Thursday, August 14, 2008

Halaman Kejati Dipenuhi Spanduk Sindiran

12 August, 2008 06:58:00

Ratusan warga Alalak menggelar demo damai dengan berbagai spanduk di halaman Kejati Kalsel, menuntut aparat kejaksaan menuntut pelaku illegal logging di hukum berat

BANJARMASIN - Halaman gedung Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalsel meriah dari spanduk raksasa warna-warni. Bukannya untuk menyambut HUT ke-63 Kemerdekaan RI, melainkan spanduk berisi protes dan sindiran dari massa Keluarga Besar Alalak (Kebal) dan Kesatuan Aksi Peduli Penderitaan Rakyat (Kappera) terhadap lembaga penegak hukum itu.

Selasa (12/8), sejak pukul 10.00 Wita, massa ngelurug ke halaman gedung. Selain membawa sejumlah poster, sebuah truk bermuatan sound system juga diparkir di halaman itu.

Alunan lagu dangdut yang kadang diselingi japin Banjar mendayu-dayu dengan suara yang keras. Menurut Ketua Kappera Safriyan Noor, pihaknya sengaja melakukan hal itu sebagai bentuk keprihatinan sekaligus protes atas perlakuan yang kurang adil dari oknum Kejati Kalsel terhadap pelaku illegal logging.

Salah satu spanduk bertulisan 'Peng Hie, Giok, M Triwanto dituntut 4 bulan. Bagaimana dengan Anang, Utuh dan Amat....???!!', kemudian, 'Sebagai anak bangsa Indonesia kelahiran Bumi Lambung Mangkurat, kami sangat tersinggung dan keberatan dengan sikap oknum Kejati yang tebang pilih dalam menegakkan hukum', serta 'Bhinneka Tunggal Ika etnis boleh beda, dihadapan hukum tetap sama dan persatuan harus dijaga' dan 'Hari gini masih ada pelaku illegal logging dituntut 4 bulan penjara'.

Menurut pria yang akrab disap Yayan itu, pihaknya keberatan ketika orang kaya dari etnis tertentu justru diberi tuntutan hukum yang ringan, sementara jika pelaku illegal logging dari masyarakat biasa, justru tuntutan hukumannya begitu tinggi. "Dimana keadilan hukum," paparnya. Salah satu spanduk berisi pertanyaan, 'Apakah karena mereka warga kelas satu?'.

H Maulana, Ketua Kebal menambahkan, sepertinya ada 'permainan' dibalik tuntutan hukuman yang begitu ringan terhadap Peng Hie, Giok dan M Triwanto. "Padahal, ketika kayu milik mereka itu ditemukan, surat-suratnya tidak ada alias blong," cetusnya.

Sebagian massa mendirikan tenda biru untuk menginap di halaman gedung sebagai tanda kekecewaan terhadap tuntutan yang ringan terhadap ketiga pelaku illegal logging yang kemudian diputus dua bulan penjara oleh Pengadilan Negeri (PN) Banjarmasin, 16 Juni lalu. Aksi serupa pernah dilakukan pada Kamis, 3 Juli lalu. Bahkan, 4 Agsustus lalu, selama beberapa hari, massa sempat menginap di halaman DPRD Kalsel sebagai wujud protes.

Kasuistis

Kala itu, Aspidum Kejati Kalsel Pratikto SH MH menjelaskan bahwa tuntutan tersebut didasari fakta dan perkembangan dalam persidangan. Jadi, tidak bisa disamaratakan, karena tuntutan itu kasuistis, seperti tidak adanya kerugian negara karena kayu platnya sudah mengantongi Surat Asal Kayu Olahan (SAKO) sudah dibayar. Cuma, ketika diolah lagi di penggergajian, izin usaha penggergajian sudah mati, sehingga 139 balok kayu balau (atau sebanyak empat meter kubik) tidak dilengkapi Faktur Kayu Olahan (FAKO)," ujarnya.

Selain itu, tambahnya, para terdakwa tidak pernah dipidana sebelumnya. "Lain halnya dengan kayu yang seluruh dokumennya tidak ada alias blong, tentu tuntutannya lebih tinggi. Jangan lupa, dalam UU No 41/1999 tentang Kehutanan, hukuman maksimal lima tahun dan tidak diatur hukuman minimal, sehingga boleh jadi tuntutan beberapa bulan," ungkapnya. Sebagaimana diketahui, pada 16 Juni lalu, tiga terdakwa, masing-masing, Giok, David Reza dan Mundari Triwanto hanya dituntut empat bulan penjara oleh JPU dan sudah divonis PN Banjarmasin dengan hukuman dua bulan penjara. adi/ida/mb05

No comments: