Monday, July 09, 2007

Operasi Pembalakan Salah Arah Perbedaan Penafsiran Aturan di Lapangan Membingungkan Pengusaha

Rabu, 04 Juli 2007

Jakarta, Kompas - Menteri Kehutanan Malam Sambat Kaban menyatakan, operasi pembalakan liar yang dijalankan Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Polri selama tahun 2007 salah arah. Polri dinilai cenderung mencari kesalahan orang dalam proses penyidikan sehingga meresahkan industri yang legal.

"Saya minta Kapolri untuk mengevaluasi Kapolda di seluruh Indonesia agar operasi illegal logging benar-benar untuk mengejar pelakunya, bukan mencari-cari kesalahan pengusaha yang sah atau pejabat kehutanan. Jika hal ini masih terus terjadi, operasi yang berjalan sekarang sudah tidak sesuai dengan arahan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2005," kata Menteri Kehutanan (Menhut) MS Kaban di Jakarta, Selasa (3/7).

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menerbitkan Inpres No 4/2005 soal Pemberantasan Penebangan Kayu secara Ilegal di Kawasan Hutan dan Peredarannya di Seluruh Wilayah Republik Indonesia untuk pemberantasan pembalakan liar.

Dalam inpres tersebut, menteri koordinator politik hukum dan keamanan menjadi koordinator 15 pejabat setingkat menteri serta seluruh gubernur dan bupati/wali kota.

Menhut mencontohkan, penanganan kasus dugaan pembalakan liar di Riau, Sumatera Utara, dan Papua. Polisi memaksakan penyidikan untuk mencari kesalahan pengusaha yang memiliki izin resmi.

Pada kasus Adelin Lis di Sumatera Utara, majelis hakim Pengadilan Negeri Medan akhirnya membebaskan dua terdakwa karena bukti tidak cukup kuat.

Sementara di Papua, lanjut Menhut, polisi mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) tak lama setelah jaksa menyatakan berkas siap diajukan ke pengadilan atau P21.

Kondisi ini menimbulkan keresahan di kalangan pengusaha yang memiliki izin resmi. Selain itu, iklim usaha berbasis kehutanan pun menjadi kurang kondusif akibat praktik tersebut.

"Implementasi operasi seharusnya dijalankan bersama-sama dan saling berkoordinasi. Inpres ini mengarahkan pemberantasan pembalakan liar pada pelaku illegal logging sehingga pengusaha yang legal bisa beroperasi dengan tenang," ujar Menhut.

Beda penafsiran

Dihubungi di Denpasar, Ketua Umum Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) Ambar Tjahyono menyatakan, operasi pemberantasan pembalakan liar harus tetap taat asas tanpa perbedaan penafsiran di lapangan.

Selama ini, perbedaan penafsiran aturan sangat merugikan pengusaha karena menimbulkan ketidakpastian.

Asmindo sudah beberapa kali mengadvokasi kasus dugaan pembalakan liar, yang sebenarnya merupakan kayu hasil hutan rakyat. Modusnya, polisi menahan truk pengangkut kayu mangga atau akasia yang dibeli dari rakyat untuk bahan baku mebel dan kerajinan karena tidak dilengkapi dengan dokumen.

Padahal, menurut aturan, surat keterangan asal-usul (SKAU) yang dikeluarkan kepala desa setempat sudah cukup sebagai dokumen resmi.

Ambar Tjahyono mengatakan, seluruh kasus itu akhirnya bebas karena tuduhan polisi tidak terbukti. (ham)

No comments: