Sunday, December 24, 2006

8,15 Juta Lahan Akan Dibagikan

Rabu, 13 Desember 2006
Tahap Awal 5.000 Keluarga Miskin Akan Diberi Lahan Bersertifikat

Jakarta, Kompas - Pemerintah akan melaksanakan reformasi agraria secara bertahap mulai tahun 2007 hingga 2014. Tanah seluas 8,15 juta hektar akan dibagikan ke masyarakat miskin yang memenuhi kriteria tertentu dan pengusaha dengan ketentuan terbatas.

Kepala Badan Pertanahan Nasional Joyo Winoto seusai Simposium Agraria Nasional III di Jakarta, Selasa (12/12), mengatakan, pembagian tanah kepada masyarakat miskin akan mulai dilakukan sekitar akhir April 2007. Dalam tahap awal, 5.000 keluarga miskin akan diberikan tanah bersertifikat. Luas tanah yang dibagikan untuk setiap keluarga berbeda-beda bergantung pada kebutuhan dan ketersediaan lahan di setiap daerah.

Diperkirakan sebanyak 6 juta hektar lahan akan dibagikan bagi masyarakat miskin dan 2,15 juta hektar sisanya diberikan kepada pengusaha untuk usaha produktif dengan tetap melibatkan petani perkebunan. Negara dapat mencabut kembali pemberian tanah tersebut jika tidak dapat dimanfaatkan untuk usaha produktif.

Tanah yang akan dibagikan berasal dari lahan kritis, hutan produksi konversi, tanah telantar, tanah milik negara yang hak guna usahanya habis, maupun tanah bekas swapraja.

"Reformasi agraria juga dimaksudkan untuk memberikan akses rakyat terhadap tanah sebagai sumber ekonomi serta mengatasi sengketa dan konflik pertanahan yang ada," kata Joyo.

Pemberian tanah bagi keluarga miskin di pedesaan diharapkan mampu meningkatkan taraf hidup mereka. Dari sekitar 40 juta penduduk miskin di Indonesia pada tahun 2006, sebanyak 67 persen di antaranya tinggal di pedesaan. Dari jumlah keluarga miskin tersebut, 90 persen menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian.

Menurut Joyo, model pembagian lahan akan berbeda untuk setiap daerah, bergantung pada kondisi dan ketersediaan lahan

Ekonom senior dari Institute for Development of Economics and Finance Indonesia (Indef) Bustanul Arifin mengatakan, pelaksanaan reformasi agraria harus menjamin keberlangsungan sistem sosial yang ada di masyarakat. Sengketa pertanahan juga harus dapat diselesaikan dengan harmonis tanpa menimbulkan gejolak baru. "Program sertifikasi tanah seharusnya dilakukan oleh pemerintah pada tahap awal reformasi agraria," katanya.

Sementara itu, menyangkut lembaga yang akan mengelola reformasi agraria tersebut, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia Gumilar R Sumantri menyatakan, pemerintah tidak perlu membuat lembaga baru untuk mengelola program tersebut. Penguatan peranan, otoritas, dan fungsi Badan Pertanahan Nasional menjadi Kementerian Agraria dinilai lebih tepat. (MZW)

No comments: