Tuesday, March 20, 2007

Kasus Anton Melebar? Dari Illegal Logging ke Pencucian Uang

Berita Utama
Senin, 8 Januari 2007 Radar Banjarmasin

BANJARMASIN – Perburuan terhadap Anton Gunadi, cukong kayu asal Kalsel yang masuk dalam red notice (daftar perburuan) Interpol memang masih berlangsung. Menariknya, kasus Anton yang semula hanya berkutat pada masalah illegal logging (pembalakan liar), kabarnya bakal melebar hingga kasus pencucian uang (money laundering), setelah pelarian Anton seakan tak berhenti.

Dari informasi yang dihimpun koran ini, pemblokiran rekening milik Anton Gunadi oleh pihak kepolisian, di sejumlah bank telah lama dilakukan, pasca kaburnya pengusaha kayu kakap itu ke Singapura. Pemblokiran itu terkait dengan usaha trading kayu yang dilakukan Anton dibawah bendera Bina Benua Grup, sehingga kepolisian bersama instansi terkait mencium adanya tindakan pencucian uang.

Benarkah? Kepala Bidang Humas Polda Kalsel, AKBP Puguh Raharjo tak berani memastikannya. Namun, ia juga tak membantah bahwa kasus Anton juga dikembangkan ke arah kriminal pencucian uang. Terbukti, pemblokiran dana miliaran rupiah dikabarkan sudah dilakukan polisi. “Yang pasti, masalah Anton ini sudah diserahkan ke Interpol. Soal apakah ada money laundering-nya, tergantung penyidikan,” jawab Puguh, saat ditemui koran ini, belum lama tadi.

Menurut Puguh, upaya maksimal untuk menangkap Anton sudah dilakukan pihaknya, seperti mengeluarkan daftar pencarian orang (DPO), hingga melibatkan pihak Interpol. “Ya, kita tunggu saja, nanti uangnya habis sendiri,” kata Puguh yang sangat sangsi sampai berapa lama Anton bertahan di tempat persembunyian.

Puguh juga yakin suatu saat Anton bisa ditangkap. Walaupun, dari kabarnya yang berkembang di Polda Kalsel sendiri, Anton kabarnya tak hanya kabur ke Singapura, tetapi sudah ‘hijrah’ ke Amerika Serikat.

Menariknya, jika Anton masih saja buron, proses penuntasan perkara dua anak buahnya, HM Saleh (Direktur CV Bina Benua), dan Satip Sandiarto (Kepala Logpond CV Bina Benua) justru tersendat. Setidaknya, dua kali berkas Satip dikembalikan pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalsel ke Polda. Berkas perkara itu merupakan berkas berbeda dengan kasus sebelumnya. Sebab, untuk kasus kelebihan 61 batang atau 277,07 M3 yang diangkut Tongkang Damar Laut dan ditarik TB Bina Benua VII dan TB Bina Benua VIII, Satip telah divonis 7 bulan penjara oleh hakim Pengadilan Negeri Banjarmasin, lebih ringan dari tuntutan jaksa yang menuntut 1 tahun penjara.

“Untuk berkas perkara Satip yang kedua, kita sudah kembalikan ke polda. Sudah dua kali dikembalikan ke mereka,” ujar Asisten Pidana Umum (Aspidum) Kejati Kalsel, Achjar Muchjar SH kepada wartawan, kemarin.

Diakui Achjar, dalam kasus Bina Benua ini, untuk pengangkutan kayu oleh empat tongkang milik Bina Benua dipecah polisi dalam tiga berkas perkara. Untuk berkas pertama telah diputus, dan saat ini masih dalam tahap banding. “Untuk berkas kedua dan ketiga, kita kembalikan. Jika Polda memang punya cukup bukti, lanjutkan. Kalau tidak, ya di-SP3-kan saja (penghentian),” katanya.

Dalam kasus itu, Satip sendiri dijerat polisi dengan pasal berlapis yakni

pasal 50 ayat (3) huruf h jo Pasal 78 UU RI Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. “Untuk proses hukum ini, baru Satip yang dilimpahkan berkasnya. Kalau berkas perkara Saleh, masih belum (diterima, red),” terang Achjar.

Jaksa senior bintang satu ini mengakui dalam kasus Bina Benua, sangat berat jika dikaitkan dengan keterlibatan Anton Gunadi. Sebab, beber dia, Anton dalam perusahaan itu hanya selaku komisaris CV Bina Benua terhitung sejak 30 Desember 2005 lalu. Sementara, kasus Bina Benua itu mencuat pada Maret 2006. “Kami disini (kejaksaan), bicara soal fakta, kalau memang keterlibatan Anton bisa dibuktikan, ya silakan buktikan,” tantangnya.

Namun, lanjut dia, sebenarnya keterlibatan Anton itu hanya pertanggungjawaban moral, bukan secara hukum. Berarti polisi masih ngotot untuk menyeret Anton ke kasus illegal logging itu? Ditanya begitu, Achjar tak mau berspekulasi. Dia pun enggan mengomentari hasil penyidikan Ditreskrim Polda Kalsel. “Itu urusan polisi untuk membuktikannya,” tegasnya.

Bahkan, menurut Achjar, jika kasus Anton dilebarkan ke kasus pencucian uang, tentunya pihak kepolisian harus bisa menghadirkan analisis dari PPTAK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan), dalam berkas perkara Anton. “Saya baca, dalam berkas baik Satip atau Saleh justru tak ada soal itu. Yang ada memang Cuma illegal logging,” pungkasnya.

Sekadar diketahui, dalam kasus yang menyeretnya, Anton disangkakan melanggar pasal berlapis yakni Pasal 78 ayat (5) subsidair Pasal 78 ayat (7) jo Pasal 50 ayat (3) huruf f dan UU RI Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, jo Pasal 75 ayat (3) PP Nomor 34 Tahun 2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Perencanaan Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaannya jo Pasal 12 ayat (2) huruf b PP Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan jo Pasal 58 Permenhut Nomor P.18/Menhut-II/2005 tentang Perubahan Ketiga atas Kepmehut Nomor 126/Kpts-II/2003 tentang Penatausahaan Hasil Hutan. (dig)

No comments: