Monday, March 24, 2008

Cabut Peraturan Sewa Hutan Lindung

Selasa, 26-02-2008 | 01:00:15

Image

BANJARBARU, BPOST - Peraturan Pemerintah (PP) No 2/2008 yang mengatur penyewaaan hutan ditentang berbagai kalangan di Banua. Akademisi dari Fakultas Kehutanan Unlam Banjarbaru Dr Ir H Udiansyah MS mengatakan, kebijakan pemerintah pusat ini sangat mengancam kehancuran hutan di daerah.

Parahnya lagi, kompensasi lahan yang dijabarkan melalui jenis dan tarif atas jenis penerimaan bukan pajak (PNBP) berasal dari penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kehutanan ini berlaku pada Departemen Kehutanan. Artinya daerah tidak menerima hasilnya.

"Kalau diteruskan pemberlakukan PP tentang sewa hutan lindung tambah memperparah kerusakan hutan di daerah. Saya kira, jika daerah menginginkannya, peraturan ini layak dicabut. Apalagi, daerah tidak mendapatkan kompensasi itu," tandas Udi.

Walau PP yang dikeluarkan resmi sejak 4 Pebruari dan ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini menyebutkan bahwa penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan, namun belum sepenuhnya memberikan penghargaan terhadap nilai manfaat hutan yang hilang.

Menurut Udiansyah masyarakat adat Dayak Loksado yang hidup dan sangat tergantung dengan hutan, sangat khawatir dan menolak keras peraturan tersebut.

"Sewa lahan per meter perseginya tidak lebih dari Rp 300. Harga pisang goreng saja sekarang ini Rp 500 per biji. Sangat tidak menghargai kan, apalagi kerusakan lingkungan yang bakal ditimbulkan," tandasnya.

Dikutip dari situs resmi Departemen Kehutanan www.dephut.go.id, peraturan ini dibuat setelah nilai manfaat hutan ini kompensasinya dalam bentuk lahan pengganti, sehingga dianggap tidak memberikan manfaat karena sulit diperoleh. Oleh karena itu, diperlukan suatu nilai pengganti terhadap lahan kompensasi. Pada PP tersebut tertera jenis-jenis yang harus dibayar penyewa. Secara global diketahui untuk kegiatan pertambangan baik yang bersifat terbuka maupun bawah tanah maksimal tarif sewa lahan di hutan lindung maupun hutan produksi sebesar Rp 3 juta per hektare.

Sementara untuk kegiatan non tambangnya seperti penggunaan kawasan hutan untuk migas, panas bumi, jaringan telekomunikasi, repiter telekomunikasi, stasiun pemancar radio, stasiun relai televisi, ketenagalistrikan, instalasi teknologi energi terbarukan, instalasi air, dan jalan tol, nilainya paling tinggi Rp1,5 juta. (niz)

Tarif Sewa Hutan Berdasarkan Jenis PNBP
1. Penggunaan kawasan hutan untuk tambang terbuka yang bergerak secara horizontal (tambang terbuka horizontal)
a. hutan lindung Ha /tahun Rp 3.000.000,00
b. hutan produksi Ha /tahun Rp 2.400.000,00
2. Penggunaan kawasan hutan untuk tambang terbuka yang bergerak secara vertikal
a. hutan lindung Ha /tahun Rp 2.250.000,00
b. hutan produksi Ha /tahun Rp 1.800.000,00
3. Penggunaan kawasan hutan untuk tambang bawah tanah
a. hutan lindung Ha /tahun Rp 2.250.000,00
b. hutan produksi Ha /tahun Rp 1.800.000,00
4. Penggunaan kawasan hutan untuk migas, panas bumi, jaringan telekomunikasi, repiter telekomunikasi, stasiun pemancar radio, stasiun relai televisi, ketenagalistrikan, instalasi teknologi energi terbarukan, instalasi air, dan jalan tol
a. hutan lindung Ha /tahun Rp 1.500.000,00
b. hutan produksi Ha /tahun Rp 1.200.000,00

sumber : www.dephut.go.id

No comments: