Monday, December 31, 2007

Tim Pemkab Cek Areal Inhutani III

Selasa, 27 November 2007
Radar Banjarmasin

MARTAPURA– Setelah sekian lama berpolemik, kemarin Tim Inventarisasi Lahan HTI, HPH dan HGU melakukan cek lapangan areal HTI milik PT Inhutani III. Bersama-sama pihak PT Inhutani III tim yang dipimpin Asisten II Bupati Banjar tersebut pergi ke lapangan untuk melihat langsung areal yang sejak tahun 1989 lalu dikuasai PT Inhutani III dengan mengantongi izin sementara.

“Selama ini banyak kabar tidak sedap berkenaan dengan aktifitas PT Inhutani III di areal yang dikuasainya. Terutama soal kegiatan HTI sebagaimana izin yang dikantongi. Untuk itulah kami memutuskan untuk mengajak PT Inhutani III ke lapangan,” ungkap Sekretaris Tim Inventarisasi Lahan Masruri, kemarin.

Ada dua agenda penting dari keberangkatan tim jelas Masruri, pertama adalah untuk mengetahui mana saja areal yang dikuasai PT Inhutani III.

“Ini penting. Mengingat selama ini kami hanya mengetahui bahwa areal yang dikuasai itu ada 30 ribu hektar. Di mana persisnya, kami hanya mengetahui dari peta saja. Sangat beda hasilnya, ketika kami tahu di mana lokasi riilnya. Memang kami sudah mengantongi dokumen lengkap, termasuk peta lokasinya. Tetapi sekali lagi, di mana posisi riil di lapangan areal itu bagi kami sangat penting mengetahuinya,” ungkapnya.

Selain posisi areal jelasnya lagi, Tim Inventarisasi juga ingin melakukan cek langsung sejauhmana kegiatan HTI yang sudah dilakukan PT Inhutani III di areal itu.

“Dari keterangan PT Inhutani kegiatan penanaman sebagian sudah dilakukan. Tetapi seluas apa areal yang sudah ditanami, selama ini kami tidak mengetahui. Untuk itu dirasa perlu melihat seberapa banyak areal yang sudah dimanfaatkan,” katanya.

Selanjutnya jelas Masruri, hasil dari kegiatan tersebut akan dilaporkan kepada Bupati. Bagaimana kebijakan Pemkab Banjar yang akan diambil, semuanya tergantung Bupati nanti.

“Itu sudah kewenangan Pak Bupati. Yang penting kami melakukan tugas mengumpulkan data-data riil di lapangan. Seterusnya itu kewenangan Pak Bupati,” katanya.(yan)

Pembawa Kayu Meranti Diamankan

Kamis, 22 November 2007
Radar Banjarmasin

BANJARMASIN ,- Jangan berani main-main dengan petugas, apalagi bila menyangkut persoalan kayu ilegal. Apa yang dialami Jahri ini mungkin bisa menjadi pelajaran. Motoris klotok berusia 30 tahun ini diamankan petugas Ditpolair Polda Kalsel dari kawasan Sungai Andai, Banjarmasin Utara, Senin (19/11).

Pasalnya, warga Jl Sungai Andai Komplek Andai Jaya Persada Blok B 5 RT 28 Banjarmasin Utara, ini tertangkap basah ketika sedang membongkar muatan klotoknya yang berisi kayu olahan jenis meranti campuran (MC). Kayu yang tak dilengkapi dokumen sebanyak 9 meter kubik itu diamankan bersama dua buah klotok yang membawanya.

Menurut Direktur Polair Polda Kalsel AKBP Sunaryo melalui Kasi Gakkum AKP R Tambun SH, penangkapan ini merupakan hasil patroli rutin yang dilakukan petugas Unit Ujung Panti Ditpolair Polda Kalsel. Ketika dilakukan penggerebekan para pemilik klotok berusaha melarikan diri. Dari dua klotok yang sedang membongkar muatan, hanya satu motoris yang berhasil diamankan.

Kayu tersebut dibeli para pelaku dari bansaw milik Kati, warga Kecamatan Galam Rabah, Kabupaten Banjar. “Menurut keterangan Jahri kayu-kayu itu rencananya mau dijualnya kepada seorang pengembang perumahan bernama Jamrudi alias H Uduy dan Hanafi. Tapi kedua pengembang tersebut tidak mau membelinya,” ujar AKP R Tambun.

Namun begitu petugas tetap melakukan pemeriksaan terhadap orang-orang yang diduga terlibat dalam kasus ini. “H Uduy tetap kami periksa. Statusnya masih dalam proses pemeriksaan, tapi tidak menutup kemungkinan statusnya bisa berubah menjadi tersangka,” katanya.

Jahri mengaku ia baru saja melakoni pekerjaan ini. Kayu tersebut dibelinya dengan harga Rp1.500 per kepingnya. “Saya menjualnya bisa sampai Rp2.000 untuk jenis papan,” ujarnya.(gsr)

MoU Lingkar Selatan Diteken

Rabu, 21 November 2007
Radar Banjarmasin


KOTABARU,- Pemkab Kotabaru bersama dengan PT (Persero) Inhutani II menandatangi nota kesepahaman (MoU) tentang pembangunan dan pemanfaatan jalan lingkar selatan. MoU tersebut diteken langsung oleh Bupati Kotabaru H Sjachrani Mataja bersama sebagai pihak pertama dengan Ir Budi Santoso Direktur Utama PT Inhutani II sebagai pihak kedua.

   Dalam MoU tersebut disepakati pembangunan dan pemanfaatan jalan dari Ambung-ambungan, Labuan Mas sampai dengan Halayung Sungai Bulan kecamatan Pulau Laut Selatan yang panjangnya sekitar 25,60 km, dengan daerah milik jalan 12 meter. Selain itu, kesepakatan itu juga menyebutkan kalau jalan tersebut juga digunakan untuk operasional pihak Inhutani II.

   Maksud dan Tujuan Pembangunan serta Pemanfaatan Jalan Lingkar Selatan tersebut adalah untuk mempermudah akses transportasi dalam rangka peningkatan perekonomian masyarakat dan kegiatan operasional PT Inhutani.

   ”Dengan adanya jalan lingkar selatan ini, diharapkan dapat mempercepat pembangunan daerah, meningkatkan mobilitas penduduk dan barang dalam menunjang kegiatan roda perekonomian masyarakat,” ujar Bupati Kotabaru

      Sementara itu untuk hak dan kewajiban kedua belah pihak seperti untuk kepentingan umum berhak menggunakan jalan tersebut untuk menunjang pembangunan dan peningkatan pertumbuhan ekonomi, PT Inhutani tetap berhak menggunakan  atau memanfaatkan jalan tersebut sebagai penunjang operasional.

      Selain itu Inhutani juga berkewajiban membangun  Daerah Milik Jalan lebar 12 meter, badan jalan dan parit galian tanah kiri – kanan badan jalan sepanjang  25,60

   Pihak pertama berkewajiban  membangun jembatan termasuk box culvert, slab beton dan bangunan pelengkap lainnya di sepanjang jalan ± 25,60 km dari Ambung-ambungan Labuan Mas sampai dengan Halayung Sungai Bulan Kecamatan Pulau Laut Selatan. Serta Pihak Pertama mengakui bahwa tegakan HTI Pihak Kedua yang berada pada sekitar Jalan Lingkar Selatan tersebut sepenuhnya tetap dikuasai Pihak Kedua.

   Dijelaskan lagi Pihak Pertama turut berpartisipasi untuk menjaga dan melindungi investasi Pihak Kedua yang ada dan berpartisipasi meminimalisir dampak negatif terhadap pengelolaan hutan tanaman termasuk kegiatan perambahan lahan/okupasi/klaim lahan pada kiri – kanan jalan oleh masyarakat sekitar hutan / pihak-pihak lain. Tidak hanya itu saja banyak poin-poin lain yang disekapakati kedua belah pihak. (ins)

Wednesday, December 19, 2007

Stop Penjualan Meratus ke Industri

Minggu, 09-12-2007 | 01:20:53

  • Negara Berkembang seperti Tank Negara Industri

BANJARBARU, BPOST - Konfrensi internasional pemanasan global (Conference of Parties of the United Nations Framework Convention on Climate Change/COP 13 UNFCCC) di Bali 3 sampai 14 Desember ini dinilai tak memihak pada kelestarian lingkungan.

Sebaliknya, pertemuan tersebut justru melahirkan dagelan lingkungan yang dimainkan oleh kelompok industri besar di negara maju dengan dalih perdagangan karbon tak terkecuali hutan Meratus di Kalsel.

Sebanyak 10 organisasi pecinta alam di Kalsel melakukan aksi damai menolak kebijakan tersebut Sabtu (8/12). Aksi digelar Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalsel, Green Student Movement (GSM), Sahabat Walhi (sawa), Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI).

Juga diikutu Mapala Graminea, Mapala Fakultas Teknik Unlam, Mapala STIBA, Himpunan Petani Palam (Himpal), Forum Pedagang Kaki Lima Murjani (Forkamu) dan Persatuan Pedagang Kaki Lima Panglima Batur (Perkabat).

Selain menyebarkan selebaran berupa imbauan menolak perdagangan karbon di jalan A Yani kilometer 34 depan Taman Air Mancur Banjarbaru, para aktivis lingkungan itu juga menggelar teatrikal. Puluhan aktivis terlihat meresapi vitalnya Meratus bagi kehidupan rakyat Kalsel.

Aksi diawali ketika kehidupan alam pada gugusan hutan Pegunungan Meratus aman dan tentram yang ditunjukkan dengan enam orang berpakaian dengan tulisan huruf-huruf merangkai kata Meratus. Kondisi ini dilihat dari betapa gembiranya penduduk di sekitarnya, bernyanyi dengan wajah berseri-seri.

Namun kegembiraan itu berubah seketika ketika ada perusak lingkungan yang digambarkan dengan sosok setan dengan wajah hitam legam mengobar-abrik kawasan Meratus.

Setiap jengkal lahan di Meratus dicaplok dengan beringasnya demi kepentingan industri, di sinilah perdagangan karbon dideskripsikan sangat merusak kehidupan.

Rakhmad Mulyadi koordinator aksi menyatakan aksi dilakukan serentak se Indonesia. Setiap daerah mengusung tema yang sama dengan cakupan lokalnya masing-masing.

"Penyelamatan hutan Meratus adalah harga mati. Kedepankan rakyat dan selamatkan tanpa melalui mekanisme pasar dengan menjual kawasan tersebut kepada negara industri di Utara beserta perusahaannya demi eksploitasi. Walau itu dengan label konservasi," tegasnya. niz

Pemkab Minta Jatah Hasil Tebangan

Jumat, 07-12-2007 | 00:56:18

•  5 Persen untuk Masyarakat

TANJUNG, BPOST - Aksi demo warga sejumlah desa dari Kecamatan Muara Uya dan Jaro yang dikenal sebagai masyarakat pengayuan karena menebang atau mengusahakan jual beli kayu hutan sebagai mata pencaharian mulai mendapat tanggapan Pemkab Tabalong.

Bertempat di ruang rapat Gedung Sakata, Kantor DPRD Tabalong di Jalan A Yani Mabuun pukul 10.00 Wita, Rabu (5/12), Bupati Tabalong H Rachman Ramsyi, Ketua DPRD H Muchlis dan sejumlah anggota komisi II yang membidangi perekonomian dan keuangan termasuk pertanian, perkebunan dan kehutanan melakukan pertemuan tertutup.

Kesimpulan rapat yang berlangsung lebih dua jam itu, pemerintah segera menyosialisasikan alih profesi masyarakat pengayuan menjadi petani secara bertahap. Salah satunya dengan program penghijauan lahan kritis di kawasan hutan dengan tanaman kebun seperti karet yang mengambil 20 persen dana program Gerakan Rehabilitasi Lahan Tambahan (Gerhan) Departemen Kehutanan.

Untuk jangka pendek, pemerintah akan merangkul pihak swasta, dalam hal ini yang mengantongi Hak Pengusahaan Hutan (HPH). Pemerintah meminta perusahaan memberikan jatah lima persen dari hasil tebangan untuk dikelola rakyat.

"Kita akan buat surat yang ditandatangani bupati dan DPRD kepada pemegang HPH, supaya ketentuan lima persen tebangan HPH diserahkan kepada masyarakat melalui koperasi yang mengelola. Jadi silakan nanti pedagang memberi kayunya dari koperasi," kata Rachman Ramsyi.

Ditemui di sela-sela kegiatan donor darah massal memperingati hari kesehatan nasional dan HUT ke-42 Tabalong di RSUD H Badaruddin Tanjung, Kamis (6/12), Rachman mengakui penertiban pembalakan liar di daerah yang masyarakatnya sudah mengusahakan kayu secara turun temurun cukup sulit.

Apalagi di sisi lain, produk kayu termasuk kebutuhan pokok dan masih sangat diperlukan masyarakat untuk pembangunan. Namun begitu Rachman menegaskan alih profesi merupakan hal mutlak yang harus dipahami warga, khususnya yang selama ini berprofesi sebagai penebang kayu.

Hal itu sekaligus upaya menyukseskan program pemerintah termasuk dunia untuk mencegah kerusakan alam lebih parah dan pemanasan global. Ketua DPRD Tabalong, H Muchlis mengimbau masyarakat pengayuan pandai-pandai memanfaatkan celah agar tidak terjaring razia petugas. Salah satunya dengan membawa kayu dalam jumlah wajar agar masih bisa diberikan toleransi.

"Secara realistis kita sadari kayu salah satu bahan pokok yang sangat diperlukan masyarakat. Kita harap TNI dan Polisi tetap melakukan penertiban, tapi jangan berlebihan. Masyarakat juga jangan berlebihan membawanya," katanya. nda

Demo Polres Sejak Dini Hari

Rabu, 05-12-2007 | 00:12:55

  • Warga Nginap di Masjid

TUNTUT PEMBEBASAN - Puluhan warga dari desa di Kecamatan Jaro dan Muara Uya, Kabupaten Tabalong berkumpul di depan Mapolres Tabalong menuntut pembebasan rekan dan satu pikap pengangkut kayu yang ditahan, Selasa (4/12). BANJARMASIN POST/ANJAR WULANDARI

TANJUNG, BPOST - Persoalan penertiban illegal logging di Kabupaten Tabalong belum juga tuntas. Pihak Polres yang melakukan penertiban lewat operasi dan giat di lapangan kembali jadi sasaran warga mengadu sekaligus mengajukan tuntutan.

Seperti terjadi, Selasa (4/12), puluhan warga sejumlah desa di Kecamatan Jaro dan Muara Uya--sekitar 83 kilometer dari Kota Tanjung, menyambangi Mapolres Tabalong di Jalan PM Noor Pembataan, Tanjung.

Warga yang mayoritas bekerja sebagai pengayu atau orang yang mengusahakan dan menjual kayu itu bahkan sudah berada di depan Mapolres sejak pukul 02.00 Wita, Selasa (4/12), dengan menumpang sepuluh mobil pikap.

Sambil menunggu, warga yang semuanya kaum laki-laki itu beristirahat dan menginap di Masjid YAMP, Pembataan, persis di depan Mapolres. Sekitar pukul 06.30 Wita, mereka sudah bergerombol di depan Mapolres.

Melihat banyaknya warga yang berkumpul, aparat Polres dari lintas satuan pun siaga. Polisi muda berseragam coklat-coklat juga langsung berdiri membentuk pagar betis mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan.

Warga cukup kooperatif. Mereka memilih tiga perwakilan, Pembakal Desa Lumbang, Barhin dan dua orang warga, Rudi hartono dan Andi untuk bernegosiasi.

Mereka meminta kepolisian membebaskan satu rekan dan satu pikap pengangkut empat kubik kayu meranti berbentuk tongkat yang ditangkap, Senin (3/12), pukul 20.00 Wita. Mereka beralasan, kayu tersebut untuk keperluan lokal membangun tempat parkir di sebuah masjid yang sudah dipesan, bukan untuk dijual keluar.

Dalam negosiasi dengan pihak Polres yang diwakili Kabag Ops Budi Rachmat, Kabag Binamitra, Sofianoor, Kasatsamapta Daulat Sipayung dan Kasatreskrim, AKP R Matsari HS, tiga perwakilan warga juga meminta kebijaksaan terkait pengangkutan hasil kayu.

Pihak Polres bergeming tidak membebaskan pikap dan sopirnya yang ditangkap karena telah sesuai prosedur. Kayu yang dibawa tidak dilengkapi dokumen dan tertangkap saat aparat menggelar razia rutin dalam rangka pengamanan menjelang Idul Adha. nda

Kampanye Hutan Lewat Madihin

Senin, 03-12-2007 | 01:15:44

COBA jika karena bulan
Masakan tumbuh bintang sabiji
Mari menghindari pembajakan liar
Melestarikan alam kembali jangan dibabati

Itulah penggalan syair yang dikumandangkan duet madihin Banua, Zumairi dan Muhammad Said Ardhani di pentas Penyebaran Informasi Tentang Pelestarian Hutan Melalui Pergelaran Madihin di halaman RRI Banjarmasin Jalan A Yani Kilometer 2,5 Banjarmasin, Sabtu (1/12) malam.

Tema tentang pelestarian hutan sengaja diangkat pemadihin ayah-anak asal Barabai ini sebagai sosialisasi kepada masyarakat agar masyarakat melestarikan hutan dan melindunginya.

Sosialisasi pelestarian hutan yang dihajat Pusat Informasi Perekonomian Badan Informasi Publik Departemen Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia ini tergolong unik, namun hasilnya dirasakan cukup efektif.

"Madihin merupakan kesenian tradisional masyarakat Banjar yang bisa memberi nasihat dan masih digemari di tengah maraknya kesenian modern. Oleh karena itu kita memanfaatkan madihin sebagai media sosialisasi dan komunikasi yang tepat," kata Kepala Pusat Informasi Perekonomian BIP Depkominfo, Agussalim Hussein, kemarin.

Dikatakannya, tidak hanya madihin yang menjadi media kegiatan penyebaran informasi, kesenian tradisional lainnya pun juga dilibatkan pada program ini.

"Lain daerah lain pula kesenian yang ditampilkan. Begitu juga dengan tema yang disampaikan. Tujuannya jelas, selain sebagai informasi, juga untuk melestarikan kebudayaan daerah yang mulai tergeser kesenian modern," tambahnya.

Mengenai tema pelestarian hutan. sebut Agus, hal ini terkait dengan hutan adalah karakteristik Pulau Kalimantan. "Sebuah penelitian menunjukkan bahwa setiap satu hektar hutan di Kalimantan terdapat minimal 200 jenis kayu, namun disayangkan pohon di hutan kini ditebangi secara ilegal sehingga kehidupan flora dan fauna terganggu," bebernya.

Gubernur Kalimantan Selatan, Rudy Ariffin dalam sambutan tertulis yang dibacakan Kepala Badan Informasi Daerah, HD Masdjaya mengatakan, pemerintah selama ini telah melakukan upaya nyata dalam perlindungan dan pelestarian hutan.

Di antaranya lewat Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (Gerhan), pembangunan Hutan Tanaman Industri, Kampanye Indonesia Menanam, Kecil Menanam Dewasa Memanen dan terakhir aksi penanaman Serentak Indonesia dan Pekan Pemeliharaan Pohon. arl

Tuesday, December 18, 2007

Pembalakan Liar Mencoreng Perkembangan Industri Perkayuan

Rabu, 21 November 2007

Jakarta, Kompas - Pembalakan liar semakin mencoreng perkembangan industri perkayuan nasional sehingga opini publik sering menyebut industri hasil-hasil hutan sudah berada dalam situasi sunset atau tenggelam. Revitalisasi hutan menjadi langkah penting untuk segera memperbaiki parahnya kondisi hutan di Indonesia.

Sekretaris Jenderal Departemen Kehutanan Boen Purnama mengemukakan hal itu di sela-sela diskusi "Pertemuan Multipihak tentang Kecenderungan Opini Publik terhadap Pembangunan Sektor Kehutanan" di Jakarta, Selasa (20/11).

Purnama mengatakan, pemberantasan pembalakan liar terus diupayakan Departemen Kehutanan bekerja sama dengan Kepolisian RI. Sampai saat ini, pemerintah juga sedang memproses terbitnya Undang-Undang Pembalakan Liar.

Ketua Indonesia Furnitur Club Yos S Theosabrata dalam pembukaan Pameran Mesin Perkayuan Kedua ASEAN Wood di Jakarta Internasional Expo, Kemayoran, mengatakan, titik keprihatinan industri perkayuan bukan hanya terletak pada pembalakan liar, tetapi juga pada penyelundupan.

Menurut Yos, ketika mengikuti World Furniture Congress di Shanghai, China, bulan lalu, peserta umumnya menyerang delegasi Indonesia karena industri perkayuannya dinilai tidak ramah lingkungan.

"Kita dituduh merusak hutan karena melakukan illegal logging. Lalu, saya akui bahwa penebangan liar memang terjadi dan cukup sulit ditangani, tetapi yang lebih perlu ditangani sebetulnya illegal trading," kata Yos.

Yos mencontohkan kondisi pembalakan liar di Kalimantan. Kayu hasil tebangan itu bisa digeser dengan mudah, lalu diklaim sebagai milik Malaysia. Di sinilah terjadi pangkal perdagangan kayu ilegal. Sistem perdagangan ilegal masih dianggap remeh.

Ketua Badan Revitalisasi Industri Kehutanan (BRIK) Soewarni menuturkan, di mata dunia, sebanyak 80 persen produk perkayuan Indonesia dinyatakan ilegal. Penilaian itu keliru karena penyediaan bahan baku hanya dilihat berdasarkan rencana kerja pemerintah (RKP).

"RKP mencatat bahan baku hanya sembilan juta kubik, sedangkan bahan baku yang diperlukan industri perkayuan 40 juta kubik," kata Soewarni.

Menurut dia, hitung-hitungan ini harus diluruskan karena bahan baku bukan hanya berasal dari hutan alam sebagaimana dicatat RKP, tetapi juga dari hutan tanaman industri (HTI), hutan rakyat, dan perkebunan.

Soewarni mengatakan, pemberantasan seharusnya bukan hanya dilakukan terhadap pelaku pembalakan liar, tetapi juga perdagangan ilegal.

Ironisnya, lanjut Soewarni, mekanisme pemanfaatan kayu menjadi sangat ketat. Misalnya, kayu dari hutan rakyat harus menggunakan surat keterangan sahnya hasil hutan (SKSHH). Padahal, rakyat menanam sendiri di lahannya sendiri. (OSA)

Operasi Wanalaga Amankan Meranti Ilegal

Senin, 12 November 2007

Radar Banjarmasin

BANJARMASIN – Jajaran Polda Kalsel terus menggelar berbagai operasi untuk memberantas praktik illegal logging. Seperti operasi Wanalaga 2007 yang digelar sejak Kamis (9/11) sampai Sabtu (11/11) lalu di wilayah hukum Polres Tabalong. Dalam operasi yang dilakukan petugas gabungan Resmob Polda Kalsel dan petugas Polres Tabalong ini berhasil mengamankan 20 meter kubik kayu jenis Meranti yang terdiri dari plat serta kepingan. Kayu-kayu tersebut diangkut 6 buah mobil pikap dan diamankan dari kawasan Desa Kembang Kuning, Haruai dan Desa Simpang Muara, Tabalong. Sayangnya petugas hanya berhasil mengamankan 2 orang sopir dan 2 karnet, sedangkan 8 orang lainnya berhasil kabur.

Dalam operasi Wanalaga ini petugas juga melakukan penyisiran ke kawasan pertambangan PT Interek Raya yang berada di perbatasan Jaro, Tabalong, dan Muara Koman, Kabupaten Pasir, Kaltim. Di tempat ini petugas kembali mengamankan 6 mobil pikap berisikan ratusan kayu jenis Meranti ekspor.

Kabid Humas Polda Kalsel AKBP Puguh Raharjo membenarkan adanya operasi Wanalaga tersebut. “Demi melakukan upaya pemberantasan illegal logging, maka Polda Kalsel menggelar operasi Wanalaga 2007 yang telah berakhir kemarin,” ujar Puguh.

Puguh pun menambahkan, operasi ini berhasil mengamankan 4 tersangka yaitu 2 sopir serta 2 kernet yang mengangkut kayu jenis Meranti tersebut. “Namun sayang, 8 tersangka lainnya berhasil melarikan diri,” pungkas Puguh. (mey)

Demo Alalak Dinilai Salah Tempat Tugas DPRD Sudah Selesai

Sabtu, 10 November 2007

Radar Banjarmasin

BANJARMASIN – Aksi demo masyarakat warga Alalak selama 2 hari di DPRD Kalsel yang menuntut kepastian hukum mengenai usaha pada bidang perkayuan, dinilai salah tempat. Jika memang ingin melakukan demo, seharusnya ke Kantor Gubernur Kalsel.

“Saya bukan ingin melempar bola liar, namun sebenarnya tugas DPRD dalam masalah ini sudah selesai. DPRD sudah menampung aspirasi warga Alalak sejak 2 tahun lalu. DPRD juga telah memenuhi janji. Jika berkaitan dengan kebijakan teknis, maka merupakan wewenang eksekutif,” ujar Ketua Komisi I DPRD Kalsel Ibnu Sina SPi saat melakukan dialog dengan warga Alalak, kemarin. Ibnu didampingi Wakil Ketua Komisi II DPRD Kalsel Hengky Parinusa, serta Wakil Ketua DPRD Bachruddin Syarkawie dan Riswandi.

Dijelaskan Ibnu, wakil rakyat di Rumah Banjar sebenarnya sangat konsisten memperjuangkan aspirasi warga Alalak. Bahkan dulu, DPRD secara serius mengkaji penerbitan Perda Kayu Reject dengan membentuk Pansus Kayu Reject. Saat itu, semua Fraksi DPRD yang berjumlah 8, mendukung Perda Kayu Reject. Namun kemudian, Pemprov Kalsel mengingatkan bahwa Perda Kayu Reject tidak mungkin diperkuat landasan hukumnya dengan Perda. Pasalnya, bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi.

“Sehingga saat itu kita meminta pengaturan kayu reject cukup dengan Peraturan Gubernur saja. Jika Perda Reject dipaksakan, maka sia-sia saja, sebab akan dibatalkan saat evaluasi di Depdagri,” katanya.

Ibnu sempat melakukan pembicaraan melalui telepon dengan pejabat Dinas Kehutanan Kalsel yang disebutnya baru saja melakukan Raker dengan Gubernur Kalsel Rudy Ariffin. Hasil raker itu, Gubernur akan segera menandatangani SK pembentukan tim khusus kayu yang beranggotakan DPRD, Pemprov, Polda dan warga masyarakat. “Tim khusus ini yang akan merumuskan kebijakan-kebijakan. Jadi kita tunggu saja kinerja tim nantinya,” kata Riswandi.

Namun Haji Maulana, Koordinator Aksi Demo, tak langsung terima. Dia tetap meminta DPRD menghadirkan semua unsur Muspida Kalsel, untuk melakukan dialog. Tak ingin berdiskusi tanpa ujung, DPRD akhirnya mengalah. “Kita akan undang Muspida untuk melakukan dialog dengan warga Alalak. Tapi kita tidak dapat menjanjikan kehadiran Muspida lengkap, sebab sangat sulit mengatur waktunya. Tapi tetap akan diupayakan,” janji Riswandi.

Sebelum menerima pendemo di Ruang Panmus DPRD, Riswandi dan Bachruddin pun memiliki pemikiran sama dengan Ibnu. Ditemui wartawan di ruang kerja Wakil Ketua, Bachruddin menegaskan bahwa DPRD telah menjadi mediator sekaligus fasilitator aspirasi masyarakat ke Pemprov Kalsel dengan melakukan beberapa kali pertemuan. “DPRD ini lembaga politik. Kita bukan lembaga eksekusi dan tuntutan warga Alalak sudah ke persoalan teknis,” katanya. (pur)

Dewan Disegel Warga Alalak Tak Leluasa Keluar-Masuk DPRD

Jumat, 9 November 2007

Radar Banjarmasin

BANJARMASIN ,- Aksi demo sebenarnya kerap saja saja terjadi di DPRD Kalsel. Namun aksi demo oleh sejumlah orang yang mengatasnamakan warga Alalak kemarin, ternyata sedikit mengganggu aktivitas pegawai Rumah Banjar. Bukan hanya karena suara gaduh dari berbagai alat musik yang ditabuh para pendemo, namun mereka tidak dapat leluasa keluar masuk ke kantor. Sebab, semua pintu, ditutup pendemo.

Pintu utama kantor para wakil rakyat Kalsel di Jalan Lambung Mangkurat Banjarmasin itu digembok dengan rantai, sementara gagang pintu belakang dipalang dengan kayu. Begitu pula pintu masuk di Lantai 2, dan pintu masuk ke Ruang Rapat Paripurna, juga dipalang kayu.

Aksi para demonstran ini kian tak simpatik, dengan menjaga setiap pintu itu hingga para anggota dewan dan staf tak bisa keluar masuk secara leluasa. Mereka bahkan melarang siapa pun untuk keluar masuk. Sementara aparat Poltabes Banjarmasin hanya terlihat berjaga-jaga saja. Beberapa tanaman di lingkungan DPRD juga terlihat rusak.

Selain staf DPRD, anggota DPRD yang terkurung di Rumah Banjar adalah Abdul Hasan (FPG), Mardiansyah (FPG), Nur Izatil Hasanah (FPG), SJ Abdis (FPAN), Ismail Hidayat (FPPP), dan Iriansyah (FPDIP). Bahkan dua orang wartawan yang ngepos di DPRD, yakni Sopian (Barito Post) dan Sarif (Mata Banua), juga terkurung. 3 orang staf wanita DPRD yang kebetulan baru saja melakukan dinas luar kantor pun tidak dapat masuk. Mereka terpaksa duduk di tempat parkir.

Memang sebagian anggota DPRD yang menjadi anggota Panggar serta didampingi semua unsur pimpinan, sedang berada di Jateng melakukan studi banding Dana Politik Alokatif. Anggota non Panggar, tak jelas keberadaannya. Abdul Hasan sempat keluar, kemudian melakukan dialog, namun tetap saja buntu. Baru pukul 13.30, pendemo mengizinkan staf DPRD untuk keluar. Tak jelas bagaimana cara wakil rakyat itu dapat keluar DPRD.

Koordinator Aksi, H Maulana, mengungkapkan bahwa penutupan pintu DPRD Kalsel itu sebagai simbol ketidakpuasan dari sikap anggota DPRD yang tak juga memberikan kepastian hukum terhadap usaha mereka yang bergerak di bidang perkayuan. “Ini rumah kami. Mereka bekerja dan berada di sini karena suara kami. Sudah siang begini, ternyata banyak yang tidak datang juga, maka lebih baik tidak usah datang lagi. Ini bukan anarkis,” tegasnya.

Mereka sebenarnya meminta wakil rakyat agar melakukan dialog kembali dengan menghadirkan Muspida Kalsel. Pendemo mengklaim telah memberitahu kedatangannya. Namun dari Koordinator Keamanan DPRD Kalsel Anang Indra Jaya diketahui bahwa surat itu tak sampai ke DPRD. (pur)

Thursday, December 06, 2007

Polres Desak Dishut Lelang Kayu

Minggu, 18-11-2007 | 03:01:37

FOGGING MASSAL - Petugas melakukan fogging massal di SDN Jambu Hilir Baluti 2 Jalan Jendral Sudirman Kandangan, Sabtu (17/11).Mengantisipasi penyebaran penyakit demam berdarah pada musim penghujan, Dinas Kesehatan Hulu Sungai Selatan gencar melaksanakan pembasmian sarang nyamuk ini termasuk di perkantoran, dan sekolah-sekolah. (BANJARMASINPOST/ABDUL GOFUR)

PARINGIN, BPOST - Ratusan kubik kayu hutan beragam ukuran dan jenis seperti ulin, meranti, bangkirai dan kruing yang disita atau ditemukan dalam operasi razia illegal logging oleh aparat Polres Balangan sejak 2005 terancam lapuk.

Agar negara mendapat pemasukan dan nilai kayu tidak terus merosot, Polres Balangan meminta Dinas Kehutanan dan Perkebunan Balangan segera melelangnya.

Saat ini barang bukti kayu yang sebagian besar temuan aparat dan tidak diketahui pemiliknya menjadi barang titipan yang diletakkan di halaman Mapolres Balangan dan sebagian lagi di polsek-polsek. Banyaknya jumlah kayu membuat pihak Polres kerepotan karena halaman makin lama penuh oleh tumpukan kayu sehingga terlihat semrawut.

Sebagian besar kondisinya berjamur dan mulai lapuk, terutama jenis kayu bangkirai dan meranti. Sementara kayu ulin yang terkenal kuat juga mulai kusam dan menurun kualitasnya.

"Kami sudah menyurati Dishutbun untuk segera melelang kayu. Sebab status kayu yang ada kini jadi tanggung jawab mereka yang dititipkan ke Polres," kata Kasatreskrim Balangan, AKP Yudi Ridarto, Jumat (16/11).

Yudi menambahkan, Kamis (15/11) sekitar pukul 13.00 Wita kembali menemukan 77 potong kayu bangkirai ukuran 10x20 sentimeter persegi sepanjang empat meter yang dimilirkan di Sungai Halong, tepatnya di Desa Bahan dan Tabuan.

Penemuan tersebut menunjukkan masih adanya aktivitas pembalakan hutan di daerah hulu Kecamatan Halong. Selama ini kawasan setempat dikenal sebagai rawan pembalakan.

Hal itu dapat dilihat dari usaha oknum warga yang memilirkan hasil jarahannya lewat sungai, karena jalan darat terus diawasi aparat yang patroli. nda

Masuk Jurang Saat Bawa Kayu Ilegal

Minggu, 11-11-2007 | 01:04:02

  • Resmob Polda Sita 20 Kubik Meranti

BARANG BUKTI -Aparat Polres Tabalong menurunkan kayu sitaan yang merupakan barang bukti hasil razia illegal logging di Kecamatan Haruai dan Muara Uya, Kabupaten Tabalong, Sabtu (10/11). BANJARMASIN POST/ANJAR WULANDARI

TANJUNG, BPOST - Tim gabungan Reserse Mobil (resmob) Polda Kalsel dan Polres Tabalong  Sabtu (10/11), pukul 03.00 Wita, menyita enam unit mobil pikap yang mengangkut kayu ilegal jenis meranti.

Kayu disita saat melintas di jalan tembus perdesaan, Desa Kembang Kuning Kecamatan Haruai dan dekat Desa Simpung Layung Kecamatan Muara Uya.
Tiap pikap memuat lebih dari tiga kubik  dalam bentuk plat dan kepingan, dengan ketebalan dan ukuran berbeda . Totalnya diperkirakan 20 kubik.
Berbagai peristiwa terjadi selama  penangkapan itu. Saat akan dibawa sebagai barang bukti, dua unit pikap mogok dan satunya tergelincir masuk jurang sedalam satu meter. Kesempatan itu dimanfaatkan beberapa sopir untuk kabur saat diminta tolong membantu mendorong pikap.
Aparat Polda Kalsel yang ganti menyopiri pikap barang bukti, juga sempat dicegat oknum aparat TNI dan Polri yang menagih jatah di sejumlah titik jalan.
Mereka menyetop, karena mengira warga yang membawanya. Setelah disebutkan  barang sitaan dan yang menyopiri adalah aparat Polda, oknum tadi langsung ngacir.
Turut diamankan dua dari sekitar 11 sopir dan kenek yang mengendarai pikap. Lainnya kabur begitu melihat petugas menghadang jalannya pikap. Salah satu sopir yang diperiksa dilepaskan karena hanya membawa kayu molding.
Informasi dihimpun BPost, razia pembalakan hutan dengan menangkap armada yang mengangkut kayu di jalanan sudah direncanakan aparat Polda Kalsel yang di backup Polres dalam rangka Operasi Wanalaga 2007, atau operasi penertiban illegal logging.
Tim gabungan terdiri lima aparat Resmob Polda dan tujuh aparat Intel Polres Tabalong mulai bergerak, sejak Kamis (8/11), menelusuri lokasi pusat pembalakan di kawasan hutan yang masuk kawasan pertambangan PT Interex Sacra Raya.
Kawasan ini berada di perbatasan Kecamatan Jaro, Kabupaten Tabalong dengan Kecamatan Muara Komam Kabupaten Pasir, Kaltim.
Setelah memantau perbatasan, Jum’at (9/11), tim berjaga di sejumlah titik jalan di Kecamatan Haruai dan Muara Uya, tapi hingga subuh tak satupun armada yang lewat. Baru Sabtu (10/11) dini hari kemarin, tim mendapati enam mobil pikap mengangkut kayu meranti kualitas ekspor.
Kini seluruh barang bukti diamankan di Halaman Polres Tabalong. nda

Kalsel Cari Kayu Hingga ke Papua

Jumat, 23-11-2007 | 01:50:05

BANJARMASIN, BPOST - Perkembangan industri perkayuan yang ada di Kalsel terus terpuruk lantaran ketidakmampuan daerah mensuplai bahan baku kayu bagi kebutuhan industri.

Kepala Dinas Kehutanan Kalsel Ir Suhardi Atmoredjo didampingi Kabag Humas Badan Informasi Daerah (BID) Kalsel, Drs Ismet S mengatakan, produksi kayu Kalsel hanya mampu mensuplai 17 persen kebutuhan industri perkayuan di wilayah ini.
Akibatnya kalangan pengusaha industri perkayuan, khsusnya industri kayu lapis mencari alternatif dengan mendatangkan bahan baku kayu, bukan saja dari Kalteng maupun Kaltim, juga mendatangkan dari Sulawesi, Maluku, bahkan Papua. Langkah ini diambil untuk memenuhi kebutuhan rata-rata perusahaan kayu yang memerlukan bahan baku sekitar 4,5 juta M3.
Kebutuhan bahan baku tersebut hanya dipenuhi sekitar 777.753 M3 atau sekitar 17 persen, sedangkan kelebihannya sekitar 3.722.246 harus dicarikan jalan keluarnya yaitu tadi dengan mendatangkan dari propinsi lain.
Hingga 2006 tadi industri pengolahan kayu yang jumlahnya 88 buah dengan kapasitas sekitar 6.000 M3, serta 21 buah industri kayu kapasitas sekitar 6.000 M3 mampu berproduksi sebesar 2.338.297 M3 per tahun.
Produksi kayu Kalsel itu berasal dari dua perusahaan pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH) seluas 1,8 juta hektare target produksi 47,2 ribu M3 dengan realisasi luas 1,2 juta hektare produksi 31,2 ribu M3.
Ditambah tiga unit perusahaan yang memegang Ijin Pemanfaatan Kayu (IPK) target 2,4 ribu hektare dengan realisasi produksi 13,4 ribu M3 ditambah 10 unit Hutan Tanaman Industri (HTI) seluas 421,5 ribu hektare dan terelisi tanaman 171,03 ribu hektare realisasi produksi tahun 2006 sebesar 87,5 M3.
Diakuinya, akibat berbagai persoalan seperti kekurangan bahan baku maka industri perkayuan tersebut kondisinya kini memprihatinkan bahkan sudah ada yang tutup yang dibarengi memutuskan hubungan kerja (PHK) ribuan karyawannya.
Keterpurukan itu juga lantaran adanya kebijakan soft landing, mesinnya sudah tua-tua, ketinggalan jaman, tidak efisien atau boros bahan baku, hingga produksi tidak optimal.
Di samping itu para industri kayu itu lebih banyak bertumpu pada produksi kayu dari hutan alam bukan hutan produksi, akibatnya setelah produksi kayu hutan alam maka mereka menjadi kalang-kabut. ant

Kalsel Stop Produksi Kayu

Jumat, 30-11-2007 | 02:05:20

  • Developer Wajib Tanam Pohon

BANJARBARU, BPOST - Kerusakan hutan diakui sebagai faktor terbesar penyumbang terjadinya pemanasan global. Terkait masalah tersebut, Kalsel pun memikul tanggungjawab besar. Oleh karena itu, sistem babat hutan yang tanpa diiringi laju penanaman kembali, mutlak harus dihentikan.

Ir Suhardi A, Kepala Dinas Kehutanan (Dishut) Kalsel, menyatakan, kendati saat ini di Kalsel masih menyimpan potensi kayu yang siap produksi, tetapi pemerintah daerah memutuskan untuk menghentikan aktivitas tersebut. Produksi baru akan dimulai lagi lima tahun mendatang, seiring dengan asumsi pertumbuhan tanaman yang ada saat ini.
“Potensi kayu di Kalsel itu sebenarnya masih banyak, bahkan untuk memenuhi keperluan pasar tetap ada. Namun, demi kelestarian alam, produksi kayu sengaja dihemat, tidak ada produksi lagi,” tandas Suhardi.
Dijelaskan pula, hasil riset menunjukkan, selama satu abad terakhir, temperatur permukaan bumi naik 4,5 derajat celsius. Ini terjadi akibat peningkatan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer yang menimbulkan fenomena pemanasan global dan perubahan iklim.
Di sinilah perlunya penghematan produksi kayu. Hutan sangat berperan sebagai penyerap atau penyimpan karbon (sink) maupun sebagai emisi karbon (source). “Karena itu, kegiatan reboisasi, penghijauan dan kegiatan penanaman lainnya bisa meningkatkan sink,” katanya.
Akibat lain dari aktivitas penebangan hutan yang tak terkendali adalah kian meluasnya lahan kritis di Banua. Dampaknya pun telah dirasakan, antara lain sering terjadi banjir, tanah longsor dan lain-lain.
Berimbang
Pertemuan Internasional tentang Perubahan Iklim Global di Bali pada 3-14 Desember, merupakan momentum strategis untuk menunjukkan kepada dunia internasional bahwa bangsa Indonesia memiliki kepedulian, tekat, serta kemampuan yang besar dalam memulihkan degradasi sumberdaya hutan dan lahan.
Menyongsong pertemuan tersebut, pemerintah menyelenggarakan Penanaman Serentak di Indonesia dan Pekan Pemeliharaan Pohon yang diresmikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Rabu (28/11). Di Kalsel, kegiatan itu dipusatkan di Gunung Khayangan Kabupaten Tanah Laut dengan penanaman 12 ribu bibit pohon.
Khusus di Banjarbaru, untuk mengimbangi pertumbuhan permukiman saat ini, Walikota Rudy Resnawan mewajibkan pengembang perumahan (developer) melakukan penghijauan. Ia mengkhawatirkan, pesatnya pertumbuhan perumahan bakal mempersempit lahan terbuka hijau yang menjadi ciri khas kota tersebut. niz

Warga Tetap Klaim Lahan Inhutani

Minggu, 28-10-2007 | 01:23:41

PELAIHARI, BPOST- Sengketa lahan antara warga Desa Kandangan Lama-Inhutani III bakal terus berlanjut, menyusul pendirian warga setempat yang ngotot ingin mengambil lahan tersebut.

“Apakah lahan itu berada di dalam ataupun di luar kawasan, kami tetap akan memperjuangkan agar lahan itu kembali pada kami,” tegas Maksum, tokoh warga Desa Kandangan Lama, Rabu (24/10) sore, usai peninjauan ke apangan bersama tim kabupaten.
Rabu kemarin, tim kabupaten yang melibatkan Dinas Kehutanan, Inhutani, dan warga bersama-sama meninjau dan mengecek keberadaan lahan sengketa. Agenda lapangan itu merupakan bagian dari upaya penyelesaian masalah, menindaklanjuti pertemuan antara warga-Inhutani beberapa pekan lalu.
Saat itu direkomendasikan supaya tim turun ke lapangan guna memastikan apakah lahan yang diklaim warga Kandangan Lama benar lahan mereka atau berada di dalam areal Inhutani.
Hasil pengecekan, lahan yang diklaim warga Kandangan Lama tersebut berada di dalam areal Inhutani. “Lahan yang diklaim warga itu betul-betul berada dalam kawasan hutan produksi yang pengelolaannya ditunjuk kepada PT Inhutani III,” beber Suratno, perwakilan Dishut Tala yang turun ke lapangan.
Koordinator Polisi Hutan Dishut Tala ini mengatakan penunjukkan Inhutani III sebagai pengelola hutan produksi setempat didasarkan atas keputusan Menhut nomor 433/Kpts-II/1992.
Hasil pengecekan tersebut kurang memuaskan bagi warga Kandangan Lama, sehingga mereka tetap menghendaki lahan tersebut dikembalikan.
“Setidaknya areal persawahan yang 120 hektare. Lahan ini penting bagi kami untuk menghidupi keluarga. 1 Haktarenya bisa menghasilkan 350 kaleng gabah,” kata Maksum.
Maksum yang juga ketua Badan Perwakilan Desa (BPD) ini mengharapkan Pemkab Tala membantu dan berpihak bagi kepentingan rakyat kecil. Pihaknya juga meminta pengertian Inhutani dengan mengembalikan lahan tersebut kepada warga Kandangan Lama.
Seperti telah dilansir harian ini, perwakilan warga Kandangan Lama menegaskan lahan yang saat ini digarap oleh Inhutani III adalah lahan milik mereka. Sekitar tahun 1980an, lahan tersebut oleh Kades dipinjamkan kepada Inhutani dengan kompensasi bersedia membangunkan kebun karet dan menyerap tenaga kerja lokal setempat.
Namun janji-janji tersebut tak pernah diujudkan. Sampai sekarang pihak Inhutani belum juga membangunkan kebun karet bagi warga Kandangan Lama. roy

Monday, December 03, 2007

Pemprov Kalsel Usulkan Penambahan Kawasan Hutan

Kamis, 27-09-2007 | 07:51:00

PEMBANGUNAN di Provinsi Kalimantan Selatan kian berkembang. Agar percepatan pembangunan sejalan dengan ruang, kaidah serta kondisi wilayah maka, Pemprov Kalsel mengusulkan revisi Perda Nomor 9 Tahun 2000 tentang Tata Ruang dan Wilayah.

Kamis, 20 September 2007 lalu, Gubernur H Rudy Ariffin bersama rombongan melakukan ekspose Rencana Tata Ruang dan Wilayah Provinsi (RTRWP) Kalsel di Departemen Kehutanan Republik Indonesia.

Rombongan gubernur terdiri Wagub H Rosehan NB, Sekdaprov HM Muchlis Gafuri, Asisten I Fitri Rifani, serta beberapa kepala dinas dan badan di lingkungan Setda Provinsi Kalsel.

Beberapa bupati yakni, Bupati Banjar, HG Khairul Saleh, Bupati Balangan Ir Sefek Effendi, dan Bupati Tanah Laut H Ardiansyah juga turut serta. Sementara dari legislatif yang mendampingi Wakil Ketua DPRD Kalsel Riswandi, anggota Komisi III Syaifullah Tamliha.

Di Dephut, rombongan diterima Kepala Badan Planalogi, Yetti mewakili Menhut MS Ka’ban, beserta pejabat Dephut lainnya. Dalam pertemuan yang berlangsung sekitar tiga jam itu, Yetti memberikan penjelasan tentang rencana konferensi PBB ke-13.

Menurutnya, konferensi PBB yang akan di gelar di Bali, akhir Desember 2007 itu membahas tentang perubahan suhu udara (climates changes) global yang terjadi saat ini. Dikatakannya, hal itu berkaitan erat dengan persoalan tata ruang maupun masalah kehutanan.

Dan Kepala Badan Planologi itu pun menyambut baik rencana revisi tata ruang di Kalsel. Namun, Yetti mengingatkan persoalan tata ruang bukanlah suatu yang sederhana, karena menyangkut sisi ruang, fakta yang ada dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sementara, Gubernur Rudy Ariffin mengatakan, usulan revisi Perda 9/2000 itu diajukan seiring dengan telah berjalannya waktu. Agar sesuai kondisi Kalsel saat ini dan perlu dilakukan berbagai perbaikan sebagai akibat telah terjadinya berbagai perubahan.

Gubernur menambahkan, revisi itu merupakan dasar dalam rangka upaya pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya bagi pembangunan agar lebih optimal untuk mensejahterakan masyarakat.

Dijelaskan, pola struktur tata ruang di Kalsel secara umum berubah.

Hal itu disebabkan dibangunnya kawasan-kawasan strategis khusus seperti pusat wilayah pembangunan, kawasan metropolis yang menjadi satu kesatuan dari beberapa kabupaten kota, maupun kawasan khusus dalam rangka percepatan pembangunan ekonomi daerah, maupun kemajuan lainnya yang dicita-citakan.

Secara umum dijelaskan, draft revisi tata ruang ini meliputi, pertama, Kawasan lindung berubah meningkat dari seluas 729.704 ha, menjadi 798.186 ha sehingga terjadi peningkatan sebesar 68.882 ha.

Kedua, Budidaya Hutan Produksi baik tetap maupun terbatas turun dari 1.109.790 ha menjadi 584.448 ha atau turun sebesar 525.342 ha. 3. sehingga luas kawasan hutan lindung dan budi daya di Kalimantan Selatan sebesar 1.382.643 ha atau setara 36,08 persen dari luas wilayah Kalimantan Selatan.

Gubernur juga berharap Dephut menyederhanakan prosedur yang diperlukan agar tidak terlalu lama memerlukan waktu revisi tersebut. Sehingga usulan tata ruang yang baru untuk Kalsel dapat secepat mungkin mendapat persetujuan. Kemudian, Selasa 25 September 2007, Gubernur Rudy Ariffin kembali melakukan ekspose RTRWP di Departemen Pekerjaan Umum.ais/*

Warga Blokir Jalan Angkutan Kayu

Minggu, 16-09-2007 | 01:35:42

PELAIHARI, BPOST - Ratusan warga Desa Salaman Kecamatan Kintap, Sabtu (15/9), menutup jalan yang dilintasi angkutan PT Hutan Rindang Banua (HRB) di desa setempat.

Aksi blokade itu dipicu janji HRB memasang jaringan listrik untuk warga Salaman yang sampai sekarang tidak terealisasi. “Kami terpaksa melakukan aksi ini, karena janji HRB memasang listrik tak tinggal janji,” tutur Udin, warga RT 1 Desa Salaman.
Aksi warga ini didampingi Tim Advokasi dari Dema (dewan mahasiswa) Universitas Lambung Mangkurat. Sedikitnya 300 an warga yang terlibat aksi tu, termasuk kalangan ibu rumah tangga dan anak-anak.
Mereka memadati badan jalan setempat sehingga aktivitas lalu lintas truk angkutan kayu akasia HRB tersendat. Hingga siang setidaknya ada empat unit truk yang tidak bisa melintas. Warga tetap bertahan di jalan, namun tetap tertib dan aksi berlangsung damai.
Udin, seorang warga menyatakan, blokade ini dilakukan sampai ada itikad baik dari pihak HRB menepati janjinya memasang jaringan listrik. Ia bahkan mengatakan, jumlah warga yang akan turun ke jalan akan semakin banyak.    
Joko Nur Akbar, Tim Advokasi Dema Unlam mengharapkan manajemen HRB segera melakukan dialog dengan warga Salaman guna mencari solusi, supaya masalahnya tak berlarut-larut. 
Selain itu, ucap Joko, Pemkab Tala dan PT PLN juga harus turun tangan. “Masalah penerangan ini sebenarnya tugas pemerintah dan PLN. Menurut kami desa terpencil seperti Salaman ini sudah saatnya tersentuh penerangan listrik seperti desa lainnya,”katanya.
Sementara itu sejumlah aparat kepolisian berjaga-jaga di sekitar lokasi blokade. “Anggota sudah turun untuk menenangkan warga sambil turut membantu mencari solusinya,” kata Kapolres Tala AKBP Dadik Soesetyo S melalui Kasat Reskrim AKP Kaswandi Irwan SIK.
Bupati Tala H Adriansyah meminta permasalahan tersebut diselesaikan secara damai melalui musyawarah. “Boleh saja menyampaikan aspirasi, tapi mohon tetap tertib dan damai.”imbaunya.
Aad juga berjanji membantu menuntaskan permasalahan tersebut dengan mengajak HRB bersama perusahaan lainnya, termasuk PLN  duduk semeja untuk mencari solusi masalah ini. Hingga berita ini diturunkan, pihak PT HRB belum berhasil dikonfirmasi. roy

Warga Ramai-ramai Tebang Bakau

Rabu, 12-09-2007 | 01:11:29

  • Bahan Bakar Membuat Bata 

KOTABARU, BPOST - Warga pesisir Desa Stagen, Kecamatan Pulau Laut Utara, Kabupaten Kotabaru ramai-ramai menebang pohon bakau (mangrove) untuk dijadikan bahan bakar pembuatan bata merah.

Penebangan ini merupakan dampak dari kesulitan perajin mendapatkan kayu bekas bansaw, sehingga mencari alternatif lain.
Bakau yang mempunyai tekstur kayu tahan lama terhadap api membuat perajin batu bata memilihnya sebagai bahan bakar. Untuk mencari kayu itu lokasinya memang tak jauh dari lokasi pembuatan bata merah, sehingga ongkos angkut juga lebih murah.
Perajin biasanya mendapatkan kayu bakau dari masyarakat sekitar kawasan bekas tambak. Pohon berdiameter sekitar 20 sentimeter menjadi bahan bakar yang bagus. Pohon bakau dengan tinggi sekitar enam meter dipotong menjadi empat bagian.
Salim, pekerja pembuat batubata merah di Jalan Raya Stagen-Tanjung Serdang Km 16 mengaku membeli kayu bakau seharga Rp 30.000 per kubik.
Untuk membakar batu bata merah setiap bulan ia memerlukan 40 kubik kayu pohon bakau. Jumlah kayu bakar sebanyak itu cukup untuk membakar sekitar 40 ribu batu bata merah. Penggunaan pohon bakau sebagai bahan bakar memang mempunyai kelebihan tersendiri.
Udin, warga Stagen mengaku pohon bakau mempunyai kandungan zat besi tinggi dan rendah kapur sehingga bisa menghemat bahan bakar. Kalau bekas pohon pinus atau sengon masih kalah kualitas apinya dengan pohon bakau.
Pantauan BPost, kemarin (11/9), disekitar kawasan tambak udang dan ikan kakap Stagen banyak warga setempat yang sengaja menebang pohon bakau untuk dijual sebagai bahan bakar bata merah.
Aktivitas penebangan bakau ini akhirnya menambah luas kawasan hutan bakau yang gundul. Meski mereka mengaku tidak merambah cagar alam yang dilindungi.
Warga mengaku menebang pohon bakau disekitar tambak tambak. Mereka sengaja memanfaatkan pohon yang masih berada di sekitar tambak. Diakui hasil penjualannya cukup besar sambil menunggu saat panen udang ditambak. dhs

Aparat Sita Kayu Tak Bertuan

Selasa, 04-09-2007 | 02:43:45

PARINGIN, BPOST -  Satuan petugas gabungan dari Reserse dan Kriminalias dan Satuan Intel Polres Balangan, Jumat (31/8) pekan lalu menemukan kayu masak jenis kruing dan meranti campuran (MC) kualitas ekspor.

Kayu sekitar 16,8 meter kubik tersbeut, ditinggal begitu saja di pinggir jalan. Informasi diterima BPost, tumpukan kayu tak bertuan tersebut ditemukan sekitar pukul 06.00 Wita di pinggir jalan Desa Gunung Pandau, Kecamatan Paringin.
Setelah ditunggu sampai 8 jam tidak diketahui siapa pemiliknya, petugas memutuskan menyita dan membawanya ke Mapolres setempat. Kapolres Balangan, AKBP Iswahyudi melalui Kasatreskrim AKP Yudi Ridarto mengatakan, kuat dugaan kayu itu hasil pembalakan hutan di luar Kalsel.
Dugaan itu berdasarkan jenis kayu yang ditemukan cukup tua dan diyakini dari pohon sangat besar.”Di Balangan tidak ada lagi pohon seperti itu, bahkan di Kalsel. Jadi diperkirakan itu dari daerah Kaltim,” ujar Yudi.
Ia menduga pemilik kayu mengetahui ada aparat. Karena tidak memiliki dokumen lengkap, ia tidak berani muncul dan mengakui kayu itu miliknya. Yudi menambahkan pihaknya tetap konsisten memberantas praktik pembalakan ini. Walaupun selama mengamankan, pihaknya menghadapi tantangan dan ancaman.
Seperti usaha pihaknya mengamankan ratusan plat kayu ilegal jenis meranti dan balau di Desa Awai, Kecamatan Halong bulan lalu. Anggotanya dilempari batu sejumlah orang yang bersembunyi di semak-semak. nda

Warga Minta Inhutani Kembalikan Lahan

Kamis, 06-09-2007 | 02:02:43

PELAIHARI, BPOST - Permasalahan eksternal mulai menyelubungi PT Inhutani III wilayah Tanah Laut. Warga Desa Kandangan Lama Kecamatan Panyipatan meminta badan usaha milik negara itu mengembalikan lahan.

“Untuk diketahui, lahan usaha Inhutani seluas 10 km2 atau 100 ribu hektare di Kandangan Lama adalah lahan milik kami, Desa Kandangan Lama. Sekarang kami meminta dikembalikan lagi,” tutur Tamrani, tokoh masyarakat setempat.
Didampingi tiga warga Kandangan Lama lainnya, Bahransyah, Hamdani, dan Bahtiar, Tamrani mengatakan pihaknya terpaksa bersikap tegas menyusul sikap inkonsistensi Inhutani selama ini. Di antaranya mengingkari janji membangunkan kebun karet untuk Kandangan Lama.
Tamrani menceritakan, tahun 1989/1990, mewakili warga, Kades Darmawi menyerahkan lahan seluas 10 km2--di dalamnya sekitar 200 ha merupakan areal persawahan--kepada Inhutani. Sebagai kompensasi, antara lain Inhutani berjanji akan mempekerjakan warga setempat dan membangunkan kebun karet.
Namun ditunggu sekian lama hingga sekarang, janji tersebut tidak pernah direalisasikan. Warga kecewa, apalagi mereka melihat gelagat kurang baik seiring masuknya PT KHL (Kreasi Hutan Lestari) yang disebut-sebut telah mengambil alih operasional Inhutani.
“Operasional memang belum, tapi alat-alat berat PT KHL sudah mulai masuk. Ini yang kian menimbulkan kegelisahan warga. Padahal lahan Inhutani itu kan milik kami. Itu sebabnya, kami minta lahan itu dikembalikan,” tandas Bahransyah.
Diakui Bahransyah secara tertulis pihaknya tidak memiliki bukti yang kuat, karena penyerahan lahan tahun 1989/1990 lalu hanya dilakukan secara lisan. “Namun Pak Darmawi selaku Pembakal waktu itu, siap memberikan kesaksian,”katanya.
Dikonfirmasi via telepon, Rabu (5/9), Manager Inhutani III wilayah Tala Rahmanadi mengatakan pihaknya bekerja atas izin dari Departemen Kehutanan. Lahan tempat berusaha pun hanya sebatas pinjaman dari Dephut.
“Itu lahan punya pemerintah (Dephut), karena merupakan kawasan hutan. Jika warga merasa memiliki dan akan mengambil lahan itu, silakan berhubungan dengan Dephut,” tukas Rahmanadi.
Bagaimana dengan janji-janji kepada warga Kandangan Lama? “Sebenarnya dulu kami sudah memulai melaksanakannya (kebun karet), tapi gagal. Nanti saya jelaskan lebih lanjut,” ucap Rahmanadi yang sedang mengikuti rapat di Banjarbaru. roy

Wednesday, November 21, 2007

Warga Menolak Konversi Hutan TNDS

Sabtu, 27 Oktober 2007

Putussibau, Kompas - Sebanyak 200 warga di sekitar Taman Nasional Danau Sentarum atau TNDS di Kecamatan Suhaid, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, Jumat (26/10), berunjuk rasa di Kantor Kecamatan Suhaid. Mereka menolak rencana konversi hutan negara di Kecamatan Suhaid, yang merupakan bagian dari Taman Nasional Danau Sentarum, menjadi lahan perkebunan sawit yang dikelola PT KPC seluas 18.000 hektar.

"Selama ini pemerintah mendengung-dengungkan agar masyarakat melestarikan hutan di sekitar Danau Sentarum yang merupakan kawasan konservasi. Akan tetapi, mengapa pemerintah justru memberikan izin masuknya perkebunan sawit?" kata Koordinator aksi Haji Abdul Salam (65).

Dalam unjuk rasa itu, Camat Suhaid Dahniar tengah pergi ke Putussibau dan masyarakat hanya ditemui Sekretaris Camat Suhaid Leni Marlina. Warga akhirnya hanya membuat surat tuntutan yang oleh pihak kecamatan akan disampaikan ke Bupati Kapuas Hulu.

Salah satu tokoh masyarakat, Haji Hari Sudirman (43), mengatakan, masuknya perkebunan sawit telah menimbulkan konflik antara sebagian kecil masyarakat yang pro sawit dan sebagian besar masyarakat yang menolak sawit.

Selain menyalahi peruntukan lahan sebagai kawasan konservasi, warga menilai pembukaan hutan untuk kebun sawit dipastikan akan membuat hutan menjadi gundul. Jika musim hujan, dikhawatirkan Sungai Kapuas yang berada di Kecamatan Suhaid akan meluap dan merendam Dusun Tanjung Harapan dan Kapuas yang dihuni sekitar 500 keluarga.

Limbah kebun sawit, berupa sisa pupuk dan pestisida, dikhawatirkan warga juga akan mengalir mencemari Sungai Kapuas dan Danau Sentarum. Padahal, sebagian besar masyarakat di sana bermata pencarian sebagai nelayan. Jika air Sungai Kapuas dan Danau Sentarum tercemari, ikan-ikan akan banyak yang mati dan pendapatan masyarakat akan berkurang.

Pencemaran Sungai Kapuas dan Danau Sentarum dikhawatirkan juga akan mematikan usaha penangkaran arwana merah atau siluk (Scleropages formosus) di Suhaid. Di wilayah endemik siluk itu, sekitar 40 penangkar dan 500 pemelihara siluk dengan omzet lebih dari Rp 20 miliar per tahun, bergantung pada kemurnian alam Sungai Kapuas dan Danau Sentarum.

Ade Jumhur, pendamping 250 petani madu hutan di Danau Sentarum yang tergabung dalam Asosiasi Periau Danau Sentarum (APDS), menyatakan, keberadaan perkebunan sawit juga mengancam usaha petani madu hutan organik. Pencemaran Sungai Kapuas dan Danau Sentarum berpengaruh pada air dan bunga yang menjadi pakan lebah madu hutan.

Kondisi ini bisa mengakibatkan sertifikasi organik yang melekat pada produk madu hutan masyarakat di sana terancam dicabut. Jika sertifikat organik itu dicabut, harga jual madu hutan akan merosot dan tentu saja hal ini merugikan petani. (WHY)

Sudah Sepantasnya Izin Inhutani Dicabut

Rabu, 24 Oktober 2007


Radar Banjarmasin, Martapura,- Sikap berang Bupati Banjar Khairul Shaleh terhadap keberadaan HTI milik PT Inhutani III di wilayah Kecamatan Pengaron dan Sungai Pinang, didukung sepenuhnya DPRD Bnajar. Bahkan saat ini Komisi I DPRD Banjar mengaku menunggu sikap tegas Pemkab Banjar terhadap Inhutani III.

“Kalau memang ada keinginan untuk meminta izin PT Inhutani III dicabut, kami sangat mendukung. Karena memang sudah sepantasnya izin PT Inhutani III itu dicabut. Tentunya dalam hal ini Dinas Kehutanan yang harus mengambil peranan besar. Terutama dalam melakukan pengkajian lebih mendalam,” ujar Ketua Komisi I Imran Hadimi, kemarin.

Seperti diberitakan sebelumnya, dari data yang berhasil dihimpun Radar Banjarmasin, dalam aktivitasnya Inhutani III di kawasan tersebut hanya berbekal izin sementara untuk kegiatan HTI dengan luas areal 20 hektar pada tahun 1989. Sedangkan 10 hektar lainnya, dicurigai hanya berdasarkan klaim sepihak BUMN tersebut.

Sejauh ini, kegiatan penanaman yang dilakukan salah satu BUMN tersebut hanya dilakukan di sebagian kecil arealnya. Itu pun kabarnya penanaman yang dilakukan atas kerjasama dengan pihak Dinas Kehutanan.

Di sisi lain, sebagian arealnya saat ini telah berubah fungsi menjadi areal pertambangan batubara. Hal ini terjadi setelah ada proses pinjam pakai antara PT Inhutani III dengan PD Baramarta dan PT NCJA. Sebagai kompensasinya kedua perusahaan tersebut harus membayar kompensasi sebagai pengganti tegakan di atas lahan tersebut.

Bupati Banjar Khairul Saleh, saat dikonfirmasi membenarkan jika aktivitas Inhutani III di wilayahnya tidak memiliki izin yang semestinya.

”Benar sejak tahun 1989 lalu sampai sekarang mereka hanya mengantongi izin sementara. Cukup ganjil, memang. Karena itu, saya sudah mengagendakan akan memanggil Inhutani III untuk meminta penjelasan,” ujarnya.

Dari laporan tim pengkajian potensi wilayah yang dikoordiniir Bagian Ekonomi ungkapnya, sampai saat ini arealnya terlantar.

“Kemungkinan besar saya akan meminta kepada Departemen Kehutanan untuk mencabut izin tersebut. Mending begitu. Dengan areal seluas itu, kita bisa manfaatkan untuk kegiatan-kegiatan investasi yang jelas-jelas menguntungkan. Baik bagi daerah maupun bagi masyarakat secara umum,” jelasnya.

Lebih jauh Imran menegaskan, apa yang dilakukan Inhutani III dengan proyek HTI-nya di Kecamatan Pengaron dan Sungai Pinang tersebut terbilang keterlaluan. Tidak ada dampak positif yang diberikan perusahaan kepada masyarakat setempat. Apalagi terhadap Kabupaten Bnajar secara umum.

“Semestinya kan setiap investasi yang masuk ke daerah ini berdampak posistif terhadap masyarakat. Terutamakan terhadap perekonomian masyarakat. Tetapi yang terjadikan tidak. Sebaliknya, dari penguasaan lahan seluas itu, PT Inhutani yang diuntungkan. Seperti soal pimjam pakai kawasan untuk aktifitas pertambangan,” ujarnya.

Senada dengan itu, anggota F-Golkar dari daerah pemilihan V H Syarkawi menambahkan, jika sudah nyata-nyata tidak memberikan manfaat yang jelas, Pemkab Banjar hendaknya bereaksi keras.

“Saya ini kebetulan dari daerah sana (Kecamatan Pengaron, Red). Areal yang dikuasai PT Inhutai III itu sebagian besar gundul. Karena memang tidak ditanami sebagai mana kewajiban Inhutani. Kalau lahan itu bisa dikuasai Pemkab Banjar, tentunya sangat bermanfaat,” katanya.

Dilain pihak tambahnya lagi, selama ini seringkali Pemkab Banjar kesulitan mencari lahan jika ada investor yang ingin menanamkan modalnya. Nah, bisa dibayangkan betapa berartinya lahan seluas 30 ribu hektare itu.

“Jelaskan, selain dibiarkan gundul ditambah lagi izinnya sudah puluhan tahun masih sementara daerah juga yang dirugikan,” katanya. (yan)

Saturday, November 03, 2007

Perencanaan; Entry Point Pembangunan Hutan

Rabu, 31-10-2007 | 21:45:47

Perubahan selera masyarakat dan permintaan pasar dapat berpengaruh besar terhadap pilihan yang ditetapkan itu.
Oleh: Hamdani Fauzi
Peneliti Perencanaan Social Forestry Fahutan Unlam

Di tengah kekhawatiran dunia akan deforestasi global, termasuk di Indonesia yang mencapai 300 kali lapangan sepakbola per jam sehingga mencatatkan rekor sebagai penghancur hutan tercepat. Tahun ini Departemen Kehutanan menganggarkan miliaran rupiah untuk penyusunan rancangan teknis (rantek) kegiatan pembangunan hutan di wilayah kerja Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) di seluruh Indonesia.
Rantek merupakan dokumen perencanaan yang sangat urgen sebagai acuan seluruh pelaksanaan kegiatan pembangunan hutan yang bersifat strategis dan penting, sebagai entry point penentu keberhasilan pembangunan hutan. Tentunya sudah menjadi kewajiban perencana untuk menyusun rantek yang baik, realistis, ilmiah, aplikatif, obyektif, akurat dan sesuai dengan kondisi lapangan serta memperhatikan aspirasi masyarakat sekitar hutan.
Tidak jarang ditemui, rantek yang disusun tidak sesuai kondisi di lapangan. Misalnya, jenis tanah di lahan itu tergolong ber-pH asam namun masih tetap dibantu dengan pupuk anorganik pemicu keasaman tanah. Bentuk perlakuan terhadap lahan basah yang seharusnya semi mekanis dengan menggunakan tokongan (menimbun tanah hingga berbentuk mangkok terbalik), dalam perencanaan justru dibuat piringan atau dilema ketidaksesuaian jenis dengan kondisi fisik dan sosial ekonomi (sosek) masyarakat.
Pada tataran makro pengelolaan hutan Indonesia, sering terbetik kabar kurang mengenakkan bahwa Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) disusun di atas meja dan dianggap sebagai peraturan final, yang mampu menetapkan batas kawasan hutan secara kongkret di lapangan. Namun sayangnya, berujung pada gagalnya TGHK mencapai pengakuan batas kawasan hutan oleh semua pihak.
Perencanaan di bidang kehutanan memang merupakan kebutuhan mendasar karena beberapa alasan. 1) Dunia kehutanan galibnya selalu berhadapan dengan kawasan yang luas, keragaman kondisi sosek dan keadaan fisik wilayah; 2) Jangka berproduksi kehutanan memerlukan waktu yang panjang dibanding budidaya lainnya: hutan jati menggunakan daur 80 tahun atau paling tidak umur 7 - 8 tahun baru bisa dipanen bagi jenis fast growing; 3) Karena jangka berproduksi yang panjang itu, maka kehutanan berhadapan dengan ketidakpastian (uncertainty) dan risiko yang tinggi; 4) Pilihan untuk menentukan jenis juga cukup banyak, tetapi sekali ditetapkan jenis yang diusahakan itu akan menyangkut seluruh konsekuensi sampai waktu panen.
Perubahan selera masyarakat dan permintaan pasar dapat berpengaruh besar terhadap pilihan yang ditetapkan itu. Pengalaman membuktikan, penebangan jenis akasia oleh masyarakat yang ditanam ketika program reboisasi di catchment area Riam Kanan dilaksanakan karena dianggap tidak menguntungkan dan memberikan manfaat bagi masyarakat.
Begitu juga yang terjadi pada saat program sengonisasi diluncurkan oleh pemerintah pada 2002, banyak warga yang menanami lahannya dengan sengon. Namun karena ketidakjelasan pasar, bernasib sama dengan jenis akasia di Riam Kanan. Bagaimana nasib jati, mahoni dan jarak yang ramai ditanam beberapa tahun terakhir ini?
Dengan demikian dibutuhkan analisis mendalam dari perencana untuk memberikan rekomendasi arahan pemilihan jenis dengan mempertimbangkan beberapa aspek seperti suitability land, kemampuan lahan, konservasi, aspirasi masyarakat, kemungkinan domestikasi jenis, faktor ekonomis dan kepastian pasar.
Persoalan lainnya yang perlu diperhatikan perencana, adalah pemantapan kawasan yang diakui para pihak sebagai salah satu syarat yang mutlak dipenuhi untuk pembangunan hutan lestari. Pengelolaan kawasan hutan seringkali berbenturan dengan pemanfaatan atau penggunaan lahan masyarakat yang berpotensi munculnya konflik kepentingan penggunaan lahan.
Di atas peta barangkali kita bisa dengan mudah menentukan calon lokasi pembangunan hutan, karena arealnya berada dalam kawasan hutan produksi yang tidak produktif (rawang), lahan kritis atau semak belukar. Namun kenyataan di lapangan acapkali perencana harus berhadapan dengan PP (bukan Peraturan Pemerintah, tapi Parang Panjang), sebab lahan tersebut sudah diklaim masyarakat sebagai ‘milik’ mereka baik karena dianggap sebagai tanah ulayat yang diakui secara adat turun temurun ataupun yang sifatnya ‘dadakan’. Secara real world, di kawasan hutan pun kita sudah sangat lazim menemui adanya pemegang Kuasa Pertambangan (KP) yang mendapat izin konsesi dari penguasa di daerah. 
Dengan demikian, sangat penting adanya pemantapan batas kawasan hutan. Mengingat, kalau tidak demikian maka kegiatan membangun hutan akan sangat terganggu karena masa berproduksi hutan bersifat jangka panjang dan pengelolaannya tidak dapat diset untuk cepat mengalami perubahan dalam waktu singkat atau mendadak. Lebih dari itu, konversi kawasan berhutan ke bentuk land use lain akan berdampak terhadap ekosistem baik lokal, regional maupun global.
Akhirnya kita berharap, dengan konsep perencanaan yang baik dan berkualitas dibarengi konsistensi implementasi dan pengawasan maka pembangunan hutan bukan lagi sekadar mimpi menggapai asa ‘lestari hutan dan sejahtera masyarakat’.   

e-mail: danie_bastari@yahoo.co.id

Perlu Patok Batas Kawasan Hutan

Jumat, 26-10-2007 | 21:59:24

  • Sulit Kenali Hutan Lindung

PELAIHARI, BPOST- Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Tanah Laut, Aan Purnama menyatakan, perlu pembuatan patok tata batas kawasan hutan, untuk mengamankan dan menghindari perambahan kawasan hutan oleh aktivitas perusahaan maupun masyarakat.

Patok dianggap sangat penting, supaya orang mudah mengenali bahwa suatu tempat masuk kawasan hutan atau tidak. "Jika perlu, bentuknya tak sekadar patok, tapi monumen, supaya lebih jelas dilihat," katanya saat rapat koordinasi pemantapan penertiban perkebunan di aula Kantor Dinas Kehutanan Tala, Jumat (26/10).

Pertemuan kemarin dihadiri pejabat dari institusi terkait, termasuk dari Polres Tala. Aan mengungkapkan, selama ini ada kecenderungan dari pihak investor untuk memanfaatkan lahan kosong sebagai lokasi usaha.

Banyak dari mereka yang tidak mengetahui bahwa lokasi tersebut berada dalam kawasan hutan. Pantauan BPost, secara faktual sejumlah kawasan hutan di daerah ini memang sulit dikenali. Termasuk kawasan seperti hutan lindung, suaka margasatwa atau taman wisata alam.

Ini karena secara fisik, kawasan hutan atau kawasan lindung tersebut tidak lagi ditumbuhi hutan perdu, tetapi hanya berupa semak belukar. Umumnya populasi kayunya telah ludes oleh aktivitas penebangan liar.

Selain pembuatan patok tata batas, Aan mengatakan perlunya pengawasan yang terus menerus terhadap kawasan hutan. Langkah ini salah satu bagian penting dalam upaya mengamankan, menjaga, dan melestarikan hutan di daerah ini.

Dishut Tala kini melakukan pengamanan kawasan hutan, dengan penertiban tambang (batu bara dan bijih besi) yang masuk kawasan hutan melalui pewajiban mengurus izin pinjam pakai ke Menhut.

Hingga kini baru satu perusahaan tambang yang telah mendapatkan izin pinjam pakai yaitu PT Amanah Anugerah. Pertengahan tahun tadi, Dishut Tala mengumumkan 16 perusahaan perkebunan yang arealnya masuk kawasan hutan. Bupati Tala H Adriansyah membentuk tim untuk menertibkan perkebunan tersebut.

Akhir Desember tahun ini adalah batas waktu terakhir bagi perusahaan perkebunan tersebut untuk mengajukan permohonan pengecekan lahan kepada tim. Hingga kini baru enam perusahaan perkebunan yang telah mengajukan permohonan. roy 

no
Perkebunan Perambah Hutan

1
Sarana Subur Agrisindo

2
Candi Arta

3
Bumi Raya Investindo

4
Lunik Anugerah

5
Meratusindo Nugraha Sentosa

6
Citra Putra Kebun Asri

7
Emida

8
Kintap Jaya Wattindo

9
Smart and Co

10
Damit Mitra Sekawan

11
Indoraya Everlatex

12
Malindo Jaya Diraja

13
Sinar Surya Jorong

14
Bridgeston Kalimantan Plantation

15
Pola Kahuripan Inti Sawit

16
PTPN XIII

17
Bangun Kalimantan

Sumber Data: Dinas Kehutanan Tanah Laut

Monday, October 29, 2007

Kebakaran Hutan dan Lahan Kalsel Meningkat Membakar Lahan Calon Ladang Masih Jadi Pilihan Utama

Senin, 24 September 2007

 

Banjarmasin, Kompas - Kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Kalimantan Selatan kini terus meningkat. Dalam tiga hari terakhir muncul sedikitnya 170 titik api di hutan lindung, hutan produksi, dan rawa lebak. Maraknya kebakaran ini terjadi selain karena suhu mencapai 35 derajat Celsius juga banyak warga yang membuka lahan dengan cara membakar.

Di kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Sultan Adam, Kabupaten Banjar, kebakaran seluas 50 hektar baru bisa dipadamkan lima hari lalu. Tiga hari terakhir api membakar hutan produksi dan hutan lindung di Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Hulu Sungai Utara, Balangan, dan Tabalong.

Munadi dari Pengendalian Kebakaran Hutan pada Dinas Kehutanan Kalsel, Minggu (23/9), mengatakan, meningkatnya kebakaran hutan dan lahan di provinsi seluas 3,7 juta hektar ini terpantau dari satelit NOAA mulai Kamis (20/9) dengan 38 titik api (hotspot). Jumlah titip api pada Jumat lalu meningkat menjadi 42, dan melonjak menjadi 90 pada Sabtu (22/9). Menurut Munadi, kondisi ini harus mendapat perhatian karena kebakaran hutan dan lahan di Kalsel diperkirakan akan terus meningkat.

Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Hulu Sungai Selatan Udi Prasetyo menggatakan, di kawasan rawa lebak di kabupaten itu kini ada 18 titik api. Kebakaran di areal pertanian itu sulit dikendalikan karena memang belum ada teknologi murah dan ramah lingkungan di daerah tersebut. "Itu sebabnya, pembukaan lahan dengan pembakaran masih menjadi pilihan utama," katanya.

Di kawasan pegunungan seperti Kecamatan Loksado, Padangbatung, dan Telaga Langsat, sampai saat ini belum banyak pembakaran. Kegiatan warga membakar lahan huma (ladang) diperkirakan akan berlangsung Oktober mendatang.

Menurut Udi, saat ini di daerah itu sudah dibentuk lima kelompok pengawasan masyarakat (pokwasmas) untuk terus memantau kegiatan pembakaran lahan. Sejak 1 September lalu Bupati Hulu Sungai Selatan M Safii telah mengeluarkan surat edaran larangan membakar lahan. Kalaupun terpaksa, warga yang membakar lahan hendaknya melapor kepada kepala desanya.

Akhmad Arifin dari Sekretariat Satuan Koordinasi Pelaksana Penanggulangan Bencana (Satkorlak PB) Kalsel yang juga Ketua Bidang Perlindungan Masyarakat pada Kantor Badan Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat Kalsel menyatakan, pada musim kemarau ini tidak hanya kawasan hutan dan lahan yang perlu diwaspadai dari kebakaran, tetapi juga permukiman dan pertokoan. (FUL)

Penghancuran Lingkungan Berlanjut Hutan Kalimantan Terus Dirambah, Pantai Dikonversi

Senin, 24 September 2007

 

Jakarta, Kompas - Ancaman pemanasan global telah menjadi isu internasional, tetapi di Indonesia penghancuran lingkungan terus terjadi. Perambahan hutan dan perusakan ekosistem pesisir terus berlanjut, sementara reboisasi yang dilakukan berjalan sangat lambat.

Pemantauan Kompas di sejumlah daerah dalam sepekan terakhir menunjukkan, di Kalimantan Timur, misalnya, perambahan hutan sangat mencolok di Taman Nasional Kutai, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. Ratusan orang menebangi hutan, meratakan tanah, dan kemudian membakar serasahnya dengan alasan untuk perladangan.

Di Kalimantan Barat, Cagar Alam Mandor yang sebelumnya sudah rusak parah akibat perambahan kini makin hancur akibat penambangan emas tanpa izin. Di kawasan itu setidaknya ada 12 kelompok penambang yang setiap hari melubangi tanah dan melarutkan air raksa untuk proses penyatuan butiran emas.

Perambahan hutan juga masih terjadi di Taman Nasional Betung Kerihun dan Taman Nasional Gunung Palung, Kalimantan Barat, yang mestinya dilindungi.

Di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan, perusakan lingkungan juga masih terjadi, baik oleh praktik pembalakan liar maupun penambangan ilegal. Di sepanjang sisi kanan-kiri jalan penghubung Palangkaraya-Buntok, misalnya, sejauh mata memandang yang terlihat hanyalah semak belukar.

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Kalteng mencatat, kerusakan hutan di Kalteng setiap tahun mencapai 255.918 hektar (ha). Sementara itu, Badan Pengelola Daerah Aliran Sungai Kahayan mencatat, dari 4,7 ha lahan kritis di wilayah kerjanya, baru 60.000-70.000 ha yang dapat direboisasi sejak tahun 2004.

Secara nasional, Menteri Negara Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar menyebut angka kerusakan hutan dan lahan di Indonesia sudah mencapai 59,2 juta ha (2006), dengan laju kerusakan 1,19 juta ha per tahun.

"Tren deforestasi (perusakan hutan) memang menurun setiap tahun dalam enam tahun terakhir, tetapi itu lebih disebabkan hutan yang kian habis," katanya.

Menurut Rachmat, selain deforestasi, kerusakan lahan dan hutan juga disebabkan konversi lahan yang di perkotaan juga memprihatinkan. "Tata ruang tak diperhatikan lagi." katanya.

Mengutip data Departemen Kehutanan, Rachmat menyatakan, tahun 2002-2003 luas lahan berhutan di Indonesia masih 92,9 juta ha. Akan tetapi, pada tahun 2005 tinggal 70,8 juta ha.

Pemberian kewenangan kepada daerah untuk mengeluarkan izin konsesi hutan hingga 100 ha diyakini Rachmat sebagai salah satu penyebab makin hancurnya hutan Indonesia. "Atas nama pendapatan asli daerah, lingkungan sering dikorbankan. Pembangunan wilayah kabupaten/kota menunjukkan makin maraknya alih fungsi lahan," kata Rachmat.

Salah satu contoh adalah konversi lahan di kawasan Bandung Utara, Jawa Barat, yang mengubah kawasan resapan menjadi permukiman elite.

Pesisir juga hancur

Selain kawasan hutan, penghancuran lingkungan juga terjadi di kawasan pesisir. Di Jawa Timur, misalnya, dari 53.000 ha hutan mangrove yang ada, 13.000 ha di antaranya rusak berat. Selain untuk membuka tambak, banyak areal mangrove yang rusak akibat tercemar limbah industri.

Salah satu contoh yang nyata adalah kondisi hutan mangrove di muara Bengawan Solo yang kini tersisa 250-an ha. Itu pun kondisinya memprihatinkan.

Abrasi pantai, endapan lumpur, dan pencemaran juga menimpa hampir sepanjang pantai utara Jawa Barat-Jawa Tengah, dari Indramayu, Cirebon, hingga Tegal dan Pekalongan.

Di Kalimantan Barat, dari 850 mil panjang pantainya, 40 persen diperkirakan hancur. Di Kalimantan Timur, 370.000 ha lebih hutan bakau sudah dikonversi menjadi tambak udang. Saat ini, menurut catatan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda), hutan bakau yang tersisa tinggal 512.000 ha.

Secara nasional, Departemen Pekerjaan Umum mencatat, 40 persen dari panjang pantai Indonesia yang totalnya 30.000 kilometer saat ini dalam kondisi rusak. Untuk merehabilitasi seluruh pantai, kata Direktur Sumber Daya Air Departemen PU Iwan Nusyirwan, pihaknya kekurangan dana.

Dalam rencana strategis Departemen PU 2004-2009, misalnya, pemerintah hanya menargetkan untuk penanganan bibir pantai sepanjang 250 kilometer, sedangkan tahun 2007 anggaran yang tersedia bahkan hanya cukup untuk merehabilitasi 70 kilometer bibir pantai. (CAS/WHY/NIT/INA/BRO/GSA/RYO)

Tuesday, October 23, 2007

HR: Saya Siap Datang

Sabtu, 22 September 2007
Radar Banjarmasin

MARTAPURA – Dijadikannya salah seorang anggota DPRD Banjar berinisial HR sebagai tersangka ilegal logging, kontan membuat banyak kalangan terperangah. Kendati demikian, hal itu sayangnya hanya sebatas bisik-bisik saja.

Seperti yang ditemui koran ini di lingkungan Sekretariat DPRD Banjar. Bisik-bisik berita tentang salah satu tokoh penting dari partai politik besar tersebut apalagi jika bukan soal dijadikannya HR sebagai tersangka. Tidak semua pendapat menyalahkan publik figur tersebut, bahkan tidak sedikit yang melihat persoalan tersebut sebagai salah satu trik politik belaka.

”Wah, koran hari benar-benar panas Mas. Benar itu, atau jangan-jangan karena ada hubungannya dengan politik. Kan saat ini sedang panas-panasnya berpolitik. Maklumlah, sebentar lagi kan pemilu,” uajr salah seorang pegawai di Sekretariat DPRD Banjar dengan nada bertanya.

Seperti diberitakan sebelumnya, Polres Banjar sepertinya sangat serius menyeret seorang anggota DPRD Banjar berinisial HR ke wilayah hukum. Paling tidak, hal itu dibuktikan dengan terus berprosesnya pemeriksaan terhadap HR terkait kasus pembalakan kayu.

”Prosesnya terus berlanjut. Izin dari Pak Gubernur juga sudah kami terima pekan lalu. Bahkan kami sudah melakukan panggilan. Tetapi yang bersangkutan tidak bisa datang dengan alasan sedang sibuk, maka yang bersangkutan minta izin untuk tidak memenuhi panggilan tersebut,” ujar Kapolres Banjar Drs Derajat.

Terjeratnya politisi salah satu partai besar tersebut menurut Derajat, karena diduga terkibat dalam illegal loging. Laporan masyarakat, Polres Banjar kemudian melakukan penggerebekan ke kediaman yang bersangkutan di Desa Cinta Puri. Hasilnya sekitar 15 kubik kayu ulin berhasil diamankan jajaran Polres Banjar. Saat ini kayu tersebut dijadikan barang bukti.

Sementara itu, saat dikonfirmasi HR hanya menaggapi dengan senyuman saja. Selebihnya, dia minta biarlah prosesnya berjalan semestinya. ”Saya sendiri selalu siap memenuhi panggilan polisi. Nah, kalau panggilan yang lalu itu saya memang tidak bisa hadir seperti yang disebutkan di koran itu. Insya Allah, Senin besok saya datang. Hari ini saya akan cek apakah memang ada surat panggilan untuk saya,” jadwalnya (yan)

Oknum DPRD Banjar jadi Tersangka Diduga Terlibat Kasus Ilegal Logging

Jumat, 21 September 2007
Radar Banjarmasin

MARTAPURA,- Pihak Polres Banjar sepertinya sangat serius menyeret seorang anggota DPRD Banjar berinisial HR ke wilayah hukum. Paling tidak, hal itu dibuktikan dengan terus berprosesnya pemeriksaan terhadap HR terkait kasus pembalakan kayu.

”Prosesnya terus berlanjut. Izin dari Pak Gubernur juga sudah kami terima pekan lalu. Bahkan kami sudah melakukan panggilan. Tetapi yang bersangkutan tidak bisa datang dengan alasan sedang sibuk, maka yang bersangkutan minta izin untuk tidak memenuhi panggilan tersebut,” ujar Kapolres Banjar Drs Derajat, kepada wartawan baru-baru tadi sambil mengabarkan bahwa kasusnya sedang ditangani Sat Reskrim Polres Banjar .

Terjeratnya politisi salah satu partai besar tersebut menurut Derajat, karena diduga terkibat dalam ilegal logging. Laporan masyarakat, Polres Banjar kemudian melakukan penggerebekan ke kediaman yang bersangkutan di Desa Cinta Puri. Hasilnya belasan kayu ulin berhasil diamankan jajaran Polres Banjar. Saat ini kayu tersebut dijadikan barang bukti.

”Prosesnya saja melalui laporan masyarakat. Ada yang telepon ada pula yang melalui SMS. Dalam kalimatnya, disebutkan kayu-kayu ulin tersebut dikumpulkan berdasarkan kegiatan ilegal logging,” jelasnya.

Adakah kemungkinan masalah tersebut dipeti-es-kan, Derajat dengan tegas tidak akan melakukan tindakan bodoh itu.

”Pendeknya begini, ini kasus bermula dari laporan masyarakat. Nanti kalau tidak diproses muncul tudingan kok polisi tebang pilih dalam menuntaskan masalah ilegal logging. Wong anggota saya aja sudah berapa yang terkena tindakan disiplin. Bahkan ada yang terancam lepas baju, kan mestinya kalau saya mau membela, ya mending membela anggota saya dong,” katanya.

Sementara itu, surat pemberian izin pemeriksaan tergadap HR dari Gubernur pada 6 September lalu. Dalam surat bernomor 180/01143/KUM terungkap yang bersangkutan statusnya sudah menjadi tersangka.

Masih dalam surat tersebut, tersangka diduga telah melanggar pasal 78 ayat (5) jo pasal sd ayat (3) huruf f UU RI No 41 tahun 1989 tentang Kehutanan sebagaimana diubah dengan UU No 19 Tahun 2004.

Surat yang berisi izin tertulis dari Gubernur Kalsel terhadap permintaan Kapolres Banjar untuk memriksa HR dalam kaitannya sebagai anggota DPRD Banjar.

”Prosesdurnya memang begitu. Karena yang bersangkutan anggota DPRD di Kalsel, maka harus minta izin tertulis dari Gubernur untuk memeriksa yang bersangkutan,” ungkap Derajat.(yan)

Monday, October 22, 2007

rehabilitasi hutan Dephut Harus Punya Strategi Baru

Rabu, 12 September 2007

Samarinda, Kompas - Pemerintah pusat sebaiknya menetapkan strategi baru untuk merehabilitasi hutan rusak di Kalimantan. Bantuan dari mancanegara untuk proyek rehabilitasi hutan harus tepat sasaran dan bisa dirasakan manfaatnya.

Demikian dikatakan Asisten Ekonomi Pembangunan dan Kesejahteraan Sosial Sekretariat Provinsi Kalimantan Timur Nusyirwan Ismail di Samarinda, Selasa (11/9). Ia diminta tanggapannya berkait kesepakatan Indonesia-Australia untuk merehabilitasi hutan Kalimantan di kawasan gambut yang rusak dengan dana awal 30 juta dollar AS, (Kompas, 10/9).

Nusyirwan menyambut baik kesepakatan itu, karena itu berarti kelestarian hutan Kalimantan sangat penting bagi masyarakat dunia. Namun, untuk melakukan rehabilitasi besar-besaran itu perlu strategi yang tepat.

Selama ini, menurut Nusyirwan, permasalahan kehutanan didominasi penanganannya oleh Departemen Kehutanan. Salah satu contoh adalah penetapan suatu kawasan untuk dikelola oleh perusahaan. "Tak terasa semangat otonominya," katanya.

Dalam pengelolaan hutan, kata Nusyirwan, kepentingan pemerintah pusat dan daerah kerap bertabrakan. Akibatnya, hutan gundul bukannya semakin menyempit tetapi tetap luas. "Seharusnya, penanganan kerusakan hutan dilakukan terpadu. Ada peran yang dijalankan pusat dan daerah," ujarnya.

Rehabilitasi hutan bukan sekadar menanami untuk menghijaukan kembali lahan gundul, tetapi yang juga penting ialah memanfaatkan hasilnya tanpa harus merusak kelestarian. Maksudnya, kata Nusyirwan, hutan tak harus selalu dipandang sebagai surga kayu. Sebab potensi lain sebenarnya masih banyak, misalnya tanaman obat dan buah-buahan. Tanpa harus mengambil kayu, hasil hutan tetap bisa dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat.

Untuk itu diperlukan teknologi pemanfaatan hutan yang ramah. "Di sinilah perguruan tinggi harus bekerja sama dengan pemerintah, sehingga hasil hutan yang kurang ekonomis pun bisa dipoles sehingga bernilai," ucapnya. (BRO)

Daerah Aliran Sungai Gundul Dampak dari Maraknya Pembalakan Hutan

Selasa, 11 September 2007
Radar Banjarmasin 

BANJARMASIN – Pembabatan hutan yang serampangan tanpa dibarengi dengan penanaman kembali, mengakibatkan daerah aliran sungai (DAS) di Kalsel semakin kritis. DAS banyak yang gundul, sehingga menganggu keseimbangan hidrologi, yaitu bila musim hujan kebanjiran, dan saat kemarau terjadi kekeringan.

“Sebenarnya sangat sederhana kalau kita pahami. Ketika banyak hutan yang ditebang dan pemukiman semakin berkembang, menyebabkan semakin sedikitnya tempat resapan air sehingga air yang tersimpan untuk musim kemarau pun semakin sedikit,” kata Kepala Balai Wilayah Sungai Kalimantan II Dr Ir Nugroho Hadisusanto kepada wartawan koran ini, pada sela-sela Sosialisasi dan Implementasi Kegiatan Gerakan Nasional Kemitraan Penyelamatan Air (GN-KPA), di Aula Bappeda Kalsel, kemarin.

Dijelaskannya, kondisi itu terjadi akibat tanah padat tidak mampu menyerap banyak air pada saat musim hujan. Akibatnya, saat kekeringan air tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Karenanya, ia sangat menyayangkan hutan-hutan pada DAS banyak yang gundul akibat dijarah. Padahal, hutan mempunyai daya serap air yang paling tinggi. "Konsep DAS itu kan mencakup hutan, lahan kering, dan permukiman. Tiga aspek itu bisa baik jika memiliki tata ruang yang baik pula sehingga aliran air di sungai juga lancar dan dapat menyimpan air lebih banyak," jelas Nugroho.

Nah, untuk membenahi kembali DAS yang gundul, sarannya, perlu dilakukan penghijauan atau penanaman kembali untuk daerah resapan air. Dalam hal ini, sambungnya, tak hanya komitmen tapi juga koordinasi antara instansi terkait harus ditingkatkan. Selain itu, pemerintah daerah harus membuat peraturan daerah (perda) yang secara spesifik mengatur kelestarian DAS.

Sayangnya, ketika ditanya seberapa parah kerusakan DAS di Kalsel, Nugruho mengaku belum menginventarisirnya. “Nanti setelah sosialisasi ini, akan dibentuk tim menginventarisir kerusakan DAS di Kalimantan,” janjinya.

Sementara itu, Wakil Gubernur Kalsel HM Rosehan NB SH mengemukakan, dalam dekade terakhir ini bencana banjir, tanah longsor, kekeringan dan pencemaran sungai selalu menjadi permasalahan rutin yang terjadi setiap tahun. Menurut Rosehan, kondisi itu menjadi indikasi telah terjadi kerusakan pada DAS sehingga menganggu keseimbangan siklus hidrologi pada DAS, yang akhirnya berdampak pada kondisi sumber daya air.

Selain itu, sebutnya, berkurangnya kesediaan sumber daya air akibat pesatnya alih fungsi lahan untuk pembangunan fisik kawasan perkotaan, pemukiman, industri, pertambangan, dan pembangunan jaringan jalan. “Nah, untuk menyikapi persoalan tersebut pemerintah melakukan langkah kebijakan penanggulangan melalui Gerakan Nasional Kemitraan Penyelamatan Air atau GN-KPA,” ujarnya.(sga)

Monday, September 17, 2007

Hutan Lindung Terus Dibalak Petugas Kembali Temukan Ratusan Batang Kayu Olahan

Senin, 3 September 2007
Radar Bannjarmasin

KOTABARU – Penjarahan hutan lindung Sebatung kiranya masih terus berlangsung. Buktinya, petugas kembali menemukan ratusan batang kayu setengah jadi dan kayu di kawasan hutan lindung yang berada di Pulau Laut Kotabaru tersebut.

   Hal ini membuktikan kalau selama ini penjarahan hutan lindung tersebut selama ini terus berlangsung dan kurang mendapatkan perhatian dari aparat setempat.

   Menurut Kepala Unit Pelaksana Tekhnis (UPT) Berangas, Ali Arifin, untuk menghindari pengawasan dari petugas, pelaku pembalakan hutan terus melakukan aksinya secara sporadis di kawasan hutan lindung tersebut.

   Hanya saja, petugas tidak berhasil menangkap pelaku pembalakan tersebut. Saat petugas masuk ke kawasan hutan lindung tersebut, tersangka sudah lebih dulu melarikan diri, dan yang tertinggal hanya barang bukti berupa ratusan batang kayu olahan dan kayu setengah jadi serta gergaji rantai (chainsaw).

   Petugas yang terdiri dari beberapa instansi seperti Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Kejaksaan, Polres, TNI AD dan AL, hanya berhasil menyita barang bukti. Masalah lainnya adalah tim tersebut mengalami kesulitan untuk mengangkut barang bukti tersebut, dan hanya mengangkut 180 keping papan, jenis meranti campuran (MC) dan 48 potong kayu olahan setengah jadi dari ratusan yang ditemukan, untuk dipindahkan dari dalam hutan. Sementara sisanya ratusan batang kayu plat berukuran 20 CM X 30 CM, ditinggalkan di lokasi.

   Selanjutnya, untuk menangkap tersangka petugas terus menyusuri jurang dan perbukitan di kawasan hutan lindung yang berada di wilayah Kecamatan Pulau Laut Utara dan Tengah itu. Luas hutan yang dulunya sekitar 49.000 Ha, dan sekarang jumlahnya terus menyusut akibat dari pembalakan yang terus berlangsung tiap hari.

   "Komunikasi yang mudah sekarang ini membuat para pelaku pembalakan dengan cepat menghindar saat petugas masuk kawasan hutan. Sehingga sangat sulit untuk menjaring para tersangka pembalakan,” ujar Ali Arifin, kepada wartawan. (ins)

Densus Sweeping Kayu Ilegal

Minggu, 2 September 2007
 

TANJUNG – Praktik illegal logging yang diduga masih marak terjadi di Kabupaten Tabalong, Jumat (31/8) dinihari tadi di-sweeping anggota Detasemen Khusus (Densus) 88 Polda Kalsel bersama Dinas Kehutanan (Dishut) Kalsel. Hasilnya, tiga unit mobil pikap dan satu unit truk bermuatan kayu dengan nomor plat DA 9447 HB, DA 9105 AB, DA 9461 HA dan DA 9554 PB beserta para sopirnya sukses diamankan petugas.

Bahkan, keempat sopir yaitu Busri, Ansyari, Sulaiman, dan Aliansyah warga Kecamatan Tanjung, Kabupaten Tabalong, ditetapkan sebagai tersangka ilegal logging.

Ditetapkanya keempat sopir itu sebagai tersangka karena tidak dapat menunjukkan dokumen sahnya hasil hutan. “Sekarang mobil dan tersangka diamankan di Mapolres Tabalong untuk diproses sesuai hukum,” kata Kapolres Tabalong AKBP Endro Suharsono melalui Kasat Reskrim AKP R Matsari HS kepada wartawan.

Menurut para sopir, kayu-kayu masak itu diambil dari wantilan di Jaro dan hendak digunakan sebagai kebutuhan lokal Tabalong. Tetapi, tidak ada dokumen resmi yang mereka bawa, sehingga armada pengangkut kayu yang terkena sweeping di jalan menuru arah Balikpapan ke Tanjung itu digiring petugas ke Mapolres Tabalong.

Operasi tim gabungan itu sendiri berjumlah 15 orang, melibatkan 13 anggota Densus Polda Kalsel dan 2 anggota Dishut Kalsel, sedang Polres Tabalong hanya mem-back up. Di tempat terpisah, jajaran Polsek Kelua juga sukses menjaring satu unit mobil pikap bermuatan kayu ulin. Secara tak sengaja ketika melakukan pengamanan pilkades pada Kamis (30/8) siang di Desa Takulat, Kecamatan Kelua, Kabupaten Tabalong, melintas pikap yang bermuatan kayu ulin.

Lantaran tanpa dilengkapi surat menyurat, sopir dan pikap beserta muatannya diamankan ke Mapolsek Kelua. Barang buktinya adalah 95 batang kayu ulin masak berukuran 5 x 10 meter sepanjang 2 meter dan 30 potong berukuran sama tetapi panjangnya cuma 1,5 meter. (day)


Tuesday, September 11, 2007

Kalsel Krisis Kayu Hanya Penuhi 17 Persen Kebutuhan Lokal

Kamis, 30 Agustus 2007

Kawasan Hutan Kalsel

1. Hutan Lindung 627.627 ha (37,83 %)

2. Hutan Suaka Alam, Cagar Alam, Wisata 67.902 ha (4,09 %)

3. Hutan Produksi Terbatas 176.615 ha (10,65 persen)

4. Hutan Produksi Tetap 574.615 ha (34,64 %)

5. Hutan Produksi Konversi 212.177 ha (12,79 %)

Total 1.659.003 Ha setara dengan 42,2 persen luas wilayah

(Sumber: Perda No 9/2000)

BANJARMASIN – Sungguh ironis kondisi Kalsel saat ini. Banua yang dulu dikenal sebagai “surga” kayu yang melimpah ini, ternyata kondisi sekarang malah sebaliknya. Meski tak terlalu kentara, Kalsel ternyata dilanda krisis kayu. Bagaimana tidak, produksi kayu kini tidak mencukupi untuk kebutuhan sendiri.

Industri pengolahan di Kalsel memerlukan bahan baku kurang lebih 4,5 juta m3. Namun yang terpenuhi dari dalam daerah hanya kurang lebih 777.753,86 m3 atau hanya 17,28 persen. Sedangkan sisanya sebanyak 3.722.246,15 m3 atau sebanyak 82,72 persen, ternyata malah dipenuhi dari daerah lain, seperti Kalteng, Kaltim, Maluku, hingga Papua, serta daerah luar lainnya.

Hal ini diungkapkan Kepala Dinas Kehutanan Kalsel Ir H Suhardi Atmoredjo MM, saat menjadi pembicara pada Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2007 di Ruang Rapat Besar Lantai 3 Gedung Bank Indonesia Banjarmasin, kemarin.

Dijelaskan Suhardi, pada tahun 2006 lalu, bahan baku sebanyak 777.753,86 m3 berasal dari 2 unit HPH yang memiliki target seluas 1.810,79 ha dan target produksi 47.220,78 m3 dengan realisasi luas 1.249,94 ha dan realisasi produksi 31.211,44 m3. Selain HPH, pasokan kayu didapat dari 3 unit IPK, yakni PT Navatani Persada, PT Inhutani II dan PT Elbana, dengan target keseluruhan seluas 2.436 ha dengan realisasi produksi 13.402,98 m3.

Terakhir, berasal dari 10 HTI seluas 421.547,66 ha dan telah terealisasi tanaman HTI seluas 171.031,07 ha dan realisasi produksi tahun 2006 sebesar 87.547,66 m3. HTI ini, yakni PT Inhutani II Semaras, PT Inhutani III Sebuhur, PT Hutan Rindang Banua, PT Aya Yayang Ind, PT Trikorindotama Wanakarya, PT Kodeco Timber, PT Hutan Sembada, PT Jenggala Semesta, PT Kirana Rimba dan PT Kirana Chatulistiwa. “Sisanya dipenuhi dari Izin Pemanfaatan Kayu Tanah Milik (IPKTM) dengan realisasi sebesar 645.591,78 m3,” katanya.

Dari data Dishut Kalsel, sampai dengan tahun 2006 terdapat 88 Industri Pengolahan Kayu berkapasitas kurang dari 6 ribu m3 dan 21 industri berkapasitas lebih dari 6 ribu m3 dengan total kapasitas produksi 2.338.297 m3 per tahun.

Dijelaskan Suhardi, Dishut tidak membiarkan krisis kayu tersebut. Pada program jangka pendek, Dishut memfasilitasi restrukturisasi dan rasionalisaso industri perkayuan secara proporsional, mengupayakan dukungan dari Dephut, Departemen dan LPND terkait dalam upaya memfasilitasi bahan baku kayu bagi industri perkayuan. “Pemanfaatan hasil hutan kayu lebih diintensifkan pengawasannya sejak dari perizinan sampai peredarannya, sehingga terjaga dari kayu yang berasal dari kegiatan yang tidak sah (illegal logging dan illegal trading).

Dishut pun memiliki berbagai program jangka panjang. Misalnya memberikan kemudahan revitalisasi dalam percepatan izin pemanfaatan kayu pada HPHTI, terutama yang modalnya berasal dari perusahaan sendiri. “Dilakukan pula percepatan penanaman pada lahan-lahan HTI sesuai dengan penebangannya,” pungkasnya. (pur)


Bawa Kayu Ilegal, 2 Klotok Diamankan

Rabu, 29 Agustus 2007

BANJARMASIN ,- Dua perahu bermotor (klotok, Red) yang kedapatan membawa kayu masak jenis meranti campuran tanpa dilengkapi dokumen pengiriman, diamankan petugas Ditpolair Polda Kalsel. Kedua klotok milik Syamsuddin alias Udin (33) warga Desa Lokbaintan RT 3 Kecamatan Sungai Tabuk dan Masrani (34) warga Desa Trantang RT 5 No 7 Kecamatan Mandastana ini, diamankan petugas ketika berada di perairan Sungai Awang yang terletak di kawasan Banjarmasin Utara, Selasa dinihari kemarin sekira pukul 03.00

Dari dalam klotok milik Udin petugas mengamankan barang bukti kayu sebanyak 4,5 kubik. Sedangkan dari dalam klotok milik Masrani, selain mengamankan barang bukti kayu sebanyak 3,5 kubik, petugas juga mengamankan seorang anak buahnya bernama Dianoor (30) warga Desa Trantang, Kecamatan Mandastana.

Menurut Direktur Polair Polda Kalsel AKBP Sunaryo melalui Kasubdit Fasharkam Kompol H Daswar Tanjung, dua klotok yang diamankan itu sudah lama menjadi target operasi Ditpolair Polda Kalsel. Karena, sambung Sunaryo, lintasan yang dilalui kedua klotok itu adalah perairan yang sangat rawan dengan penyelundupan kayu ilegal. “Ini sudah TO lama kami, karena aliran kayu itu selalu masuk lewat jalur tersebut,” ujarnya.

Kayu-kayu siap pakai itu, jelasnya, berasal dari daerah Kecamatan Galam Rabah, Kabupaten Batola. Rencananya kayu ituakan dibawa para pelaku ke kawasan Alalak. “Kayu itu kami amankan karena tidak memiliki dokumen,” katanya lagi. Lebih lanjut Sunaryo mengatakan, penangkapan kayu ini merupakan perintah dari Mabes Polri untuk melakukan pemberantasan terhadap illegal logging yang cukup marak di pulau Kalimantan, khususnya diwilayah hukum perairan. “Perintah tersebut kami tindaklanjuti dengan melakukan operasi dan menyapu bersih setiap kapal yang diduga membawa kayu dari hasil illegal logging,” ujarnya.(gsr)


Monday, September 10, 2007

Bansaw Jaro Tidak Berizin

Monday, 27 August 2007 01:30

TANJUNG, BPOST - Indikasi praktik pembalakan liar di Kabupaten Tabalong tidak hanya dengan pengambilan kayu di kawasan hutan, tapi dari usaha pengolahannya. Hampir semua bansaw atau usaha pemotong kayu milik warga di sepanjang jalan trans Kalsel-Kaltim di Kecamatan Jaro tidak berizin.

Sulit Bawa Barang Bukti

Kapolres Tabalong, AKBP Endro Suharsono melalui Kasatreskrim AKP R Matsari HS mengatakan banyak kendala yang dihadapi dalam menertibkan praktek pembalakan. Salah satunya karena lokasi kejadian di dalam hutan yang sulit ditempuh dan diawasi.

Selain itu petugas juga kesulitan membawa barang bukti kayu yang besar dan banyak. Padahal seringkali barang bukti itulah yang membuat proses pengajuan kasus pembalakan mandek di kejaksaan.

"Tapi karena ada perwakilan kejaksaan yang ikut menyaksikan sendiri di lokasi kemarin, kita harap penanganan kasus pembalakan bisa diterima dan cepat selesai nantinya. Yang jelas kalau melanggar ketentuan akan kita tindak," tandasnya. nda

Pantauan BPost saat mengikuti tim inspeksi Dinas Kehutanan Tabalong ke kawasan hutan perbatasan Kaltim, sepanjang jalan di Kecamatan Jaro terlihat sejumlah bansaw aktif. Keberadaan bansaw tidak terlalu mencolok karena rata-rata dikelilingi tombok papan setinggi 1,5 meter.

Berdasarkan informasi, ada 6 bansaw yang kembali beroperasi. Padahal sebelumnya bansaw-bansaw di kawasan setempat pernah ditertibkan karena tidak mengantongi izin. Bahkan beberapa alat pemotong seperti gergaji disita petugas razia.

Hal itu diakui pula oleh Kadishut Tabalong, H Saepudin beberapa waktu lalu. Pihaknya sudah berusaha menertibkan, namun bansaw tersebut kembali menjamur seiring lemahnya pengawasan.

"Kita sudah berupaya menertibkan dengan bantuan tim. Tapi mereka tetap saja berusaha kembali," kata Kepala Dinas Kehutanan Tabalong, Saepudin.

Kepala Disperindagkop dan PKM Tabalong, Anang Syakhfiani menyatakan tak pernah mengeluarkan izin untuk bansaw. Pihaknya hanya mengeluarkan izin untuk usaha pengolahan kayu seperti untuk kerajinan kusen dan pintu. Saat ini di Tabalong jumlahnya cukup banyak

Sesuai dengan Kepmenhut Nomor 125/Kpts-II/2003 tanggal 4 April 2003, setiap usaha primer kayu seperti bansaw pemotong log, perusahaan veneer dan plywood harus mengantongi izin dari Menteri Kehutanan.

Aparat kepolisian dan pemerintah bukannya tidak pernah menertibkan. Namun usaha itu selalu hidup kembali saat pengawasan mulai kendor. Kasipidsus Kejari Tanjung, Sony Adhyaksa bahkan mengaku pernah ikut merazia dan menyita sejumlah gergaji bansaw sebagai barang bukti. Namun ia pun heran usaha itu kembali tumbuh, padahal biaya membeli peralatannya seperti gergaji tidak murah.

Karena itu, baik Saepudin dan Sony meragukan usaha mengayu yang ditekuni warga sekadar mengisi perut. Kuat dugaan aktivitas mereka ditunggangi kalangan bermodal. Namun hal itu masih sulit dibuktikan.

"Mana ada yang ngaku kayunya disetor kemana. Katanya untuk sekadar makan dan melayani pasar lokal, tapi ada yang sengaja menjual keluar daerah," ujar Saepudin. nda


Populasi Spesies Kayu Tak Terdata

Friday, 24 August 2007 23:58

BARABAI, BPOST- Populasi kayu di Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST) yang diperlukan untuk memantau praktik pembalakan, tak terdata. Kantor Kehutanan dan Lingkungan Hidup berdalih, hal ini karena tak sebandingnya biaya dikeluarkan dengan tujuan yang ingin dicapai dari pendataan.

Kasi Budidaya dan Pemanfaatan Hutan Hariadi, mengatakan, survei untuk mengetahui populasi kayu disuatu tempat, biasanya bertujuan untuk eksploitasi seperti pembukaan hak penguasaan hutan (HPH).

Jika maksudnya hanya sekadar mendata, mereka kesulitan mengajukan program tersebut. "Kalau mengusulkan kegiatan yang memerlukan anggaran didalamnya, harus jelas tujuan yang ingin di capai. Kami kesulitan menggambarkan pengeluaran yang akan dicapai dengan besar biaya yang diajukan," ujarnya.

Untuk memantau sejauh mana praktik pembalakan mengurangi populasi sejumlah spesies kayu di hutan wilayah HST, pihaknya memantau dari peningkatan luas lahan yang rusak. Survei kerusakan lahan itu dilakukan tiap lima tahun sekali.

"Kami belum sampai meneliti jenis kayu apa saja yang hilang sehingga memicu pertambahan atau munculnya lahan kritis," tandasnya. Namun dari pengamatan, pihaknya meyakini masih banyak spesies kayu yang bisa ditemukan di wilayah hutan HST, seperti meranti.

Alasan lain pendataan tersebut belum dilakukan, karena selama ini tidak ada orang atau badan yang menanyakan hal tersebut. Akibatnya Kantor Kehutanan dan Lingkungan Hidup HST, belum memprioritaskan pendataannya.

Tahun ini kegiatan pendataan hanya untuk mengetahui potensi hasil hutan non kayu seperti rotan dan damar. Masalahnya pengeluaran yang dihasilkan dari kegiatan ini lebih menjanjikan.

"Selain pangsa pasar produk ini cukup baik, eksploitasi rotan dan damar tidak dikategorikan sebagai pembalakan hutan,"katanya. yud


Kayu Ulin Dicuri untuk Bikin Rumah Anjungan Jembatan Barito Tersisa Empat dan Memprihatinkan

Saturday, 25 August 2007 00:56:29

BANJARMASIN, BPOST - Sejumlah anjungan berbentuk rumah Banjar yang terdapat di samping bawah Jembatan Barito, kondisinya sangat mengenaskan. Dari 11 anjungan yang mewakili daerah di Kalsel dan dibangun bersamaan dengan pembangunan jembatan 1995 lalu, kini hanya tersisa empat.

Itu pun kondisi masing-masing anjungan yakni Banjarmasin, Banjar, Tanah Laut dan Hulu Sungai Tengah (HST) kondisinya sangat memprihatinkan. Kayu papan yang terbuat dari kayu ulin banyak yang hilang dan tinggal tiang-tiang penyangga. Bahkan banyak yang diganti dengan kayu lain seperti sengon. Sementara tujuh lainnya, hanya bekasnya yang tersisa.

Meski tak terawat, namun setiap orang yang masuk kawasan itu tetap dipungut retribusi Rp 2 ribu per orang. Dan yang melakukan pungutan tersebut, tampak tidak mengenakan seragam layaknya pegawai pemda. Mereka memakai pakaian bebas dan berganti-ganti memungut retribusi itu.

Penjaga kawasan wisata itu sebelumnya, Udin Tato (45) yang ditemui BPost mengatakan, sekitar enam tahun terakhir keberadaan salah satu lokasi wisata di Kalsel itu sudah tidak diperhatikan lagi pemerintah daerah.

Termasuk masalah anggaran pengelolaan tempat tersebut. Lantaran tidak ada biaya, sehingga perawatannya pun berkurang. Diakui Udin, sejak diresmikan Presiden Soeharto bersamaan peresmiaan jembatan tersebut, pendapatan dari pengunjung cukup besar.

"Rata-rata setiap tahun mendapat uang Rp 6 juta, yang kami setor ke PD Bangun Banua. Dan itu berlangsung sekitar lima tahun semenjak diresmikan itu," terangnya kemarin.

Mengenai jumlah anjungan yang berkurang, menurutnya banyak kayu bangunan tersebut diambil warga untuk membangun rumah. Mengingat sekarang ini, untuk mendapatkan kayu ulin sebagai bahan baku rumah di Kalsel, sangat susah.

Dia pun mengaku tidak bisa menghalang-halanginya. Apalagi, aparat keamanan juga tidak ada yang menjaga di kawasan tersebut, sehingga warga dengan mudah dan semaunya sendiri mengangkut kayu-kayu anjungan tersebut.

"Ya warga Mas yang mengambilnya gasan rumah. Ada yang sekitar sini, tapi juga ada yang jauh dari daerah sini. Mau apalagi, petugas keamanan tidak ada, saya juga tidak berani mencegahnya," katanya.

Begitu juga tentang orang yang memungut retribusi kepada pengunjung. Menurutnya, sejak tidak ada perhatian pemerintah, pemungutan retribusi dilakukan warga sekitar tempat wisata itu.

Dan hasilnya pun, juga untuk kepentingan masing-masing orang yang menjaga di pintu masuk tersebut. Karena tidak ada lagi pengawasan maupun perhatian pemerintah.

"Ya siapa saja boleh menjaga dan minta uang masuk dan masuk kantong dirinya sendiri. Terus mau bagaimana lagi, perhatian dan pengawasan tidak ada," katanya. coi

Bupati Kaget Pembalakan Hutan

Friday, 24 August 2007 01:27

TANJUNG, BPOST- Bupati Tabalong, H Rachman Ramsyi terkejut menerima laporan adanya aktivitas pembalakan di kawasan hutan Tabalong. Ia berjanji segera berkoordinasi dengan aparat terkait untuk menertibkan.

"Kami akan koordinasi dulu dengan instansi dan polisi karena mereka yang berwenang menertibkan," kata Rachman dicegat saat akan memberi pengarahan, kepada kepala desa se-Tabalong di Gedung Informasi, Kamis (23/8).

Mengenai informasi aktivitas pembalakan mendompleng wilayah kerja perusahaan tambang dan HPH perusahaan kayu, Rachman mengatakan akan mempelajarinya. Namun ia mengatakan tidak dapat mencegah karena pemberian izin tambang perusahaan atau HPH tersebut dari instansi pusat.

"Itu kan izin pusat, karena mereka pemegang PKP2B. Tapi kalau mereka beroperasi saya kira perusahaan punya izin pinjam pakai untuk eksploitasi," ujarnya.

Menurut informasi staf Dishut Tabalong, kawasan yang digarap perusahaan tambang PT Interex Scara Raya yang berbatasan dengan HPH PT Elbana Abadi Jaya sangat dekat hutan lindung. Jadi bila aktivitas pembalakan tak segera dihentikan, dikhawatirkan berdampak terhadap kelestarian ekologi dan rusaknya sumber mata air dari hulu yang menopang kehidupan masyarakat Tabalong.

Dari total 241.210 hektare (ha) hutan di Tabalong, luasan hutan lindung tinggal 65.432 ha. Sisanya 44.462 ha hutan produksi terbatas, 116.467 ha hutan produksi tetap dan 14.848 ha hutan produksi konversi.

Kapolres Tabalong, AKBP Endro Suharsono dikonfirmasi di tempat sama menyatakan menunggu laporan soal aktivitas pembalakan tersebut. "Kalau ditemukan melanggar ketentuannya kita tindak. Tapi kita tunggu dulu laporannya, dari siapa yang menemukan aksi illegal logging," katanya.

Sebelumnya Kepala Dinas Kehutanan Tabalong, Saepudin mengeluhkan masih belum terpadunya dukungan instansi dan aparat terkait memberantas pembalakan hutan.

Di Tabalong, jumlah polisi hutan hanya tiga orang, tanpa dilengkapi senjata memadai, peta dan GPS. Bahkan untuk melakukan patroli atau pengecekan, polhut seringkali menggunakan motor karena mobil patrolinya sudah tua. nda