Wednesday, July 16, 2008

Kerusakan Hutan Kalsel Terparah

Senin, 23-06-2008 | 00:45:25

PALANGKA, BPOST - Meski pemerintah meyakini masuknya perkebunan kelapa sawit skala besar membawa dampak positif bagi kemajuan perekonomian daerah, di lain pihak kehadirannya justru disoal.

Kalangan aktivis lingkungan misalnya, menuding pembukaan sawit besar-besaran menjadi penyebab kerusakan semakin parah.

Koordinator Save Our Borneo (SOB), lembaga peduli lingkungan di Kalteng, Nordin memerkirakan 80 persen kerusakan hutan di Kalimantan disebabkan ekspansi perkebunan kelapa sawit. Sedangkan sisanya disebabkan pembukaan pertambangan dan penyebab lainnya.

Berdasarkan prediksi tren 10 tahunan, dari luas Kalimantan yang mencapai 59 juta hektare, laju kerusakan hutan telah mencapai 864 ribu hektare per tahun atau 2,16 persen. Dari jumlah luas, kerusakan hutan di Provinsi Kalimantan Tengah tercatat sebagai yang terluas dibanding tiga provinsi lain di Kalimantan yaitu mencapai 256 ribu hektare per tahun.

Dari lebih 10 juta luas hutan yang dimiliki Kalimantan Tengah, laju kerusakannya mencapai 2,2 persen per tahun. Provinsi Kalsel memiliki laju kerusakan paling parah meski luasannya relatif kecil. Tercatat seluas 66,3 ribu hektare hutan musnah per tahun dari total luas wilayah hutan sekitar tiga juta hektare.

Kondisi hampir serupa terjadi di tiga provinsi lain, dengan luas dan laju yang berbeda. Kalimantan Barat misalnya, dari luas wilayah hutan mencapai 12,8 juta hektare memiliki laju kerusakan mencapai 166 ribu hektare pertahun atau 1,9 persen.

Eksploitasi secara serampangan itu selain mengakibatkan hutan rusak, juga berdampak pada terjadinya bencana banjir dan tanah longsor. “Indikasinya nyata terjadi terjadi di beberapa kabupaten di Kalteng seperti Barito Utara, Murung Raya, Barito Selatan. Banjir musiman yang semula hanya sekali setahun, kini bisa terjadi empat atau lima kali dalam setahun,” tegas mantan Direktur Eksekutif Walhi Kalteng yang kini menjadi Anggota Dewan Nasional Walhi Pusat itu.

Dampak negatif lain dari eksploitasi hutan adalah hilangnya identitas masyarakat setempat. Arus masuknya budaya luar yang dibawa oleh masyarakat pendatang dalam kegiatan perkebunan maupun pertambangan dinilai telah mengakibatkan lunturnya nilai-nilai kearifan lokal. “Ketergantungan dengan pihak luar itu karena prasarana berproduksi masyarakat berupa lahan kian menyempit, sehingga mereka menjadi tergantung pihak luar,” tambahnya. (mgb)

No comments: