Friday, January 26, 2007

Tinggal 6 Perusahaan Beroperasi di Kalsel

Sabtu, 13 Januari 2007
Banjarmasin, Kompas - Meskipun jatah tebang kayu areal hak pengusahaan hutan di Kalimantan Selatan ditambah, industri perkayuan tidak bangkit. Kini hanya ada enam perusahaan perkayuan, khususnya kayu lapis, di provinsi itu. Sekitar 7.000 buruh di industri perkayuan terkena pemutusan hubungan kerja.

Kondisi industri perkayuan di Kalimantan semakin meredup tahun ini. Pada tahun 2004 masih ada 14 perusahaan dengan kapasitas terpasang di atas 6.000 meter kubik (m3) per tahun.

Rontoknya industri perkayuan Kalimantan Selatan ini disebabkan sulitnya memperoleh bahan baku. Setiap tahun diperlukan hingga 1,5 juta m3 - 4 juta m3 kayu untuk perusahaan-perusahaan tersebut.

Sementara itu, hutan produksi, hutan tanaman industri, serta hutan rakyat di provinsi tersebut hanya dapat memenuhi 500.000 m3 hingga 600.000 m3 kayu setiap tahun. Kekurangan bahan baku kayu itu kemudian dipasok dari Provinsi Kalimantan Tengah dan Provinsi Kalimantan Timur.

Kepala Dinas Kehutanan Kalimantan Selatan Sony Partono di Banjarmasin, Jumat (12/1), mengakui, jatah tebangan kayu di areal hak pengusahaan hutan (HPH) tahun ini sebenarnya naik, menjadi 64.000 m3. Pada 2006 Kalimantan Selatan hanya mendapat jatah tebangan 56.000 m3.

Jatah tebangan tersebut diberikan kepada PT Hasnur dan PT Aya Yayang Indonesia yang memiliki areal HPH di Kabupaten Tabalong.

Menurut Sony, industri perkayuan tidak bisa lagi memaksakan diri memenuhi kapasitas terpasangnya. Industri harus menyesuaikan dengan ketersediaan bahan baku.

Selain itu, industri juga harus gemar menanam jika tetap ingin bertahan hingga puluhan tahun mendatang. Tanpa itu, industri perkayuan, yang setidaknya dua dasawarsa merupakan salah satu andalan ekonomi Kalimantan Selatan, akan sulit bertahan.

Rontoknya industri perkayuan berdampak pada pemutusan hubungan kerja (PHK). Sepanjang tahun lalu lebih dari 10.000 buruh terkena PHK di Kalimantan Selatan, sekitar 7.000 di antaranya adalah buruh industri kayu.

Hal itu terjadi karena setiap tahun jumlah industri perkayuan di Kalimantan Selatan terus berkurang. Pada 2001 beroperasi 24 perusahaan pengolahan kayu berkapasitas 6.000 meter kubik per tahun. Namun, pada 2004 tinggal 14 perusahaan yang masih mampu beroperasi. Tahun 2005 jumlahnya menyusut menjadi 10 perusahaan dan tahun lalu tinggal 6 perusahaan.

Selain perusahaan kayu berskala besar, Kalimantan Selatan masih memiliki 7 industri veneer (produk dari lapisan kayu yang halus) dan 108 kilang penggergajian. Sekarang sebagian di antaranya juga sudah rontok. (FUL)

No comments: