Monday, December 04, 2006

Anton Gunadi Terus Diburu

Radar Banjarmasin ; Kamis, 30 November 2006

BANJARMASIN - Gerak lincah yang dilakoni Anton Gunadi tampaknya semakin sempit. Lebih-lebih ketika namanya masuk dalam red notice atau daftar pencarian orang (DPO) Interpol.

Masuknya nama pengusaha kayu ternama dari Kalsel yang diberi insial AG dalam daftar itu dinilai cukup efektif untuk meringkus bos CV Bina Benua ini.

Hal ini diakui Kabid Humas Polda Kalsel, AKBP Puguh Raharjo. Menurut dia, perburuan terhadap Anton Gunadi dilakukan oleh Polda Kalsel dalan beberapa macam cara. Di antaranya adalah dengan mengumumkan masuknya DPO Anton Gunadi kepada masyarakat luas, dan melakukan kerja sama dengan pihak Interpol.

Untuk melacak tempat persembunyian Anton Gunadi, Puguh menyatakan Polda Kalsel juga meminta bantuan masyarakat luas, tak cukup mengandalkan kekuatan personel Polda saja. Sebab, katanya, untuk bisa mengetahui tempat persembunyian seorang buronan yang diduga melarikan diri ke luar negeri, diperlukan bantuan sebuah jaringan kepolisian. Apalagi, kabar terbaru, Anton berpindah-pindah dan terakhir dikabarkan bersembunyi di Singapura atau Amerika Serikat.

"Prosedur pencarian terhadap Anton Gunadi ini sudah kita masukan. Jadi kita sudah memberikan data-data atau berkas Anton Gunadi itu ke Interpol. Gunanya, untuk membantu kita mencarinya dan untuk mengeluarkannya dari negara lain bila berhasil ditemukan," ujar Puguh Raharjo kepada wartawan, kemarin.

Dengan beredarnya nama Anton dalam red notice Interpol, papar Puguh, berarti statusnya bukan hanya buronan lokal, tapi sudah menjadi buronan internasional. "Jadi, kalau Anton tertangkap, bisa saja kelanjutan penyidikan kasusnya dilakukan oleh pihak Mabes dengan meminta data dari pihak Polda Kalsel," jelas Puguh.

Disinggung soal dasar hukum menetapkan Anton Gunadi sebagai tersangka kasus illagal logging, Puguh menjelaskan bahwa hasil pemeriksaan terhadap Dirut CV Bina Benua HM Saleh dan Kepala Log Pond CV Bina Benua Satip Sandiarto, ditambah dengan hasil pemeriksaan terhadap kantor CV Bina Banua beberapa waktu lalu, pihaknya menemukan bukti-bukti kuat atas Anton Gunadi dalam perusahaan tersebut. "Beberapa buktinya adalah satu unit komputer, kemudian rekap kredit dan rekap kas perusahaan," ujarnya.

Mengenai surat dari DPRD Kalsel bernomor 162/760/DPRD, tertanggal 17 November 2006, yang menyebutkan bahwa kayu bulat dan alat angkut yang digunakan CV Bina Benua adalah sah, Puguh menegaskan pihaknya tetap mengambil sikap berbeda.

Menurut dia, berdasarkan fakta yang ditemukan di lapangan, serta ditunjang dengan pendapat para ahli hukum dan ahli kehutanan, pihaknya tak akan menanggapi rekomendasi DPRD Kalsel tersebut. "Polri sudah berkomitmen untuk melakukan perubahan yang baik, khususnya dalam profesionalisme kepolisian. Makanya, dalam kasus Anton ini, sesuai dengan instruksi Kapolri ditegaskan, jika anggota Polri yang terintervensi akan dicopot dari jabatannya," tegasnya.

Dari data yang dihimpun koran ini, Anton sendiri sebetulnya sudah tercatat dalam daftar pencarian orang (DPO) bernomor 05/VIII/2006/Ditreskrim, tertanggal 07 Agustus 2006. Anton sendiri kabur sejak Juli 2006 lalu, setelah ia diperiksa sebagai saksi selanjutnya ditetapkan sebagai tersangka. Kala itu Anton meminta izin ke Polda Kalsel untuk berobat ke Singapura. Namun dari keterangan Kapolda Kalsel Brigjen Pol Halba Rubis Nugroho, Anton justru kabur dengan identitas palsu. Artinya, ia kabur menggunakan nama orang lain, hingga tak terlacak pihak imigrasi.

Anton yang terlahir padas 23 Januari 1950 dan beralamat di Jalan Kampung Melayu, Banjarmasin Tengah, dalam kasus ini disangkakan dengan pasal berlapis. Yakni Pasal 78 ayat (5) subsidair Pasal 78 ayat (7) jo Pasal 50 ayat (3) huruf f dan UU RI Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, jo Pasal 75 ayat (3) PP Nomor 34 Tahun 2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Perencanaan Pengelolaan Hutan Pemanfaatan Hutan dan Penggunaannya, jo Pasal 12 ayat (2) huruf b PP Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan jo Pasal 58 Permenhut Nomor P.18/Menhut-II/2005 tentang Perubahan Ketiga atas Kepmehut Nomor 126/Kpts-II/2003 tentang Penatausahaan Hasil Hutan.

Menariknya, Anton sendiri dijerat oleh Polda Kalsel dengan dua kasus kayu tak berdokumen. Kasus pertama adalah kelebihan 36 batang kayu log yang diangkut kapal Tongkang Damar Laut-Tugboat BB XVIII dan TB BB VII. Kayu yang diangkut jenis Meranti sebanyak 4 potong dengan volume 41,24 M3, Keruing sebanyak 40 potong dengan volume 243,28 M3, Balau sebanyak 166 potong dengan volume 798,29 M3, dan Bangkirai sebanyak 21 potong dengan volume 111,15, sehingga total kayu yang diangkut mencapai 233 potong atau setara 1.193, 96 M3.

Sementara kasus kedua adalah kelebihan 23 batang kayu log yang diangkut kapal Tongkang BS 68, sebanyak 526 batang atau 2.264,84 M3, dan dipindahkan ke tiga kapal tongkang yakni TK Sandi Dewa sebanyak 176 batang (tujuan Jambi), TK Erna sebanyak 124 batang (tujuan Pontianak), TK Virgo 168 dengan 203 batang dengan tujuan Semarang.

Nah, untuk kasus kedua ini, melalui anak buahnya HM Saleh dan Satip Sandiarto, meminta bantuan perlindungan hukum kepada DPRD Kalsel. Dalam hal ini, Komisi I yang membidangi masalah hukum melakukan penelitian untuk kasus Anton Gunadi ini. Sejak itu, Komisi I yang diketuai Ibnu Sina ini rajin mengumpulkan segala informasi dan barang bukti, termasuk mengundang Kapolda Kalsel Brigjen Halba R Nugroho dalam rapat dengar pendapat.

Finalnya, terbitnya surat bernomor 162/760/DPRD, tertanggal 17 November 2006 dengan perihal permohonan perlindungan hukum, dinyatakan bahwa kayu bulat dan alat angkut yang digunakan CV Bina Benua adalah sah. Dalam surat yang ditandatangani Ketua DPRD Kalsel Anang Hairin Noor, juga dilampirkan hasil penelisikan Komisi I. Di mana, dalam kasus kedua itu, Komisi I menerangkan bahwa kayu-kayu log yang diangkut dalam tiga tongkang Bina Benua yakni KH Alfa 68, BS 68 dan Sandi Dewa 26, telah disita Polda Kalsel pada 2 dan 3 Maret 2006 telah dilindungi oleh surat keterangan sahnya hasil hutan (SKSHH). Bahkan, dari pengukuran yang dilakukan tim ahli kehutanan ternyata tak melebihi batas toleransi 5 persen, sementara dari pengukuran Polda Kalsel ditemukan kelebihan 9 persen. Meskipun, dari keterangan ahli (staf Biro Hukum) yang ditunjuk Sekretaris Dirjen Bina Produksi Departemen Kehutanan berbeda dengan keterangan Dirjen Bina Produksi Kehutanan tentang kelegalitas hasil hutan, terkait dengan nomor batang pada fisik kayu log yang terdaftar dalam DHH atau tidak ada peneraan palu tok DK pada fisik kayu.

Atas temuan ini, Komisi I yang membidangi masalah hukum dan pemerintahan ini menggelar rapat dengar pendapat (hearing). Dari keterangan HM Saleh, terungkap dalam SKSHH Nomor Seri DF.0009528 tertanggal 25 Februari 2006, DF.0009521 tanggal 26 Februari 2006 (Tongkang KH Alfa 68), dan SKSHH nomor DF 00122208, tanggal 28 Februari 2006, tidak terdapat selisih volume mencapai 5 persen. Namun, dari keterangan Kapolda Kalsel Brigjen Halba Rubis Nugroho, justru menyatakan penyidikan kasus itu tidak mempermasalahkan masalah volume, tetapi penomoran yang tidak sesuai dengan DHH, seraya mengutip pendapat saksi ahli Osten Sianipar SH Msi dari Dephut RI.

Sementara itu, Komisi I juga meminta pendapat pakar hukum pidana asal Fakultas Hukum Unlam, Prof Ideham Jarkasi, yang meminta agar kepolisian segera melepaskan kayu sitaan milik CV Bina Benua, karena tidak ada alasan hukum yang kuat untuk mengusut kasus itu. Ini setelah Ideham mengkaji bahwa dokumen yang digunakan CV Bina Benua adalah sah.

Selanjutnya, Komisi I juga bertandang ke Dirjen Bina Produksi Kehutanan yang menyatakan saksi ahli Osten Sianipar adalah keterangan pribadi, bukan tanggung jawab kelembagaan Dishut. Bahkan, Komisi III DPR RI juga menjanjikan akan mengusut kasus ini, dengan memanggil Kapolda Kalsel.

Tak cukup hanya ke Jakarta, Komisi I juga mengumpulkan barang bukti hingga ke Dinas Kehutanan Kasongan (Kalteng) dan Sekretaris Daerah setempat. Hasilnya, kayu yang diangkut CV Bina Benua dinyatakan berasal dari HPH milik PT Dwimajaya Utama. (gsr/dig)

Pelarian Sang Cukong Anton Gunadi

Februari 2006 : Kapal Tongkang Damar Laut-Tugboat BB VIII dan TB BB VII ditahan Polda Kalsel, karena dicurigai mengangkut ribuan kubik kayu log tidak sesuai SKSHH. Kapten kapal diperiksa polisi.

Maret 2006 : HM Saleh (Direktur CV Bina Benua) ditetapkan sebagai tersangka bersama Satip Sandiarto (Kepala Logpond) dan dikenakan Pasal 50 ayat (3) huruf f dan h UU Nomor 41/1999 tentang Kehutanan. Selanjutnya,

Anton Gunadi (Bos PT Bina Benua Grup) dan Donny Gunadi (putera Anton) diperiksa sebagai saksi kasus kelebihan kayu 36 potong milik CV Bina Benua dengan tersangka HM Saleh dan Satip Sandiarto.

Maret 2006 : Anton Gunadi ditetapkan sebagai tersangka, berdasarkan bukti awal keterlibatannya sebagai pemilik CV Bina Benua. Saat pemeriksaan pertama, Anton mangkir dengan alasan sakit. Kemudian, diperiksa berulang kali, Anton mangkir.

April 2006 : Kapolda Kalsel Brigjen Pol Halba R Nugroho dipraperadilkan oleh Bina Benua. Yang dimenangkan kubu Anton. Saleh dan Satip dibebaskan dari tahanan Polda Kalsel.

Juli 2006 = Anton Gunadi dimasukan dalam daftar pencarian orang (DPO) dengan dua kasus illegal logging (baca berita selengkapnya).

Agustus 2006 : Polda Kalsel kembali mengeluarkan DPO atas nama Anton Gunadi.

September 2006 : Anton Gunadi yang dikabarkan kabur ke Singapura dan Amerika Serikat (AS) masuk dalam red notice Interpol, atas dasar data dari Polda Kalsel.

Nama Perusahaan: CV. Bina Benua

Alamat: Kampung Melayu Darat No. 58, Banjarmasin, Kalimantan Selatan

Telp: (0511) 3263303

Fax: (0511) 3268862

Dewan Eksekutif/Pemegang Saham: Anton Gunadi

Profil/Bidang Usaha: Kontraktor Penebangan

Diolah dari berbagai sumber

No comments: