Monday, December 04, 2006

Selamatkan Hutan Kalimantan dari Industri Rakus Kayu

Radar Banjarmasin - Rabu, 29 November 2006
Oleh: Berry Nahdian Forqan*

Kertas sudah menjadi bagian kebutuhan kehidupan bagi umat manusia. Kertas dipergunakan di hampir semua gerak kehidupan, dari pengesahan kontrak bernilai triliunan rupiah, sampai berfungsi untuk pembersihan kotoran.

Filosofi penemuan kertas sejatinya adalah untuk keperluan edukasi, sejarah dan pemulian dokumen-dokumen bernilai pada satu zaman agar bisa dipahami oleh generasi berikutnya. Tetapi dalam perkembangannya, kertas telah mempunyai fungsi begitu besar. Bahkan saat sekarang, konsumsi kertas lebih dari 60% berfungsi untuk keperluan komersial, seperti bungkus kosmetik, bungkus makanan atau juga bungkus perhiasan-perhiasan mahal. Dan, sebuah anomali peradaban juga terjadi, dimana semakin maju teknologi, tingkat pemakaian kertas semakin tinggi, tidak berkurang.

Selain itu juga, konsumsi kertas paling besar di dunia adalah negara-negara di belahan Amerika Utara dan Eropa Barat. Menurut jaringan NGO (Non Governance Organitation) di Eropa (Taiga Rescue Network), separuh dari total produksi kertas dunia, dikonsumsi oleh sekitar 10% penduduk di Eropa Barat dan Amerika Utara. Padahal produsen kertas dan eksportir kertas adalah negara-negara di belahan Selatan, seperti Brasil, Kamerun dan tentu saja, Indonesia.

CAPPA (Community Alliance for Pulp Paper Advocacy), sebuah jaringan masyarakat sipil yang bekerja di isu pulp-paper dan hutan tanaman menyebutkan, bahwa hasrat untuk memenuhi kebutuhan kertas dunia, hasrat untuk menjadi produsen besar kertas dunia, telah membuat pengusaha dan pemerintah abai terhadap prinsip pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan dan juga tidak peka terhadap prersoalan soial-ekonomi yang muncul akibat kebijakan pengelolaan kehutanan sektor industri pulp dan hutan tanaman.

Industri pulp dan pembangunan hutan tanaman membutuhkan modal yang besar dan investasi berjangka panjang, untuk itu investasi modal asing sangat dibutuhkan. Maka muncullah ketergantungan industri kehutanan ini terhadap modal asing, dan gerak laju industri ini didominasi oleh kreditor internasional.

Berdasarkan catatan Walhi Kalimantan Selatan (NGO yang bergerak di bidang forest finance), secara umum 80% permodalan industri pulp didominasi kreditor asing, dan 20% berasal dari pemerintah Indonesia melalui Bank Indonesia. Contoh di Kalimantan adalah rencana pembangunan industri pulp oleh UFS/United Fibre System dan pengambil alihan Kiani Kertas. Rencana pembangunan dan proses pengambil alihan ini sangat jauh dari prinsip bisnis yang pro-lingkungan hidup atau pro-pembangunan bisnis kehutanan yang sehat.

Berdasarkan investigasi dan riset mendalam yang dilakukan oleh beberapa NGO, seperti Environmental Defense-USA, CAPPA dan Walhi Kalimantan Selatan, kreditor tidak mendapatkan informasi yang seimbang terhadap proyek pabrik bubur kayu dan kepingan (chip) kayu United Fiber System (UFS) serta akuisisi pabrik Kiani Kertas yang diajukan UFS, semisal tentang kecukupan bahan baku dan permasalah sosial, juga tentang performance bisnis perusahaan.

Stephanie Fried, Ph.D. dari Environmental Defense USA menyebutkan, Proyek UFS dan Kiani Kertas mengandung tingkat resiko lingkungan dan sosial yang tinggi, seperti kinerja yang buruk dari perusahaan hutan tanaman, riskio penurunan kualitas air dan tanah, polusi dan kerusakan lingkungan di sekitar areal industri. Juga adanya tingkat resiko politik dan finansial yang tinggi karena adanya keterlibatan subtansial tokoh-tokoh yang memiliki kepentingan politik, serta proses transaksi pada proyek ini yang menimbulkan pertanyaan signifikan.

Bahkan UFS dipastikan belum dapat memenuhi kebutuhan baku mereka dari sumber yang legal, seperti pernah disebutkan Kepala Dinas Kehutanan Kalimantan Selatan, sewaktu Seminar Nasional tentang hutan tanaman dan Industri bubur kertas tanggal 16 November 2006 di Banjarbaru. Bahkan perusahaan ini sudah melaksanakan proyek mereka, membangun konstruksi pelabuhan dan chip mill, padahal AMDAL-nya belum ada. Laporan-laporan dari lokasi pelabuhan menunjukkan bahwa kerusakan lingkungan yang signifikan, termasuk pengambilan terumbu karang secara tidak sah untuk bahan bangunan, telah terjadi pada tahap-tahap awal dari konstruksi pelabuhan pabrik kepingan kayu UFS.”

Pada tahun 2003, Indonesia meloloskan peraturan penting (Peraturan No 23/2003) yang menyatakan bahwa bank dan lembaga kredit bertanggung jawab pada transaksi di bidang kehutanan kalau ada kejahatan lingkungan. Menerut Dr. Fried, Proyek-proyek kehutanan seringkali mengandung risiko yang tinggi karena adanya kecenderungan keterlibatan tindakan kriminal seperti illegal logging atau polusi air dan udara. Sekarang, dengan undang-undang baru, semua ini menjadi risiko yang signifikan untuk lembaga keuangan yang terlibat dalam proyek-proyek tersebut. Ini berarti bahwa praktek pencucian uang melalui illegal logging saat sekarang akan menimbulkan riskio tinggi untuk lembaga keuangan yang aktif dalam industri perkayuan. Perlu disambut baik pendekatan yang menyulusuri keterlibatan lembaga keuangan dalam kasus money laundering dan juga menuntut agar dilakukan kajian mendalam atas semua transaksi UFS dan Kiani Kertas.

Wahli meminta agar pemerintah meninjau ulang proses perizinan UFS—termasuk proses AMDAL -- dan bersikap kritis dan teliti terhadap proses pengambil alihan Kiani Kertas. Kreditor harus peka terhadap prasyarat lingkungan dan sosial yang harus diterapkan oleh bisnis. Jangan lagi rusak hutan Kalimantan oleh ekspansi industri pulp dan hutan tanaman.

Walhi mengorganisir surat terkait dengan proyek UFS dan pengambil alihan Kiani Kertas kepada pihak kreditor dan pihak terkait, seperti Merrill Lynch, Cornell Capital, ANZ Bank, Development Bank of Singapore, Cellmark, agar mereka membatalkan dukungan atau perencanaan untuk dukungan terhadap proyek ini. Surat ini didukung oleh lebih dari 90 organisasi masyarakat sipil di lebih 27 negara di dunia (memorandum lengkap dapat ditemukan di www.times.org/signon/letter.html). Ini lakukan untuk melindungi hutan alam yang tersisa di Kalimantan, memperjuangkan akses rakyat atas sumber daya alam serta membangun bisnis yang pro-lingkungan hidup dan pro-prinsip sosial.***

*) Direktur Walhi Kalsel,

E-mail: berry@cappa.or.id atau forqan@walhi.or.id

No comments: