Sunday, December 24, 2006

Reformasi Agraria Bisa Picu Konflik

Kamis, 14 Desember 2006
Aparatur Daerah Harus Disiapkan

Jakarta, Kompas - Redistribusi lahan seluas 8,15 juta hektar yang akan dilakukan pemerintah tahun 2007, dalam rangka reformasi agraria, berpotensi menimbulkan konflik dalam masyarakat. Namun, konflik itu tidak perlu dikhawatirkan selama pemerintah mempersiapkan instrumen pendukung reformasi agraria secara baik.

Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Usep Setiawan di Jakarta, Rabu (13/12), mengatakan, setiap reformasi agraria selalu memiliki potensi konflik. Karena itu, pemerintah sejak awal perlu mempersiapkan mekanisme untuk mengatasi konflik yang akan muncul.

Seperti diberitakan, pemerintah tahun depan akan melakukan reformasi agraria secara bertahap hingga tahun 2014. Tanah seluas 8,15 juta hektar itu, menurut Kepala Badan Pertanahan Nasional Joyo Winoto di Jakarta, akan dibagikan kepada masyarakat miskin yang memenuhi kriteria tertentu dan pengusaha dengan ketentuan terbatas di seluruh Indonesia (Kompas, 13/12).

Ketidakpastian dalam menentukan subyek reformasi agraria, seperti petani gurem, buruh tani, atau masyarakat miskin, lanjut Usep, bisa memicu konflik. Karena itu, BPN dan Badan Pusat Statistik harus memastikan kriteria dan identitas penerima redistribusi lahan secara cermat dan teliti.

Menurut dia, sebelum program reformasi agraria itu dijalankan, lahan yang akan didistribusikan harus jelas dan pasti, baik luas, posisi, maupun tingkat kesuburannya. Mekanisme pembagian lahan itu pun mesti melibatkan serikat tani dan organisasi masyarakat secara langsung sebagai subyek dari reformasi agraria.

"Konsolidasi dan sinkronisasi antara BPN dan departemen terkait perlu dilakukan juga untuk menentukan lahan yang akan dibagikan," kata Gunawan dari Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia.

Usep menambahkan, profesionalitas aparatur negara yang menjadi pengelola reformasi agraria harus disiapkan agar mereka bisa bekerja secara independen dan tak terjebak dalam tindakan kolusi dan manipulasi yang dapat memicu konflik.

"Aparatur pemerintah di pusat maupun daerah harus disiapkan," papar Usep lagi.

Meskipun demikian, Gunawan mengingatkan, konflik yang akan muncul tak perlu terlalu dikhawatirkan sehingga mengganggu proses reformasi agraria yang akan dilakukan. Semangat keadilan sosial yang dibawa dalam reformasi agraria justru diharapkan mampu menyelesaikan sengketa pertanahan yang ada serta membangun ekonomi bangsa.

"Lembaga pengelola reformasi agraria juga harus menyediakan mekanisme penyelesaian setiap konflik yang muncul akibat reformasi agraria," ucap Gunawan.

Sosialisasi pelaksanaan reformasi agraria juga harus dilaksanakan secara menyeluruh dan intensif di masyarakat. Kelompok masyarakat yang tidak menerima pembagian lahan harus disiapkan juga agar mereka menerima mekanisme pembagian itu. (MZW)

No comments: