Monday, August 04, 2008

Kebangkitan Pendidikan Kehutanan di Kalsel

Selasa, 29-07-2008 | 01:10:40

Joseph E Stiglitz, ekonom pemenang Nobel menemukan banyak kawasan kaya sumber daya alam tak terbarukan, penduduknya malah miskin, dilanda korupsi dan lingkungannya rusak berat. Ia menyebutnya resource curse atau kutukan sumber daya. Apakah kutukan tersebut sudah dialami Kalimantan Selatan?

Oleh : Udiansyah PhD

Kalimantan Selatan termasuk provinsi yang kaya dengan sumber daya alam. Dahulu tersohor dengan emas hijau dan kini terkenal dengan emas hitamnya.

Luas daratan Kalimantan Selatan 3,75 juta hektare, 1,66 juta hektare merupakan kawasan hutan. Luas tersebut mencapai 44 persen dari luas daratan. Namun, berdasarkan data yang dipublis oleh Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Barito tahun 2008, luas lahan kritis di Kalsel telah mencapai 3,14 juta hektare atau hampir 84 persen dari luas daratan.

Apa yang bisa diharapkan dengan kondisi hutan seperti di atas?  Secara teoritis, hutan mempunyai tiga fungsi, yaitu fungsi konservasi, fungsi lindung, dan fungsi produksi. Dari fungsi hutan tersebut diperoleh manfaat, antara lain siklus hidrologi (water cycle), siklus oksigen (oxygen cycle), siklus karbon (carbon cycle), dan keanekaragaman hayati (biodiversity).

Yang lebih menyedihkan, setelah ketiga fungsi di atas tidak bisa dijalankan, ada lagi peruntukan lain yang menjadikan fungsi tersebut lebih terabaikan, yaitu pertambangan.

Seiring dengan terdegradasinya sumber daya hutan berdampak kepada jumlah mahasiswa kehutanan di Fakultas Kehutanan seluruh Indonesia, termasuk di Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat. Mahasiswa kehutanan semakin menurun jumlahnya dari tahun  ke tahun.

Kondisi akan sangat mengkhawatirkan. Karena, siapa yang akan melakukan rehabilitasi lahan dan hutan yang rusak jika sumber daya manusia di bidang kehutanan ini semakin berkurang dan akhirnya langka.

Semakin minimnya input calon mahasiswa akan sangat berpengaruh terhadap lulusannya. Didorong agar tetap eksis, maka apa pun dan bagaimana pun kualitas input selalu diterima. Ini merupakan buah simalakama.

Untuk mengatasi kondisi di atas, perlu adanya usaha ekstra multi pihak, baik pihak pemerintah daerah hingga pusat, pengusaha yang mengeksploitasi sumber daya alam, masyarakat, maupun pihak Fakultas Kehutanan sendiri.

Memang, masalah lapangan kerja merupakan isu kuat kenapa jumlah mahasiswa Fakultas Kehutanan menurun drastis. Sesungguhnya, lapangan kerja alumni Fakultas Kehutanan tidak hanya di sektor kehutanan, tetapi juga bisa di dunia perbankan, lembaga sertifikasi (seperti LEI, Lembaga Ekolabel Indonesia, Sucofindo, lingkungan hidup, bahkan dunia politik.

Untuk yang terakhir ini, telah tercatat enam bupati dan satu wakil bupati merupakan alumni Fakultas Kehutanan Unlam. Ada juga beberapa orang menjadi anggota legislatif.

Dengan beragamnya lapangan kerja tersebut, maka calon mahasiswa Fakultas Kehutanan tidak perlu khawatir tidak akan mendapatkan pekerjaan. Yang paling penting, selama menjadi mahasiswa, harus bekerja keras untuk memperoleh softskill (Bahasa Inggris, komputer, organisasi, dan lain-lain) yang ada di fakultas.

Peran masyarakat adalah berminat memasuki Fakultas Kehutanan agar semakin banyak calon mahasiswa, sehingga dapat dipilih mahasiswa yang berkualitas yang pada gilirannya akan menghasilkan output berkelas dan handal.

Memang, untuk menjadi output yang unggul diperlukan input dan proses pembelajaran yang baik. Dan sekali lagi diperlukan kerja keras.

Peran perusahaan terutama bagi perusahaan yang mengeksploitasi sumber daya alam, berkenan menyumbangkan keuntungan perusahaan untuk pembangunan sumber daya manusia melalui program Corporate Social Responsibility (CSR). Khusus, kasus minimnya calon mahasiswa Fakultas Kehutanan, pihak perusahaan dapat memberikan beasiswa secara tuntas bagi masyarakat sekitar areal usaha.

Hal ini sangat wajar, karena jika sumber daya alam dieksploitasi, pasti kerusakan lingkungan akan terjadi. Merekalah yang merasakan dampaknya. Dengan adanya program beasiswa tuntas ini, mereka diharapkan dapat berpartisipasi dalam pengelolaan sumber daya alam di sekitar mereka.

Selama ini, jumlah tenaga kerja yang terserap di sektor pertambangan hanya dua persen dari total tenaga kerja (sekitar 33.000 orang), itupun banyak orang dari luar desa bahkan luar Kalimantan Selatan.
Beasiswa Kehutanan
Dekan Fakultas Kehutanan Unlam Ir H Ahmad Rivai Noor MS saat ini sedang menggarap usaha agar input calon mahasiswa Fakultas Kehutanan semakin besar. Di antaranya sosialisasi langsung ke SMA-SMA di Kalsel dan Kalteng dan melalui media elektronik (website www.fahutan-unlam.ac.id).

Upaya lainnya, pemberian beasiswa kepada mahasiswa.  Yang tidak kalah pentingnya, Fakultas Kehutanan kini sedang menyusun ulang kurikulum, agar paradigma lebih mengarah kepada pasar kerja dan pemanfaatan sumber daya hutan secara bijaksana.

Sangat diyakini, pekerjaan untuk merehabilitasi dan mengelola hutan di masa yang akan datang banyak diperlukan tenaga sarjana kehutanan. Karena semakin banyak orang menyadari bahwa lingkungan hidup sangat penting.

Jika hutan rusak dan lingkungan hidup sudah di bawah ambang batas toleransi, bencana akan datang secara teratur dan yang lebih mengkhawatirkan adalah pemanasan global.

Mencairnya es di kutub akibat pemanasan  global juga akan menyebabkan meningkatnya permukaan air laut sehingga dapat menenggelamkan pulau-pulau kecil dan desa-desa di pesisir pantai.
Penulis: Dosen Fakultas Kehutanan Unlam

No comments: