Friday, January 26, 2007

lingkungan

Rabu, 24 Januari 2007
Jakarta, Kompas - Rencana pemerintah mengucurkan anggaran triliunan rupiah untuk program rehabilitasi hutan dan lahan tahun 2007 ini ditanggapi positif. Namun, upaya itu hanya sebagai salah satu unsur restorasi dan harus diikuti langkah lain yang komprehensif, yaitu jeda balak (moratorium) yang ketat.

Direktur Eksekutif Walhi Chalid Muhammad menegaskan itu ketika dihubungi di Jakarta, Selasa (23/1). Hal serupa dikatakan Direktur Eksekutif Forest Watch Indonesia Christian Poerba.

Menurut Chalid, laju kerusakan hutan di Indonesia setiap tahun berkisar 2,8- 3,4 juta hektar. Kerusakan ini lima tahun terakhir menyebabkan bencana ekologis naik tiga kali menjadi 135 kasus. Sementara itu, target rehabilitasi hutan dan lahan tahun ini hanya 2 juta hektar.

Karena itu, Chalid mengharapkan pemerintah bertindak tegas menutup gap kebutuhan industri kayu dengan ketersediaan kayu di alam. Caranya, merestrukturisasi permintaan dan suplai dengan menghemat kayu dan mengutamakan kebutuhan dalam negeri.

Pada saat sama, menjaga daya dukung lingkungan dengan mengendalikan konversi lahan untuk perkebunan dan pertambangan, penegakan hukum lingkungan, serta penataan ruang berdasarkan kondisi obyektif.

"Penghutanan kembali jelas harus dilakukan, tetapi tindak lanjut harus jelas. Kalau tidak, anggaran triliunan rupiah itu akan sia-sia," kata Chalid.

Dihubungi terpisah, Christian Poerba mengatakan, pemerintah harus serius mengaudit pengelolaan hutan. Pengelolaan hutan skala besar yang banyak merusak hutan harus diberi sanksi pencabutan izin dan denda.

Bila perlu, ada transformasi pengelolaan hutan skala besar ke skala kecil yang dikelola masyarakat. Fakta menunjukkan tidak sedikit masyarakat pengelola hutan yang mendapat sertifikasi ekolabel. Program rehabilitasi hutan dan lahan banyak yang gagal, di antaranya karena bersifat top down. Di lapangan, program berhenti sampai penanaman, tidak ada pemeliharaan serius. Akibatnya, tanaman mati muda.

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Aburizal Bakrie seusai Rakor Kesra di Jakarta, Senin (22/1), mengatakan, penyebab kerusakan hutan antara lain konversi lahan. Karena itu, perlu pemetaan ulang status dan luas hutan karena faktanya banyak perubahan status hutan lindung.

Adapun Menteri Kehutanan MS Kaban mengatakan, akan mengutamakan rehabilitasi pada provinsi sangat kritis di Jawa, Madura, Sumatera, dan Kalimantan. (GSA/LOK)

No comments: