Thursday, December 06, 2007

Kalsel Cari Kayu Hingga ke Papua

Jumat, 23-11-2007 | 01:50:05

BANJARMASIN, BPOST - Perkembangan industri perkayuan yang ada di Kalsel terus terpuruk lantaran ketidakmampuan daerah mensuplai bahan baku kayu bagi kebutuhan industri.

Kepala Dinas Kehutanan Kalsel Ir Suhardi Atmoredjo didampingi Kabag Humas Badan Informasi Daerah (BID) Kalsel, Drs Ismet S mengatakan, produksi kayu Kalsel hanya mampu mensuplai 17 persen kebutuhan industri perkayuan di wilayah ini.
Akibatnya kalangan pengusaha industri perkayuan, khsusnya industri kayu lapis mencari alternatif dengan mendatangkan bahan baku kayu, bukan saja dari Kalteng maupun Kaltim, juga mendatangkan dari Sulawesi, Maluku, bahkan Papua. Langkah ini diambil untuk memenuhi kebutuhan rata-rata perusahaan kayu yang memerlukan bahan baku sekitar 4,5 juta M3.
Kebutuhan bahan baku tersebut hanya dipenuhi sekitar 777.753 M3 atau sekitar 17 persen, sedangkan kelebihannya sekitar 3.722.246 harus dicarikan jalan keluarnya yaitu tadi dengan mendatangkan dari propinsi lain.
Hingga 2006 tadi industri pengolahan kayu yang jumlahnya 88 buah dengan kapasitas sekitar 6.000 M3, serta 21 buah industri kayu kapasitas sekitar 6.000 M3 mampu berproduksi sebesar 2.338.297 M3 per tahun.
Produksi kayu Kalsel itu berasal dari dua perusahaan pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH) seluas 1,8 juta hektare target produksi 47,2 ribu M3 dengan realisasi luas 1,2 juta hektare produksi 31,2 ribu M3.
Ditambah tiga unit perusahaan yang memegang Ijin Pemanfaatan Kayu (IPK) target 2,4 ribu hektare dengan realisasi produksi 13,4 ribu M3 ditambah 10 unit Hutan Tanaman Industri (HTI) seluas 421,5 ribu hektare dan terelisi tanaman 171,03 ribu hektare realisasi produksi tahun 2006 sebesar 87,5 M3.
Diakuinya, akibat berbagai persoalan seperti kekurangan bahan baku maka industri perkayuan tersebut kondisinya kini memprihatinkan bahkan sudah ada yang tutup yang dibarengi memutuskan hubungan kerja (PHK) ribuan karyawannya.
Keterpurukan itu juga lantaran adanya kebijakan soft landing, mesinnya sudah tua-tua, ketinggalan jaman, tidak efisien atau boros bahan baku, hingga produksi tidak optimal.
Di samping itu para industri kayu itu lebih banyak bertumpu pada produksi kayu dari hutan alam bukan hutan produksi, akibatnya setelah produksi kayu hutan alam maka mereka menjadi kalang-kabut. ant

No comments: