Thursday, July 27, 2006

Masyarakat Adat Kalsel Bereaksi
Soal Rencana Kebun Sawit dan Tambang

Radar Banjarmasin, Kamis, 25 Mei 2006

BANJARMASIN - Kawasan Pegunungan Meratus yang menjadi daerah penyangga, tampaknya bakal terusik dengan hadirnya industri pertambangan dan industri perkebunan berskala besar. Apalagi dengan terbitnya Perpu Nomor 1 Tahun 2004, terutama dalam Pasal 83A, justru menyatakan bahwa perizinan yang telah diterbitkan sebelum diberlakukannya UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, dinyatakan tetap berlaku.

Potensi Perpu yang memberi kelonggaran ini membuat masyarakat adat se-Kalsel bereaksi. Sebab, dari data yang dilansir BPH Persatuan Masyarakat Adat (Permada) Kalsel menyebutkan, kerusakan hutan akibat pertambangan dan penebangan saja sudah menambah laju pengurangan hutan (deforestion) di Kalsel, bahkan terbesar di Kalimantan mencapai 44,4 persen dalam kurun waktu tahun 1985 hingga 1997 atau sekitar 3,7 persen per tahun.

Di sisi ini, Kalsel menduduki peringkat kedua terburuk deforestasi di bawah Provinsi Sumatera Selatan yang mencapai angka 65 persen atau 5,41 persen per tahun. Kondisi hutan Kalsel yang rusak parah ini juga diperparah dengan maraknya praktik illegal logging yang diperkirakan menghabiskan kayu hutan mencapai 650 ribu meter kubik.

Menurut BPH Permada Kalsel, terbitnya Perpu ini telah berimplikasi atau membolehkan 13 perusahaan besar pertambangan di Indonesia, dua di antaranya beroperasi di Kalsel. Izin ini dianggap BPH Permada Kalsel akan mengancam kelangsungan kawasan hutan di Kalsel, akibatnya ekosistem Meratus akan terancam keberadaannya.

Ditambah lagi, BPH Permada melihat kebijakan pemerintah daerah yang menggenjot investasi dengan menyiapkan lahan seluas 700 ribu hektare di lima Kabupaten. Padahal, bagi BPH Permada, kehadiran perkebunan sawit skala besar ini akan mengancam keselarasan tata ruang, karena secara ekologis tidak ramah lingkungn dan menciptakan lahan tanaman yang homogen.

BPH Permada juga mencium adanya pencemaran lingkungan dalam rentang waktu yang panjang akibat penggunaan pestisida (untuk hama) dan herbisda (untuk tanaman pengganggu). "Sekarang saja, 170 ribu hektare perkebunan sawit telah dikuasai 22 perusahaan swasta, baik pengusaha asing maupun pengusaha nasional," kata Zonzon Masrie, Ketua BPH Perdama se-Kalsel.

Makanya, BPH Permada yang mengkoordinir Dewan Adat, Damang Adat, LSM dan akademisi, akan mengkaji kebijakan pemerintah daerah yang menggenjot investasi di perkebunan sawit dan pertambangan dalam acara rapat akbar yang digelar di Hotel Buiti, Banjarmasin, hari ini.

"Kami melihat aktivitas perkebunan dan pertambangan di Kalsel sudah sangat mengkhawatirkan. Apalagi, dengan keterbatasan lahan sudah merambat ke kawasan hutan lindung di Pegunungan Meratus," ujar Zonson Masrie dalam pers rilis yang dikirim ke Redaksi Radar Banjarmasin, kemarin. (dig)

3 comments:

Anonymous said...

Hey what a great site keep up the work its excellent.
»

Anonymous said...

Very best site. Keep working. Will return in the near future.
»

Anonymous said...

Very pretty design! Keep up the good work. Thanks.
»