pelayanan publik khususnya kepolisian adalah supaya masyarakat puas atas pelayanan, pengayoman perlindungan dan penegakan hukum yang baik," tandasnya. mdn

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

Hutan Sabuhur Dijarah

Jumat, 29 Desember 2006 02:34
Pelaihari, BPost
Hutan di kawasan resapan air di Kabupaten Tanah Laut (Tala) kembali dijarah. Kali ini giliran hutan suaka alam di Sabuhur Kecamatan Jorong yang dibabat orang tak bertanggung jawab.

Informasi diperoleh, kawasan yang dijarah setidaknya mencapai 20-an hektare. Tidak diketahui secara pasti, siapa yang melakukan penebangan tersebut. Namun kabarnya, sejak beberapa hari lalu aktivitas penebangan berhenti.

Dikonfirmasi via telepon selular, Kamis (28/12), Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Tala, Ir H Aan Purnama MP tak menepis fakta negatif tersebut. Menurutnya, di Sabuhur ada dua kawasan konservasi alam yaitu taman wisata alam seluas 1.500 ha dan suaka margasatwa 6.000 ha.

"Memang benar dua kawasan itu banyak dirambah," katanya.

Atas kejadian itu, pihaknya tidak tinggal diam. Namun yang dijarah merupakan kawasan konservasi alam, maka masalah tersebut telah dilaporkan ke Balai Konservasi Sumberdaya Alam wilayah V, Banjarbaru, sebagai penanggung jawab pengelolaan.

Mulai 2007 mendatang, pihaknya bersama Polres akan menindak tegas kepada para perambah kawasan konservasi. Namun Aan enggan merinci secara tegas jenis tindakan dan jadwal pelaksanaannya.

Kadis Perkebunan Tala Ir HA Rahman Said MP ketika dikonfirmasi menegaskan, pihaknya tidak pernah menerbitkan izin usaha perkebunan untuk wilayah Sabuhur.

Said menegaskan, pihaknya tidak akan sembarangan menerbitkan izin usaha. Tidak hanya penelitian ketat persyaratan administrasi, tetapi juga mutlak dilakukan pengecekan lokasi. roy

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

59 Juta Hektar Hutan Indonesia Hilang

Selasa, 09 Januari 2007
Bandar Lampung, Kompas - Departemen Kehutanan memastikan saat ini sekitar 59 juta hektar dari 120 juta hektar hutan asli Indonesia telah hilang dengan nilai kerugian Rp 30 triliun per tahun. Itu terjadi akibat penebangan hutan yang tidak terkendali selama puluhan tahun tanpa penegakan hukum.

Tachrir Fathoni, Sekretaris Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Hutan Alam Dephut, mengemukakan hal tersebut dalam acara "Workshop dan Pelatihan Regional Penegakan Hukum terhadap Tindak Pidana Illegal Logging dan Perdagangan Satwa di Indonesia", Senin (8/1) di Bandar Lampung.

Kerusakan hutan seluas itu, kata Fathoni, akibat penebangan secara manual pada kurun waktu antara 1960 dan 1970. Kemudian berlanjut tahun 1990 saat pemerintah mengeluarkan izin pengusahaan hutan tanaman industri dengan praktik tebang habis.

Selain itu, kerusakan hutan juga terjadi akibat kebakaran, perambahan, pencurian kayu, dan pelepasan kawasan hutan untuk diubah menjadi perkebunan.

Hasilnya, laju kerusakan hutan pada 1985 hingga 1997 tercatat 1,6 juta hektar per tahun. Pada periode 1997-2000 laju kerusakan menjadi 2,1 juta hektar per tahun dan meningkat 2001-2005 menjadi 2,8 juta hektar per tahun.

Sulaeman N Sembiring, pakar hukum kehutanan dari Forest Law Enforcement, Governance and Trade Komisi Eropa untuk Indonesia pada kesempatan yang sama mengatakan, tingginya tingkat kerusakan hutan menyebabkan negara rugi Rp 30 triliun hingga Rp 45 triliun.

Menurut Fathoni, produksi kayu Indonesia dengan kebutuhan bahan baku industri tidak seimbang. Setiap tahun setidaknya dibutuhkan 60 juta meter kubik hingga 70 juta meter kubik kayu, tetapi hutan Indonesia hanya mampu memproduksi 40 juta meter kubik.

Tidak seimbang

Pengajar hukum pidana Fakultas Hukum Universitas Indonesia Rudy Satriyo Mukantardjo mengatakan, akibat ketidakseimbangan antara permintaan dan pasokan kayu, 60 persen-70 persen konsumsi industri kayu domestik yang mencapai 70 juta meter kubik diperoleh secara ilegal. Ini menyebabkan pembalakan liar makin marak dan negara diperkirakan rugi sekitar Rp 9 triliun per tahun.

Namun, kata Rudy, penegakan hukum masih lemah, ditandai dengan keterlibatan oknum-oknum instansi terkait yang seharusnya ikut bertanggung jawab dalam menjaga kelestarian hutan.

Untuk menekan kerusakan hutan, kata Sembiring, dibutuhkan kebijakan yang mengarah pada pengelolaan hutan lestari, memberikan penguatan kapasitas pada daerah untuk mengelola hutan, dan tidak membuka ruang bagi pembalakan liar. (hln)

Pengelolaan Lahan Eks PLG Tanggung Jawab Daerah

Rabu, 03 Januari 2007
Palangkaraya, Kompas - Pengelolaan kawasan eks proyek lahan gambut sejuta hektar di Kalimantan Tengah menjadi tanggung jawab penuh pemerintah daerah. Sepanjang memenuhi ketentuan, apa pun yang diminta Pemprov Kalteng terkait pengelolaan itu akan dipenuhi pemerintah pusat, semisal dana, teknis pelaksanaan, dan tenaga ahli.

"Pemerintah daerah harus ada di garis depan pengelolaan lahan proyek lahan gambut (PLG), sementara pemerintah pusat mendukungnya," kata Menteri Pertanian Anton Apriyantono di Palangkaraya, Selasa (2/1).

Terkait dengan keinginan Pemprov Kalteng agar Instruksi Presiden (Inpres) mengenai Percepatan Rehabilitasi dan Revitalisasi Lahan PLG segera diterbitkan, menurut Anton, itu merupakan wewenang Presiden.

Gubernur Agustin Teras Narang menuturkan, Kalteng menunggu terbitnya inpres tersebut. Inpres adalah payung hukum bagi semua pemangku kepentingan, termasuk pemprov dan departemen terkait, dalam merehabilitasi dan merevitalisasi lahan eks PLG. "Sebelum inpres keluar, Kalteng tetap berusaha mengelola PLG dengan anggaran pendapatan dan belanja daerah yang antara lain tersebar di sektor pekerjaan umum maupun pertanian," kata Teras.

Saat ini pengelolaan PLG juga dibantu oleh Belanda, terutama dalam pembuatan rencana induk tata air. Tata air diharapkan dapat menjaga ketersediaan air saat kemarau, sekaligus mencegah banjir pada musim hujan.

Menurut Kepala Badan Pengelola dan Pelestari Lingkungan Hidup Daerah Kalteng Moses Nicodemus, beberapa waktu lalu 70 persen hutan di lahan gambut eks PLG sudah dibuka sehingga rusak dan harus direhabilitasi.

Hingga tahun anggaran 1999/2000 di kawasan PLG Kalteng telah ditempatkan 14.667 keluarga transmigran (61.700 jiwa). Kini yang bertahan tinggal sekitar 8.000 keluarga. (CAS)

Pembalakan Liar

Jumat, 29 Desember 2006
Pontianak, Kompas - Majelis hakim di Pengadilan Negeri Pontianak, Kamis (28/12), memvonis bebas pengusaha kayu, Buntia, dari dakwaan menebang pohon dalam kawasan hutan lindung. Namun, untuk dakwaan subsider, yaitu membawa alat berat di kawasan hutan lindung tanpa izin, majelis hakim yang diketuai U Simangunsong menyatakan terdakwa bersalah dan dihukum dua tahun penjara serta denda Rp 1 miliar atau kurungan empat bulan penjara.

Vonis hakim tersebut lebih ringan daripada tuntutan kumulatif jaksa, yakni pidana penjara 10 tahun, denda Rp 2 miliar, dan subsider enam bulan penjara.

Atas putusan itu, jaksa Simaremare menyatakan banding. Buntia melalui kuasa hukumnya Andi F Simangunsong juga menyatakan banding.

Seusai sidang, Buntia enggan mengomentari putusan itu. Dia hanya terdiam dan berlalu dari ruang persidangan. Dengan kawalan sopir, Buntia meninggalkan Pengadilan Negeri Pontianak menggunakan mobil pribadi berpelat KB 228 WL.

Menanggapi vonis, kalangan lembaga swadaya masyarakat dan pihak kehutanan menyatakan kekecewaannya. Suasana seusai persidangan juga sempat gaduh saat beberapa pengunjung yang memadati ruang sidang berteriak mengecam hakim yang memberi vonis ringan.

Kepala Bidang Perlindungan Hutan Dinas Kehutanan Kalimantan Barat Sunarno menyatakan, majelis hakim telah mengabaikan fakta di persidangan bahwa Buntia telah melakukan penebangan di kawasan hutan lindung. Fakta itu didasarkan pada surat pernyataan yang dibuat Buntia serta dipertegas saksi ahli dari Departemen Kehutanan.

Koordinator Konsorsium Anti- Illegal Logging Darmawan Liswanto menyatakan, majelis hakim mengabaikan fakta bahwa areal penebangan hutan yang dilakukan Buntia tidak sesuai dengan izin. "Majelis seyogianya mempertimbangkan kerusakan lingkungan dan tidak sekadar memvonis atas pelanggaran izin alat berat," katanya. (WHY)