Monday, April 23, 2007

Kehutanan Masihkah Perlu Lembaga Donor?

Kamis, 22 Februari 2007

Tata kelola kehutanan yang buruk telah memicu terjadinya kerusakan lingkungan. Lebih dari itu, dampaknya juga menyebabkan kerugian yang signifikan pada penghidupan ekonomi pedesaan, iklim investasi, daya saing dan hilangnya pendapatan negara. Dibutuhkan strategi yang jelas untuk memperbaiki sektor kehutanan.

Selain sebagai aset nasional, hutan merupakan hak milik umum bagi masyarakat global. Hutan juga merupakan penghidupan bagi 10 juta dari 36 juta masyarakat miskin Indonesia. Hilangnya hutan membahayakan penghidupan masyarakat pedesaan, jasa lingkungan, dan kemampuan Indonesia mengentaskan kemiskinan. Tata kelola hutan yang lemah merusak iklim investasi, potensi ekonomi pedesaan, daya saing dan reputasi internasional Indonesia.

Kriminalisasi di bidang kehutanan pun memperparah permasalahan keseimbangan anggaran dan fiskal serta mengubah penggunaan pendapatan negara yang seharusnya untuk mengentaskan kemiskinan dan pencapaian sasaran pembangunan. Pembukaan lahan dengan cara pembakaran lahan dan hutan menyebabkan masalah kesehatan dan transportasi, baik di Indonesia maupun negara tetangga.

Saat ini Indonesia memang sedang berada pada masa transisi pemerintahan. Di Departemen Kehutanan, perubahan kebijakan yang terjadi lebih bersifat evolusi dan bukan revolusi. Sisi positifnya, persoalan kehutanan saat ini juga sudah direspons oleh lembaga penting di luar Departemen Kehutanan. Presiden bahkan mengeluarkan peraturan presiden yang memerintahkan lembaga penegak hukum dan kepabeanan untuk menghentikan penebangan liar.

Persoalan kehutanan pun harus dipandang serius dan diselesaikan bersama. Pasalnya, kondisi kerusakan hutan di Indonesia sudah sangat parah. Lebih dari 25 juta hektar kawasan hutan (wilayah yang sama luasnya dengan Inggris Raya) sudah tidak lagi ditumbuhi pepohonan.

Industri kehutanan banyak yang kolaps karena kesulitan bahan baku. Dibutuhkan strategi yang jelas untuk memperbaiki sektor kehutanan.

Laporan Bank Dunia

Rabu (21/2), Bank Dunia mengeluarkan laporan yang berjudul "Sustaining Economic Growth Rural Livelihoods and Environmental Benefits: Strategic Options for Forest Asistance in Indonesia" (Melestarikan Pertumbuhan Ekonomi, Penghidupan Pedesaan dan Manfaat Lingkungan: Opsi-opsi Strategis Untuk Bantuan Kehutanan Indonesia).

Laporan tersebut mempelajari bagaimana donor dan badan pembangunan dapat membantu pelaku kehutanan utama, seperti badan-badan pemerintah, masyarakat madani, sektor swasta, dan masyarakat miskin, dalam melaksanakan tata kelola hutan dan program pengelolaan hutan.

Laporan itu juga menggarisbawahi rancangan dan prioritas Indonesia untuk meningkatkan pembangunan kehutanan. Selain itu, bagaimana donor membantu pencapaian tujuan ini melalui sistem kemitraan dengan lembaga-lembaga di Indonesia. Laporan tersebut meringkas empat pintu masuk utama yang dapat digunakan oleh badan-badan donor untuk kembali terlibat dalam membantu sektor kehutanan.

Sebagai contoh, untuk meningkatkan pembangunan ekonomi yang berkesinambungan, Bank Dunia menawarkan jalan bagi para donor untuk membantu Indonesia melalui program restrukturisasi industri kehutanan mengingat restrukturisasi industri memerlukan pembiayaan.

Semua hal dan solusi yang disampaikan Bank Dunia melalui laporannya memang cukup menarik. Akan tetapi, pemerintah juga harus jeli dalam melihat persoalan. Jangan sampai semua tawaran bantuan dari donor diambil, tetapi tidak memberikan dampak perbaikan seperti yang diinginkan.

Belajar dari pengalaman

Pemerintah harus belajar dari pengalaman. Selama dua dekade terakhir, sudah lebih dari 1 miliar dollar AS yang diinvestasikan oleh lebih dari 40 donor dalam bantuan pembangunan kehutanan Indonesia. Akan tetapi, faktanya manajemen dan tata kelola kehutanan tetap buruk. Kerusakan hutan masih terus berlanjut sampai detik ini.

"Pemerintah memang harus jeli, sepanjang bantuan itu sifatnya hibah boleh saja. Tetapi, jika dikaitkan dengan utang luar negeri, sebaiknya ditolak," kata Direktur Eksekutif Greenomic Indonesia Elfian Effendi.

Harus diakui, tanpa dukungan pendanaan yang cukup, pembangunan sektor kehutanan akan sulit. Akan tetapi, persoalan itu sebenarnya bisa diatasi jika saja pemerintah pandai mengelola sumber dana yang berasal dari dana reboisasi.

Data Departemen Kehutanan, total dana reboisasi yang belum termanfaatkan dan masih berada di Departemen Keuangan sebesar Rp 12 triliun. Seandainya dana itu bisa dimanfaatkan, sektor kehutanan bisa dibangun dan kita tidak perlu donor. (Gatot Widakdo)

No comments: