Tuesday, September 11, 2007

Kalsel Krisis Kayu Hanya Penuhi 17 Persen Kebutuhan Lokal

Kamis, 30 Agustus 2007

Kawasan Hutan Kalsel

1. Hutan Lindung 627.627 ha (37,83 %)

2. Hutan Suaka Alam, Cagar Alam, Wisata 67.902 ha (4,09 %)

3. Hutan Produksi Terbatas 176.615 ha (10,65 persen)

4. Hutan Produksi Tetap 574.615 ha (34,64 %)

5. Hutan Produksi Konversi 212.177 ha (12,79 %)

Total 1.659.003 Ha setara dengan 42,2 persen luas wilayah

(Sumber: Perda No 9/2000)

BANJARMASIN – Sungguh ironis kondisi Kalsel saat ini. Banua yang dulu dikenal sebagai “surga” kayu yang melimpah ini, ternyata kondisi sekarang malah sebaliknya. Meski tak terlalu kentara, Kalsel ternyata dilanda krisis kayu. Bagaimana tidak, produksi kayu kini tidak mencukupi untuk kebutuhan sendiri.

Industri pengolahan di Kalsel memerlukan bahan baku kurang lebih 4,5 juta m3. Namun yang terpenuhi dari dalam daerah hanya kurang lebih 777.753,86 m3 atau hanya 17,28 persen. Sedangkan sisanya sebanyak 3.722.246,15 m3 atau sebanyak 82,72 persen, ternyata malah dipenuhi dari daerah lain, seperti Kalteng, Kaltim, Maluku, hingga Papua, serta daerah luar lainnya.

Hal ini diungkapkan Kepala Dinas Kehutanan Kalsel Ir H Suhardi Atmoredjo MM, saat menjadi pembicara pada Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2007 di Ruang Rapat Besar Lantai 3 Gedung Bank Indonesia Banjarmasin, kemarin.

Dijelaskan Suhardi, pada tahun 2006 lalu, bahan baku sebanyak 777.753,86 m3 berasal dari 2 unit HPH yang memiliki target seluas 1.810,79 ha dan target produksi 47.220,78 m3 dengan realisasi luas 1.249,94 ha dan realisasi produksi 31.211,44 m3. Selain HPH, pasokan kayu didapat dari 3 unit IPK, yakni PT Navatani Persada, PT Inhutani II dan PT Elbana, dengan target keseluruhan seluas 2.436 ha dengan realisasi produksi 13.402,98 m3.

Terakhir, berasal dari 10 HTI seluas 421.547,66 ha dan telah terealisasi tanaman HTI seluas 171.031,07 ha dan realisasi produksi tahun 2006 sebesar 87.547,66 m3. HTI ini, yakni PT Inhutani II Semaras, PT Inhutani III Sebuhur, PT Hutan Rindang Banua, PT Aya Yayang Ind, PT Trikorindotama Wanakarya, PT Kodeco Timber, PT Hutan Sembada, PT Jenggala Semesta, PT Kirana Rimba dan PT Kirana Chatulistiwa. “Sisanya dipenuhi dari Izin Pemanfaatan Kayu Tanah Milik (IPKTM) dengan realisasi sebesar 645.591,78 m3,” katanya.

Dari data Dishut Kalsel, sampai dengan tahun 2006 terdapat 88 Industri Pengolahan Kayu berkapasitas kurang dari 6 ribu m3 dan 21 industri berkapasitas lebih dari 6 ribu m3 dengan total kapasitas produksi 2.338.297 m3 per tahun.

Dijelaskan Suhardi, Dishut tidak membiarkan krisis kayu tersebut. Pada program jangka pendek, Dishut memfasilitasi restrukturisasi dan rasionalisaso industri perkayuan secara proporsional, mengupayakan dukungan dari Dephut, Departemen dan LPND terkait dalam upaya memfasilitasi bahan baku kayu bagi industri perkayuan. “Pemanfaatan hasil hutan kayu lebih diintensifkan pengawasannya sejak dari perizinan sampai peredarannya, sehingga terjaga dari kayu yang berasal dari kegiatan yang tidak sah (illegal logging dan illegal trading).

Dishut pun memiliki berbagai program jangka panjang. Misalnya memberikan kemudahan revitalisasi dalam percepatan izin pemanfaatan kayu pada HPHTI, terutama yang modalnya berasal dari perusahaan sendiri. “Dilakukan pula percepatan penanaman pada lahan-lahan HTI sesuai dengan penebangannya,” pungkasnya. (pur)


No comments: